Anda di halaman 1dari 13

JOURNAL READING

RESPON ERITROPOIETIK DAN EFEKNYA PADA PENYAKIT GINJAL


DAN DIABETES TIPE 2

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam
RST dr. Soedjono Tingkat II Magelang

Disusun Oleh :
Wenny Hildasaraswaty Kawa
1420.221.101

Pembimbing :
dr. Noerjanto Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL’VETERAN’ JAKARTA
2016
LEMBAR PENGESAHAN

JOURNAL READING
RESPON ERITROPOIETIK DAN EFEKNYA PADA PENYAKIT GINJAL
DAN DIABETES TIPE 2

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam
RST dr. Soedjono Tingkat II Magelang

Disusun Oleh :
Wenny Hildasaraswaty Kawa
1420.221.101

Telah Disetujui dan Disahkan oleh:


Dokter Pembimbing

dr. Noerjanto, Sp.PD


RESPON ERITROPOIETIK DAN EFEKNYA PADA PENYAKIT GINJAL DAN
DIABETES TIPE 2
ABSTRAK

LATAR BELAKANG
Percobaan tanpa control pemberian placebo dengan agen penstimulasi eritropoisis (APE)
membandingkan target hemoglobin yang lebih rendah dan lebih tinggi pada pasien dengan
penyakit ginjal kronik mengindikasikan target pada hemoglobin yang lebih rendah dapat
terhindar dari resiko yang berhubungan dengan APE. Strategi berdasarkan target dikacaukan
oleh respon hematopoitik individual pasien.
METODE
Kami memeriksa hubungan antara respon awal hemoglobin pada darbepoetin alfa setelah dua
dosis bedasarkan berat badan, level hemoglobin tercapai setelah 4 minggu, dosis lanjutan dosis
darbepoetin alfa dan hasilnya pada 1872 pasien dengan penyakit ginjal kronis dan DM tipe 2
yang tidak menjalani dialisa. Kami menetapkan respon inisial yang jelek pada darbepoetin alfa
(yang terjadi pada 471 pasien) sebagai kuartil terendah pada perubahan level hemoglobin (<2%)
setelah dua pemberian pertama dosis standar obat.
HASIL
Pasien yang mempunyai respon awal yang buruk pada darbepoetin alfa memiliki rata-rata level
hemoglobin yang lebih rendah dan saat follow-up pada pasien dengan respon hemoglobin yang
baik (perubahan level hemoglobin antara 2-15% atau lebih) (p< 0,001 untuk kedua
perbandingan), meskipun menerima dosis darbepoetin alfa yang lebih tinggi (dosis median 232
µg vs 167 µg; p<0,001). Pasien dengan respon jelek dibandingkan dengan respon baik, memiliki
tingkat komposit titik akhir kardiovaskuler yang lebih tinggi (rasio bahaya yang disesuaikan,
1.31; 95% interval kepercayaan (IK) 1.09 – 1,59) atau kematian ( rasio bahaya yang disesuaikan,
1.41; 95% IK, 1.12-1.78).
KESIMPULAN
Respon awal hematopoitik yang buruk terhadap darbepoetin alfa berhubungan dengan
peningkatan resiko berkelanjutan seperti kematian atau penyakit kardiovaskuler dimana dosis
ditingkatkan untuk mencapai level hemoglobin. Walaupun mekanisme efek yang berlainan ini
belum diketahui, penemuan ini mengundang ketertarikan tentang strategi berdasar target saat ini
untuk mengatasi anemia pada pasien dengan penyakit ginjal kronis
PENDAHULUAN

