LP KGD Craniotomy
LP KGD Craniotomy
LAPORAN PENDAHULUAN
CRANIOTOMY
Definisi
Kraniotomi adalah suatu tindakan pembedahan tulang kepala untuk mendapatkan jalan masuk
ke bagian intracranial guna:
- mengangkat tumor
- menghilangkan/mengurangi peningkatan TIK
- mengevaluasi bekuan darah
- menghentikan pendarahan
Kraniotomi adalah perbaikan pembedahan, reseksi atau pengangkatan pertumbuhan atau
abnormalitas di dalam kranium, terdiri atas pengangkatan dan penggantian tulang tengkorak
untuk memberikan pencapaian pada struktur intracranial.
Post craniotomy yaitu suatu keadaan yang terjadi setelah pembedahan kraniotomi/post
craniotomy (Dorlan, 1998 : 1479).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa post craniotomy yaitu suatu
keadaan individu yang terjadi setelah proses pembedahan untuk mengetahui dan/atau
memperbaiki abnormalitas di dalam kranium untuk mengetahui kerusakan otak.
Indikasi
Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial adalah sebagai berikut :
a. Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.
b. Mengurangi tekanan intrakranial.
c. Mengevakuasi bekuan darah .
d. Mengontrol bekuan darah,
e. Pembenahan organ-organ intrakranial,
f. Tumor otak,
g. Perdarahan (hemorrage),
h. Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms)
i. Peradangan dalam otak
j. Trauma pada tengkorak.
Manifestasi Klinis
April 5, 2012 [KEPERAWATAN GAWAT DARURAT]
Menurut Brunner dan Suddarth (2000:65) gejala-gejala yang ditimbulkan pada klien dengan
craniotomy antara lain :
a. Penurunan kesadaran, nyeri kepala hebat, dan pusing
b. Bila hematoma semakin meluas akan timbul gejala deserebrasi dan gangguan tanda
vital dan fungsi pernafasan.
c. Terjadinya peningkatan TIK setelah pembedahan ditandai dengan muntah proyektil,
pusing dan peningkatan tanda-tanda vital.
Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan post op craniotomy mencakup :
a. Mengurangi edema serebral seperti pemberian manitol, yang meningkatkan
osmolalitas serum dan menarik air bebas dari area otak. Cairan ini kemudian
disekresikan melalui diuresis osmotik.Deksametason dapat diberikan melalui
intravena setiap 6 jam selama 24 jam sampai 72 jam, selanjutnya dosisnya
dikurangi secara bertahap.
b. Meredakan nyeri dan mencegah kejang. Asetaminofen biasanya diberikan selama
suhu diatas 37,50C dan untuk nyeri. Sering kali pasien mengalami sakit kepala
setelah kraniotomy, biasanya sebagai akibat saraf kulit kepala diregangkan dan
diiritasi selama pembedahan. Kodein diberikan lewat parenteral, biasanya cukup
untuk menghilangkan sakit kepala.
c. Memantau TIK. Kateter ventrikel atau beberapa tipe drainase sering dipasang pada
pasien yang menjalani pembedahan untuk tumor fossa posterior. Pirau ventrikel
kadang dilakukan sebelum prosedur bedah tertentu untuk mengontrol hipertensi
intrakranial, terutama pada pasien dengan tumor fossa posterior.
Penatalaksanaan yang Pokok
- Perbaiki dan jaga jalan nafas.
- Yakinkan bahwa ventilasi dan oksigenasi adequat (normal atau tidak normal kadar
PCO2)
- Lakukan pembedahan segera jika terdapat tanda-tanda penting dari hematoma (< 4
jam) manitol.
April 5, 2012 [KEPERAWATAN GAWAT DARURAT]
Hilangkan infeksi.
Lakukan pendinginan secara aktif.
- Profilaksis untuk kejang.
Ventilasi
Mode Control atau SIM V dengan RR yang dibutuhkan untuk memberi dukungan secara
penuh.
Tujuan : PO2 > 80 mmHg (lebih baik lagi >1 00)
PCO2 < 35 mmHg
Hiperventilasi (PCO2 < 35)
Akute: menurunnya aliran darah serebral
menurunnya tekanan darah intrakranial
4 – 8 jam: ditoleransi
> 8 jam: “berulang” meningkatnya tekanan intrakranial jika PCO2 meningkat.
Kronik: Akibatnya sangat buruk karena hal tersebut mengakibatkan menurunnya
aliran darah serebral.
