TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
2.2 Definisi
Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah
dari dinding rongga yang bersangkutan. Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi
atas hernia bawaan atau kongenital dan hernia dapat atau akuisita. Berdasarkan
letaknya, hernia diberi nama sesuai dengan lokasi anatominya, seperti hernia
diafragma, inguinal, umbilikalis, femoralis (Sjamsuhidajat R. 2017).
Klasifikasi Hernia
5
b. Hernia Sekunder : terjadi pada tempat pembedahan atau trauma pada
dinding, seperti pada laparatomi dan trauma tembus.
6
1. Hernia reponibel
Bila isi hernia dapat keluar masuk, tetapi kantungnya menetap. Isinya
tidak serta merta muncul secara spontan, namun terjadi bila disokong gaya
gravitasi atau tekanan intraabdominal yang meningkat. Usus keluar jika
berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk
perut, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.
2. Hernia Ireponibel
Bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali kedalam rongga perut.
Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong
hernia. Hernia ini disebut hernia akreta. Dapat juga terjadi karena leher yang
sempit dengan tepi yang kaku (misalnya pada : femoral, umbilical). Tidak ada
keluhan rasa nyeri ataupun sumbatan usus. Hernia ireponibel mempunyai
resiko yang lebih besar untuk terjadi obstruksi dan strangulasi daripada hernia
reponibel.
7
Gambar Hernia Ireponibel
3. Hernia obstruksi
Hernia obstruksi berisi usus, dimana lumennya tertutup. Biasanya
obstruksi terjadi pada leher kantong hernia. Jika obstruksi terjadi pada kedua
tepi usus, cairan berakumulasi di dalamnya dan terjadi distensi (closed loop
obstruction). Biasanya suplai darah masih baik, tetapi lama kelamaan dapat
terjadi strangulasi. Istilah ’inkarserata’terkadang dipakai untuk
menggambarkan hernia yang ireponibel tetapi tidak terjadi strangulasi. Oleh
sebab itu, hernia ireponibel yang mengalami obstruksi dapat juga disebut
dengan inkarserata. Operasi darurat untuk hernia inkarserata merupakan
operasi terbanyak nomor dua operasi darurat untuk apendisitis. Selain itu,
hernia inkarserata merupakan penyebab obstruksi usus nomor satu di
Indonesia.
8
4. Hernia Strangulata
Suplai darah untuk isi hernia terputus. Kejadian patologis selanjutnya
adalah oklusi vena dan limfe; akumulasi cairan jaringan (edema) menyebabkan
pembengkakan lebih lanjut ; dan sebagai konsekuensinya peningkatan tekanan
vena. Terjadi perdarahan vena, dan berkembang menjadi lingkaran setan,
dengan pembengkakan akhirnya mengganggu aliran arteri. Jaringannya
mengalami iskemi dan nekrosis. Jika isi hernia abdominal bukan usus,
misalnya omentum, nekrosis yang terjadi bersifat steril, tetapi strangulasi usus
yang paling sering terjadi dan menyebabkan nekrosis yang terinfeksi
(gangren). Mukosa usus terlibat dan dinding usus menjadi permeabel terhadap
bakteri, yang bertranslokasi dan masuk ke dalam kantong dan dari sana menuju
pembuluh darah. Usus yang infark dan rentan, mengalami perforasi (biasanya
pada leher pada kantong hernia) dan cairan lumen yang mengandung bakteri
keluar menuju rongga peritonial menyebabkan peritonitis. Terjadi syok sepsis
dengan gagal sirkulasi dan kematian. Bila strangulasi hanya menjepit sebagian
dinding usus, hernianya disebut hernia Richter. Ileus obstruksi mungkin parsial
atau total, sedangkan benjolan hernia tidak ditemukan dan baru terdiagnosis
pada waktu laparatomi. Komplikasi hernia Richter adalah strangulasi sehingga
terjadi perforasi usus, dan pada hernia femoralis tampak seperti abses di daerah
inguinal.
