Landasan Teori
Kognitif adalah cabang dari ilmu Psikologi yang mempelajari suatu proses berpikir,
yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan
suatu kejadian atau peristiwa. Proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan
atau intelegensia, yang biasanya mencirikan seseorang dengan berbagai minat, terutama
berupa ide-ide dalam proses pembelajaran.
Sujiono, et al. (2004: 96) memberikan batasan tentang kognitif (intelegensia)
menurut beberapa ahli psikologi, antara lain seperti menurut Terman dalam Sujiono, et
al. (2004), bahwa kognitif adalah kemampuan untuk berpikir secara abstrak, sementara
menurut Colvin dalam Sujiono, et al. (2004), kognitif adalah kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan, dan terakhir menurut Hunt dalam Sujiono, et al.
(2004) bahwa kognitif adalah teknik untuk memproses informasi yang disediakan oleh
indra.
Mengacu kepada batasan kognitif dan intelegensia, pada dasarnya kognitif
berhubungan erat dengan tingkat intelegensia seseorang. Dalam hal ini kognitif bersifat
pasif atau statis yang berupa daya atau potensi untuk memahami sesuatu, sedangkan
intelegensia lebih bersifat aktif yang merupakan aktualisasi atau perwujudan dari daya
atau potensi tersebut yang dihasilkan berupa aktivitas atau perilaku. Dengan demikian,
apabila kognitif seseorang tinggi, maka tingkat intelegensianya tinggi pula.
Lebih lanjut Gardner dalam Sindoro (2002) mengatakan bahwa kecerdasan
merupakan kemampuan untuk menyelesaikan suatu masalah atau menciptakan produk
1
yang berharga atau bernilai dalam satu atau lebih latar belakang budaya. Menurut
Gardner setiap individu memiliki kecerdasan majemuk (multiple intellegence). Oleh
karena itu menurutnya tidak ada orang yang bodoh atau pintar, yang ada adalah orang
yang menonjol dalam salah satu atau beberapa jenis kecerdasan. Dengan demikian,
setiap orang mampu memiliki beberapa jenis kecerdasan, oleh sebab itu lebih baik sedari
dini anak diberikan stimulasi berbagai jenis kecerdasan dalam proses perkembangan
pembelajarannya.
Menurut Gardner dalam Sindoro (2002), ada delapan kecerdasan yang dimiliki
oleh seseorang, yaitu meliputi Linguistic Smart (kecerdasan berbahasa), Logic Smart
(kecerdasan logika matematika), Body Smart (kecerdasan fisik), Picture Smart
(kecerdasan visual spasial), Self Smart (kecerdasan intrapersonal), People Smart
(kecerdasan interpersonal), Music Smart (kecerdasan musikal), dan Nature Smart
(kecerdasan natural). Setiap individu memiliki beberapa kecerdasan tersebut, hanya saja
berbeda tarafnya. Selain itu, kecerdasan tersebut selain berdiri sendiri, terkadang
bercampur dengan kecerdasan yang lain.
Asal mula kata Mnemonic berasal dari mitologi Yunani seorang dewi yang bernama
Mnemosyne dan menjadi dewi untuk memori (Svantesson dalam Prajoko, 1998: 111).
Dewi Mnemosyne terlibat percintaan dengan Zeus, dewa tertinggi dalam mitologi
Yunani. Dewi memori dipersatukan (menikah) dengan dewa tertinggi Zeus, yaitu
keteraturan dan energi. Sebagai akibatnya, mereka mendapatkan sembilan Muse (anak),
yang mewakili kreativitas dan imajinasi (Svantesson, 1998: 112).
Melalui kronologi mitos kata mnemonic, Svantesson (1998: 112) memberikan
simpulan sebagai berikut :
Dengan demikian, jika ingin mendapatkan memori yang lebih baik, anda harus
mengkombinasikan struktur dengan imajinasi.
Keteraturan/struktur + imajinasi/kreativitas = memori
Ini merupakan formula bagi kebanyakan teknik mengingat, termasuk teknik yang
dikembangkan dalam zaman modern.
Penerapan teknik mengingat mnemonic, menurut Svantesson (1998: 115) didasarkan
pada tiga elemen yang sama, yaitu logika, imajinasi, serta asosiasi. Asosiasi berasal dari
bahasa Latin, ad, yang artinya “mengarah ke” dan socius yang artinya “sesuatu atau
seseorang yang bergabung teman”. Kata asosiasi berarti sesuatu yang berhubungan satu
sama lain (Svantesson, 1998: 116).
Lebih lanjut Svantesson (1998: 115-116) menjelaskan penggunakan teknik
mnemonic melalui dua objek. objek pertama adalah sistem aturan yang terbangun secara
logis, sering berdasarkan gambar-gambar. Objek kedua adalah kata-kata yang perlu
diingat. Melalui sistem aturan dalam hati, kata atau hal yang ingin diingat (objek kedua)
dihubungkan dengan objek pertama (gambar-gambar) melalui bantuan asosiasi melewati
imajinasi.
Berdasarkan contoh daftar tabel di atas, proses ilustrasi Metode Loci seperti berikut
ini: pembentukan gambaran mental pertama adalah “Di dalam Kampus Kijang terdapat
lapangan futsal”; kedua, “Di sekitar Kampus Syahdan terdapat warnet bernama
Emporium”; ketiga, melalui petunjuk kata M24, dalam benak pikiran akan berusaha
mencari hal-hal yang berkaitan dengan kata M24 berdasarkan pengalaman mengenai
Binus dan atribut-atribut di sekitar Binus, persepsi yang terbersit adalah mikrolet. Dari
pengasosiasian M24 yang dimaksud akan membayangkan (berimajimasi) mengenai rute
angkutan umum M24, Maka gambaran mental yang terbentuk dari contoh sederhana
penggunaan teknik mnemonic nomer 3 adalah “Mikrolet M24 melewati Kampus
Anggrek”.
