Anda di halaman 1dari 14

Journal Reading

Bagaimana Cara Menurunkan Potensi Risiko Penularan Vertikal


SARS-Cov-2 Selama Persalinan Pervaginam?

UNIVERSITAS ANDALAS

Oleh :

dr. Muhammad Iqbal


Peserta PPDS OBGIN

Pembimbing :
dr.

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS (PPDS)


OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RS DR. M. DJAMIL PADANG
2021
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS (PPDS)
OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP M. DJAMIL PADANG

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : dr.
Semester :

Telah menyelesaikan Journal Reading dangan judul:

Bagaimana Cara Menurunkan Potensi Risiko Penularan Vertikal


SARS-Cov-2 Selama Persalinan Pervaginam?

Padang, April 20
Mengetahui/menyetujui Peserta PPDS
Pembimbing Obstetri & Ginekologi

dr. dr.

Mengetahui
KPS PPDS OBGIN
FK UNAND RS. Dr. M. DJAMIL PADANG

dr. Bobby Indra Utama, Sp.OG (K)

2
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS (PPDS)
OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP M. DJAMIL PADANG

Lembar Penilaian Peserta PPDS Obstetri & Ginekologi I


FK. Unand / RSUP Dr. M. Djamil Padang

Nama : dr. Muhammad Iqbal

Semester : I (Satu)

Materi : Bagaimana Cara Menurunkan Potensi Risiko Penularan


Vertikal SARS-Cov-2 Selama Persalinan Pervaginam?

KRITERIA
NO PENILAIAN NILAI KETERANGAN

1 Pengetahuan

2 Keterampilan

3 Attitude

Note : Padang, April 2021

Staf Penilai

Dr. dr. Roza Sriyanti,


SpOG (K)

3
Bagaimana Cara Menurunkan Potensi Risiko Penularan Vertikal
SARS-Cov-2 Selama Persalinan Pervaginam?

Andrea Carossoa,*, Stefano Cosmaa, Paola Serafinib, Chiara Benedettoa, Tahir Mahmoodc
a Obstetrics and Gynecology 1U, Department of Surgical Sciences, Sant’Anna Hospital,
University of Torino, Torino, Italy
b Midwifery, Nursing and Allied Healthcare Professionals, Sant’Anna Hospital, University of
Torino, Torino, Italy
c Standards of Care and Position Statements Group of EBCOG (Brussels) and Department of
Obstetrics and Gynaecology, Victoria Hospital, Kirkcaldy, Scotland, United Kingdom

Abstrak
Risiko penularan vertikal selama persalinan pervaginam pada pasien hamil
COVID-19 saat ini menjadi topik perdebatan. Norma obstetri pada pertolongan
persalinan pervaginam untuk menurunkan potensi risiko infeksi perinatal harus
didorong dengan memastikan bahwa risiko kontaminasi dari anus ibu dan material
fecal dicegah selama persalinan pervaginam.

Pendahuluan
World Health Organization (WHO) menamai penyakit baru coronavirus
(SARS-CoV-2) Coronavirus Disease 19 (COVID-19) dan telah menyatakan
bahwa COVID-19 adalah pandemi. SARS CoV-2 merupakan betacoronavirus,
mirip dengan SARS-CoV dan MERS-CoV, dengan beberapa kemungkinan jalur
penularan, termasuk fecal-oral, dan ditandai dengan infektivitas yang tinggi [1,2]
Outcome COVID-19 perinatal pada bayi masih diperdebatkan. Berbeda
dengan beberapa data meyakinkan tentang outcome neonatal [3], laporan lain
telah membahas efek samping pada bayi baru lahir, seperti gawat janin dan
pernapasan, trombositopenia disertai dengan fungsi hati yang abnormal dan
bahkan kematian [4].
Kekhawatiran meningkat pada kemungkinan bahwa SARS-CoV-2 dapat
ditularkan secara vertikal [5], meskipun bukti saat ini tidak meyakinkan. Antibodi
spesifik virus IgM baru-baru ini terdeteksi dalam sampel serum darah neonatal,