PEEP: Kadar rendah, tidak disukai karena dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
Gunakan 10 cm H2O jika : - paru-paru kolaps
- FIO2 50%
Hindari penggunaan PEEP > 0 cm H2O tanpa dilakukan monitoring tekanan intrakranial.
Dapat menaikkan pemberian sedatif atau lognocain sebelum suction dilakukan.
Sirkulasi
- Pertahankan tekanan darah dalam batas normal.
- Pertahankan normovolemik = jangan batasi cairan kecuali terjadi SIADH.
- Hindari pemberian dextrose pada terapi cairan.
- Sangat penting untuk mengontrol tekanan darah
Tekanan Perfusi Serebral (CPP) =
CPP = MAP – ICP
Hasil yang diharapkan CPP > 60
Lebih baik lagi jika CPP > 70
Jika tekanan intrakranial pasien tidak diketahui pertahankan MAP 90 mmHg.
Hilang autoregulasi pada serebral pada cedera kepala yang berat.
April 5, 2012 [KEPERAWATAN GAWAT DARURAT]
Potensial Komplikasi
1. Pendarahan intrakranial/hematom.
2. Edema serebral.
3. Infeksi (post operasi meningitis, luka, paru).
4. Kejang
5. Kerusakan syaraf kranial.
a. Sistem Kardiovaskuler
Craniotomy bisa menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup aktivitas atipikal
miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan edema paru. Akibat adanya perdarahan otak
akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler pembuluh
darah arteriol berkontraksi. Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis
mempengaruhi penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya
penurunan curah jantung dan meningkatkan atrium kiri, sehingga tubuh akan
berkompensasi dengan meningkatkan tekanan sistolik. Pengaruh dari adanya
peningkatan tekanan atrium kiri adalah terjadinya edema paru.
b. Sistem Pernafasan
Adanya edema paru dan vasokonstriksi paru atau hipertensi paru menyebabkan
hiperapneu dan bronkho kontriksi. Konsentrasi oksigen dan karbondioksida dalam darah
arteri mempengaruhi aliran darah. Bila tekanan oksigen rendah, aliran darah bertambah
karena terjadi vasodilatasi, jika terjadi penurunan tekanan karbondioksida akan
menimbulkan alkalosis sehingga terjadi vasokontriksi dan penurunan CBF (Cerebral
Blood Fluid). Bila tekanan karbondioksida bertambah akibat gangguan sistem
pernafasan akan menyebabkan asidosis dan vasodilatasi. Hal tersebut menyebabkan
penambahan CBF yang kemudian terjadi peningkatan tingginya TIK.Tingginya TIK
dapat menyebabkan terjadinya herniasi dan penekanan batang otak atau medula
oblongata. Akibat penekanan pada medulla oblongata menyebabkan pernafasan ataksia
(kurangnya koordinasi dalam gerakan bernafas).
c. Sistem Eliminasi
Pada pasien dengan post craniotomy terjadi perubahan metabolisme yaitu
kecenderungan retensi natrium dan air serta hilangnya sejumlah nitrogen. Setelah tiga
sampai 4 hari retensi cairan dan natrium mulai berkurang dan dapat timbul hiponatremia.
d. Sistem Pencernaan
Hipotalamus merangsang anterior hipofise untuk mengeluarkan steroid adrenal. Hal ini
adalah kompensasi tubuh untuk menangani edema serebral, namun pengaruhnya
terhadap lambung adalah terjadinya peningkatan ekskresi asam lambung yang
menyebabkan hiperasiditas. Selain itu juga hiperasiditas terjadi karena adanya
peningkatan pengeluaran katekolamin dalam menangani stress yang mempengaruhi
produksi asam lambung. Jika hiperasiditas ini tidak segera ditangani, akan menyebabkan
perdarah lambung.
e. Sistem Muskuloskeletal
April 5, 2012 [KEPERAWATAN GAWAT DARURAT]
Akibat dari post craniotomy dapat mempengaruhi gerakan tubuh. Hemisfer atau
hemiplegia dapat terjadi sebagai akibat dari kerusakan pada area motorik otak. Selain itu,
pasien dapat mempunyai control volunter terhadap gerakan dalam menghadapi kesulitan
perawatan diri dan kehidupan sehari – hari yang berhubungan dengan postur, spastisitas
atau kontraktur.