Agen penstimulasi eritropoisis (APE) telah dipercaya untuk mengurangi kebutuhan transfusi
darah merah dan memperbaiki kualitas hidup pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir yang
memiliki anemia berat. Pada pasien dengan penyakit ginjal kronis yang tidak menjalani dialysis
dan memiliki anemia sedang, APE tetap memberi efek, walau bukti manfaat yang sedikit dan
peningkatan ketertarikann bahwa agen ini dapat membahayakan. Percobaan dengan
membandingkan hemoglobin target level hemoglobin yang lebih rendah dan lebih tinggi telah
diintepretasikan bahwa target pada tingkat hemoglobin yang lebih rendah lebih aman pada pasien
ini, menurut rekomendassi untuk penggunaan berulang APE pada pasien dengan penyakit ginjal
kronis yang tidak menjalani dialysis tapi dengan target hemoglobin yang lebih rendah.
Walaupun anemia telah dihubungkan dengan peningkatan kematian dan komplikasi pada pasien
penyakit ginjal kronis yang menjalani dialisis dan yang tidak menjalani dialysis, penurunan
respon hematopoitik pada APE juga telah dihubungkan dengan peningkatan resiko efek samping.
Pada pasien yang menjalani dialysis, resiko kematian menunjukkan berhubungan terbalik dengan
respon baik terhadap APE. Sayangnya, data seperti itu telah dikacaukan oleh fakta bahwa pasien
dengan respon jelek terhadap penerimaan APE meningkatkan dosis obat oleh dosis target buatan.
Pada percobaan yang telah dilaporkan pada Penurunan Kejadian Kardiovaskular dengan Aranesp
Therapy (TREAT), kami memeriksa efek darbepoetin alfa (Aranesp, Amgen) pada pasien
anemia, diabetes dan penyakit ginjal kronis yang tidak menjalani dialysis. Kami menemukan
tidak ada penurunan resiko kardiovaskular atau ginjal atau kematian pada pasien yang menerima
darbepoetin alfa dibandingkan dengan yang menerima placebo, namun kami menemukan
setidaknya dua kali lipat resiko stroke. Kami menggunakan data tersebut untuk memeriksa
hubungan antara respon terhadap APE, tercapainya level hemoglobin dan hasilnya pada pasien
dengan penyakit ginjal kronis dan diabetes tipe 2.
METODE