9
Gambar Hernia Strangulata
5. Hernia Inflamasi
Isi hernia mengalami inflamasi dengan proses apapun sebagai penyebab
pada jaringan atau organ yang secara tidak normal mengalami hernia,
misalnya :
1. Apendisitis akut
2. Divertikulum Meckel
3. Salpingitis akut
Hampir tidak mungkin untuk membedakan hernia yang terinflamasi
dengan yang mengalami strangulasi.
Abdomen
10
origo musculus tranversus abdominis. Musculus iliacus terletak pada bagian os
coxae. Dinding abdomen dibatasi oleh selubung fascia dan peritoneum
parietale.
Kulit
Persyarafan
11
Persyarafan kulit dinding anterior abdomen berasal dari rami
anteriores enam nervi thoracici bagian bawah dan nervus limbalis bagian 1.
Nervi thoracici tersebut merupakan lima nervi intercostalis bagian bawah dan
nervus subcostalis, dan nervus lumbalis 1 diwakili oleh nervus
iliohypogastricus dan nervus ilioinguinalis, cabang-cabang dari pleksus
lumbalis. Dermatom T7 terletak pada epigastrium, tepat di atas procecus
xipoideus, dermatom T10 meliputi umbilicus; dan dermatom L1 terletak tepat
di atas ligamentum inguinale dan sympisis pubica.
12
Pendarahan
13
Darah vena dikumpulkan melalui jejaring vena yang memancar dari
umbiicalis. Anyaman vena terseut dialirkan ke atas vena axilaris melalui vena
thoracica lateralis, dan ke bawah ke vena femoralis melalui vena epigasrica
superficialis dan vena saphena magna. Beberapa vena kecil, vena
paraumbilicalis menghubungkan jejaring vena melalui umbilicus dan sepanjang
ligamentum teres hepatis ke vena porta. Vena-vena tersebut membentuk
anastomosis porta-sistemik.
Drainase limf
14
scarpe). Panniculus adiposus berhubungan dengan lemak superficial yang
meliputi bagian tubuh lain dan mungkin sangat tebal (8 cm) atau lebih pada
pasien obesitas.
15
Fascia profunda
Otot-otot dinding abdomen anterior terdiri atas tiga lapisan otot yang
lebar, tipis dan di depan berubah menjadi aponeurosis; otot-otot tersebut dari
luar ke dalam yaitu musculus oblicus externus abdominis, musculus obliqus
internus abdominis, musculus transversus abdominis. Sebagai tambahan, pada
masing-masing sisi garis tengah bagian anterior terdapat sebuah otot vertikal
yang lebar, musculus rectus abdominis. Oleh karena ketiga lapisan aponeurosis
itu membungkus muskulus rectus abdominis dan membentuk vagina musculi
16
recti abdominis. Bagian bawah vagina musculi recti abdominis mungkin berisi
sebuah otot kecil yang dinamakan musculus pyramidalis.
17
bawah, fascia serta n.
lumbalis, Ilioingunalis
crista iliaca, (L1)
1/3 lateral
ligamentum
ingunale
m. rectus Sympisis Cartilagines Enam nn. Menekan isi
abdominis pubis dan costales ke Thoracici bagian abdomen dan
crista pubica 5, 6 dan 7 bawah fleksi columna
processus vertebralis;
xipoideus otot tambahan
ekspirasi
m. Permukaan Linea abla Dua bela nn. Meregangkan
pyramidalis anterior pubis thoracici line alba
(jika ada)
18
19
Canalis ingunalis
20
21
22
Dinding canalis inguinalis
23
tendo conjungtivus, yaitu gabungan tendo dari insertio musculus obliqus
internus abdominis dan musculus trasnversus abdominis yang melekat pada
crista pubica dan pecten ossis pbis. Oleh karena itu dinding ini paling kuat di
tempat berhadapan dengan bagian paling lemah dari dinding anterior yaitu
anulus inginalis superficialis.