Gerakan volunter terjadi sebagai akibat dari hubungan sinapsis dari 2 kelompok neuron
yang besar. Sel saraf pada kelompok pertama muncul pada bagian posterior lobus
frontalis yang disebut girus presentral atau “strip motorik “. Di sini kedua bagian saraf
itu bersinaps dengan kelompok neuron-neuron motorik bawah yang berjalan dari batang
otak atau medulla spinalis atau otot-otot tertentu. Masing-masing dari kelompok neuron
ini mentransmisikan informasi tertentu pada gerakan. Sehingga, pasien akan menunjukan
gejala khusus jika ada salah satu dari jaras neuron ini cidera.
Pada disfungsi hemisfer bilateral atau disfungsi pada tingkat batang otak, terdapat
kehilangan penghambatan serebral dari gerakan involunter. Terdapat gangguan tonus
otot dan penampilan postur abnormal, yang pada saatnya dapat membuat komplikasi
seperti peningkatan saptisitas dan kontraktur.
PENGKAJIAN
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematika dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status status kesehatan.
Tahap proses keperawatan dimulai dengan pengkajian, menentukan diagnosa, membuat
perencanaan, melakukan tindakan atau implementasi dan evaluasi.
1). Identitas Klien
Pengkajian tentang identitas klien yang meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku bangsa, pendidikan terakhir, status perkawinan, alamat, diagnosa medis, nomor
medrek, tanggal masuk Rumah Sakit dan tanggal pengkajian. Juga identitas
penanggung jawab klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan terakhir dan hubungan dengan klien.
2). Riwayat Kesehatan
a). Alasan Masuk
Merupakan alasan yang mendasari klien dibawa ke Rumah Sakit atau kronologis
yang menggambarkan perilaku klien dalam mencari pertolongan.
b). Keluhan Utama
April 5, 2012 [KEPERAWATAN GAWAT DARURAT]
Merupakan keluhan yang dirasakan klien saat dilakukan pengkajian, nyeri biasanya
menjadi keluhan yang paling utama terutama pada pasien post op kraniotommy
(Muttaqin, 2008 : 154).
c). Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang dirasakan klien melalui
metode PQRST dalam bentuk narasi:
P : (Provokatif/Pariatif) : Hal yang memperberat atau
memperingan, nyeri yang dirasakan biasanya bertambah bila
klien berjalan, bersin, batuk atau napas dalam.
Klien dengan post craniotomy biasanya merasakan nyeri
semakin berat saat digerakan, dan nyeri dirasakan berkurang
saat didiamkan.
Q: (Quality/Quantity) : Kualitas dari suatu keluhan atau
penyakit yang dirasakan.
Biasanya nyeri yang dirasakan klien seperti ditusuk-tusuk.
R: (Region/Redition) : adalah daerah atau tempat dimana
keluhan dirasakan, apakah keluhan itu menyebar atau
mempengaruhi ke area lain.
Biasanya lokasi nyeri dirasakan sekitar kepala yang telah
dilakukan pembedahan.
S: (Saverity/Scale) : adalah keganasan atau intensitas (skala)
dari keluhan tersebut. Skala nyeri antara 0-5.
Nyeri yang dirasakan tergantung dari individu biasanya
diukur menggunakan skala nyeri 0-5
T: (Time) : adalah waktu dimana keluhan dirasakan pada klien
yang mengeluh nyeri tanyakan apakah nyeri berlangsung
terus menerus atau tidak.
Biasanya klien merasakan nyeri terus-menerus.
Palpasi. Dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding dada, nyeri
tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi, dan tactil vremitus (vibrasi yang dapat
teraba yang dihantarkan melalui sistem bronkopulmonal selama seseorang berbicara)
Perkusi. Perhatikan adanya hipersonor atau ”dull” yang menunjukkan udara
(pneumotorak) atau cairan (hemotorak) yang terdapatb pada rongga pleura.
Auskultasi. Berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang trakeobronkeal dan untuk
mengetahui adanya sumbatan aliran udara. Auskultasi juga berguna untuk mengkaji
kondisi paru-paru dan rongga pleura.
3. Kardiovaskuler
Inspeksi dan palpasi. Area jantung diinspeksi dan palpasi secara stimultan untuk
mengetahui adanya ketidaknormalan denyutan atau dorongan (heaves). Palpasi dilakukan
secara sistematis mengikuti struktur anatomi jantung mulai area aorta, area pulmonal, area
trikuspidalis, area apikal dan area epigastrik
Perkusi. Dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung. Akan tetapi dengan
adanya foto rontgen, maka perkusi pada area jantung jarang dilakukan karena gambaran
jantung dapat dilihat pada hasil foto torak anteroposterior.
