Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Paleontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk-bentuk

kehidupan yang pernah ada pada masa lampau termasuk evolusi dan interaksi satu

dengan lainnya serta lingkungan kehidupannya (paleoekologi) selama umur bumi

atau dalam skala waktu geologi terutama yang diwakili oleh fosil. Paleontologi

menggunakan fosil atau jejak organisme yang terawetkan di dalam lapisan kerak

bumi, yang terawetkan oleh proses-proses alami, sebagai sumber utama

penelitian.

Adanya kehidupan di Bumi ditandai dengan ditemukannya fosil makhluk

hidup. Pengenalan fosil sangat penting agar mengetahui kondisi kehidupan pada

masa lampau. Dalam mempelajari ilmu tentang fosil, terlebih dahulu kita harus

mengetahui proses terbentuknya fosil tersebut, unsur yang terkandung di dalam

fosil tersebut, dan dimana lingkungan hidup dari fosil itu sebelumnya. Dalam

mempelajari fosil, kita dapat menentukan umur suatu lingkungan. Dengan

mendeskripsikan fosil, kita juga dapat mengetahui bagaimana kondisi lingungan

pada saat fosil tersebut masih hidup.


1.2. Tujuan dan Manfaat

1.2.1 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah praktikan dapat melakukan pengamatan

dan mengetahui proses pemfosilan secara sederhana.

1. Praktikan mengetahui jenis-jenis fosil.

2. Praktikan mengetahui bentuk-bentuk fosil.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Fosil

Fosil berasal dari bahasa Latin, yaitu "fossa" yang berarti "galian", adalah

sisa-sisa atau bekas-bekas makhluk hidup yang menjadi batu atau mineral. Untuk

menjadi fosil, sisa-sisa hewan atau tanaman ini harus segera tertutup sedimen.

Oleh para pakar dibedakan beberapa macam fosil. Ada fosil biasa, fosil yang

terbentuk dalam batu amber, fosil ter, seperti yang terbentuk di sumur ter La Brea

di California. Hewan atau tumbuhan yang dikira sudah punah tetapi ternyata

masih ada disebut fosil hidup dan ilmu yang mempelajari fosil adalah

paleontologi. (Djauhari, 2012).

Fosil adalah sisa kehidupan masa lampau yang telah membatu atau

mengeras. Pengertian dalam ilmu geologi yang dimaksudkan dengan masa lampau

adalah waktu geologi paling muda berumur Pleistocene. (Sukandarrumidi, 2008).

Berdasarkan dari definisi fosil, maka fosil harus memenuhi syarat-syarat:

sisa-sisa organisme, terawetkan secara ilmiah, pada umumnya padat atau kompak

atau keras, berumur lebih dari 11.000 tahun. (Djauhari, 2012).

Kondisi geologi suatu daerah akan menentukan keberadaan fosil. Fosil yang

dapat diidentifikasi secara baik pada umumnya terawetkan dengan baik pula.

Apabila dijumpai hal yang demikian, deskripsi dan penamaan jenis fosil pada

tingkat taksonomi akan mampu menentukan nama kehidupan sampai pada tingkat

subspicies, species atau paling tidak sampai pada tingkat genus. (Sukandarrumidi,

2008).
Dalam ilmu geologi, tujuan mempelajari fosil adalah: untuk mempelajari

perkembangan kehidupan yang pernah ada di muka bumi sepanjang sejarah bumi,

mengetahui kondisi geografi dan iklim pada zaman saat fosil tersebut hidup,

menentukan umur relatif batuan yang terdapat di alam didasarkan atas kandungan

fosilnya, untuk menentukan lingkungan pengendapan batuan didasarkan atas sifat

dan ekologi kehidupan fosil yang dikandung dalam batuan tersebut, untuk kolerasi

antar batuan-batuan yang terdapat di alam (biostatigrafi) yaitu dengan dasar

kandungan fosil yang sejenis atau seumur. (Djauhari, 2012).

Istilah "fosil hidup" adalah istilah yang digunakan suatu spesies hidup yang

menyerupai sebuah spesies yang hanya diketahui dari fosil. Fosil hidup juga dapat

mengacu kepada spesies hidup yang tidak memiliki spesies dekat lainnya atau

sebuah kelompok kecil spesies dekat yang tidak memiliki spesies dekat lainnya.

