Anda di halaman 1dari 14

Page 1 of 14

Efek Anestesi Umum pada Fungsi Kognitif Post-operatif pada Pasien Pembedahan
Tanpa Rawat Inap: Sebuah Kajian Literatur

T. Ratcliffe

Abstrak

Ulasan ini berfokus pada pemulihan fungsi kognitif post-operatif setelah pemberian
anestesi umum pada kasus pelayanan pembedahan tanpa rawat inap. Ditemukan sedikitnya
41 literatur pada MEDLINE dan buku ajar yang kemudian disertakan pada analisis ini. Efek
dari agen inhalasi sevofluran, desfluran, dan isofluran bersama dengan propofol intravena
diujikan. Pengembalian fungsi kognitif yang lebih dini dijumpai pada pemakaian kelompok
sevofluran dan desfluran meskipun hal ini hanya secara statistik signifikan dalam jam
pertama pemulihan. Meskipun demikian, agen ini lebih berpotensi menimbulkan mual dan
muntah jika dibandingkan dengan propofol. Disfungsi kognitif post-operatif pada lansia yang
menjalani pembedahan tanpa rawat inap juga disertakan dalam ulasan ini. Walaupun data
menunjukkan kemungkinan adanya kaitan diantaranya namun bukti klinis sangat terbatas
pada kasus ini.

Kata kunci: Fungsi kognitif, pembedahan tanpa rawat inap, disfungsi kognitif post-
operatif, anestesi inhalasi.

Alamat penulis: Mahasiswa Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Leedds. Gedung


Fakultas Kedokteran Lantai 7, Gedung Worsley, Universitas Leeds. LS2 9JT.

Korespondensi penulis: A. T. Ratclife Tlp +44 (0) 7743761669

E-mail: ugm4atr@leeds.ac.uk

Pendahuluan

Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa ditemukan adanya penundaan pemulihan fungsi
kognitif yang signifikan paska prosedur pembedahan menggunakan anestesi umum yang
meliputi penurunan kemampuan belajar, memori, perhatian, konsentrasi dan kemampuan
1
bicara. Meskipun masih diragukan penurunan ini pasti disebabkan oleh agen anestesi
umum, namun telah disimpulkan bahwa derajat penurunan fungsi ini bervariasi antara pasien
Page 2 of 14

yang satu dengan yang lainnya bergantung pada durasi dan tingkat kedalaman anestesi serta
lamanya prosedur pembedahan tersebut dilakukan.

Masa penurunan kognitif paska pembedahan secara signifikan sangat mempengaruhi derajat
kesehatan pasien segera setelah pembedahan dan dianggap berhubungan dengan pemulihan
yang lebih lama di ruang rawatan, peningkatan derajat keakitan dan penundaan pemulihan
fungsional.2 Hal ini penting untuk diketahui sebagai antisipasi bagi pasien yang menjalani
pembedahan tanpa rawat inap dan bagi pasien yang memiliki kerentanan terhadap efek agen
anestesi, contoh: pasien lansia. Kajian ini memfokuskan diri terutama pada dua kelompok
pasien dan secara sistematis mengamati munculnya tanda serta lamanya penurunan kognitif
pada kelompok-kelompok ini.

Metode

Dengan melakukan pengumpulan artikel kajian, publikasi dan teks jurnal berbahasa Inggris
yang dipublikasikan oleh MEDLINE dalam rentang tahun 1980-2007. Kata kunci yang
digunakan dalam pencarian artikel menyangkut efek kognitif agen anestesi inhalasi
sevofuran, desfluran dan isofluran adalah fungsi kognitif, penurunan kognitif post-operatif,
anestesi umum (beserta agen yang disebutkan sebelumnya), pembedahan satu hari dan
pembedahan tanpa rawat inap. Metode tambahan dalam mengakses artikel-artikel diatas
adalah dengan menggunakan sumber rujukan buku ajar yang relevan.

Rujukan yang digunakan dalam ulasan ini meembutuhkan sedikitnya 20 subjek yang fungsi
kognitifnya telah dievaluasi sebelum dan sesudah operasi menggunakan perangkat uji
kognitif terpercaya (contoh: tes substitusisimbol-angka, pengujian mini mental, kuisioner uji
kognitif). Artikel yang dianalisa pada kajian ini mencakup uji kontrol acak, pengamatan
observasi, artikel kajian yang telah ada sebelumnya dan pengujian kontrol kasus.