4. Ekstermitas
Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik pada ekstremitas bersangkutan, antara lain
yaitu ;
a. Cedera pembuluh darah
b. Fraktur di sekitar sendi lutut dan sendi siku
c. Crush injury
d. Sindroma kompartemen
e. Dislokasi sendi panggul
Keadaan iskemik ini akan ditandai dengan :
a. Pusasi arteri tidak teraba
b. Pucat (pallor)
c. Dingin (coolness)
d. Hilangnya fungsi sensorik dan motorik
e. Kadang-kadang disertai hematoma, ”bruit dan thrill”
3. Perubahan perfusi jaringan serebral : yang berhubungan dengan edema jaringan serebral,
penurunan perfusi sistemik atau hilangnya perfusi serebral karena embolus atau
sumbatan aliran darah serebral.
Kriteria Hasil/Tujuan: Tingkat kesadaran pasien akan membaik atau dipertahankan.
Intervensi Keperawatan
1. Ukur TIK dengan akurat dan pantau hasil pengukuran secara kontinyu.
2. Tinggikan bagian kepala tempat tidur 150 – 300 sepanjang waktu.
3. Gunakan sistem pengkajian neurologi secara konsisten, misal skala Koma
Glasgow.
4. Evaluasi hal-hal berikut setiap 1 jam.
April 5, 2012 [KEPERAWATAN GAWAT DARURAT]
- Tingkat kesadaran.
- Ukuan pupil, reaksi pupil terhadap cahaya.
- Kesamaan pupil.
- Gerakan ekstermitas.
- Beri sedikit stimulasi untuk mendapatkan reaksi pasien.
- Kesesuian respons pasien terhadap lingkungan atau stimulasi.
- Ada tidaknya refleks-refleks.
- Semua gerakan involunter seperti kejang, kedutan atau fungsi motorik
asemetris.
- Tekanan darah.
- Frekuensi dan irama jantung.
- Frekuensi dan irama pernafasan.
- Parameter hemodinamik.
5. Hindari peningkatan tekanan intrathoraks, batuk, muntah dan valsava manuver.
6. Jika ventilasi dikontrol oleh ventilator mekanik, pertahankan PCO 2 yang rendah
(18 – 25) untuk mencegah vasodilatasi serebral.
7. Berikan obat kontikosteroid sesuai pesanan dokter.
8. Beri diuretik yang menurunkan volume jaringan (seperti manitol) sesuai pesanan
dokter.
9. Pertahankan keakuratan intake dan output setiap 3 jam.
10. Antisipasi dehidrasi, pantau urine dan elektrolit.
11. Berikan sedatif dan pelemah otot sesuai pesanan dokter dengan barbiturat atau
pavulon.
12. Berikan hiperventilasi sebelum melepas ventilator mekanik untuk suction.
4. Defisit volume cairan : yang berhubungan dengan dampak terapi diuretik, kebutuhan
metabolisme yang tinggi, hormon yang tidak berfungsi.
Kriteria Hasil/Tujuan: Kebutuhan cairan tubuh dapat terpenuhi dan output yang adequat
dapat dipertahankan.
Intervensi Keperawatan
1. Pantau TVS dan data hemodinamik sesuai yang tersedia.
2. Pertahankan intake dan output cairan secara akurat setiap 3 jam.
3. Pantau kecenderungan Na urine dan serum osmolaritas dan kadar creatinin.
4. Ganti elektrolit dengan terapi suplemen sesuai pesanan.
April 5, 2012 [KEPERAWATAN GAWAT DARURAT]
5. Risiko terhadap infeksi : yang berhubungan dengan tindakan invasif, penurunan tingkat
kesadaran, lamanya, type dari tindakan pembedahan.
Kriteria Hasil/Tujuan: Infeksi nosokonial tidak akan terjadi.
Intervensi Keperawatan
1. Gunakan teknik steril yang ketat selama pemasaran device pemantauan TIK dan
pertahankan sistem drainase vetricular eksternal.
2. Lakukan dressing dengan teknik steril.
3. Kaji gejala-gejala infeksi SSP.
4. Berikan antibiotik sesuai pesanan.
5. Pantau dan catat adanya kebocoran CSS dari hidung, telinga atau daerah tempat
pemasaran pemantauan TIK
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Vol. 3.EGC : Jakarta.
April 5, 2012 [KEPERAWATAN GAWAT DARURAT]