24
3. Dinding posterior inguinalis diperkuat oleh tendo conjungtivus yang
kuat tepat dibelakang anulus inguinalis superficialis.
4. Pada waktu batuk dan mengedan, seperti pada miksi, defekasi, dan
partus, serabut-serabut paling bawah musculus obliqus internus abdominis dan
musculus transversus abdominis yang melengkung berkontraksi sehingga atap
yang melengkung menjadi datar dan turun mendekati lantai. Atap mungkin
menekan isi canalis inguinalis ke arah dasar sehingga sebenarnya canalis
inguinalis menutup.
5. Bila diperlukan mengedan dengan kuat, seperti pada defekasi dan
partus, secara alamiah orang cenderung dalam possi jongkok, articulatio coxae
fleksi, an permukaan anterior tungksi atas mendekati permukaan anterior
dinding abdomen. Dengan cara
ini bagian bawah dinding nterior andomen dilindungi oleh tungkai atas.
2.3 Embriologi
25
Prosesus vaginalis adalah suatu struktur yang terbentuk pada bulan ketiga
kehamilan, berupa divertikulum peritoneal yang terdiri dari bagian transversal
fasia endoabdominal.Pembentukan gonad terjadi pada minggu kelima gestasi di
sebelah anteromedial nephrogenic ridges. Pada janin laki-laki, gonad dan
skrotum dihubungkan oleh gubernakulum, sementara pada janin perempuan,
gonad dan labia dihubungkan oleh ligamentum rotundum. Pada bulan ketiga
kehamilan mulai terjadi penurunan gonad. Pada bulan ketujuh gestasi, testis
mencapai annulus inguinalis eksterna. Penurunan testis pada janin dipengaruhi
oleh calcitonin gene- related peptide (CGRP) yang dihasilkan melalui androgen
fetal oleh saraf genitofemoral. CGRP juga mempengaruhi penutupan prosesus
vaginalis paten (PPV). Akan tetapi, proses penutupan ini belum dipahami
sepenuhnya. Pada bulan ketujuh kehamilan, testis mulai turun dari kanal dengan
dipandu oleh prosesus vaginalis (Snell, RS. 2006).
Faktor yang mengatur penurunan testis tidak sepenuhnya jelas. Hal ini
menunjukkan, walaupun perkembangan ekstra-abdomen dari gubernaculum
menghasilkan migrasi intra-abdominal, terdapat peningkatan tekanan intra-
abdominal yang menyebabkan penurunan organ memlalui canalis inguinalis, dan
regresi gubernaculum extra-abdominal ini melengkapi pergerakan testis ke
skrotum. Secara normal, testis mencapai region inguinalis sekitar kehamilan 12
minggu, bermigrasi melalui canalis inguinalis pada 28 minggu dan mencapai
skrotum pada usia 33 minggu. Proses ini dipengaruhi oleh hormon, termasuk
androgen dan MIS (Müllerian Inhibiting Substance). Selama penurunan, suplai
darah ke testis dari aorta dipertahankan, dan pembuluh darah testikularis meluas
dari posisi awalnya di lumbar turun ke testis di dalam skrotum (Snell, RS. 2006)
26
Gambar. Embriologi
Hernia Inguinalis
27
2.4 Etiologi
Hernia pada orang tua terjadi karena faktor usia yang mengakibatkan
semakin lemahnya tempat defek. Biasanya pada orang tua terjadi hernia medialis
karena kelemahan trigonum Hesselbach. Namun dapat juga disebabkan karena
penyakit-penyakit seperti batuk kronis atau hipertrofi prostat (Sjamsuhidajat R.
2017).
2.5 Epidemiologi
Pada hernia inguinalis lateralis keluhan pada orang dewasa berupa
benjolan di lipat paha yang timbul pada waktu mengejan, batuk, atau mengangkat
28
beban berat dan menghilang waktu istirahat baring. Sekitar 80-90% dari hernia
inguinalis lateralis ditemukan pada laki-laki dan 10% pada perempuan. Lebih
dari 750.000 pasien yang menjalani operasi per tahun di Amerika Serikat.
