Anda di halaman 1dari 17

April 5, 2012 [KEPERAWATAN GAWAT DARURAT]

LAPORAN PENDAHULUAN
CRANIOTOMY

Definisi
Kraniotomi adalah suatu tindakan pembedahan tulang kepala untuk mendapatkan jalan masuk
ke bagian intracranial guna:
- mengangkat tumor
- menghilangkan/mengurangi peningkatan TIK
- mengevaluasi bekuan darah
- menghentikan pendarahan
Kraniotomi adalah perbaikan pembedahan, reseksi atau pengangkatan pertumbuhan atau
abnormalitas di dalam kranium, terdiri atas pengangkatan dan penggantian tulang tengkorak
untuk memberikan pencapaian pada struktur intracranial.
Post craniotomy yaitu suatu keadaan yang terjadi setelah pembedahan kraniotomi/post
craniotomy (Dorlan, 1998 : 1479).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa post craniotomy yaitu suatu
keadaan individu yang terjadi setelah proses pembedahan untuk mengetahui dan/atau
memperbaiki  abnormalitas di dalam kranium untuk mengetahui kerusakan otak.

Indikasi
Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial adalah sebagai berikut :
a. Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.
b. Mengurangi tekanan intrakranial.
c. Mengevakuasi bekuan darah .
d. Mengontrol bekuan darah,         
e. Pembenahan organ-organ intrakranial,
f. Tumor otak,        
g. Perdarahan (hemorrage),
h. Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms)
i. Peradangan dalam otak
j. Trauma pada tengkorak.

Manifestasi Klinis
April 5, 2012 [KEPERAWATAN GAWAT DARURAT]

Menurut Brunner dan Suddarth (2000:65) gejala-gejala yang ditimbulkan pada klien dengan
craniotomy antara lain :
a. Penurunan kesadaran, nyeri kepala hebat, dan pusing
b. Bila hematoma semakin meluas akan timbul gejala deserebrasi dan gangguan tanda
vital dan fungsi pernafasan.
c. Terjadinya peningkatan TIK setelah pembedahan ditandai dengan muntah proyektil,
pusing dan peningkatan tanda-tanda vital.

Pemeriksaan Diagnostik Pra-Operasi


Prosedur diagnostik praoperasi dapat meliputi :
 Tomografi komputer (pemindaian CT)
Menunjukkan lesi dan memperlihatkan derajat edema otak sekitarnya, ukuran
ventrikel, dan perubahan posisi/pergeseran
jaringan otak, hemoragik.
Catatan : pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada
iskemia/infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma.
 Pencitraan resonans magnetik (MRI/Magnetic Resonance Imaging)
Sama dengan skan CT, dengan tambahan keuntungan pemeriksaan lesi di potongan
lain.
 Electroencephalogram (EEG)
Memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis.
 Angiografy Serebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat
edema, perdarahan trauma.
 Sinar-X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran
struktur dari garis tengah (karena perdarahan,edema), adanya fragmen tulang.
 Brain Auditory Evoked Respon (BAER)
Menentukan fungsi korteks dan batang otak.
 Positron Emission Tomography (PET)
Menunjukkan perubahan aktivitas metabolisme pada otak.
 Pungsi lumbal, CSS
Dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid.
April 5, 2012 [KEPERAWATAN GAWAT DARURAT]

 Gas Darah Artery (GDA)


Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang dapat meningkatkan TIK.
 Kimia/elektrolit darah
Mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam meningkatkan TIK/perubahan
mental.
 Pemeriksaan toksikologi
Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran.
 Kadar antikonvulsan darah
Mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.

Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan post op craniotomy mencakup :
a. Mengurangi edema serebral seperti pemberian manitol, yang meningkatkan
osmolalitas serum dan menarik air bebas dari area otak. Cairan ini kemudian
disekresikan melalui diuresis osmotik.Deksametason dapat diberikan melalui
intravena setiap 6 jam selama 24 jam sampai 72 jam, selanjutnya dosisnya
dikurangi  secara bertahap.
b. Meredakan nyeri dan mencegah kejang. Asetaminofen biasanya diberikan selama
suhu diatas 37,50C dan untuk nyeri. Sering kali pasien mengalami sakit kepala
setelah kraniotomy, biasanya sebagai  akibat saraf kulit  kepala diregangkan  dan
diiritasi selama pembedahan. Kodein  diberikan  lewat parenteral, biasanya cukup
untuk menghilangkan sakit kepala.
c. Memantau TIK. Kateter ventrikel atau beberapa tipe drainase sering dipasang pada
pasien yang menjalani pembedahan  untuk tumor fossa posterior. Pirau ventrikel
kadang dilakukan sebelum prosedur bedah tertentu untuk mengontrol hipertensi
intrakranial, terutama pada pasien dengan tumor fossa posterior.
Penatalaksanaan yang Pokok
- Perbaiki dan jaga jalan nafas.
- Yakinkan bahwa ventilasi dan oksigenasi adequat (normal atau tidak normal kadar
PCO2)
- Lakukan pembedahan segera jika terdapat tanda-tanda penting dari hematoma (< 4
jam) manitol.
April 5, 2012 [KEPERAWATAN GAWAT DARURAT]

- Pertahankan normovolemik dan normotensi untuk mempertahankan aliran darah ke


serebral.
- Terapi dengan cepat jika terjadi peningkatan TIK dan ulangi CT scan jika terjadi
kemunduran secara klinis.
- Terapi cedera-cedera lainnya dengan tepat.
- Awasi adanya komplikasi-komplikasi sistemik.
 Pendarahan sistem pecernaan (stress ulser)
 DIC
 Edema paru neurogenik
 Abnormalitas hormon Endokrin
- Diabetes insipidus (meningkatnya natrium).
- Sindroma inapropriate antidiuretik hormon (SIADH) (menurunnya kadar
natrium).
 Kejang
Perawatan Secara Umum
- Baringkan pasien dengan posisi kepala ditinggikan 150 – 300 dan ganti posisi pasien
secara teratur.
- Observasi GCS/respon pupil tiap jam.
- Lakukan perawatan mata dan daerah yang tertekan.
- Lakukan suction minimal  1x tiap shift dan sesuai kebutuhan.
- Rawat tali endotracheal pada posisi yang tinggi (diatas telinga).
- Gerakan tangan-tangan/betis untuk menekan risiko terjadinya trombus pada vena
dalam.
- Beri sedatif
 Diazepan atau medazolan
 Barbiturat jika tekanan intrakranial meninggi atau tampak adanya tanda-tanda
memburuk.
 Awasi terjadinya penurunan tekanan darah.
- Beri analgesik sesuai kebutuhan
- Obat blok neuromuskular – tidak biasa digunakan. Digunakan jika pasien ada
perlawanan terhadap vetilasi atau terdapat epilepsi atau hipertermi.
- Profilaksis untuk stress ulser.
- Beri nutrisi sejak dini – khususnya enteral.
- Terapi hipertermi dengan agresif
April 5, 2012 [KEPERAWATAN GAWAT DARURAT]

 Hilangkan infeksi.
 Lakukan pendinginan secara aktif.
- Profilaksis untuk kejang.

Ventilasi
 Mode Control atau SIM V dengan RR yang dibutuhkan untuk memberi dukungan secara
penuh.
Tujuan      : PO2 > 80 mmHg (lebih baik lagi >1 00)
                   PCO2 < 35 mmHg
 Hiperventilasi (PCO2 < 35)
 Akute: menurunnya aliran darah serebral
menurunnya tekanan darah intrakranial
 4 – 8 jam: ditoleransi
 > 8 jam: “berulang” meningkatnya tekanan intrakranial jika PCO2 meningkat.
 Kronik: Akibatnya sangat buruk karena hal tersebut mengakibatkan menurunnya
aliran darah serebral.
 PEEP:  Kadar rendah, tidak disukai karena dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
Gunakan 10 cm H2O jika :  - paru-paru kolaps
                                                - FIO2   50%
Hindari penggunaan PEEP > 0 cm H2O tanpa dilakukan monitoring tekanan intrakranial.
 Dapat menaikkan pemberian sedatif atau lognocain sebelum suction dilakukan.

