Anda di halaman 1dari 8

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP KLAUSULA

EKSONERASI DALAM USAHA JASA KURIR PENGIRIMAN


BARANG

Mata Kuliah: Legal Aspect In Economics


Dosen Pengampu: Paulus Aluk Fadjar Dwi Santo, S.H., M.H.

KELOMPOK 1
Disusun Oleh:
1. Novita Permata Hati (2301963631)
2. Vionanda Aqila Zahra (2301963392)
3. Fungki Silva Deven (2301961494)
4. Vivian Sanjaya (2301961494)
5. Anisa (2301962181)
6. Mouli Safarina

KELAS J5EA
PROGRAM STUDI BUSINESS MANAGEMENT
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BINUS ONLINE LEARNING
I. Latar Belakang

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


Perjanjian dalam sejarahnya diawali dengan perjanjian yang dibuat secara lisan,
dimana begitu tercapai kesepakatan diantara para pihak sudah lahir sebuah
perjanjian dan menimbulkan perikatan yaitu hak dan kewajiban diantara para pihak.
Perjanjian yang dibuat secara lisan ini didasarkan pada asas konsensualitas yang
menyatakan perjanjian lahir sejak tercapainya kata sepakat, jadi asalkan diantara
para pihak tercapai kesepakatan maka sejak detik tersebut lahirlah perjanjian.
Dalam perkembangan selanjutnya, perjanjian tidak hanya dibuat secara lisan,
tetapi sudah mulai dibuat secara tertulis, dimana sebelum para pihak menuangkan
perjanjian tersebut dalam bentuk tertulis, para pihak terlebih dahulu merundingkan
hal-hal apa saja yang akan mereka tuangkan dalam perjanjian tersebut, dalam
mencapai kesepakatan para pihak melakukan negosiasi (tawar menawar) sampai
tercapai kesepakatan, dan hal-hal yang mereka sepakati tersebut dituangkan dalam
bentuk perjanjian tertulis.
Salah satu bentuk dari perjanjian tertulis adalah adanya perjanjian baku, yaitu
perjanjian yang sudah dibuat dalam bentuk baku, dan sudah disiapkan dalam bentuk
formulir. Maraknya perjanjian baku merupakan suatu perkembangan yang
dibutuhkan dalam dunia perekonomian yang menghendaki serba cepat dan serba
praktis, namun karena syarat-syarat dalam perjanjian baku ditentukan oleh salah
satu pihak tanpa didahului oleh proses negosiasi (tawar-menawar) dengan pihak
lainnya, dikhawatirkan pihak yang menentukan syarat perjanjian akan
mencantumkan klausula pengalihan tanggung jawab (klausula eksonerasi).
Menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen yang dimaksud dengan Perjanjian baku adalah:
”setiap aturan atau ketentuan syarat-syarat yang telah dipersiapkan
dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang
dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat
dan wajib dipenuhi oleh konsumen.”
Klausula eksonerasi adalah “suatu klausula dalam suatu perjanjian, dimana
ditetapkan adanya pembebasan atau pembatasan dari tanggung jawab tertentu, yang
secara normal menurut hukum seharusnya menjadi tanggung jawabnya”. Klausula
eksonerasi dimungkinkan karena adanya asas kebebasan berkontrak. Dapat
dibayangkan dengan dimungkinkannya orang memperjanjikan suatu klausula
eksonerasi dapat membawa akibat, bahwa hak dan kewajiban dari para pihak
menjadi jauh tidak berimbang.
Klausula (Perjanjian) baku biasanya dibuat oleh orang yang posisinya
mempunyai kekuasaan yang tentunya dalam hal ini yaitu pengusaha Jasa Kurir. Isi