Desain studi dan pasien


Studi pada TREAT dirandomisasi, double blind, percobaan dengan placebo dilakukan pada 623
tempat di 24 negara dari 25 Agustus 2004 hingga 28 Maret 2009.
Pasien yang termasuk dalam percobaan memiliki DM tipe 2 dan penyakit ginjal kronis
(ditetapkan sebagai estimasi Laju Filtrasi Ginjal [LFG] 20-60 ml per menit per 1.73 m 2 area
permukaan tubuh) dan anemia (ditetapkan level hemoglobin ≤ 11.0 g per desiliter) dan tidak
menjalani dialysis. Criteria inklusi dan ekslusi dan hasil keseluruhan telah dilaporkan
sebelumnya. Ulasan institusional atau komite etik pada setiap tempat menerima
perjanjian.penelitian ini dilakukan sesuai dengan protocol yang sebagaimana telah diubah.
Seluruh pasien dimintai inform konsen tertulis.
Pasien secara acak diberi darbepoetin alfa subkutan atau placebo. Dosis inisial darbepoetin alfa
adalah 0.75 µg per kilogram berat badan dan diulang setelah 2 minggu bila nilai hemoglobin
tidak melebihi 14 g/dc. Alat point of care digunakan untuk memonitor level hemoglobin dan
setelah 1 bulan, alogaritma computer digunakan untuk menetapkan dosis selanjutnya untuk
mencapai dan mempertahankan level hemoglobin sekitar 13.0 g/dc pada kelompok yang diberi
darbepoetin alfa, dengan pengobatan yang ditetapkan setiap 2 minggu hingga level hemoglobin
tercapai lalu penambahan dosis lanjutan tiap bulannya. Pasien pada kelompok placebo menerima
injeksi placebo kecuali bila kadar hemoglobin mereka dibawah 9.0 g/dc, diberikan terapi
darbepoetin alfa hingga level hemoglobin mencapai 9.0 g/dc.
Untuk analisis ini, kami membagi kelompok pasien yang diberi darbepoetin alfa pada kuartil
pada dasar perubahan presentase level hemoglobin setelah 4 minggu pertama terapi (setelah
pemberian dua dosis darbopoetin alfa berdasar berat badan). diantara 4038 pasien yang diacak
(2012 pada grup darbopoetin alfa dan 2026 pda grup plasebo), kami mengeksklusi pasien yang
tidak menerima dua dosis pertama saat periode ini (60 pada kelompok darbopoetin alfa dan 63
pada kelompok plasebo), yang mengalami komplikasi kardiovaskular (masing-masing 12 dan
25) dan yang mengalami perubahan level hemoglobin setelah 4 minggu yang tidak diketahui
(masing-masing 68 dan 49). sisanya, 1872 pasien kelompok darbopoetin alfa dan 1889
kelompok plasebo yang menerima dua dosis pertama, yang tidak memiliki efek klinis dan
dilakukan pengukuraan hemoglobin setelah 4 minggu.
Definisi Respon Buruk
pasien dengan perubahan kuartil buruk pada kadar hemoglobin (<2%) pada kelompok
darbopoetin alfa setelah bulan pertama dianggap memiliki respon yang jelek, dibandingkan yang
pada kuartil tiga teratas perubahan level hemoglobin (2-15% atau lebih). Pada tiap kuartil, kami
menilai level hemoglobin rata-rata pada 12 minggu (fase awal) dan dosis rata-rata darbopoetin
alfa yang pasien terima tepat sebelum minggu ke 12, seperti level hemoglobin rata-rata pada
fase akhir (setelah 12 minggu) dan dosis rata-rata darbopoetin alfa yang diterima setelah 12
minggu.
Pengukuran Hasil
Titik akhir analisis diputuskan dengan komite titik akhir klinis mandiri yang yang anggotannyya
tidak mengetahui bagaimana cara kerjanya, dosis darbepoetin alfa dan nilai hemoglobin atau
hematokrit. Titik akhir ini termasuk kematian karena berbagai sebab, titik akhir komplikasi
kematian akibat kardiovaskular karena berbagai hal atau kejadian kardiovaskular (infark miokard
nonfatal, gagal jantung kongestif, stroke atau miokard iskemia) dan stroke yang fatal maupun
yang tidak fatal. Kami juga membandingkan perbedaan dari paduan selama 25 minggu antara
pasien dengan respon jelek dan respon baik,menggunakan dasar keluaran pasien yang
dilaporkan, nilai di Penilaian Fungsional Terapi Kanker (FACT)- Skala Kelelahan ( antara 0
sampai 52, dengan skor yang lebih tinggi mengindikasikan kelelahan yang kurang).

Kesalahan Studi
Studi dirancang oleh komite pengatur akademik yang berhubungan dengan sponsor, Amgen.
Sponsor tidak terlibat dalam analisis awal data tapi secara berkelanjutan memeriksa hasilnya.
Rancangan awal manuskrip ditulis oleh pemimpin penulis akademik dan diedit oleh semua
pembantu penulis yang menjamin kelengkapan dan keakuratan dara dan analisis. Keputusan
mempublikasikan manuskrip dibuat oleh penulis akademik.

Analisis Statistik
Kami memeriksa perbandingan antar respon kuartil grup untuk karakter acuan menggunakan
kruskal-wallis untuk variable yang berkelanjutan dan chi square untuk variable kategoris. Kami
memeriksa perbedaan level hemoglobin antar kelompok dengan t-test dan membandingkan dosis
darbepoetin alfa yang diterima dimana yang tidak terdistribusi normal akan di tes dengan
wilcoxon. Tingkat efek untuk seluruh titik akhir ditentukan untuk tiap kuartil respon hemoglobin
dan perbandingan pada kelompok placebo. Kami menggunakan desain kohort perspekrif dalam
kelompok darbepoetin alfa untuk membandingkan resiko pada pasien yang memiliki respon awal
hemoglobin yang jelek dengan sisanya pasien di kelompok model sebanding Cox, dengan
kesesuaian 12 acuan kovariat, termasuk usia, jenis kelamin, ras,riwayat penyakit kardiovaskular,
rasio protein kreatinin, LFG, level albumin, riwayat aritmia, level glikasi hemoglobin, level
hemoglobin, riwayat neuropati diabetic dan level protein C reaktif (PCR). Kami menetapkan
apakah kovariat acuan dapat memperjelas respon jelek dengan memeriksa nilai prediksi 92 acuan
kovariat dan memeriksa nilai incremental pengukuran langsung respon hemoglobin pada
keluaran terprediksi.
Nilai disajikan sebagai rata-rata kecuali dinyatakan. Level dua sisi yang signifikan dari 0,05
digunakan untuk seluruh analisis dan nilai p untuk perbedaan karakteristik acuan tidak
disesuaikan dengan multiplisitas.