Kriteria yang tidak diikutsertakan ialah anetesi pada pasien anak, pasien post-operatif yang
berada di rumah sakit lebih dari satu hari dan artikel yang hanya menggunakan satu subjek
contoh: laporan kasus dan seri kasus.
Page 3 of 14

Anestesi Umum pada Pembedahan Satu Hari Tanpa Rawat Inap

Pada era dimana prosedur elektif lazim dilakukan tanpa keharusan bagi pasien untuk
diopname, penundaan pengembalian kapasitas mental pasien secara penuh memberikan
dampak yang signifikan bagi kelayakan pembedahan tersebut. Kemajuan pada dunia anestesi
dapat disaksikan dengan munculnya obat-obatan dengan onset yang lebih singkat, durasi
3
kerja yang lebih pendek dan efek samping minimal. Dengan ini diharapkan pasien akan
mencapai tingkat kepulihan kognisi seperti keadaan sebelum pembedahan, dalam beberapa
jam paska dilakukannya prosedur pembedahan sehingga memungkinkan bagi pasien untuk
dapat dipulangkan pada hari yang sama.

Efek jangka pendek dan jangka panjang terhadap kognisi post-operatif dari agen mudah
menguap yang baru ini belum pernah dikaji secara sistematis. Beberapa penelitian
menunjukkan perbedaan pada waktu terjadinya dan waktu pemulihan dari anestesi umum
bergantung pada agen anestesi yang digunakan. Ketika sebagian besar menyimpulkan bahwa
pasien dapat memperoleh kembali kemampuan fungsi kognisi pre-operatif dalam beberapa
jam paska operasi, maka beberapa penelitian lainnya beranggapan bahwa efek penurunan
kognisi dapat bertahan lebih lama dari yang diharapkan dan mempengaruhi kapasitas
fungsional pasien hingga beberapa hari berikutnya. 4

Pengaruh agen anestesi yang dipilih terhadap fungsi kognisi

Propofol vs sevofluran

5
Sebuah penelitian di Itali menguji pemulihan post-operatif pada pasien yang menjalani
proses pembedahan satu hari yang menggunakan agen anestesi propofol atau sevofluran.
Pada kasus yang memakai Propofol, fungsi kognitif diuji dengan digit-symbol substitution
test/ DSST (tes substitusi simbol-digit) dimana didapatkan penurunan sugnifikan padamenit
ke 60, 90 dan 120 paska operasi. Hanya saja penelitian ini dilakukan pada sekelompok kecil
sampel sehingga mengurangi keyakinan terhadap kesimpulan yang didapat, dilain pihak
penemuan serupa pada pemulihan kognisi terhadap pasien yang diberikan sevofluran telah
dilaporkan pada penelitian yang lain. 6,7

Hasil pengujian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Larsen dan
sejawatnya dimana mereka mebandingkan fungsi kognisi pasien setelah pemberian agen
anestesi remifentanil dan propofol terhadap pasien yang menggunakan desfluran atau
sevofluran. Subjek-subjek yang diberikan remifentanil/ propofol secara random memberikan
Page 4 of 14

hasil 87% dan 98% jawaban benar terhadap pertanyaan pada DSST yang diujikan pada menit
ke 30 dan 60 paska operasi, sementara itu subjek pada kelompok yang diberikan sevofluran
hanya dapat menjawab 78% benar pada 30 menit paska operasi. 8

Penelitian lain yang dilakukan oleh Sanou dan sejawat perlu pula mendapat perhatian diman
ia menemukan masih dijumpainya penurunan pada fungsi kognisi yang lebih tinggi tiga jam
paska berakhirnya pemakaian anestesi propofol, namun enam jam kmudian pasien mampu
secara sempurna kembali pada derajat fungsi yang sama seperti sebelum menjalani
pembedahan. 9

Propofol vs desfluran

Pada penelitian yang menggunakan anestesi propofol atau desfluran ditemukan perbedaan
10
signifikan terhadap fungsi kognisi post-operasi. Sebuah investigasi oleh Apfelbaum
menemukan bahwa tidak hanya proses pemulihan lebih cepat pada kelompok desfluran,
subjek juga mampu meraih skor psikomotor lebih tinggi satu jam setalah anestesi jika
dibandingkan dengan subjek pada kelompok propofol. Setelah satu jam kemudian tidak
ditemukan lagi perbedaan antara kedua kelompok. Hasil serupa ditemukan pada penelitian
11
terdahulu lainnya yang menggunakan agen anestesi yang sama. Penelitian lainnya
membandingkan agen anestesi yang sama pula namun tidak sampai menguji kelemahan
kognisi, namun telah menyimpulkan bahwa desfluran secara konsisten memberikan
pemulihan yang lebih cepat paska pembiusan jika dibandingkan dengan propofol. 12,13