Sirkulasi
- Pertahankan tekanan darah dalam batas normal.
- Pertahankan normovolemik = jangan batasi cairan kecuali terjadi SIADH.
- Hindari pemberian dextrose pada terapi cairan.
- Sangat penting untuk mengontrol tekanan darah
 Tekanan Perfusi Serebral (CPP) =
CPP = MAP – ICP
Hasil yang diharapkan CPP > 60
Lebih baik lagi jika CPP > 70
Jika tekanan intrakranial pasien tidak diketahui pertahankan MAP 90 mmHg.
 Hilang autoregulasi pada serebral pada cedera kepala yang berat.
April 5, 2012 [KEPERAWATAN GAWAT DARURAT]

 Umum terjadi iskemia serebral sekunder.


- Jika CPP < 60 dengan tekanan intrakranial normal atau PAP < 90 dengan tekanan
intrakranial tidak diketahui, maka:
 Guyur cairan dengan menggunakan koloid
 Yakinkan bahwa nilai CVP adekuat
 Mulai pemberian vasopressor (dopamin atau adrenalin atau nor adrenalin).
- Cairan NaCL hipertonik berguna jika pasien terjadi hipovolemik namun tekanan
intrakranial > 25.

Pemeriksaan Diagnostik Post-Operasi


Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada klien dengan post craniotomy meliputi hal-hal
dibawah ini :
a. Pemeriksaan tengkorak dengan sinar X, CT scan atau MRI  dapat dengan
cermat mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan
perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan
dilakukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
b. Angiografi Serebral. Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan
jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
c. EEG Berkala. Electroencephalogram (EEG) adalah suatu test untuk mendeteksi
kelainan aktivitas elektrik otak.
d. Foto rotgen, mendeteksi perdarahan struktur tulang (fraktur) perubahan struktur garis
(perarahan/edema), fragmen tulang.
e. PET (Possitron Emission Tomography), mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme
otak
f. Kadar elektrolit, untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan
tekanan intra kranial
g. Skrining toksikologi untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran
h. Analisis Gas Darah (AGD) adalah salah satu tes diagnostik untuk menentukan status
respirasi. Status respirasi dapat digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah
status oksigenasi dan status asam basa.
Rencana Keperawatan Post-Operatif
1. Pertahankan potensi jalan nafas.
2. Tinggikan posisi kepala 150 – 300.
April 5, 2012 [KEPERAWATAN GAWAT DARURAT]

3. Yakinkan bahwa ventilasi dan oksigenasi adequat


- Spontan beri O2 10 – 12 lt/mmt dengan NRM.
- Ventilasi mekanik mode control atau SimV dengan RR yang dibutuhkan.
4. Berikan terapi
a. Manitol meningkatkan serum osmolalitas dan mengeluarkan/menarik cairan yang
bebas dari area otak.
b. Steroid untuk mengurangi edema otak, membatasi tumor otak diberikan secara
kontinyu selama 72 jam untuk mengurangi pembengkakan otak, kemudian dosis
diturunkan secara tak pering.
c. Beri analgesik sedatif sesuai kebutuhan.
d. Anti Convulsant diberikan pada pasien yang mengalami pembedahan
supratentorial craniotomy untuk mengurangi serangan kejang-kejang.
5. Kaji dan catat vital sign, status neurologis, dan CCP tiap jam.
6. Cek/periksa laboratium darah : AGD, GDR, Elektrolit, uricem, creatimin dan darah
rutin, dan lain-lain sesuai pesanan.
7. Monitor secara ketat tempat-tempat pemasangan CVP, arteri line, drain, dressing
luka operasi.
8. Lakukan perawatan mata/daerah yang tertekan.
9. Lakukan suction sesuai kebutuhan.
10. Rawat tali endotrakeal pada posisi yang tinggi (diatas telinga).
11. Berikan profilaksis untuk stress ulser.
12. Berikan nutrisi sejak dini – khususnya enteral.
13. Pertahankan normovolemik dan normotensi.
14. Monitor ketat intake dan output.
15. Awasi adanya komplikasi-komplikasi sistemik

Potensial Komplikasi
1. Pendarahan intrakranial/hematom.
2. Edema serebral.
3. Infeksi (post operasi meningitis, luka, paru).
4. Kejang
5. Kerusakan syaraf kranial.