Fosil Indek adalah organisme yang hadir selama periode waktu tertentu dimana

kemunculan dan kepunahannya pada periode waktu yang terbatas. Fosil Indek

dipakai sebagai pedoman dalam penentuan umur batuan dimana fosil tersebut

terawetkan. (Djauhari, 2012).


Gambar 2.1. Contoh Fosil Indek yang dipakai sebagai kunci
pada skala waktu geologi relatif

2.2. Syarat Terbentuknya fosil

Syarat – syarat kehidupan dapat menjadi fosil adalah sebagai berikut.

1. Setelah mati terhindar dari hewan yang masih hidup dan tidak menjadi

mangsanya.

2. Mempunyai bagian tubuh atau rangka yang keras.

3. Rongga – rongga pada tumbuhan dimasuki zat kersik atau rumah binatang

moluska mengalami penggantian.

4. Diawetkan atau tertimbun oleh lapisan es. Contoh : fosil mammoth.

5. Kejatuhan atau terlingkupi getah seperti serangga yang mati pada damar.

(Djauhari, 2012)
2.3. Proses Pemfosilan

Proses pemfosilan adalah proses perubahan dari organisme hidup menjadi

fosil. Untuk mengetahui bagaimana fosil terbentuk, tergantung apa yang terjadi

setelah organisme tersebut mati. Kebanyakan organisme yang telah mati dimakan

oleh binatang atau hancur karena organisme yang lainnya. Selain itu, proses

dekomposisi dapat juga menghancurkan organisme tersebut. Proses tersebut

kadang sangat aktif sehingga dapat menghilangkan sama sekali jejak-jejak dari

organisme yang telah mati. Tetapi ada kondisi tertentu sisa atau jejak organisme

yang mati tersebut dapat terawetkan dan menjadi fosil. (Fauzi, 2016).

Batuan sedimen terbentuk dari lapisan mineral yang mengendap dan

memisah dari air. Pasir dan endapan lumpur yang sudah lapuk dan tererosi dari

tanah dibawa ke sungai menuju ke laut atau rawa dimana bagian sedimen tersebut

akan mengendap ke bagian dasar. Sedimen akan menumpuk dan menekan

endapan yang lebih tua untuk menjadi batu. Ketika ada kehidupan organisme air

atau organisme darat yang terbawa ke lautan atau rawa itu mati maka organisme

tersebut akan terendapkan bersama-sama dengan sedimen dan akan terawetkan

menjadi fosil. Catatan fosil merupakan susunan teratur dimana fosil mengendap

dalam lapisan atau strata pada batuan sedimen yang menandai berlalunya waktu

geologis. Fossil record memiliki data yang tidak lengkap. Hal ini dikarenakan

banyaknya diperiode masa lalu namun tidak diimbangi dengan proses

sedimentasi. Fosil digunakan untuk mencari jejak kehidupan masa lalu. Fosil ini

tidak hanya sisa-sisa organisme yang sebenarnya tetapi juga hasil dari aktivitas
mereka. Bahkan kadang-kadang struktur anorganik juga dihasilkan lewat jejak

kehidupan. (Fauzi, 2016).

2.4. Jenis-Jenis Pemfosilan

Ada beberapa jenis pemfosilan menurut Sukandarrumidi pada bukunya

"Paleontologi Aplikasi" 2008 adalah sebagai berikut:

1. Pengawetan, yaitu proses yang menyebabkan suatu organisme baik seluruh

atau sebagian dari tubuhnya tetap terawetkan dengan sedikit perubahan

kimia maupun fisiknya. Contohnya adalah fosil amber yang dilindungi oleh

getah pohon.