Insidens hernia inguinalis lateralis yang mengalami inkarserata atau strangulata
bervariasi 5-15% pada seluruh dunia. Hernia inguinalis inkarserata dan
strangulata merupakan kasus akut abdomen yang harus segera ditangani oleh
karena dapat memengaruhi morbiditas (19-30%) dan juga mortalitas (1,4-13,4%)
(Rawis, CG. 2014).
2.6 Patofisiologi
Kanalis inguinalis dalam kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8
dari kehamilan, terjadinya desensus vestikulorum melalui kanal tersebut.
Penurunan testis itu akan menarik peritoneum ke daerah scrotum sehingga terjadi
tonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonea. Bila bayi
lahir umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi, sehingga isi rongga perut
tidak dapat melalui kanalis tersebut. Tetapi dalam beberapa hal sering belum
menutup, karena testis yang kiri turun terlebih dahulu dari yang kanan, maka
kanalis inguinalis yang kanan lebih sering terbuka. Dalam keadaan normal, kanal
yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan (Snell, RS. 2006)
Bila prosesus terbuka sebagian, maka akan timbul hidrokel. Bila kanal
terbuka terus, karena prosesus tidak berobliterasi maka akan timbul hernia
inguinalis lateralis kongenital. Biasanya hernia pada orang dewasa ini terjadi
kerana usia lanjut, karena pada umur tua otot dinding rongga perut melemah.
Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh mengalami proses
degenerasi. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup. Namun karena daerah
ini merupakan locus minoris resistance, maka pada keadaan yang menyebabkan
tekanan intra abdominal meningkat seperti batuk – batuk kronik, bersin yang
kuat dan mengangkat barang – barang berat, mengejan. Kanal yang sudah
tertutup dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis karena
29
terdorongnya sesuatu jaringan tubuh dan keluar melalui defek tersebut. Akhirnya
menekan dinding rongga yang telah melemas akibat trauma, hipertrofi prostat,
asites, kehamilan, obesitas, dan kelainan kongenital dan dapat terjadi pada semua
(Snell, RS. 2006).
30
akan timbul edema sehingga terjadi penekanan pembuluh darah dan terjadi
nekrosis (Snell, RS. 2006) dan (Sjamsuhidajat R. 2017).
Juga dapat terjadi bukan karena terjepit melainkan ususnya terputar. Bila
isi perut terjepit dapat terjadi shock, demam, asidosis metabolik, abses.
Komplikasi hernia tergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Antara
lain obstruksi usus sederhana hingga perforasi (lubangnya) usus yang akhirnya
dapat menimbulkan abses lokal, fistel atau peritonitis (Snell, RS. 2006) dan
(Sjamsuhidajat R. 2017).
Pada hernia lateralis, dikatakan lateralis karena menonjol dari perut di
lateral pembuluh epigastrika inferior. Dikenal sebagai indirek karena keluar
melalui dua pintu dan saluran, yaitu annulus dan kanalis inguinalis. Pada
pemeriksaan hernia lateralis akan tampak tonjolan berbentuk lonjong. Dapat
terjadi secara kongenital atau akuisita:
A. Hernia inguinalis indirekta congenital.
Terjadi bila processus vaginalis peritonei pada waktu bayi dilahirkan sama
sekali tidak menutup. Sehingga kavum peritonei tetap berhubungan dengan
rongga tunika vaginalis propria testis. Dengan demikian isi perut dengan
mudah masuk ke dalam kantong peritoneum tersebut (Brunicardi, F Charles.
2005).
31
Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia.
Pada hernia reponibel, keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan di lipatan
paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, atu mengedan dan
menghilang saat berbaring. Keluhan nyeri jarang didapatkan, kalaupun ada,
biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri
visceral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus
masuk ke dalam kantong hernia (Brunicardi, F Charles. 2005).