Propofol vs isofluran

Pemeliharaan menggunakan propofol dibandingkan dengan isofluran juga telah diteliti oleh
beberapa peneliti. 3,14,15 Pollard 14 menemukan bahwa fungsi psikomotor pada kedua kelompok
studi (contoh: kelompok yang diberi propofol atau isofluran) kembali pada karakteristik
semula setelah 24 jam. Kemampuan mempertahankan konsentrasi dan ketangkasan pada
rangkaian tes segera setalah operasi menggunakan propofol juga dinilai. Hal serupa juga
diteliti oleh Valanne. 15

Sevofluran vs desfluran

Penelitian yang menguji pemulihan setelah pemakaian desfluran atau sevofluran pada pasien
pembedahan satu hari tanpa rawat inap berhasil menemukan bukti yang meyakinkan
16,17
mengenai waktu pemulihan yang lebih cepat dengan menggunakan desfluran. Meskipun
Page 5 of 14

demikian, masih sedikit bukti kuat akan keberhasilan pencapaian fungsi psikomotor paska
18
anestesi. Penelitian oleh Tarazi menguji persentase pasien yang mampu menjalani DSST
selama periode paska operasi. Sevofluran diyakini memberikan hasil lebih baik, terutama
pada 15 dan 30 menit setelah berakhirnya pemberian zat anestesi, namun kemudian
ditemukan bahwa perbedaan dijumpai lebih kecil dan pada pengamatan 2 jam paska operasi
tidak didapatkan perbedaan signifikan pada kedua agen anestesi. Hasil penelitian ini senada
16,19
dengan penelitian lain yang juga menyimpulkan bahwa tidak ditemui perbedaan
signifikan pada disfungsi kognisi setelah anestesi menggunakan sevofluran atau desfluran
pada pembedahan satu hari.

Sevofluran vs isofluran

Telah ditunjukkan bahwa pada operasi memanjang lebih dari 1 jam, sevofluran memberikan
20,21
pemulihan kognisi yang lebih cepat dibandingkan isofluran. Namun, meskipun tidak
dilakukan penelitian secara luas, penampakan pemulihan ini tidak begitu nyata pada pasien
pembedahan tanpa rawat inap. Penelitian terbaru oleh Mahajan dan sejawat mempelajari
pemulihan kognisipada 71 orang pasien lansia yang menjalani prosedur pembedahan satu hari
dan dianestesi dengan sevofluran atau isofluran. Mereka mengamati derajat penurunan
kognisi pada jam ke 1, 3 dan 6 paska operasi dan menyimpulkan bahwa tidak dijumpai
perbedaan statistik antara kedua grup selama periode ini. 22

Peneliti-peneliti lain menemukan hal yang berbeda. Sevofluran Multicenter Ambulatory


7
Group ©2008, International Associationfor Ambulatory Surgery membandingkan profil
pemulihan kedua zat inhalasi dan menemukan bahwa pasien yang diberikan sevofluran
menunjukkan performa yang lebih baik pada tes psikomotor 60 menit setelah prosedur
pembedahan jika dibandingkan dengan kelompok pasien yang diberikan isofluran. 23

Tabel 1 Pengaruh agen anestesi terhadap efek kognitif awal, menengah dan lanjut yang
dibahas pada uji coba.
(Prop = propofol, sevo = sevofluran, remi = remifentanil, des = desfluran, iso = isofluran).
Penelitian Agen anestesi Efek kognitif Efek kognitif Efek kognitif
yang awal menengah lanjut Kesimpulan
digunakan (30 menit) (60 menit) (>60 menit)
5
Peduto Prop vs sevo Sevo unggul Sevo unggul Sevo unggul Sevo unggul
Raeder 6 Prop vs sevo Sevo unggul Sama Sama Sevo unggul
hingga 60
Page 6 of 14