Gambar 2.2. Contoh fosil yang Mengalami Proses Pengawetan

2. Mineralisasi, yaitu proses penggantian sebagian atau seluruh tubuh

organisme oleh mineral yang lebih tahan terhadap proses pelapukan. Proses

mineralisasi dapat terjadi dengan berbagai macam cara, yaitu :

a. Permineralisasi, yaitu pada bagian lunak organisme yang telah mati

dilalui oleh air yang mengandung ion-ion terlarut (seperti silica,

kalsium karbonat dan oksida besi) dan mengalami kristalisasi yang

mengisi rongga-rongga dengan mineral. Selama tersebut, tulang dan

cangkang asli dari organisme tidak mengalami perubahan


b. Rekristalisasi, yaitu fosil yang mempunyai bentuk dan struktur dalam

yang tetap, hanya komposisi mineralnya yang berubah.

c. Replacement, yaitu mineral yang menyusun organisme dapat

mengalami pelarutan dan digantikan oleh mineral sekunder.

3. Mold dan Cast. Cangkang binatang yang tertinggal didasar laut akan

tertutupi oleh sedimen. Kemudian sedimen mengalami kompaksi dan

membentuk batuan sedimen, dan cangkang tersebut mengalami pelarutan

dan meninggalkan cetakan pada batuan sedimen disebut mold. Bila cetakan

atau mold terisi oleh mineral lain maka akan terbentuklah cast.

Gambar 2.3.Mold dan Cast

4. Karbonisasi, yaitu proses pada bagian lunak dari organism, seperti daun,

ubur-ubur dan cacing, pada waktu mati dengan cepat mengalami

penimbunan oleh sedimen sehingga organism mengalami kompresi

sehingga komponen yang berupa gas akan menghilang, meninggalkan

unsure karbon yang tercetak pada batuan sedimen yang terbentuk.

5. Fosil jejak (trace fossils) adalah fosil yang dibentuk oleh jejak atau tanda-

tanda lain yang ditinggalkan oleh organisme. Fosil jejak dapat memberikan

informasi kepada kita bagaimana organisme bergerak dan kebiasaan semasa

hidupnya.
Gambar 2.4. Fosil Jejak Track, Trail dan Borrow

2.5. Bentuk-Bentuk Fosil

Fosil memiliki suatu bentuk yang khas. Beberapa bentuk yang sering

dijumpai pada fosil adalah sebagai berikut menurut Djauhari pada bukunya

berjudul "Pengantar Geologi" pada tahun 2012.

1) Spherical : Menyerupai bentuk cakram

2) Tabular : Berbentuk tabung

3) Filmate : Berbentuk daun

4) Plate : Berbentuk pipih

5) Conical : Menyerupai bentuk kerucut

6) Discoidal : Menyerupai cincin yang ditengahnya mempunyai pusat

7) Conveks : Menyerupai bentuk satu sisi kerang

8) Biconveks : Menyerupai bentuk dua sisi kerang yang menutup

9) Branching : Berbentuk percabangan

10) Globular : Berbentuk bundar

2.6. Kegunaan Fosil


1. Untuk korelasi, yaitu membandingkan fosil yang terdapat di suatu tempat

dengan tempat yang lain.

2. Menentukan umur relatif suatu lapisan batuan, yakni dengan fosil indeks.

Syarat – syarat fosil indeks (penunjuk) adalah sebagai berikut.

a. Mempunyai penyebaran yang luas

b. Mempunyai penyebaran vertikal yang pendek atau interval masa

hidupnya singkat.

c. Mudah dikenali atau diidentifikasi.

3. Menentukan lingkungan pengendapan.

Macam – macam lingkungan pengendapan, khususnya di daerah laut adalah

sebagai berikut.

a. Zona Litoral atau Zona Pesisir

Merupakan daerah pantai yang terletak di antara garis pasang naik dan

pasang surut.

b. Zona Neritik

Zona neritik adalah zona laut dengan tingkat kedalaman sampai 200 m.

Sebuah laut dapat dikategorikan kedalam zona neritik apabila

memenuhi syarat berikut ini:

1) Bagian dasar laut mencapai kedalaman 200 m.

2) Sinar matahari masih dapat tembus hingga ke dasar laut.

c. Zona Mesopelagik

Zona mesopelagik merupakan zona laut pada kedalaman 200 – 1000 m.

d. Zona Batial
Zona batial merupakan zona laut dengan kedalaman 1000 – 2000 m dan

memiliki lereng yang curam. Pada zona ini, matahari tidak mampu

tembus kedasar laut.

e. Zona Abissal

Merupakan laut yang memiliki kedalaman antara 2000–6000 m. Di

zona ini, tekanan airnya sangat besar dan suhunga sangat rendah. Selain

itu tumbuhan dan binatang laut yang hidup sangatlah terbatas.

f. Zona Hadal

Zona hadal adalah laut yang memiliki kedalaman lebih dari 6000 m.