4
yang diperoleh dari seorang ibu yang dinyatakan positif COVID-19 [6]. Namun,
karena SARS-CoV-2 tidak terdeteksi dalam sampel cairan ketuban, darah tali
pusat atau air susu ibu [7] pada pemeriksaan RT-PCR, hal ini dapat
mengeksklusikan dua jalur transmisi vertikal yang mungkin, yaitu infeksi
intrauterine dan menyusui.
Penularan vertikal juga dapat terjadi selama persalinan pervaginam.
melalui kontak neonatal dengan cairan dari vagina dan rektum, seperti yang sudah
dikenal untuk patogen seperti Streptococcus Grup B [8] dan Human Papilloma
Virus (HPV) [9]. Adanya SARS-CoV-2 dalam cairan vagina wanita dengan
COVID-19 berat telah dieksklusikan [10]. Namun, SARS-CoV-2 telah ditemukan
pada tinja di satu dari tiga pasien COVID-19 positif yang tidak hamil [2].
Penularan vertikal potensial pertama, yang terjadi selama persalinan pervaginam
pada wanita hamil yang positif COVID-19 dengan swab rektal dan feses ibu
positif untuk SARS CoV-2, baru-baru ini telah dilaporkan [11]. Kasus ini
menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 dapat memasuki nasofaring neonatal selama
persalinan pervaginam dan berpotensi memicu infeksi neonatal.
Rekomendasi saat ini untuk wanita hamil dengan positif COVID-19
adalah mode persalinan harus ditentukan terutama oleh indikasi kebidanan dan
cara persalinan tidak boleh dipengaruhi oleh keberadaan COVID-19, kecuali jika
kondisi pernapasan wanita tersebut menuntut intervensi segera untuk komplikasi
persalinan [12,13].

Batasan Praktis Skrining Pra-Persalinan


Berdasarkan bukti ini, kami menyarankan swab anorektal sebelum
persalinan diambil dari wanita hamil yang dites positif COVID 19 untuk
mengidentifikasi bayi baru lahir yang berisiko mengalami infeksi perinatal dan
untuk mengurangi potensi risiko penularan vertikal [11]. Namun, beban kerja
yang berat yang harus dihadapi laboratorium untuk diagnosis COVID-19 di
seluruh dunia membuat hipotesis butuhnya peningkatan lebih lanjut untuk metode
skrining anorektal pada semua wanita yang diprogram untuk persalinan
pervaginam dan potensi pembawa SARS-CoV-2 adalah sebuah proposisi yang
tidak mungkin. Saat ini, tidak ada bukti kuat yang mendukung operasi caesar
elektif (CS) baik pada pasien ini jika hasil swab anorektal tidak tersedia.