Pemeriksaan fisik adalah jalan terbaik untuk menetukan ada atau tidaknya
hernia inguinal. Diagnosis dapat ditegakkan dengan insipeksi sederhana ketika
tampak benjolan. Hernia yang tidak terlihat memerlukan pemeriksaan digital
pada canalis inguinalis. Cara klasik pemeriksaannya adalah hernia indirek dapat
didorong kembali dengan ujung jari, jika hernia tersebut dapat direposisi pada
waktu jari masih berada dalam annulus eksternus, pasien diminta mengedan, jika
ujung jari menyentuh hernia, maka dapat dikatakan hernia inguinalis lateralis,
dan jika bagian sisi jari yang menyentuhnya, berarti hernia inguinalis medialis
(Brunicardi, F Charles. 2005).
Pada inspeksi, diperhatikan keadaan asimetri pada kedua sisi lipat paha,
skrotum atau labia dalam posisi berdiri dan berbaring. Pasien diminta mengedan
atau batuk sehingga benjolan atau keadaan asimetri dapat dilihat. Palpasi
dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba konsisitensinya, dan dicoba
mendorong apakah benjolan dapat direposisi. Setelah benjolan tereposisi dengan
jari telunjuk atau jari kelingnking pada anak, cincin hernia, berupa annulus yang
melebar, kadang dapat diraba (Brunicardi, F Charles. 2005).
2.8 Penatalaksanaan
32
kecuali pada pasien anak. Reposisi dilakukan secara bimanual. Tangan kiri
memegang isi hernia sambil membentuk corong sedangkan tangan kanan
mendorongnya kearah cincin hernia dengan sedikit tekanan perlahan yang tetap
sampai terjadi reposisi. Reposisi pada anak dilakukan dengan menidurkan anak
menggunakan sedative dan kompres es diatas hernia. Bila reposisi berhasil, anak
disiapkan untuk operasi hari berikutnya. Jika reposisi tidak berhasil, maka
operasi harus segera dilakukan dalam waktu enam jam (Brunicardi, F Charles.
2005, Townsend, Courtney M. 2012, Sjamsuhidajat R. 2017).
33
inguinalis.Kelemahannya yaitu yang terjadi akibat jahitan tersebut, selain
dapat menimbulkan nyeri juga dapat terjadi nekrosis otot yang menyebabkan
jahitan terlepas dan mengakibatkan kekambuhan.
1) Teknik Bassini
Komponen utama dari teknik bassini adalah:
a) Membelah aponeurosis otot obliquus eksternus abdomminis di
canalis inguinalis hingga ke cincin eksterna.
b) Memisahkan otot kremaster dengan cara reseksi untuk mencari
hernia indirect sekaligus mengispeksi dasar dari kanalis inguinal
untuk mencari hernia direct.
c) Memisahkan bagian dasar atau dinding posterior kanalis inguinalis
(fascia transversalis).
d) Melakukakan ligasi kantung hernia seproksimal mungkin.
e) Rekonstruksi dinding posterior dengan menjahit fascia tranversalis,
otot tranversalis abdominis dan otot abdominis internus ke
ligamentum inguinalis lateral.
34
Operasi ini memiliki persamaan dengan teknik Bassini, kecuali
dalam penggunaan ligamentum Cooper’s sebagai pengganti dari
ligamentum inguinalis untuk bagian medial dari perbaikan. Penjahitan
dilakukan mulai dari tuberkulum pubik lateral hingga sepanjang
ligamentum Cooper’s, sehingga mempersempit cincin femoral. Jahitan
terakhir pada ligamentum Cooper’s diketahui sebagai jahitan transisi
dan mencakup ligamentum inguinal. Penjahitan memiliki dua tujuan,
yaitu (1) mempersempit cincin femoral dengan mendekatkan
ligamentum ingunal dengan ligamentum Cooper’s serta jaringan
median, dan (2) menyediakan media transisi untuk ligamentum
inguinalis dan pembuluh darah femoral sehingga dapat melanjutkan ke
sisi lateral. Memberikan tension bertujuan untuk menjembatani pada
jarak defek yang lebar.Pada beberapa literature dijelaskan tension dapat
menyebabkan nyeri dibandingkan hernioraphy dan predisposisi
recurrent.Untuk alasan ini, teknik Mc Vay jarang menjadi pilihan,
kecuali pada hernia femoral atau pasien dengan spesifik kontraindikasi.