HASIL

Pasien
Perubahan presentase pada level hemoglobin sebagai respon dua dosis darbepoetin alfa sesuai
berat badan pertama tidak secara normal didistribusikan. Pasien pada kuartil terendah respon
hemoglobin pada dua dosis awal darbepoetin alfa berdasar berat badan memiliki menurunan
median level hemoglobin 0.2 g/dc (range interkuartil, -0.7 sampai 0.0) dan dianggap memiliki
respon awal yang jelek. Pasien dengan respon awal yang jelek banyak terjadi pada wanita,
memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler, mendapatkan terapi antagonis aldosteron dan
memiliki level potassium serum yang rendah dan memiliko level PCR yang tinggi daripada
pasien dengan respon yang lebih baik. Level saturasi feritin dan transferin lebih rendah pada
pasien dengan respon awal yang jelek. Pada pasien ini, merokok tidak terlalu berpengaruh dan
indeks massa tubuh sedikit lebih tinggi daripada pada pasien dengan respon awal yang baik.
Penentu lain yang penting sama diantara kuartil-kuartil.
Hemoglobin pada 12 Minggu
Pada pasien yang diberi darbepoetin alfa, dosis yang diterima selama 5 sampai 12 minggu secara
terbalik berhubungan pada peningkatan level hemoglobin selama 4 minggu pertama (p<0.001).
Setelah dua peluang peningkatan dosis potensial, rata-rata level hemoglobin tercapai pada 12
minggu masih lebih rendah diantara pasien dengan respon awal yang jelek (p<0.001). Demikian
pula, dosis bulanan rata-rata darbepoetin alfa setelah 12 minggu dan sepanjang sisa percobaan
secara berkelanjutan lebih tinggi diantara pasien dengan respon awal yang jelek (dosis median,
232 µg; range interkuartil, 126 sampai 390) daripada diantara yang memiliki respon awal yang
baik (167 µg; range interkuartil, 95 sampai 310; p<0.001). Level hemoglobin rata-rata setelah 12
minggu tetap lebih rendah pada pasien dengan respon awal yang buruk dari pada pada yang
mempunyai respon awal yang baik (12.2±0.9 vs 12.4±0.7, p<0.001). Tidak ada perbedaan
signifikan antara pemberian Fe intravena pada acuan, prosentasi pasien yang menerima Fe
intravena selama 12 minggu pertama terapi atau selama percobaan, waktu penggunaan Fe
intravena atau jumlah besi intravena yang diberikan. Prosentasi pasien yang menerima transfuse
darah merah tidak membedakan antara kedua kelompok.
Respon terhadap APE dan Hasil
Pasien dengan respon awal jelek memiliki tingkat kematian karena komplikasi kardiovaskuler
dan kematian karena sebab apapun daripada pasien dengan respon yang baik. Pada model dengan
variable beragam disesuaikan dengan 12 acuan kovariat berhubungan dengan hasil, pasien
dengan sepon awal yang jelek lebih beresiko terkena penyakit kardiovaskuler (rasio bahaya,
1.31; 95% intervak kepercayaan [IK]], 1.09 sampai 1.59) dan kematian (rasio bahaya, 1.41; 95%
IK, 1.12 sampai 1.78) selama perlakuan daripada pada pasien dengan respon yang baik. Pasien
dengan respon awal yang jelek memiliki peningkatan hemoglobin yang paling lambat selama
periode ini dan tingkat keseluruhan peningkatan hemoglobin selama 12 minggu pertama secara
terbalik berhubungan dengan efek hasil.
Sebagai perbandingan, tingkat kejadian komplikasi kardiovaskuler dan kematian karena bebagai
sebab juga lebih tinggi pada pasien dengan respon awal yang jelek daripada pasien pada
kelompok placebo, tapi tingkat efek pasien dengan respon yang lebih baik sama seoerti pasien
yang diberi placebo. Kebalikannya, efek stroke sama pada kedua kelompok respon tapi lebih
tinggi pada kedua kelompok dibandingkan kelompok placebo. Tidak ada perbedaan yang
signifikan pada perubahan FACT-skor kelelahan pada 25 minggu diantara pasien dengan respon
yang jelek dan respon yang baik (4.2±10.8 vs 4.3±10.6, P=0,86).
Kemampuan untuk memprediksi respon awal yang jelek dari model menggabungkan 92 karakter
acuan yang terbatas. Ukuran langsung terhadap respon awal yang jelek menyediakan nilai
incremental dibandingkan kovariat acuan pada prediksi hasil, dengan perbaikan model prediksi
untuk hasil komplikasi kardiovaskuler 7% (95% IK, 2 sampai 11) dan perbaikan model prediksi
untuk kematian 7% (95% IK, 2 sampai 12).
DISKUSI