5
Kami mengusulkan beberapa langkah preventif untuk dilakukan dalam
upaya mengurangi potensi risiko penularan vertikal SARS-CoV-2 selama
persalinan pervaginam pada wanita. Saran ini tidak dimaksudkan untuk
menggantikan apa yang telah disarankan oleh asosiasi internasional, seperti WHO,
RCOG dan ACOG, dan lebih baik dianggap sebagai informasi tambahan yang
diberikan sehubungan dengan bukti terbaru tentang konsekuensi COVID-19 pada
kehamilan dan selama persalinan pervaginam.
Saran dan Dasar Pemikiran untuk pencegahan potensi penularan vertikal
COVID-19 pada persalinan pervaginam :
Rekomendasi 1
Evaluasi pada saat admisi harus dilakukan di unit kebidanan, dengan
mencatat secara akurat kapan wanita tersebut dinyatakan positif COVID-19. Data
tentang jenis dan waktu timbulnya tanda dan gejala yang mungkin terkait dengan
infeksi COVID-19 juga harus dikumpulkan.
Alasan
Meskipun masa inkubasi khas COVID-19 adalah sekitar lima hari, ia dapat
berkisar dari dua hingga 14 hari [14].
Gejala yang paling umum adalah demam, batuk terus-menerus akut, suara
serak dan / atau keluarnya cairan / hidung tersumbat, meskipun diare juga telah
dilaporkan pada 2,0 - 10,1% dari pasien yang dites positif COVID-19 [15].
Rekomendasi 2
Swab rektal dan feses harus diambil jika tersedia laboratorium rujukan
yang memadai (lihat Bagan Alur 1).
Alasan
SARS-CoV-2 telah ditemukan pada tinja pasien tidak hamil dan hamil
dengan COVID-19 [1,9]. Pasien dengan hasil swab rektal dan / atau feses yang
positif tidak selalu memiliki gejala gastrointestinal dan ada / tidak adanya gejala
ini tidak memiliki hubungan dengan tingkat keparahan infeksi paru [16].
Diperkirakan bahwa IgG dapat dideteksi pada serum pasien positif 14 hari
setelah onset gejala [17] dan dilaporkan bahwa IgG SARS COV-2 dapat ditransfer
secara pasif melintasi plasenta dari ibu ke janin [18]. Di antara wanita yang baru-
baru ini muncul gejala COVID 19, mungkin tidak ada cukup waktu untuk

6
pembentukan dan pelepasan antibodi IgG transplasental. Bayi-bayi ini mungkin
berisiko lebih besar mengalami COVID-19 berat jika terinfeksi saat lahir.
Rekomendasi 3
Persalinan pervaginam rutin dapat disarankan jika wanita tersebut
memiliki hasil swab rektal dan feses negatif. Jika hasil swab tidak tersedia,
persalinan pervaginam dapat disarankan setelah protokol keamanan yang
tercantum di bawah ini telah dilakukan, setidaknya pada pasien yang tidak
mengalami diare berat (lihat Bagan Alur 1).

Rekomendasi 4
Enema selama fase prodromik dan / atau tahap pertama persalinan tidak
dianjurkan.
Alasan
Meskipun enema berpotensi menghindari kebocoran feses selama kala dua
persalinan, menurunkan viral load, bukti terkini tentang infeksi neonatal selain
SARS CoV-2, tidak mendukung penggunaan sistematisnya [19].
Rekomendasi 5
Water birth tidak disarankan.
Alasan
Jika hasil swab rektal dan feses tidak tersedia dan karena SARS-CoV-2
telah terdeteksi di rektum dan feses dari satu dari tiga pasien tidak hamil, water

7
birth tidak diperbolehkan, karena water birth mendorong penyebaran material
feses [16]. Jika kedua swab pra-persalinan negatif, saat ini tidak ada bukti yang
mendukung satu cara persalian daripada yang lain dan, oleh karena itu, cara
persalinan harus didiskusikan dengan pasien, dengan mempertimbangkan
preferensinya.
Rekomendasi 6
Selama kala dua persalinan, semua posisi yang memungkinkan visualisasi
dan kebersihan area genito-anal yang tepat harus diterapkan.
Alasan
Wanita harus didorong untuk mengadopsi posisi apa pun yang mereka rasa
nyaman selama fase awal kala dua persalinan [20]. Namun, untuk memfasilitasi
desinfeksi genitalia luar dan mengurangi kontak dengan feses ibu, persalinan
pervaginam harus dilakukan dalam posisi yang memastikan visualisasi anus yang
tepat untuk mengurangi risiko kontaminasi neonatal dengan feses.
Rekomendasi 7
Bersihkan perineum dengan metode disinfeksi standar sebelum kala dua
persalinan dan saat kepala janin bergerak atau setelah buang air besar.
Alasan
Virus ini rentan terhadap disinfektan sederhana, seperti Povidone-iodine
(7,5%) atau Chlorhexidine (0,05%) [21].
Perawatan perineum melibatkan pembersihan menyeluruh alat kelamin
luar pasien dan kulit di sekitarnya, setidaknya selama 5 menit. Disinfektan yang
direkomendasikan harus digunakan untuk mencuci labia mayora, labia bagian
dalam dan area anus. Tangan nondominan harus menarik perlahan labia dari paha
dan bagian dalam lipatan kulit dicuci dengan tangan dominan. Penyekaan harus
dilakukan dari depan ke belakang, dari perineum ke rektum. Proses ini harus
diulangi di sisi yang berlawanan, menggunakan penyeka steril yang baru. Area
tersebut kemudian harus dibilas dan dikeringkan secara menyeluruh.
Rekomendasi 8
Sebaiknya gunakan kompres hangat, direndam dalam disinfektan yang
direkomendasikan, yang harus dioleskan ke perineum selama kala dua persalinan
untuk mencegah trauma perineum yang parah.