Dampak Post Craniotomy Terhadap Sistem Tubuh Lain


April 5, 2012 [KEPERAWATAN GAWAT DARURAT]

a. Sistem Kardiovaskuler
Craniotomy bisa menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup aktivitas atipikal
miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan edema paru. Akibat adanya perdarahan otak
akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler pembuluh
darah arteriol berkontraksi. Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis
mempengaruhi penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya
penurunan curah jantung dan meningkatkan atrium kiri, sehingga tubuh akan
berkompensasi dengan meningkatkan tekanan sistolik. Pengaruh dari adanya
peningkatan tekanan atrium kiri adalah terjadinya edema paru.
b. Sistem Pernafasan
Adanya edema paru dan vasokonstriksi paru atau hipertensi paru menyebabkan
hiperapneu dan bronkho kontriksi. Konsentrasi oksigen dan karbondioksida dalam darah
arteri mempengaruhi aliran darah. Bila tekanan oksigen rendah, aliran darah bertambah
karena terjadi vasodilatasi, jika terjadi penurunan tekanan karbondioksida akan
menimbulkan alkalosis sehingga terjadi vasokontriksi dan penurunan CBF (Cerebral
Blood Fluid). Bila tekanan karbondioksida bertambah akibat gangguan sistem
pernafasan akan menyebabkan asidosis dan vasodilatasi. Hal tersebut menyebabkan
penambahan CBF yang kemudian terjadi peningkatan tingginya TIK.Tingginya TIK
dapat menyebabkan terjadinya herniasi dan penekanan batang otak atau medula
oblongata. Akibat penekanan pada medulla oblongata menyebabkan pernafasan ataksia
(kurangnya koordinasi dalam gerakan bernafas).
c. Sistem Eliminasi
Pada pasien dengan post craniotomy terjadi perubahan metabolisme yaitu
kecenderungan retensi natrium dan air serta hilangnya sejumlah nitrogen. Setelah tiga
sampai 4 hari retensi cairan dan natrium mulai berkurang dan dapat timbul hiponatremia.
d. Sistem Pencernaan
Hipotalamus merangsang anterior hipofise untuk mengeluarkan steroid adrenal. Hal ini
adalah kompensasi tubuh untuk menangani edema serebral, namun pengaruhnya
terhadap lambung adalah terjadinya peningkatan ekskresi asam lambung yang
menyebabkan hiperasiditas. Selain itu juga hiperasiditas terjadi karena adanya
peningkatan pengeluaran katekolamin dalam menangani stress yang mempengaruhi
produksi asam lambung. Jika hiperasiditas ini tidak segera ditangani, akan menyebabkan
perdarah lambung.
e. Sistem Muskuloskeletal
April 5, 2012 [KEPERAWATAN GAWAT DARURAT]

Akibat dari post craniotomy dapat mempengaruhi gerakan tubuh. Hemisfer atau
hemiplegia dapat terjadi sebagai akibat dari kerusakan pada area motorik otak. Selain itu,
pasien dapat mempunyai control volunter terhadap gerakan dalam menghadapi kesulitan
perawatan diri dan kehidupan sehari – hari yang berhubungan dengan postur, spastisitas
atau kontraktur.
Gerakan volunter terjadi sebagai akibat dari hubungan sinapsis dari 2 kelompok neuron
yang besar. Sel saraf pada kelompok pertama muncul pada bagian posterior lobus
frontalis yang disebut girus presentral atau “strip motorik “. Di sini kedua bagian saraf
itu bersinaps dengan kelompok neuron-neuron motorik bawah yang berjalan dari batang
otak atau medulla spinalis atau otot-otot tertentu. Masing-masing dari kelompok neuron
ini mentransmisikan informasi tertentu pada gerakan. Sehingga, pasien akan menunjukan
gejala khusus jika ada salah satu dari jaras neuron ini cidera.
Pada disfungsi hemisfer bilateral atau disfungsi pada tingkat batang otak, terdapat
kehilangan penghambatan serebral dari gerakan involunter. Terdapat gangguan tonus
otot dan penampilan postur abnormal, yang pada saatnya dapat membuat komplikasi
seperti peningkatan saptisitas dan kontraktur.

