Anda di halaman 1dari 77

PEMBENTUKAN SIKAP TAWADHU’

(Telaah Komparasi Menurut Pendapat Az Zarnuji dan Ibnu Miskawaih)

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kcwajiban dan Mclcngkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana (S.Pd.l)

Disusun Oleh :
AAN SULISTYO
NIM. 111 02 007

JU R U SA N TA R BIY A H
PR O G R A M STU DI PEN D ID IK A N A G A M A ISLA M
SEK O LA H TING G I A G A M A ISLA M NEG ER I
(STA IN ) SALATIG A

2006
DEPARTEMEN AGAMA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA
Jl. Stadion 03 T e lp . (0 2 9 8 ) 3 2 3 7 0 6 , 3 2 3 4 3 3 Fax 3 2 3 4 3 3 S alatiga 50721
W eb site : v v w w .s ta in s a la tiu a .a c .id E -m a il : adm inistrasi@ stainsalatiga.ac.id

DEK LA R A SI

Bismillahirrahmanirrahim

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa

skripsi ini tidak berisi materi yang pemah ditulis oleh orang lain atau pemah

diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang

lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan

rujukan.

Apabila di kemudian hari temyata terdapat materi atau pikiran-pikiran

orang lain di luar referensi yang peneliti cantumkan, maka peneliti sanggup

mempertanggung jawabkan kembali keaslian skripsi ini di hadapan sidang

munaqosyah skripsi.

Demikian deklarasi ini dibuat oleh peneliti untuk dapat dimaklumi.

Salatiga, Agustus 2006

u
Dr. H.M. Saerozi, M.Ag
Dosen STAIN Salatiga

NOTA PEMBIMBING Salatiga, Agustus 2006


Lamp. : 3 eksemplar
Hal : Naskah Skripsi Kepada Yth.
Sdr. Aan Sulistyo Ketua STAIN Salatiga
di -
SALATIGA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Setelah diadakan pengarahan, bimbingan, koreksi dan perbaikan

seperlunya, maka skripsi Saudara :

Nama Aan Sulistyo


NIM •111 02 007
Jurusan Tarbiyah
Progdi PAI
Judul PEMBENTUKAN SIKAP TAWADHU’
(Telaah Komparasi Menurut Pendapat Az Zamuji
dan Ibnu Miskawaih)

Sudah dapat diajukan dalam sidang munaqasah.

Demikian surat ini, harap menjadikan perhatian dan digunakan

sebagaimana mestinya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Pembimbing

NIP. 150 247 014

iii
DEPARTEMEN AGAMA RI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
Jl. Stadion No. 2 Salatiga (0298) 323706

PENGESAHAN

SKRIPSI Saudara : Aan Sulistyo dengan Nomor Induk Mahasiswa : 111 02 007
yang beijudul PEMBENTUKAN SIKAP TAWADHU’ (Tclaah Komparasi
Menurut Pendapat Az Zarnuji dan Ibnu Miskawaih) telah dimunaqosahkan
dalam Sidang Panitia Ujian, Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri Salatiga, pada hari Rabu, 6 September 2006 yang bertepatan dengan
tanggal 13 Sya’ban 1427 H. Dan telah diterima sebagai bagian dari syarat-syarat
untuk memperoleh gelar Saijana dalam Ilmu Tarbiyah.

6 September 2006 M
Salatiga,
13 Sya’ban]427H

Panitia Ujian

Sekretaris

D ra. D ja m i’atu M slam iyah , M .A g >^ = ^ D rs. Su m arno W idlatfioa


NIP : 1$) 234 070 NIP. 150 2^1^94

Pembimbing

Dr. H. Muh Saerozi, M.Ag


NIP. 150 247 014
MOTTO

JLisyad (Rgddiyakkadu ‘JAnda 6 erkgta : “jik g kakian in gin m en jadi

diamda y a n g paking mukia m akg ta w a d d u ’kad!” (I6 n u JA6u (D unya)

JAku ta d u JAkkad sekaku m ekidatku, karen an ya aku maku dika JAkkad

m en d a p a tik u m ekakukan m a k siya t ("Hasan (Basri)

S esu n ggu dn ya JAkkad iidak^ m ekidat p a d a dentuk^ fisik ^ dan

p a k g ia n m u akgn te ta p i, JAkkad m ekidat p a d a keim anan dan

k eta k w a a n m u . D a n sedaikjdaik^ kam u sekakian adakad ya n g

paking daik^akdkakriya.
PERSEMBAHAN

K a y a ini dipersembahkan b u a t:

1. Ibunda dan A yahanda tercinta, bersama do’a dan pengharapan,

semoga A lla h S W T senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-

N y a dalam m elaksanakan segala aktivitas dan selalu melindunginya.

2. Saudara-saudaraku tersayang m bak Endang, M as Endroudyono,

M as Sukartono, M bak Titin Budiarti, dan A d ik k u Tiyas

Yogalaksono dan N in a Eusiana. Terima kasih a t as perhatian, kasih

sayang dan kebersamaannya. Semoga k ita senantiasa p a d a ja la n ya n g

benar dan mendapat petunjuk-N ya serta menjadi saudarayang sejati,

sejahtera, damai dalam mengarungi kehidupan ini.