8
Alasan
Kompres hangat, diterapkan selama kala dua persalinan, dan kebijakan
episiotomi selektif harus diterapkan untuk menurunkan risiko trauma perineum
yang parah [22,23], termasuk kerusakan sfingter dan rektal. Episiotomi midline
kemungkinan akan meluas ke sfingter ani yang menyebabkan robekan derajat
ketiga atau keempat dan oleh karena itu, harus dihindari [23].
Rekomendasi 9
Terapkan pembalut anoperineal yang melekat secara hati-hati untuk
menutupi anus sebelum fase ekspulsi bagian presentasi. Setelah kepala janin
crowning dari vagina, letakkan tangan Anda dengan sarung tangan steril di antara
hidung dan mulut bayi baru lahir dan perineum, sambil menunggu kontraksi
berikutnya.
Alasan
Kontak kepala, khususnya nasofaring dan konjungtiva neonatus, dengan
anus ibu harus dihindari untuk mengurangi risiko bayi baru lahir terkontaminasi
material feses. Jika neonatus bersentuhan dengan feses, mukanya harus segera
dicuci bersih dengan sabun dan air.
Rekomendasi 10
Cobalah untuk menghindari persalinan instrumental untuk meminimalkan
risiko robekan perineum derajat ketiga atau keempat, perdarahan dan potensi
risiko infeksi ke dokter.
Alasan
Persalinan pervaginam instrumental adalah faktor risiko yang paling
signifikan untuk perdarahan post partum dan cedera sfingter ani, bahkan dengan
episiotomi mediolateral elektif [24] dan oleh karena itu harus dilakukan hanya jika
tidak dapat dihindari. Faktor risiko cedera sfingter ani obstetrik termasuk
primiparitas, makrosomia, dan posisi oksipitosposterior [25]. Perawatan yang
tepat harus diambil untuk meminimalkan risiko pada wanita dari perdarahan post
partum dan cedera dasar panggul.
Rekomendasi 11
Operasi caesar harus dipertimbangkan pada wanita yang dites positif
COVID-19 dengan onset gejala baru-baru ini (<14 hari) dan dengan diare parah

9
yang mengganggu prosedur standar yang disebutkan di atas, karena risiko
penularan perinatal lebih tinggi dan perkembangan COVID-19 pada neonatal
tidak dapat dieksklusikan (lihat Diagram Alir 1).
Alasan
Adanya diare tidak mengizinkan dieksklusikannya kontaminasi vagina dan
/ atau neonatal sebelum persalinan selama persalinan pervaginam. Jika timbulnya
gejala ibu baru-baru ini dilaporkan, maka bayi baru lahir berpotensi berisiko lebih
tinggi terkena infeksi COVID-19, karena tidak adanya IgG ibu dalam serum
mereka, yang biasanya muncul 14 hari setelah timbulnya gejala ibu [ 17]. Oleh
karena itu, operasi caesar elektif harus dipertimbangkan. Pengenalan uji serologis
ke dalam praktik klinis akan membantu dokter untuk menilai risiko individu
dengan lebih baik.

10
11
12
13
14

Anda mungkin juga menyukai