Respon hemoglobin yang jelek pada dua dosis berdasarkan berat badan pertama darbepoetin alfa
selama minggu keempat pertama terapi dihubungkan dengan peningkatan yang berkelanjutan
dari efek kardiovaskular dan kematian karena berbagai sebab. Kemudian, pasien dengan dengan
respon awal yang jelek menurut protocol menerima dosis darbepoetin alfa yang lebih tinggi
melalui percobaan dan memiliki nilai hemoglobin yang lebih rendah dari pasien yang memiliki
respon awal yang baik. Pasien dengan respon awal yang jelek memiliki efek berkelanjutan yang
lebih tinggi dari yang memiliki respon awal yang baik dan dari kelompok placebo.
Data ini memperdalam observasi sebelumnya mengenai nilai prognosis dari respon awal APE
yang jelek pada beberapa jalur. Pertama, definisi kami terhadap respon awal yang jelek
berdasarkan dosis tetap APE berdasar berat badan pada pasien yang tidak menerima terapi APE
pada saat pengacakan, dimana pada studi sebelumnya termasuk studi hematokrit, responnya
diperiksa berdasar dosis dasar yang telah ditentukan berdasar respon pasien terhadap obat
sebelumnya. Pemakaian dosis tetap berdasarkan berat badan sebagai respon definisi operasional
menghindarkan bias pada respon sebelumnya, dimana dosis APE secara progresif meningkat
mencapai level hemoglobin target. Kedua, kebanyakan data respon APE muncul dari populasi
dialysis. Studi kami meluas pada pasien dengan penyakit ginjal kronis yang tidak menjalani
dialysis. Akhirnya, studi ini mempunyai follow-up jangka panjang, hal penting yang perlu
disadari untuk pengobatan adalah digunakan tanpa batas waktu setalah dimula dan termasuk titik
akhir yang diputuskan selain kematian. Definisi operasional kami terhadap respon awal yang
jelek didukng oleh perubahan yang terdistribusi normal pada hemoglobin selama periode awal
dan oleh analisis sensitive yang menunjukkan adanya ambang efek dari 20 sampai 30%. Definisi
simple ini tidak membutuhkan asumsi utama tentang titik potong respon.
Sejumlah factor dapat berkontribusi untuk memperluas respon hematopoitik pada APE.
Defisiensi besi absolute atau fungsional dapat berhubungan dengan perdarahan, penurunan
absorpsi besi atau pelepasan besi yang terganggu. Kami mengobservasi saturasi transferin dan
level feritin yang rendah pada pasien yang memiliki respon awal yang jelek dari pada yang
memiliki respon awal yang baik dengan substansi tumpang tindih antar kelompok dan tidak
memiliki perbedaan yang signifikan antar kelompok dalam banyaknya proporsi pasien menerima
besi intravena dan jumlah besi intravena yang diterima. Resistensi terhadap terapi APE dapat
terjadi pada pasien dengan malnutrisi, kekurangan folat atau vitamin B12, hiperparatiroid,
hemolisis, hemoglobinopati atau kerusakan primer sumsum tulang (aplasia sel darah merah
murni) atau respon pada obat tertentu. Hubungan yang lemah antara respon awal yang jelek dan
level protein-C reaktif menyatakan factor inflamasi berkontribusi pada respon awal yang jelek.
Kami tidak mengobservasi perbedaan level platelet dasar pada pasien dengan respon awal yang
buruk seperti yang telah terlihat pada pasien yang menjalani dialisis. Analisis tambahan
dibutuhkan untuk menentukan mekanisme respon kurang yang spesifik pada pasien di studi
kami.
Seperti yang terlihat bahwa respon awal yang jelek terhadap pengobatan APE pada populasi ini
mewakili marker untuk keparahan penyakit. Namun, kemampuan kami untuk memprediksi
respon awal yang jelek dari karakteristik acuan terbatas, menyarankan pengukuran acuan yang
tersedia tidak secara lengkap menunjukkan factor yang berkontribusi terhadap respon awal yang
jelek. Pengukuran respon hemoglobin menunjukkan nilai incremental pada menebak hasil diatas
pengukuran acuan dasar, menunjukkan bahwa pengukuran sederhana ini dapat memiliki nilai
klinis.
Pencapaian berdasar target dalam studi kami menurut strategi berdasar target yang telah secara