Biasanya dijumpai dalam bentuk palung laut atau lubuk laut.

4. Mengetahui iklim masa lampau (paleoklimatologi).

Kehidupan akan berkembang baik apabila kondisi itu sesuai dengan yang

diperlukan kehidupan tersebut, faktor ekologi yang paling mempengaruhi

adalah iklim. Dengan demikian fosil pada batuan yang diendapkan adalah

fosil pada kondisi iklim yang diperlukan oleh kehidupan tersebut.

5. Membantu menentukan struktur geologi.

6. Dapat mengetahui perkembangan kehidupan

Suatu kehidupan pada mulanya kurang sempurna akan berubah arah

menjadi lebih sempurna. Terdapatnya fosil – fosil menunjukkan adanya

perkembangan kehidupan. (Djauhari, 2012)


BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini, yaitu:
1. HCl
2. Lap kasar
3. Lap halus
4. Lembar kerja praktikum
5. Buku penuntun
6. Alat tulis menulis

3.2. Tahapan Praktikum

Adapun tahan praktikum yang dilakukan pada praktikum pengenalan fosil

adalah sebagai berikut:

3.2.1. Tahapan Pendahuluan

Pada tahapan pendahuluan, praktikan melaksanakan asistensi cara dimana

pada asistensi acara tersebut praktikan diberikan materi dasar sebagai pengenalan

awal mengenai praktikum yang akan dilaksanakan. Pada tahapanini pula dibahas

juga hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk mengikuti praktikum tersebut seperti

alat dan bahan yang digunakan serta pemberian tugas pendahuluan.

3.2.2. Tahapan Praktikum

Pada tahapan ini, praktikan melakukan response tulis dengan diberi soal-

soal sehubungan dengan materi yang akan dilaksanakan pada praktikum tersebut

untuk mengetahui bagaimana pengetahuan yang dimiliki praktikan terhadap

praktikum yang akan dilaksanakan. Setelah melakukan response umum, kegiatan


praktikum dilakukan dengan melakukakan pengambilan data melalui pengamatn

terhadap sampel fosil yang diberikan yang dituliskan pada lembar kerja.

3.2.3. Tahapan Analisis Data

Pada tahapan ini, praktikan melakukan analisi data yang telah di ambil pada

tahapan sebelumnya yang kemudian dikembangkan untuk pembuatan laporan

sebagai hasil dari praktikum tersebut.

3.2.4. Tahapan Pembuatan Laporan

Pada tahapan ini kami membuat laporan berdasarkan analisis data yang telah

kami asistensikan sehingga menghasilkan laporan lengkap praktikum.

Tabel 3.1 Diagram Alir Praktikum

Tahap Pendahuluan

Tahap Praktikum

Tahap Analisis Data

Tahap Pembuatan
Laporan
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Setelah melakukan praktikum, praktikan mengetahui bahwa proses

pemfosilan terbagi atas permineralisasi dan mineralisasi, dimana masing-

masing memiliki perbedaan dari segi penggantian mineral

2. Setelah melakukan praktikum, peserta mengetahui berbagai jenis fosil

seperti dari filum cnidarian yaitu Cystiphyllum americanum dan dari filum

Mollusca Neptunea contraria yang memiliki bentuk fosil yang berbeda-beda

5.2 Saran

Adapun saran untuk laboratorium dan asisten adalah

5.2.1 Saran untuk Laboratorium

1. Sebaiknya laboratorium lebih besar agar saat praktikum, praktikan dapat

mengikuti dengan nyaman

2. Mempertahankan kebersihan laboratorium

3. Sebaiknya sarana dan prasarana lebih memadai agar waktu untuk praktikum

lebih efisien

5.2.2 Saran untuk Asisten

1. Lebih sabar mengajari praktikan yang masih kurang paham dalam praktikum

2. Menyampaikan secara jelas dan tidak terburu buru

3. Pertahankan cara membimbing praktikan yang sudah dirasa baik


ACARA / MODUL
UNIVERSITAS HASANUDDIN
PRAKTIKUM
LABORATORIUM PALEONTOLOGI
LEMBAR PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
I / Pengenalan Fosil
NAMA PRAKTIKAN NIM KELOMPOK TAKSONOMI
FILUM Brachiopoda
KELAS Rhynchonelliformea
GYNA CHRISTIN EKKE D061201021 IX ORDO Chileata