menit
Wandel 7 Prop vs sevo Sevo unggul Sevo unggul Sevo unggul Sevo unggul
Larsen 8 Remi vs sevo Remi<des<sevo Sama Remi unggul
vs des hingga 60
menit
10
Apfelbaum Prop vs des Des unggul Sama Sama Des unggul
hingga 60
menit +
pemulihan
cepat
12
Song Prop vs des Des unggul Des unggul Sama Des unggul
sedikit hingga 60
menit
Van Prop vs des Des unggul Des unggul Sama Des unggul
13
Hemelrjick hingga 60
menit
Pollard 14 Prop vs iso Prop unggul Sama Sama Prop unggul
ditahap awal
Valanne 15 Prop vs iso Prop unggul Prop unggul Prop unggul Prop unggul
Nathanson 16 Sevo vs des Sama Sama Sama Sama
Wellborn 17 Sevo vs des Sama Sama Sama Sama
Tarazi 18 Sevo vs des Sevo unggul Sama Sama Sevo unggul
di tahap awal
Mahajan 22 Sevo vs iso Sama Sama Sama Sama
Philip 23 Sevo vs iso Sevo unggul Sevo unggul Sama Sevo unggul
di tahap awal

Permasalahan-permasalahan berkaitan dengan uji kognisi pada pasien pembedahan


tanpa rawat inap

Banyak perangkat uji yang dapat digunakan untuk mengukur tingkatan perburukan kognisi
diketahui memiliki keterbatasan-keterbatasan yang akan mempengaruhi kemampuan deteksi
derajat pengurangan fungsi kognitif pada pasien. Dengan menggunakan perangkat uji yang
sederhana pada penelitian, (DSST, MMSE), ada peluang bagi pasien untuk “mempelajari”
respon yang benar. Ini disebut dengan “efek latihan” dimana hal ini telah didokumentasikan
24,25,26
pada beberapa penelitian. Pasien yang mampu mempelajari perangkat uji ini akan
memperoleh skor derajat kognisi yang lebih baik daripada perkiraan penelitian.
Page 7 of 14

Permasalahan lain yang mempengaruhi hasil pengujian bervarisi mulai dari penguji yang
berbeda-beda dalam melakukan pengujian, waktu dan hari dilakukannya pengujian serta
gangguan-gangguan pada ruang pengujian terutama jika pengujian dilakukan di ruang
26
bangsal perawatan pasien. Telah disarankan untuk tidak menggunakan perangkat uji
tunggal, seperti yang telah dibuktikan pada beberapa uji coba 1,2,8,11 dan lebih dianjurkan untuk
menngunakan perangkat uji yang berbeda-beda (contoh: dengan menngunakan perangkat uji
kognisi multipel) seperti yang digunakan pada studi ISPOCD yang dianggap lebih sesuai.

Cara seperti ini pun dilaporkan memiliki keterbatasan yang signifikan. Hasil dari studi
ISPOCD menunjukkan bahwa derajat penurunan yang terdeteksi meningkat seiring dengan
jumlah parameter yang juga meningkat. Sebagai contoh, ketika hanya satu parameter yang
diujikan maka didapatkan penurunan elemen kognitif sebesar 0.6% dan ketika lima parameter
26
digunakan maka dijumpai 29% pasien terdeteksi mengalami penurunan kognisi. Oleh
karena itu disimpulkan bahwa semakin banyak parameter yang digunakan, semakin besar
pula kemungkinan ditemukan setidaknya penurunan satu area kognisi.

Batasan-batasan pada penelitian-penelitian

Kesimpulan yang didapat dari berbagai studi diatas yang menitikberatkan pada agen yang
memberikan efek pemulihan kognitif post-operatif yang paling optimal, masih harus
dipelajari lebih lanjut. Meskipun banyak penelitian mengindikasikan adanya penurunan
fungsi kognitif yang menyertai pembedahan, metode yang digunakan penulis dalam
pembiusan dan pengujian yang digunakan untuk menilai penurunan fungsi kognitif dijumpai
sangatlah bervariasi pada artikel-artikel yang dikaji.