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


pada perjanjian baku seringkali merugikan pihak konsumen karena perjanjiannya
sendiri dibuat secara sepihak. Dan apabila konsumen menolak dengan adanya
perjanjian baku tersebut maka konsumen tidak akan mendapat barang atau jasa yang
diinginkan, karena perjanjian tersebut akan dijumpai dalam tempat lain. Adanya
perjanjian baku tersebut yaitu perjanjiannya dibuat sepihak oleh pengusaha jasa
kurir yang syarat-syaratnya telah dibakukan terlebih dahulu dan konsumen hanya
memiliki pilihan untuk menerima atau menolak, dan hal itu menyebabkan konsumen
lebih cenderung untuk menerima dan menyetujui isi perjanjian baku tersebut
terkadang isi perjanjian tersebut memojokan konsumen. Perjanjian semacam itu
cenderung hanya substansi hanya menuangkan dan menonjolkan hak-hak yang ada
pada pihak yang berkedudukan lebih kuat sedangkan pihak lainnya menerima
keadaan itu karena posisinya lemah.
Ciri-ciri perjanjian baku sebagai berikut:
1) Bentuk perjanjian tertulis.
2) Format perjanjian dibakukan.
3) Syarat-syarat perjanjian ditentukan oleh pengusaha.
4) Konsumen hanya menerima atau menolak.
5) Penyelesaian sengketa melalui musyawarah atau peradilan.
6) Perjanjian bakumenguntungkan pengusaha.

Ciri-ciri tersebut mencerminkan prinsip ekonomi dan kepastian hukum yang


berlaku di negara-negara yang bersangkutan. Prinsip ekonomi dan kepastian hukum
dalam perjanjian baku dilihat dari kepentingan pengusaha bukan dari kepentingan
konsumen. Dengan pembakuan syarat-syarat perjanjian, maka kepentingan ekonomi
pengusaha lebih terjamin karena konsumen hanya menyetujui syarat-syarat yang
ditawarkan oleh pengusaha.

Adapun satu satu contoh penggunaan kontrak baku dalam kegiatan bisnis yakni
pada badan usaha (perusahaan) yang bergerak pada bidang jasa pengiriman barang,
yang mana perusahaan jasa pengiriman barang tersebut terlebih dahulu telah
mempersiapkan kontrak yang isinya telah ditentukan olehnya, dan perjanjian atau
kontrak tersebut berlaku secara massal terhadap seluruh konsumen pengguna jasa
perusahaan jasa pengiriman barang tersebut.

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


II. Permasalahan
Makalah ini membahas masalah perihal Perlindungan Konsumen Terhadap
Klausula Eksonerasi Dalam Usaha Jasa Kurir Pengiriman Barang di TIKI.
Permasalahan ini berdasar pada pengalaman penulis saat melalukan pengiriman
barang menggunakan TIKI di mana barang tersebut diserahkan kepada perusahaan
pengiriman barang/paket dalam keadaan baik, akan tetapi setelah sampai di tempat
tujuan, barang tersebut rusak. Oleh karena itu, kemudian penulis mengembalikan
barang tersebut kepada perusahaan pengiriman barang/paket selaku jasa pengiriman
barang/paket dan meminta penggantian barang yang sama atau pengembalian uang.
Pihak perusahaan pengiriman barang/paket tidak bersedia mengganti barang atau
mengembalikan uang dengan alasan kerusakan yang terjadi bukan menjadi tangung
jawab perusahaan pengiriman barang/paket.
Di dalam suatu perjanjian sehubungan dengan adanya keinginan dari salah satu
pihak agar tidak mengalami kerugian terlalu besar apabila timbul suatu peristiwa,
maka pengusaha berusaha menekan kerugian itu dengan jalan mencantumkan
syarat-syarat yang bermaksud mengurangi, meringankan atau bahkan
menghapuskan sama sekali tanggung jawabnya terhadap kerugian tersebut, syarat
itulah yang oleh Purwahid Patrik dinamakan dengan klausul eksonerasi.