klinis digunakan untuk mengobati anemia pada pasien dengan penyakit ginjal kronis yang
mengalami penurunan respon awal, dengan dosis darbepoetin alfa yang lebih tinggi digunakan
untuk mencapai level hemoglobin. Walaupun pasien dengan respon awal yang paling jelek
menerima dosis rata-rata tertinggi darbepoetin alfa dan memiliki tingkat efek yang tertinggi, ini
tidak mungkin dengan data yang ada untuk menentukan apakah peningkatan resiko ini adalah
karena peningkatan dosis. Pada dasar data ini, potensi penggunaan dosis percobaan APE dapat
menjadi strategi yang masuk akal pada percobaan selanjutnya. Sebagai catatan, peningkatan
level hemoglobin tidak berhubungan dengan resiko yang lebih besar, masalah yang muncul
sebelumnya. Tentu saja, pasien dengan peningkatan hemoglobin terbanyak selama awal bulan
terapi memiliki resiko efek terendah.
Percobaan acak sebelumnya terhadap APE menguji berbagai target hemoglobin menyatakan
bahwa target yang lebih tinggi (> 13.5 g/dc) dihubungakn dengan peningkatan efek
kardiovaskular , dibandingkan pada target uang lebih rendah lebih aman, dimana mengambil dari
acuan pengobatan untuk anemia yang direkomendasikan yaitu < 13 g/dc. Kami menemukan
bahwa respon yang panjang terhadap darbepoetin alfa bervariasi, meski sebuah target
hemoglobin pada kelompok pengobatan; kurangnya respond an tidak tercapinya level
hemoglobin dihubungkan dengan resiko yang paling tinggi. Sejak kebanyakan pasien resiko
tinggi dengan respon awal yang jelek memiliki level hemoglobin dalam batas target acuan (<
12.5 g/dc), data ini memunculkan pertanyaan apakah target hemoglobin yang rendah dapat
mengurangi resiko potensial terhadap APE.
Kekurangan studi kami adalah ketidakmampuan untuk menentukan apakah terapi dengan
darbepoetin alfa memberikan resiko yang lebih besar pada pasien dengan respon awal yang jelek
atau sebaliknya apakah pasien dengan respon baik mendapat manfaat dari obat ini. Kami tidak
dapat secara langsung membandingkan resiko antara pasien dengan respon awal yang jelek pada
kelompok pengobatan adan sama juga pada pasien pada kelompok placebo, sejak kami tidak
dapat menentukan pasien mana pada kelompok placebo yang akan memiliki respon awal yang
jelek. Kami juga tidak dapat menentukan apakah peningkatan resiko diamati pada pasien dengan
respon awal yang jelek adalah karena factor intrinsik yang menunjukkan keparahan penyakit,
subjek bias yang tak diketahui, hingga peningkatan dosis darbepoetin alfa yang diterima atau
kombinasi factor-faktor ini. Kami juga tidak dapat menyingkirkan hubunganyang membedakan
antara dosisi APE dan hasil pada berbagai populasi pasien atau pada akhir spectrum hemoglobin
yang berbedam yang telah dinyatajan di poluasi dialysis Medicare. Sejak kami mempelajari
pasien dengan penyakit ginjal kronis dan diabetes yang tidak menjalani dialysis, kami harus lebih
hati-hati dalam mengeneralisasikan penemuan kami pada populasi lain.
Sebagai penutup, kami mengobservasi bahwa pasien dengan penyakit ginjal kronis, diabetes dan
anemia yang tidak menjalani dialysis dan yang memiliki respon awal yang jelek pada dua dosis
darbepoetin alfa memiliki resiko yang lebih besar untuk terkena efek samping kardiovaskular
dan kematian dibandingkan seluruh pasien yang mendapatkan pengobatan. Level hemoglonin
pada pasien dengan resiko tertinggi ini jauh dari target yang direkomendasikan. Kami tidak dapat
menentukan apakah respon awal yang jelek terhadap APE menyebabkan pasien mendapatkan
efek samping atau karena peningkatan dosis darbepoetin alfayang diterima. Namun, penemuan
ini menimbulkan pertanyaan apakah derajat respon hematopoitik terhadap terapi APE, dan tidak
hanya terhadap level hemoglobin, harus diperhitungkan dalam penghitungan terapi APE.
CRITICAL APPRAISAL
No. Judul & Pengarang +/-
1. Jumlah kata dalam judul < 12 kata +(11 kata)
2. Deskripsi judul +
3. Daftar penulis sesuai aturan jurnal +
4. Korespodensi penulis +
5. Tempat dan waktu penelitian dalam judul -