1. Tingkat kedalaman anestesi yang diinduksi dan dipertahankan selama prosedur bisa
28 1,2
saja memiliki pengaruh pada profil pemulihan pasien. Beberapa uji coba
menggunakan indeks bispektral (bispectral index/ BIS) untuk memastikan seluruh
kelompok studi telah dibius dengan kedalaman yang sama. Pengujian dilakukan
pada periode post-operatif untuk membandingkan efek-efek agen anestesi. Banyak
8,10,11,16,22
penelitian lain tidak menggunakan metode seperti ini untuk mengeliminasi
faktor-faktor yang meragukan sehingga konsekuensinya adalah hasil penelitian yang
didapat menjadi tidak seakurat dan selayak hasil studi lainnya untuk digunakan.
2. Kurangnya metode yang dapat diterima secara luas dalam mengukur derajat kognisi
menunjukkan bahwa penulis menggunakan perangkat pengujian dengan tingkat
sensitifitas yang berbeda. Penelitian besar-besaran terhadap efikasi DSST pernah
Page 8 of 14

29,30
dilakukan sehingga pada akhirnya DSST digunakan sebagai metode penilaian
8,16,23
yang utama dalam mengukur fungsi kognisi pada beberapa penelitian. Tidak
dapat dipungkiri bahwa sejumlah studi menggunakan perangkat penilaian yang
berbeda (Maddox Wing Test,10,14 Mini Mental state exam 1,2,22
Adanya
kemungkinan bahwa hasil yang didapat oleh perangkat tertentu misalnya MMSE
tidak akan ditemukan jika perangkat lain yang lebih sensitif digunakan, sehingga
dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil penelitian lebih bergantung pada jenis
perangkat penilaian yang digunakan daripada jenis agen anestesi yang digunakan.
3. Dalam penelitian yang bersifat perorangan metode induksi dipertahankan agar tetap
konstan, meskipun perbedaan antar penelitian dalam hal jenis agen yang digunakan
untuk menginduksi anestesi menunjukkan variabilitas berbeda yang pada akhirnya
memicu hasil akhir yang berbeda pula. Demikian pula efek sisa obat yang
digunakan sebagai premedikasi atau yang digunakan selama operasi, turut
mempengaruhi pemulihan fungsi kognitif paska operasi pada pasien-pasien
tertentu.3

Uji neurofifiologi pada penurunan kognisi – apakah perbedaan statistik secara


signifikan sebanding dengan temuan klinis?

Pertanyaan muncul, pada akhirnya, apakah fungsi kognitif perlu diukur secara formal
dan dijadikan penilaian rutin terhadap kelayakan pemulangan pasien. Sejauh ini
pengukuran fungsi neurologi paska prosedur pembedahan dengan anestesi umum belum
dijadikan standar yang lazim digunakan. Pada pembedahan tanpa rawat inap, pasien
biasanya dipulangkan 6 jam setelah operasi. Pengujian neurologi pada studi-studi diatas
menunjukkan bahwa tanpa memandang jenis agen anestesi yang digunakan, secara
statistik tampak muncul penurunan kognisi segera setelah operasi. Meskipun hasil
penelitian melaporkan bahwa jika pun ada perbedaan yang dipengaruhi oleh agen
anestesi yang digunakan, hal itu hanyalah ditemukan dalam jumlah yang minimal.

Diduga perbedaan secara statistik yang segera (contoh: dalam satu jam pertama),
walaupun menarik untuk diperhatikan dan menyimpan potensi kegunaan bagi
perencanaan pre-operatif, tidak seharusnya secara signifikan mempengaruhi
perencanaan perawatan ataupun waktu pemulangan pasien.

Impikasi-implikasi Anestesi
Page 9 of 14

Pemulihan post-operatif pada anestesi umum haruslah memperhitungkan beberapa


faktor meliputi mual post-operasi dan muntah, mati rasa, waktu yang dihabiskan di
ruang PACU dan waktu pemulangan. Dengan kata lain agen anestesi yang digunakan
dalam penelitian telah dikaji hanya berdasarkan fungsi kognitif paska operasi. Dengan
demikian implikasi yang didapat dari penelitian-penelitian tersebut benar-benar hanya
berhubungan dengan kemampuan untuk memulihkan kembali kemampuan mental
setelah anestesi.

Anestesi yang ideal bagi prosedur pembedahan satu hari tanpa rawat inap seharusnya
tidak mempengaruhi kemampuan mental dalam jangka waktu yang lama. Penggunaan
agen yang mudah menguap yang memiliki kelarutan yang rendah sehingga lebih rentan
tereliminasi dari tubuh sehingga memicu penurunan pemaparan zat anestesi terhadap
tubuh tampaknya memiliki hubungan terhadap pemulihan fungsi kognisi. Penelitian
mengindikasikan sevofluran dan desfluran, keduanya diketahui memiliki derajat
kelarutan yang rendah, mempengaruhi kognisi lebih ringan daripada isofluran (derajat
kelarutan lebih tinggi) dan propofol.