Syarat baku dan klausul-klausul pengecualian ini menimbulkan banyak


tanggapan yang berbeda-beda yang mungkin sebagaian besar berupa celaan,
walaupun dalam kondisi yang kompleks sekarang ini dianggap umum. Biasanya
pelanggan tidak mempunyai waktu untuk membacanya jika sempat membacanya
ada kemungkinan untuk sulit memahaminya, dan apabila jika dia mengetauhi dan
menyatakan keberatan terhadap salah satunya, biasanya dikatakan bahwa dia dapat
menerimanya atau meninggalkannya.
Pada dasarnya disertakannya klausula eksonerasi ini adalah karena antara resiko
kewajiban atau tanggung jawab yang ada diantara para pihak tidak seimbang.
Sehingga tujuan dimuatnya klausul eksonerasi ini tidak lain adalah untuk
mengurangi kewajiban atau tanggung jawab dari salah satu pihak, guna mengurangi
risiko yang terlalu besar karena kemungkinan timbulnya banyak kesalahan, dengan
kata lain tujuannya adalah untuk pembagian beban resiko secara layak.

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


Untuk memenuhi kebutuhan pengiriman barang, saat ini banyak lahir
perusahaan jasa kurir pengiriman barang yang terus berkembang dan bersaing untuk
merebut pasar salah satunya adalah TIKI. Lebih dikenal dengan nama TIKI atau CV
TITIPAN KILAT TIKI didirikan pada tanggal 30 September 1970 di Jakarta. Pada
tahun 1972 dilakukan perubahan manajemen melalui kerja sama dengan pihak
ketiga. Dengan adanya perubahan manajemen dan meningkatnya pertumbuhan
ekonomi, kegiatan TIKI berkembang pesat dan secara bertahap mulai dibentuk
cabang-cabang utama di ibukota provinsi.
Dalam dunia bisnis, pencantuman klausula baku hampir terjadi diseluruh
perjanjian yang dilakukan antara pelaku usaha dan konsumen, baik dibidang
perdagangan, pelayanan jasa, maupun usaha. Di bidang pelayanan jasa dalam hal ini
jasa kurir pengiriman barang penggunaan perjanjian baku merupakan hal yang
ladzim digunakan oleh perusahaan jasa kurir pengiriman barang dan biasanya
disertai dengan klausula eksonerasi. Dengan penggunaan perjanjian baku ini maka
pengusaha akan memperoleh efisiensi dalam pengeluaran biaya, tenaga dan waktu.
Hal ini dapat dilihat bahwa pada perjanjian pengangkutan dalam praktiknya dimana
pihak perusahaan pengangkutan telah membuat klausula-klausula perjanjian yang
telah dibuat sebelumnya dan pihak pengirim hanya langsung menyetujuinya tanpa
mempertimbangkan bahkan tanpa memiliki kesempatan untuk bernegoisasi dalam
rangka mengubah klausula-klausula yang sudah dibuat oleh pihakperusahaan
pengangkutan dalam hal ini jasa pengangkutan barang.
Dampaknya, konsumen atau pengguna jasa pengangkutan barang mengalami
ketidakpuasan dalam bentuk pelayanan yang merugikan diantaranya barang yang
terlambat dalam ketempat tujuan, hilang, atau rusak. Dengan dirugikannya
konsumen atau pengguna jasa pengangkutan barang, hal ini mengakibatkan
konsumen atau pengguna jasa pengangkutan barang tersebut menuntut pertanggung
jawaban terhadap perusahaan pengangkutan barang. Namun terkadang pihak
perusahaan pengangkut barang tidak mau bertanggung jawab karena adanya
pembatasan tanggungjawab pengangkut yang tertera dalam tanda terima bukti
pembayaran. Menghadapi hal tersebut konsumen cenderung bersikap pasrah
dikarenakan sangat membutuhkan jasa pengangkutan barang tersebut.

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


III. Pembahasan
Salah satu bentuk perlindungan pemerintah terhadap pihak yang lemah adalah
dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (UUPK). Dalam ketentuan Pasal 18 telah ditentukan
berbagai larangan dalam membuat atau mencantumkan klausula baku dalam
setiapdokumen dan/atau perjanjian sebagaimana tercantum berikut ini:
1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang membuat ataumencantumkan klausula baku pada setiap
dokumen dan/atau perjanjian apabila:
a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
barang yang dibeli konsumen;
c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang
yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik
secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan
sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara
angsuran;
e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau
mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa;
g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yan berupa aturan baru,
tambahan, lanjutan dan/atau pengubaha lanjutan yang dibuat sepihak oleh
pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelak usaha untuk
pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau ha jaminan terhadap barang
yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letakatau bentuknya
sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya
sulit dimengerti
3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen
atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum
4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan
undang-undang ini.