PENGKAJIAN
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematika dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status status kesehatan.
Tahap proses keperawatan dimulai dengan pengkajian, menentukan diagnosa, membuat
perencanaan, melakukan tindakan atau implementasi dan evaluasi.
1).    Identitas Klien
Pengkajian tentang identitas klien yang meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku bangsa, pendidikan terakhir, status perkawinan, alamat, diagnosa medis, nomor
medrek, tanggal masuk Rumah Sakit dan tanggal pengkajian. Juga identitas
penanggung jawab klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan terakhir dan hubungan dengan klien.
2).    Riwayat Kesehatan
a). Alasan Masuk
Merupakan alasan yang mendasari klien dibawa ke Rumah Sakit atau kronologis
yang menggambarkan perilaku klien dalam mencari pertolongan.
b). Keluhan Utama
April 5, 2012 [KEPERAWATAN GAWAT DARURAT]

Merupakan keluhan yang dirasakan klien saat dilakukan pengkajian, nyeri biasanya
menjadi keluhan yang paling utama terutama pada pasien post op kraniotommy
(Muttaqin, 2008 : 154).
c). Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang dirasakan klien melalui
metode PQRST dalam bentuk narasi:
 P : (Provokatif/Pariatif) : Hal yang memperberat atau
memperingan, nyeri yang dirasakan biasanya bertambah bila
klien berjalan, bersin, batuk atau napas dalam.
Klien dengan post craniotomy biasanya merasakan nyeri
semakin berat saat digerakan, dan nyeri dirasakan berkurang
saat didiamkan.
Q: (Quality/Quantity) : Kualitas dari suatu keluhan atau
penyakit yang dirasakan. 
Biasanya nyeri yang dirasakan klien seperti ditusuk-tusuk.
R: (Region/Redition) : adalah daerah atau tempat dimana
keluhan dirasakan, apakah keluhan itu menyebar atau
mempengaruhi ke area lain.
Biasanya lokasi nyeri dirasakan sekitar  kepala yang telah
dilakukan pembedahan.
S: (Saverity/Scale) : adalah keganasan atau intensitas (skala)
dari keluhan tersebut. Skala nyeri antara 0-5.
Nyeri yang dirasakan tergantung dari individu biasanya
diukur menggunakan skala nyeri 0-5
T: (Time)  : adalah waktu dimana keluhan dirasakan pada klien
yang mengeluh nyeri tanyakan apakah nyeri berlangsung
terus menerus atau tidak.
Biasanya klien merasakan nyeri terus-menerus.

d). Riwayat Kesehatan Masa lalu


Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, riwayat
cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif dan konsumsi
alkohol berlebihan.
e). Riwayat Kesehatan keluarga
April 5, 2012 [KEPERAWATAN GAWAT DARURAT]

Melakukan pengkajian apakah anggota generasi terdahulu ada yang menderita


hipertensi dan diabetes melitus, penyakit menular seperti tuberkulosis dan penyakit
yang sama seperti klien.

3) Primery survey (ABCDE) meliputi :