35
Open posterior repair (iliopubic tract repair dan teknik Nyhus)
dilakukan dengan membelah lapisan dinding abdomen superior hingga ke
cincin luar dan masuk ke peritoneal space. Diseksi kemudian diperdalam ke
semua bagian kanalis inguinalis. Perbedaan utama antara teknik ini dan
teknik open anterior alah rekonstruksi dilakukan dari bagian dalam. Posterior
repair sering digunakan pada hernia dengan kekambuhan karena
menghindari jaringan parut dari operasi sebelumnya.
c. Tension-Free repair with mesh
Operasi hernia (teknik Lichtenstein dan Rutkow) menggunakan
pendekatan awal yang sama dengan teknik open anterior. Akan tetapi tidak
menjahit lapisan fascia untuk memperbaiki defek, tetapi menempatkan
sebuah prosthesis, mesh yang tidak diserap. Mesh ini dapat memperbaiki
defek hernia tanpa menimbulkan tegangan dan ditempatkan di sekitar fascia.
Hasil yang baik diperoleh dengan teknik ini dan angka kekambuhan
dilaporkan kurang dari 1%.
Beberapa ahli bedah meragukan keamanan jangka panjang
penggunaan inplant prosthesis, khususnya kemungkinan infeksi atau
penolakan. Akan tetapi pengalaman yang luas dengan mesh hernia telah
mulai menghilangkan anggapan ini, dan teknik ini terus popular. Teknik ini
dilakukan dengan anestesi local, regional, atau general.
d. Laparoscopic
Operasi hernia laparoscopic makin popular dalam beberapa tahun
terakhir. Pada awal pengembangan teknik ini, hernia diperbaiki dengan
menempatkan potongan mesh yang besar di region ingunal diatas
peritoneum. Teknik ini ditinggalkan karena potensi obtruksi usus halus dan
pembentukan fistel karena paparan usus terhadap mesh.
Saat ini kebanyakan teknik laparoscopic herniorrhaphy dilakukan
menggunakan salah satu pendekatan yaitu transabdominal preperitoneal
(TAPP) atau total extraperitoneal (TEP), pendekatan TAPP dilakukan
36
dengan meletakkan trokar laparoscopic dalam cavum abdomen dan
memperbaiki region inguinal dari dalam. Ini memungkinkan mesh
diletakkan dan kemudian ditutupi dengan peritoneum. Sedangkan
pendekatan TEP adalah prosedur laparoscopic dimana akan diletakkan mesh
pada luar peritoneum.
(Brunicardi, F Charles. 2005, Townsend, Courtney M. 2012, Sjamsuhidajat R.
2017).
2.9 Komplikasi
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia.
Isi hernia dapat tertahan di dalam kantong hernia pada hernia irreponibilis, hal ini
terjadi jika hernia terlalu besar atau terdiri dari omentum, organ ekstraperitoneal,
atau hernia akreta. Di sini tidak timbul gejala klinik kecuali berupa benjolan
(Sjamsuhidajat R. 2017).
Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi
hernia strangulata yang menimbulkan obstruksi usus yang sederhana. Jepitan
cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada
permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi oedem organ atau struktur di
dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya oedem
menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya
peredaran darah jaringan terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong
hernia akan berisi transudat berupa cairan serosanguinus. Kalau isi hernia terdiri
dari usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses lokal,
fistel, atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut (Sjamsuhidajat
R. 2017).
37
Hernia strangulata merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa (gawat
darurat) yang membutuhkan pembedahan segera (Sjamsuhidajat R. 2017).
2.10 Prognosis
38