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


Melihat ketentuan tersebut di atas, maka keabsahan dari perjanjian baku yang
mencantumkan klausula pengalihan tanggung jawab pelaku usaha (yang dikenal dengan
istilah klausula eksonerasi) berakibat klausula tersebut dinyatakan batal demi hukum.
Suatu perbuatan dinyatakan batal demi hukum, karena kebatalannya berdasarkan
undang-undang. Batal demi hukum berakibat perbuatan hukum yang bersangkutan oleh
hukum dianggap tidak pernah ada.

Walaupun dalam Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen meyatakan


bahwa akibat dari perjanjian baku yang melanggar ketentuan tersebut berakibat batal
demi hukum, namun pembatalan tersebut harus dimintakan kepada hakim, sebagaimana
mana ditentukan dalam Pasal 1266 bagian ketiga menyatakan bahwa “Dalam hal yang
demikian perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan
kepada hakim”.

Maka membatalkan klausula dalam perjanjian baku yang memuat klausula


eksonerasi diperlukan kesadaran dari konsumen yang merasa dirugikan untuk
mengajukan gugatan pembatalan, padahal kesadaran konsumen akan hak-haknya di
negara ini masih rendah, untuk itu diperlukan peran pemerintah yang sangat dominan
dalam rangka melindungi konsumen.

Peran pemerintah dalam hal ini diperlukan dalam pengawasan pencantuman


klausula baku, dalam Pasal 52 huruf (c) UUPK pemerintah memberikan tugas dan
kewenangan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) untuk melakukan
pengawasan terhadap pencantuman klausula baku. Namun dalam pasal ini melakukan
“pengawasan terhadap pencantuman klausula baku”, berarti perjanjian baku disini sudah
dicantumkan oleh pelaku usaha, dengan demikian perlindungan yang dilakukan oleh
pemerintah disini hanya bersifat refresif.

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


IV. Kesimpulan
Keberadaan perjanjian baku sudah merupakan hal yang tidak perlu
diperdebatkan lagi, namun yang menjadi permasalahan adalah keberadaan
perjanjian baku yang memuat klausula pengalihan tanggung jawab (klausula
eksonerasi), dimana penuangan syarat-syarat perjanjian oleh pelaku usaha seringkali
membawa dampak kerugian kepada konsumen. Kalau dilihat dari syarat sahnya
perjanjian, maka perjanjian baku yang memuat klausula pengalihan tanggung jawab
pelaku usaha (klausula eksonerasi), terjadi karena penyalahgunaan keadaan yang
mengakibatkan cacat kehendak.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa dalam penyusunan sebuah
kontrak ditentukan secara sepihak sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai
pemenuhan asas kebebasan berkontrak dalam sebuah kontrak baku.
Pemerintah melalui UndangUndang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen berusaha memberikan perlindungan kepada konsumen dalam hal
pencantuman klausula baku, dalam Pasal 18 disebutkan bahwa pelaku usaha
dilarang mencantumkan klausula baku yang berisi pengalihan tanggung jawab
(klausula eksonerasi), dan pelanggaran ketentuan ini mengakibatkan klausula
tersebut batal demi hukum, namun walaupun berakibat batal demi hukum, tetap
diperlukan adanya kesadaran dan keberanian konsumen untuk mengajukan gugatan
pembatalan tersebut.

V. Daftar Pustaka
Lecture Notes 06 –
Lecture Notes 07 –
Lecture Notes 08 –
https://media.neliti.com/media/publications/265441-larangan-klausul-eksonerasi-sebagai-
upay-c2e31707.pdf (Diakses pada tanggal 31-01-2021, pukul: 13:21)

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic

Anda mungkin juga menyukai