No. Abstrak +/-


1. Abstrak 1 paragraf +
2. Secara keseluruhan informative +
3. Tanpa singkatan selain yang baku +
4. Kurang dari 250 kata - (280 kata)

No. Pendahuluan +/-


1. Terdiri dari 2 bagian/2 paragraf - (3)
2. Paragraf pertama mengemukakan alas an +
3. Paragraf kedua menyatakan hipotesis/tujuan penelitian +
4. Didukung oleh penelitian relevan +
5. Kurang dari 1 halaman +

No. Bahan & Metode Penelitian +/-


1. Jenis dan rancangan penelitian -
2. Waktu dan tempat penelitian -
3. Populasi sumber -
4. Teknik sampling -
5. Kriteria inklusi -
6. Kriteria eksklusi -
7. Perkiraan dan perhitungan besar sampel -
8. Perincian cara penelitian -
9. Uji statistic -
10. Program computer -
11. Persetujuan subjektif -

No. Hasil +/-


1. Jumlah subjek -
2. Tabel karakteristik subjek -
3. Tabel hasil penelitian -
4. Komentar dan pendapat hasil penulis tentang hasil -
5. Tabel analisis data dan uji -

No. Pembahasan, kesimpulan, daftar pustaka +/-


1. Pembahasan dan kesimpulan terpisah +
2. Pembahasan dan kesimpulan dipaparkan dengan jelas +
3. Pembahasan mengacu pada penelitian sebelumnya +
4. Pembahasan sesuai dengan landasan teori -
5. Keterbatasan penelitian -
6. Simpulan utama +
7. Simpulan berdasarkan penelitian -
8. Saran penelitian -
9. Penulisan daftar pustaka sesuai aturan +

Anda mungkin juga menyukai