Airway. Tanda-tanda objektif-sumbatan Airway
Look (lihat) apakah penderita mengalami agitasi atau kesadarannya menurun. Agitasi
memberi kesan adanya hipoksia, dan penurunan kesadaran memberi kesan adanya
hiperkarbia. Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh kurangnya
oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat pada kuku-kuku dan kulit sekitar mulut. Lihat
adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan yang apabila ada, merupakan
bukti tambahan adanya gangguan airway.
Airway (jalan napas) yaitu membersihkan jalan napas dengan memperhatikan kontrol
servikal, pasang servikal kollar untuk immobilisasi servikal sampai terbukti tidak ada
cedera servikal, bersihkan jalan napas dari segala sumbatan, benda asing, darah dari
fraktur maksilofasial, gigi yang patah dan lain-lain. Lakukan intubasi (orotrakeal tube) jika
apnea, GCS (Glasgow Coma Scale) < 8, pertimbangan juga untuk GCS 9 dan 10 jika
saturasi oksigen tidak mencapai 90%. Listen (dengar) adanya suara-suara abnormal.
Pernapasan yang berbunyi (suara napas tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat.
Breathing. Tanda-tanda objektif-ventilasi yang tidak adekuat
Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan dinding dada yang adekuat.
Asimetris menunjukkan pembelatan (splinting) atau flail chest dan tiap pernapasan yang
dilakukan dengan susah (labored breathing) sebaiknya harus dianggap sebagai ancaman
terhadap oksigenasi penderita dan harus segera di evaluasi. Evaluasi tersebut meliputi
inspeksi terhadap bentuk dan pergerakan dada, palpasi terhadap kelainan dinding dada
yang mungkin mengganggu ventilasi, perkusi untuk menentukan adanya darah atau udara
ke dalam paru.
Listen (dengar) adanya pergerakan udara pada kedua sisi dada. Penurunan atau tidak
terdengarnya suara napas pada satu atau hemitoraks merupakan tanda akan adanya cedera
dada. Hati-hati terhadap adanya laju pernapasan yang cepat-takipneu mungkin
menunjukkan kekurangan oksigen. Gunakan pulse oxymeter. Alat ini mampu memberikan
informasi tentang saturasi oksigen dan perfusi perifer penderita, tetapi tidak memastikan
adanya ventilasi yang adekuat.
Circulation
April 5, 2012 [KEPERAWATAN GAWAT DARURAT]

a. Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah takikardi untuk mempertahankan


cardiac output walaupun stroke volum menurun
b. Selanjutnya akan diikuti oleh penurunan tekanan nadi (tekanan sistolik-tekanan
diastolik)
c. Jika aliran darah ke organ vital sudah dapat dipertahankan lagi, maka timbullah
hipotensi
d. Perdarahan yang tampak dari luar harus segera dihentikan dengan balut tekan pada
daerah tersebut
e. Ingat, khusus untuk otorrhagia yang tidak membeku, jangan sumpal MAE (Meatus
Akustikus Eksternus) dengan kapas atau kain kasa, biarkan cairan atau darah mengalir
keluar, karena hal ini membantu mengurangi TTIK (Tekanan Tinggi Intra Kranial)
f. Semua cairan yang diberikan harus dihangatkan untuk menghindari terjadinya
koagulopati dan gangguan irama jantung.
Disability
a. GCS setelah resusitasi
b. Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupil
c. Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada parese atau tidak
Expossure dengan menghindari hipotermia. Semua pakaian yang menutupi tubuh
penderita harus dilepas agar tidak ada cedera terlewatkan selama pemeriksaan.
Pemeriksaan bagian punggung harus dilakukan secara log-rolling dengan harus
menghindari terjadinya hipotermi.
4) Secondary survey
1. Kepala dan leher
Kepala. Inspeksi (kesimetrisan muka dan tengkorak, warna dan distribusi rambut kulit
kepala), palpasi (keadaan rambut, tengkorak, kulit kepala, massa, pembengkakan, nyeri
tekan, fontanela (pada bayi)).
Leher. Inspeksi (bentuk kulit (warna, pembengkakan, jaringan parut, massa), tiroid),
palpasi (kelenjar limpe, kelenjar tiroid, trakea), mobilitas leher.
2. Dada dan paru
Inspeksi. Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk dan kesimetrisan ekspansi
serta keadaan kulit. Inspeksi dada dikerjakan baik pada saat dada bergerak atau pada saat
diem, terutama sewaktu dilakukan pengamatan pergerakan pernapasan. Pengamatan dada
saat bergerak dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi, sifat dan ritme/irama
pernapasan.
April 5, 2012 [KEPERAWATAN GAWAT DARURAT]