Lebih lanjut, setiap kegiatan Mnemonic melibatkan proses struktur ingatan (memory),
dan dalam ilmu Psikologi dikenal dengan istilah short term memory (STM) serta long
term memori (LTM). Menurut Santrock (2005) ada tiga cara pengkodean (pengenalan)
informasi untuk dimasukkan ke dalam memori, yaitu secara visual (gambar), akustik
(suara), dan makna (semantik). Prinsip sistem pengkodean ingatan jangka pendek
biasanya terjadi pada pengkodean informasi secara akustik (suara), dan dalam ingatan
jangka panjang biasanya pengkodean informasi terjadi berdasarkan makna (semantik)
maupun visual. Solso (2007: 505) mengatakan bahwa karakteristik dari ingatan jangka
pendek berdasarkan lama durasi dan jumlah objek yang dapat diingat secara akurat,
adalah 7 ± 2 dengan estimasi durasi selama 12 detik. Dengan kata lain sepanjang 12
detik manusia dapat mengingat 2 objek selam 7 detik. Untuk lebih jelasnya lihat tabel
berikut ini.
Tabel 2.2 Perbandingan STM dan LTM
d. tidak biasa
e. tak terduga-duga
f. bergerak
g. lucu, membuat orang tertawa
h. penuh warna, kontras dengan lingkungannya
i. seksual, kasar
j. sensual, cantik
Menurut Svantesson (1998: 125), metode loci (location) atau metode tempat, berasal
dari bahasa latin, locus yang berarti tempat atau lokalitas; di sini maksudnya adalah
metode yang dibangun dengan menggunakan tempat. Svantesson membahas teknik
mengingat metode loci melalui cerita berikut ini.
Alkisah seorang penyair Yunani, Simonides, diundang ke suatu acara baca puisi.
Selama acara makan, Simonides diminta untuk keluar oleh seseorang. Begitu dia berada
di luar, rumah tersebut ambruk dan orang-orang yang ada di dalamnya tewas seketika.
Mencengangkan banyak orang, Simonides dapat memberikan informasi secara detil
mengenai jenazah orang-orang yang ada di dalam rumah tersebut. Dia menggunakan
teknik dengan mengingat berdasarkan posisi tempat duduk pengunjung.
Kata kunci adalah teknik mnemonic dengan menggunakan kata-kata yang sudah ada
di dalam ingatan untuk diasosiasikan dengan kata-kata atau konsep baru. Langkah
pertama adalah dengan mengasosiasikan kata kunci tersebut dengan kata yang
kedengarannya mirip dengan kata kunci tersebut. Setelah itu kita akan mempunyai dua
kata yang harus diingat, kata yang kedengaran seperti kata kunci dan kata kunci itu
sendiri. Setelah itu kedua kata tersebut diasosiasikan melalui pencitraan (Solso, 2007:
212).
Manusia adalah makhluk hidup yang paling sempurna, hal ini ditandai dengan adanya
kesinambungan antara kerja otak manusia dengan alat inderanya, sehingga manusia
dapat mengantisipasi siapa dan apa saja yang dapat merangsang alat itu, dan selanjutnya
secara fisiologis terjadi rangkaian jawaban atas rangsangan tersebut dalam berbagai
bentuk perilaku, emosi, kepribadian intelektualitas, dan lain-lain (Santrock, 2005)
Proses perolehan informasi diawali dengan indera reseptor sensoris yang mendeteksi
adanya suatu kejadian stimulus dan kemudian dibawa dan diolah di otak. Otak manusia
merupakan bagian dari sistem saraf yang terdapat di dalam tubuh dan letaknya terdapat
dibagian yang paling atas dari sususan tubuhnya (Suparno, 2000). Dalam organisasi otak
manusia terbagi dalam beberapa bagian, yaitu : otak depan, otak belakang, dan otak
bagian tengah, dan diantaranya terdapat batang otak (Brainstem), dan yang terakhir
adalah sum-sum tulang belakang (Modulla Spinalis). Modulla Spinalis inilah yang
menjadi tempat lalu-lalang saraf, baik yang menuju ke otak, maupun sebaliknya (Ibnu,
2001).
Persepsi adalah proses penafsiran stimulus yang telah ada di dalam otak manusia
(Fauzi, 1997). Meskipun memperolehan stimulus sama pada setiap manusia, akan tetapi
interpretasinya akan tetap berbeda. Hal ini disebabkan adanya pengaruh terhadap
persepsi manusia, antara lain:
1. Perhatian; perbedaan fokus (perhatian) setiap orang akan menyebabkan
perbedaan persepsi.
2. Set; adalah harapan seseorang terhadap rangsangan yang akan timbul.
3. Kebutuhan; kebutuhan yang sesaat atau menetap akan menimbulkan persepsi
yang berbeda
penginderaan Organis
Mata Gelombang Cahaya Visual Melihat
Kimiawi Dingin
Gerakan
Alimintari Canal Kondisi Jaringan Organis Lapar, Haus,
Perasaan Tenang
Semi Cellular Canal Gerakan dan Keseimbangan Keseimbangan