Meskipun agen-agen inhalasi mampu lebih awal mengembalikan fungsi kognitif, efek
samping seperti mual dan muntah lebih menonjol dibandingkan propofol. 3 Hendaknya
diperoleh obat yang dapat menyokong pemulihan yang cepat paska operasai namun
memiliki efek samping minimal. Lebih lanjut, disaat biaya kesehatan yang ditanggung
oleh pemerintah menjadi sorotan baru-baru ini dan kelangsungan operasional rumah
sakit yang tidak dapat dilepaskan dari laba yang didapat dari pelayanan, dalam
pemilihan agen anestesi dokter haruslah mempertimbangkan faktor biaya dan resiko
lamanya pasien menjalani rawat inap paska operasi.

Penelitian-penelitian telah membuktikan secara statistik akan keunggulan sevofluran


dan desfluran terhadap isofluran dan propofol. Bagaimanapun juga keunggulan ini
hanya signifikan pada periode segera setelah operasi (<1 jam paska operasi). Implikasi
klinis dari hal ini terasa kurang bermakna mengingat sangat sedikit pemulangan pasien
dilakukan dalam kurun waktu tersebut.

Disfungsi kognitif post-operatif pada pasien lansia yang menjalani prosedur


minor/ operasi tanpa rawat inap
Page 10 of 14

Disfungsi kognitif post-operatif (Post-operatif cognitive dysfunction/ POCD) adalah


penurunan kapasitas mental seperti konsentrasi, memori, persepsi dan kemampuan
memecahkan masalah yang terjadi setelah pasien menjalani prosedur operasi, yang
berlangsung selama beberapa minggu hingga beberapa bulan. 3 Peluang untuk terjadinya
POCD ditemukan berkaitan dengan faktor usia serta jenis operasi. Sejumlah studi telah
memaparkan hubungan yang signifikan antara prosedur operasi jantung dan terjadinya
POCD pada pasien lansia. Baru-baru ini dugaan ini diperluas terhadap prosedur selain
32,33
operasi jantung dan tersedia kajian yang beragam serta luas tentang hal ini.
Berkembangnya POCD paska operasi satu hari tanpa rawat inap, walaupun belum
pernah dilakukan penelitian skala besar mengenai ini, telah memunculkan beberapa
fakta yang hingga saat ini belum pernah dipelajari hubungan diantaranya dan diteliti.

34
Penelitian terbaru yang dilakukan oleh para peneliti ISPOCD2 menggunakan 372
pasien berusia >60 tahun dan telah menjalani prosedur operasi minor yang hanya
memerlukan hospitalisasi satu malam saja ataupun dipulangkan di hari yang sama.
Dilakukan anestesi umum pada keseleluruhan sampel ini. Sebagai hasilnya ditemukan
6.8% pasien mengalami POCD pada 7 hari paska operasi, dan 6.6% pada 3 bulan paska
operasi. Ketika diamati lebih lanjut, didapatkan bahwa pasien yang menginap 1 malam
di rumah sakit menujukkan insidensi yang lebih tinggi pada penurunan kognitif di 7 hari
pertama (tabel 2). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa lamanya seorang pasien
menjalani rawat inap mempengaruhi berkembangnya POCD segera setelah periode
post-operatif.

Tabel 2. Disadur dari Canet J. Et al

Disfungsi kognitif pada lansia setelah menjalani prosedur bedah minor 34

Angka Kejadian POCD


Resiko 7 hari 3 bulan
Keseluruhan pasien 6.8% 6.6%
Rawat jalan 9.8% 8.8%
Rawat inap 3.5% 4.5%

Meskipun temuan ini senada dengan yang lainnya, namun terdapat 35 hasil lain yang
masih perlu diamati lebih lanjut. Munculnya perbedaan yang besar diantara angka
kejadia POCD pada pasien rawat inap dan rawat jalan bukanlah merupakan cerminan
sesungguhnya dari penuruna kognitif pada lansia tetapi lebih berkaitan dengan faktor
Page 11 of 14

komorbid pasien dan rumah sakit. Pasien yang termasuk dalam kelompok yang
dipulangkan pada hari yang sama dengan hari dilakukannya prosedur pembedahan
secara keseluruhan lebih sehat dibandingkan dengan kelompok pasien rawat jalan,
dimana pengelompokan tidak dilakukan secara acak dan pelaksanaan prosedur
34
sepenuhnya dalam kewenangan rumah sakit dan dokter. Oleh sebab itu
pembandingan dan kesimpulan yang konkrit sulit diharapkan kepastiannya dari uji
coba ini. Akan tetapi, perlu digarisbawahi akan adanya resiko bagi lansia untuk
mengalami POCD.