FAMILI Minatothyrisidae
HARI/TANGGAL JAM ASISTEN

GENUS Minatothyris
Kamis/18 Maret 15.13 MUHAMMAD JASMAN
2021 WITA Minatothyris
SPESIE
concentrica var.
S
NO. PERAGA : 471 tomida KAYSER

GAMBAR :

KETERANGAN :

PROSES PEMFOSILAN Internal Mold


BENTUK FOSIL Biconvex (1 pasang kerang/utuh)
KOMPOSISI KIMIA CaCO3 (karbonatan)
UMUR Devon tengah (370-361 JT)
LINGKUNGAN Laut dangkal
PENGENDAPAN
KETERANGAN Fosil ini berasal daei filum Brachiopoda, kelas
Rhynchonelliformea, Ordo Spiriferida, Famili Minatothyrisidae,
Genus Minatothyris, dan Mempunyai spesies
Minatothyrisconcentrica IIar. tomida KAYSER.
Setelah organisme ini mati, akan mengalami transportasi oleh
media geologi berupa air, angin atau es ke daerah cekungan,
selama tranportasi, material-material yang tidak resisten terhadap
pelapukan akan mengalami pergantian terhadap material yang
resisten terhadap pelapukan. Setelah itu material tersebut
terendapkan pada daerah cekungan yang relatif stabil. Bersaman
dengan itu, material-material sedimen juga ikut tertransportasikan.
Di daerah cekungan inilah material akan terakumulasi, semakin
lama material akan bertambah dan menumpuk dan mengalami
tekanan, dari tekanan tersebut akan mengakibatkan material
terkompaksi mengakibatkan pori-pori akan mengecil, air yang
terkandung di antara material-material akan keluar, masuklah
material sementasi yang halus. Setelah itu material mengalami
sementasi dan terjadi proses leaching (proses pencucian fosil).
Seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya organisme dan
material sedimen terlitifikasi (pembatuan), sehingga organisme
tersebut menjadi fosil. Proses pemfosilan yang dilakukan oleh
fosil ini adalah permineralisasi. Mineralisasi adalah proses
pengawetan dimana rongga dalam cangkang terisi oleh mineral
yang diendapkan oleh air tanah yang memasukinya, sehingga
terbentuk cetakan bagian dalam dari cangkang.
Proses munculnya fosil ini di pengaruhi oleh tenaga endogen
berupa tektonik sehingga fosil yang berada di cekungan naik ke
permukaan. Setelah naik di permukaan, akan terkena gaya
eksogen lagi berupa erosi air, angin, atau es sehingga tampak di
permukaan.
Adapun bentuk tubuh fosil ini adalah biconvex, yaitu fosil yang
terciri mempunyai bentuk yang setengah kerang
Jika ditetesi dengan larutan HCl 0,1 M maka fosil ini akan beraksi
membentuk buih-buih, maka dapat diketahui bahwa fosil ini
mengandung kalsium karbonat (CaCO3), menandakan bahwa
lingkungan pengendapannya adalah pada laut dangkal.
Berdasarkan skala waktu geologi umur fosil ini adala Devonian
tengah yaitu antara 370-361 juta tahun lalu.

CATATAN : PARAF

MUHAMMAD
JASMAN
DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, Wahyu. 2016. Laporan 5 Fosil. Laporan Praktikum.


https://www.academia.edu/23371960/LAPORAN_5_FOSIL (diakses 10
Februari 2019).

Noor, Djauhari. 2012. Pengantar Geologi. Bogor: Program Studi Teknik Geologi,
Fakultas Teknik, Universitas Pakuan.

Sukandarrumidi. 2008. Paleontologi Aplikasi Penuntun Praktik untuk Geologist


Muda. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Anda mungkin juga menyukai