Palpasi. Dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding dada, nyeri
tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi, dan tactil vremitus (vibrasi yang dapat
teraba yang dihantarkan melalui sistem bronkopulmonal selama seseorang berbicara)
Perkusi. Perhatikan adanya hipersonor atau ”dull” yang menunjukkan udara
(pneumotorak) atau cairan (hemotorak) yang terdapatb pada rongga pleura.
Auskultasi. Berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang trakeobronkeal dan untuk
mengetahui adanya sumbatan aliran udara. Auskultasi juga berguna untuk mengkaji
kondisi paru-paru dan rongga pleura.
3. Kardiovaskuler
Inspeksi dan palpasi. Area jantung diinspeksi dan palpasi secara stimultan untuk
mengetahui adanya ketidaknormalan denyutan atau dorongan (heaves). Palpasi dilakukan
secara sistematis mengikuti struktur anatomi jantung mulai area aorta, area pulmonal, area
trikuspidalis, area apikal dan area epigastrik
Perkusi. Dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung. Akan tetapi dengan
adanya foto rontgen, maka perkusi pada area jantung jarang dilakukan karena gambaran
jantung dapat dilihat pada hasil foto torak anteroposterior.
4. Ekstermitas
Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik pada ekstremitas bersangkutan, antara lain
yaitu ;
a. Cedera pembuluh darah
b. Fraktur di sekitar sendi lutut dan sendi siku
c. Crush injury
d. Sindroma kompartemen
e. Dislokasi sendi panggul
Keadaan iskemik ini akan ditandai dengan :
a. Pusasi arteri tidak teraba
b. Pucat (pallor)
c. Dingin (coolness)
d. Hilangnya fungsi sensorik dan motorik
e. Kadang-kadang disertai hematoma, ”bruit dan thrill”

Masalah yang Sering Muncul


1. Pola pernafasan tidak efektif : yang berhubungan dengan gangguan integritas jaringan
otak, hypoxemia dampak dari anestesi, serebral edema, area pembedahan sekitar medulla
April 5, 2012 [KEPERAWATAN GAWAT DARURAT]

obongata atau pons.


Kriteria Hasil/Tujuan: Oksigenasi yang adequat dapat dipertahankan.
Intervensi Keperawatan
1. Kaji frekuensi, kedalaman, keteraturan pernafasan dan ekspansi dada.
2. Kaji bunyi nafas setiap 2 – 4 jam.
3. Evaluasi nilai AGD sesuai kebutuhan.
4. Gunakan oksimetri yang tersedia untuk memantau saturasi oksigen dan pantau CO2.
5. Pertahankan hiperventilasi jika diperlukan ventilator mekanik.
6. Waspada terhadap dampak obat-obat depresan.
7. Lakukan suction sesuai kebutuhan, berikan hiperventilasi sebelum prosedur
dilakukan.
                     
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif : yang berhubungan dengan akumulasi sekresi,
obstruksi jalan nafas, atau edema paru.
Kriteria Hasil/Tujuan: Patensi jalan nafas dapat dipertahankan
Intervensi Keperawatan
1. Kaji kemampuan untuk mempertahankan patensi jalan nafas.
2. Atur postur pasien dengan meninggikan kepala tempat tidur 150 – 300 (jika tidak
ada kontraindikasi).
3. Gunakan jalan nafas oral – nasal untuk mempertahankan jalan nafas atas paten.
4. Pertahankan ventilator dalam pengesutan dengan sistem alaram bekerja sesuai
pesanan.
5. Penghisapan sekresi (suction) sesuai kebutuhan dan evaluasi efeknya.

3. Perubahan perfusi jaringan serebral : yang berhubungan dengan edema jaringan serebral,
penurunan perfusi sistemik atau hilangnya perfusi serebral karena embolus atau
sumbatan aliran darah serebral.
Kriteria Hasil/Tujuan: Tingkat kesadaran pasien akan membaik atau dipertahankan.
Intervensi Keperawatan
1. Ukur TIK dengan akurat dan pantau hasil pengukuran secara kontinyu.
2. Tinggikan bagian kepala tempat tidur 150 – 300 sepanjang waktu.
3. Gunakan sistem pengkajian neurologi secara konsisten, misal skala Koma
Glasgow.
4. Evaluasi hal-hal berikut setiap 1 jam.
April 5, 2012 [KEPERAWATAN GAWAT DARURAT]