36
Rohan et al turut mengamati efek dari anestesi umum pada kemungkinan
munculnya POCD bagi pasien lansia ( usia ≥73 tahun) yang menjalani prosedur bedah
minor. Meskipun jumlah sampel lebih sedikit daripada penelitian sebelumnya (30
bebanding 372), penulis masih dapat menemukan peningkatan signifikan bagi
penuruna kognitif 24 jam pertama paaska operasi dimana 47% pasien mengalami
POCD sedngkan hanya 7% dialami oleh kelompok kotrol. Jelas bahwa jumlah sampel
yang sedikit pada studi ini dapat saja menjadi penyebab persentase hasil yang tinggi
dimana dibutuhkan kecocokan kriteria yang menjadi keharusan dalam pengumpulan
sampel bagi kelompok yang diamati beserta kontrol yang semuanya mengacu pada
37
standar operasional yang ketat dalam penelitian POCD ini demi mendapatkan hasil
yang signifikan.

Dugaan penurunan kognitif pada 24 jam pertama paska operasi dan dapat berlanjut
hingga 3 hari setelahnya berpengaruh pada proses perawatan segera dan lanjut
terhadap pasien. Di alin pihak tidak dapat dipungkiri terdapat pula sejumlah pasien
yang berhasil mendapatkan kembali kemampuan kognitifnya secara penuh paska
prosedur operasi tanpa rawat inap ini. 38
38
Cohen mengamati fungsi kognitif paska operatif pada pasien-pasien yang
menjalani pembedahan tanpa rawat inap yang menggunakan anestesi lokal maupun
umum. Berbandig terbalik dengan penemuan sebelumnya, penulis menemukan tidak
ada penurunan kognitif yang signifikan pada pasien yang diberi anestesi lokal maupun
umum dan menyimpulkan bahwa pasien dapat dipulangkan dengan aman dengan
fungsi kognitif yang maksimal di hari yang sama. Hal ini tentu saja mengundang
keraguan. Tidak hanya ukuran sampel ternyata kecil (<20 pasien) namun juga
Page 12 of 14

didapatkan ternyata rentang usia sampel lebih besar dibandingkan penelitian


sebelumnya (berkisar antara 21-45 tahun). POCD pada pasien usia pertengahan lebih
39,40
jarang ditemui dibandingkan pada usia lanjut sehingga berakibat rendahnya
angka kejadian kegagalan kognitif pada penelitian ini.

41
Heath menemukan bahwa pada 24 jam paska prosedur operasi tidak didapatkannya
penurunan fungsi kognitif pada kohor pasien yang menjalani operasi, senada dengan
Cohen. Walaupun masih dijumpai perbedaan pada hasil penelitian di jam ke 1 dan ke
2 setelah berakhirnya pembiusan.

4
Penelitian yang dilakukan oleha Tzabar tampaknya mampu memberikan bukti lebih
lanjut akan adanya penuruanan fungsi kogntitif hingga hari ke 3 paska operasi dengan
anestesi umum pada pembedahan tanpa rawat inap.

Penurunan kognitif dinilai dengan meminta pasien untuk menjawab kuisioner selama
3 hari paska operasi. Pasien menjawab kuisioner ini dikediaman masing-masing
sehingga mungkin saja ketidakpahaman atau keragu-raguan pasien menyebabkan
mereka tidak mampu memberikan jawaban yang akurat karena tidak ada petugas yang
mendampingi dan menjelaskan kepada pasien, dengan demikian hasil penelitin ini
masih perlu dipertanyakan.