3. M as Gunawan N u r H a d i S .H ., warga m asyarakat Polresyang telah

baik padaku , membantu, menerima sebagai warganya yan g telah

memberikan semangat hingga sam pai terselesainya skripsi ini.

4. B uat seorang^yang merupakan belahanjiw a sekaligus teman hidup

VI
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PEMBENTUKAN

SIKAP TAWADHU’ (Telaah Komparasi Menurut Pendapat Az Zamuji dan Ibnu

Miskawaih)”

Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepangkuan, Nabi

Muhammad saw yang telah menciptakan sebuah paradigma kehidupan yang

seimbang dan menuntun manilsia dari kebutuhan nilai-nilai kemanusiaan ke jalan

yang diridhoi Allah SWT.

Skripsi ini disusun dan diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat

untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Saijana Pendidikan Islam

(S.Pd.I) di Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah

membantu penulis baik secara materi maupun non materi dalam menyelesaikan

skripsi ini. Untuk itu kiranya kurang pantas apabila penulis tidak membalas budi

baiknya, walaupun hanya sekedar ucapan terima kasih, terutama kepada :

1. Bapak dan ibu yang tercinta, serta segenap keluarga yang senantiasa memberi

motivasi baik moril maupun materiil serta do’a yang senantiasa mengalih.

2. Ketua STAIN Salatiga dan segenap staf yang banyak membantu dalam proses

belajar di awal hingga akhir.

VII
3. Bapak Dr. H. Muh. Saerozi, M.Ag yang telah meluangkan waktu, tenaga dan

pikiran guna membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen yang telah membekali penulis berbagai ilmu

pengetahuan sesama di STAIN Salatiga.

5. Teman-teman sepeijuangan Walisongo, KAMMI LDK, dan saudara-saudari

yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Harapan dan do’a penulis semoga amal dan jasa dari semua pihak diterima

Allah SWT, dan mendapat balasan yang berlimpah. Akhimya semoga skripsi ini

bermanfaat.

Salatiga, Agustus 2006

Penulis

vm
D A F T A R ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................... i

DEKLARASI ................................................................................................. ii

NOTA PEMBIMBING................................................................................... iii

PENGESAHAN ............................................................................................. iv

MOTTO.......................................................................................................... v

PERSEMBAHAN .......................................................................................... vi

KATA PENGANTAR.................................................................................... vii

DAFTAR ISI .................................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah........................................................ 1

B. Fokus Penelitian..................................................................... 6

C. Perumusan Masalah............................................................... 9

D. Tujuan Penelitian................................................................... 9

E. Telaah Pustaka........................................................................ 10

F. Manfaat Penelitian................................................................. 10

G. Metode Penelitian.................................................................. 12

H. Sistematika Penulisan Skripsi................................................ 15

BAB II LATAR BELAKANG KEHIDUPAN SYAIKH AZ ZARNUJI

DAN IBNU MISKAWAIH

A. Riwayat Hidup dan Seting Sosial pada Masa Hidupnya........ 18

B. Karya-karya Ibnu Miskawaih dan Syaikh Az Zamuji Sikap . 21


BAB III TAWADHU’

A. Pengertian secara Bahasa ...................................................... 27

B. Pengertian secara Terminologi.............................................. 27

C. Syaikh AzZamuji ................................................................. 32

D. Ibnu Miskawaih tentang Tawadhu’ ....................................... 33

E. Manusia sebagai Subyek Pembentukan Sikap Tawadhu’ ..... 35

F. Tawadhu’ pada Guru dan Menuntut Ilm u ............................. 37

G. Dasar dan Tujuan Pembentukan Sikap Tawadhu’ ................. 38

BAB IV PERBANDINGAN PEMIKIRAN SYAIKH AZ ZARNUJ1

DAN IBNU MISKAWAIH TENTANG TAWADHU’

A. Persamaan Pendapat Syaikh Az Zamuji dan Ibnu Miskawaih 41

B. Perbedaan Pendapat Syaikh Az Zamuji dan Ibnu Miskawaih 46

C. Mengapa Ada Perbedaan dan Ada Persamaan...................... 50

D. Analisa Perbandingan Methodologi Pemikiran Syaikh Az

Zamuji dan Ibnu Miskawaih................................................... 51

E. Relevansi pemikiran Syaikh Az Zamuji dan Ibnu Miskawaih

tentang tawaduk dalam konteks kekinian............................... 56

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................. 60

B. Saran-saran ............................................................................ 61

C. Penutup.................................................................................. 62

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

LAMPIRAN

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dengan perubahan zaman yang semakin maju secara otomatis juga

telah merombak perubahan tatanan kehidupan. Pada masa dulu kehidupan

masyarakat yang sangat dinamis, saling menghormati dan menghargai

terutama pada yang lebih tua (baik sebagai orang tua atau guru).

Penulis melihat bahwa kehidupan masyarakat yang semakin modem

dan pluralistik telah memberikan wama yang bervariasi dalam berbagai segi.