- Tingkat kesadaran.
- Ukuan pupil, reaksi pupil terhadap cahaya.
- Kesamaan pupil.
- Gerakan ekstermitas.
- Beri sedikit stimulasi untuk mendapatkan reaksi pasien.
- Kesesuian respons pasien terhadap lingkungan atau stimulasi.
- Ada tidaknya refleks-refleks.
- Semua gerakan involunter seperti kejang, kedutan atau fungsi motorik
asemetris.
- Tekanan darah.
- Frekuensi dan irama jantung.
- Frekuensi dan irama pernafasan.
- Parameter hemodinamik.
5. Hindari peningkatan tekanan intrathoraks, batuk, muntah dan valsava manuver.
6. Jika ventilasi dikontrol oleh ventilator mekanik, pertahankan PCO 2 yang rendah
(18 – 25) untuk mencegah vasodilatasi serebral.
7. Berikan obat kontikosteroid sesuai pesanan dokter.
8. Beri diuretik yang menurunkan volume jaringan (seperti manitol) sesuai pesanan
dokter.
9. Pertahankan keakuratan intake dan output setiap 3 jam.
10. Antisipasi dehidrasi, pantau urine dan elektrolit.
11. Berikan sedatif dan pelemah otot sesuai pesanan dokter dengan barbiturat atau
pavulon.
12. Berikan hiperventilasi sebelum melepas ventilator mekanik untuk suction.

4. Defisit volume cairan : yang berhubungan dengan dampak terapi diuretik, kebutuhan
metabolisme yang tinggi, hormon yang tidak berfungsi.
Kriteria Hasil/Tujuan: Kebutuhan cairan tubuh dapat terpenuhi dan output yang adequat
dapat dipertahankan.
Intervensi Keperawatan
1. Pantau TVS dan data hemodinamik sesuai yang tersedia.
2. Pertahankan intake dan output cairan secara akurat setiap 3 jam.
3. Pantau kecenderungan Na urine dan serum osmolaritas dan kadar creatinin.
4. Ganti elektrolit dengan terapi suplemen sesuai pesanan.
April 5, 2012 [KEPERAWATAN GAWAT DARURAT]

5. Kaji diabetes insipidus : output banyak dengan berat jenis rendah.


6. Jika ada diabeter insipidus beri Pitressin sesuai pesanan.

5. Risiko terhadap infeksi : yang berhubungan dengan tindakan invasif, penurunan tingkat
kesadaran, lamanya, type dari tindakan pembedahan.
Kriteria Hasil/Tujuan: Infeksi nosokonial tidak akan terjadi.
Intervensi Keperawatan
1. Gunakan teknik steril yang ketat selama pemasaran device pemantauan TIK dan
pertahankan sistem drainase vetricular eksternal.
2. Lakukan dressing dengan teknik steril.
3. Kaji gejala-gejala infeksi SSP.
4. Berikan antibiotik sesuai pesanan.
5. Pantau dan catat adanya kebocoran CSS dari hidung, telinga atau daerah tempat
pemasaran pemantauan TIK

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Vol. 3.EGC : Jakarta.
April 5, 2012 [KEPERAWATAN GAWAT DARURAT]

Carpenito L.J.1998. Nursing Diagnosis Aplication to Clinical Practice. J.B. Lippincott


Company: Phildelphia.
Doenges, Marilyn E., Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler. 1999. Rencana Asuhan
Keperawatan. EGC: Jakarta.
Doris Smith Suddarth.1991. The Lippincott Manual of Nursing Practice, 5th Edition. JB.
Lippincott Company: Philadelphia.
Hudak dan Gallo. 1996. Perawatan Kritis, Edisi VI, Volume II/ Penerbit buku kedokteran,
EGC: Jakarta.
Poppy Kumala dkk. 1996. Kamus Kedokteran Dorland. Copy editor, edisi Bahasa Indonesia;
Dyah Nuswantari. Ed.25. EGC: Jakarta.
TEOH.1990. Intensive Care Manual, Third Edition. Globe Press: Australia.

Anda mungkin juga menyukai