Implikasi-implikasi anestesi
Penelitian-penelitian yang telah dipublikasikan tampaknya saling bertentangan satu
sama lain berkaitan dengan kejadian POCD paska prosedur operasi satu hari. Ketika
sepertinya memang terdapat hubungan antara keduanya namun terbatasnya uji coba
yang dilakukan khusus untuk meneliti permasalahan anestesi ini menyebabkan proses
untuk menarik kesimpulan terasa menantang. Serupa dengan hal itu, kendala dalam
merekrut pasien dan tidak konsistennya metode pengumpulan data antara penelitian
yang satu dengan lainnya menimbulkan kesulitan dalam mendapatkan kepastian
angka kejadian POCD pada kelompok pasien ini.
Tidak dapat dielakkan bahwa penelitian mengindikasikan adanya potensi yang
berhubungan dan sebagai konsekuensinya dokter haruslah berhati-hati dalam
merencanakan perawatan post-operatif, terutama terhadap proses pemulangan pasien
lansia. Kemungkinan POCD untuk muncul kemudian (contoh: setelah 24 jam post-
Page 13 of 14

operatif) menekankan akan perlunya pasien untuk diamati hingga periode waktu yang
lebih lama serta pentingnya untuk menilai status mental mereka secara berkala demi
menghindari luputnya tanda penurunan dari pengawasan. PACU mampu memberikan
peluang yang sesuai untuk mengamati hal ini, meskipun beragam metode yang
tersedia untuk menguji fungsi kognitif juga menimbulkan kendala dalam hal
menjamin proses penilaian yang adekuat dalam penelitian.

Oleh karena itu dianggap perlu untuk diciptakannya metode pengujian fungsi kognitif
yang tersatandar. Perangkat pengujian itu akan mampu mengenali para pasien yang
telah mengalami kerusakan fungsi kognitif setelah menjalani suatu prosedur
pembedahan untuk kemudian hal ini akan meningkatkan angka keselamatan pasien
berkaitan dengan waktu pemulangan dan hal-hal yang perlu diantisipasi. Perangkat
tersebut juga akan mampu memfasilitasi penelitian lebih lanjut di dunia anestesi untuk
memastikan ataupun sebagai sarana pembuktian benar atau salahnya bukti-buti hasil
penelitian yang telah ada.

Kesimpulan
Penurunan kognitif setelah pembiusan pada prosedur pembedahan satu hari tanpa
rawat jalan mungkin saja lebih lazim dijumpai daripada yang disadari sebelumnya.
Tampaknya agen inhalasi mampu menjamin pengembalian kepada status kognitif pre-
operatif yang lebih cepat daripada agen anestesi intravena, sehingga temuan ini perlu
untuk dijadikan pertimbangan dalam klinis sehari-hari. Dianggap penting untuk
dilakukannya pengamatan lebih dekat akan penurunan kognitif post-operatif,
berkaitan dengan pemulihan fungsional setelah pembedahan. Sebelum
dibterbitkannya kebijakan mengenai perawatan segera paska operasi, penelitian
terhadap fungsi kognitif post-operatif perlu dilakukan berikut metode yang akan
digunakan untuk pengujian haruslah lebih dahulu terstandar.

Penurunan fungsi kognitif post-operatif pada pasien tanpa rawat inap masih
memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Beberapa studi yang mendahului
menyimpulkan akan adanya kemungkinan penurunan fungsi kognitif , meskipun
literatur yang menyatakan hal demikian masih terbatas dan meninggalkan bukti yang
saling bertentangan. Dugaan POCD dapat muncul hingga dan setelah 24 jam paska-
operatif hendaknya dijadikan catatan penting sehingga baik dokter maupun pasien
Page 14 of 14

dapat berhati-hati dalam mengamati tanda sekecil apapun yang berkaitan dengan
gangguan fungsi kognitif.

Ide pokok pembelajaran

 Agen-agen inhalasi menawarkan gambaran pemulihan kognitif yang lebih


unggul dibandingkan dengan agen intravena seperti propofol
 Sevofluran dan desfluran hendaklah dipertimbangkan sebagai agen anestesi
pada prosedur operasi satu hari tanpa rawat inap jika diinginkannya pemulihan
fungsi kognitif yang cepat pada pasien lansia.

Penelitian lebih lanjut


 Perlu dibuat sebuah nota kesepahaman berkaitan dengan metode pengujian
neurologi yang paling tepat untuk menilai penuruan fungsi kognitif pada
segera setalah prosedur pembedahan
 Dibutuhkan penelitian lebih lanjut terhadap POCD pada pasien pembedahan
satu hari tanpa rawat inap untuk menentukan prosedur-prosedur pembedahan
minor apa saja yang sesuai untuk dilakukan

Anda mungkin juga menyukai