Perubahan itu teijai di bahwa hantaman kekuatan semua segi kehidupan yaitu

gelombang modemisasi. Bahwa moderenisasi itu telah terasa sampai k segala

penjuru tanah air. Bahkan sampai ke pelosok yang paling kecil. Hampir tidak

ada dimensi yang tak tersentuh.

Pembahan tersebut bukan hanya pada bidang teknologi saja, tetapi

yang berbahaya cara berfikirpun bembah. Rasionalisme, individualisme,

sekulerisme, materialisme, serta sistem pendidikan modem secara hakiki

mengubah lingkungan budaya dan rohani di Indonesia. Bahkan yang sangat

dirasakan adalah rusaknya moral, akhlak etika dan perilaku manusia, yang

akibatnya memicu kerusakan bangsa ini. Secara spesifik lagi bahwa nilai

ketawadhu’an sudah mulai pudar dan bahkan telah hilang, walaupun tawadhu’

itu ada, banyak salah penempatan sehingga terkesan bahwa yang tawadhu’

itu penakut, dirinya rendah dan lain-lain. Sesungguhnya tidak demikian kalau
2

dalam kasus bahasa Arab itu tawadhu’ berasal dari ittadha 'a, tawaa dha 'a

yang artinya merendahkan diri, rendah hati. Sedangkan dalam kamus

Indonesia itu tawadhu artinya merendahkan diri, patuh.

Dengan demikian tawadhu’ itu merendahkan diri terhadap guru atau

yang telah memberi ilmu kepada kita yang lebih jauhnya menghormati kepada

yang lebih tua.

Penulis melihat karya-karya masa lampau, karena karya masa lampau

merupakan sejarah yang perlu kita jadikan tolok ukur untuk dapat diambil

hikmahnya, untuk bisa membawa perubahan ke masa depan yang lebih baik.

Dalam hal ini penulis melihat filosof muslim Timur karena kami

menganggap timurlah yang tepat sebagai acuan, tuntunan disamping kesamaan

aqidah juga kesesuaian dengan jati diri manusia di Indonesia. Dengan adanya

kesamaan dan kesesuaian inilah dapat memberikan jalan keluar di dalam

setiap masalah yang teijadi. Sedangkan penulis tidak melihat para tokoh Barat

yang dianggap lengkap secara proposional. Penulis memandang walaupun

Barat itu lebih lengkap akan tetapi tidak bisa menyelesaikan masalah, bahkan

sebaliknya.

Penulis mengambil tokoh Miskawaih dan Zamuji, karena kedua tokoh

ini seorang muslim yang memiliki krdibilitas tinggi dalam bidang akhlak,

etika, budi pekerti, yang secara otomatis akan mencapai tingkat ketawadhu’an.

Ibnu Miskawaih salah satu filosof muslim yang paling menonjol

pembahasannya tentang etiknya dengan panduan antara kajian teoritis dan

tuntunan praktis. Hal tersebut bisa dilihat dengan pengalaman hidupnya


3

sendiri, yang waktu usia muda sering dihasilkan pada perbuatan-perbuatan

yang sia-sia, telah menjadikan dorongan kuat baginya untuk menulis kitab

tentang akhlak sebagai tuntunan bagi generasi sesudahnya.

Begitu pada ahli (pendidikan dan filsafat) yang lelah membahas elika

atau akhlaq, baik pada kalangan bahasan etika tidak kalah seriusnya

dibandingkan dengan kalangan filosof Yunani. Tetapi tokoh yang paling

menonjol banyak mencurahkan perhatiannya pada etika dalam pemikirannya

adalah Ibn Miskawaih, dengan karya momunentalnya “Tahzibul al Akhlaq wa

That-hir al A’raq”. 12

Kitab tersebut merupakan uraian mahzab dalam akhlak yang bahan-

bahannya adalah dan Plato dan Aristoteles yang diramu dengan ajaran Islam dan

hukumnya serta direkayasa dengan hidup pribadinya dan situasi zamannya.

Ibn Miskawaih pemikiran yang dititik beratkan pada pembahasan etika

dan akhlak. Hal tersebut karena mempunyai tujuan untuk memberikan

bimbingan dan pembinaan bagi generasi muda dan menuntun mereka pada

kehidupan yang berpijak pada nilai-nilai akhlak yang luhur serta menghimbau

mereka untuk selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang bermanfaat, agar


2
mereka tidak sesat dan umur mereka tidak disia-siakan.

Pandangan Ibn Miskawaih tentang etika dan akhlak merupakan sebuah

karya besar bagi dunia pendidikan dan banyak dijadikan referensi dalam

praktek pendidikan Islam.

'Abdul Aziz Izzat, Ibnu Miskawaih, Musthofa al Halabi, Mesir, 1946, him. 8
2Ahmad Dandy, Kuliah Filsafat Islam, Bulan Bintang Jakarta, 1986, him. 60-61
4

Dalam kitab Ta’limul Muta’alim Thariqatta’allum karya Syaikh Az

Zamuji banyak dijelaskan pentingnya sikap tawadhu’. Di sana dijelaskan

bahwa tawadhu adalah salah satu tanda/sifat orang yang bertaqwa. Dengan

bersifat tawadhu’, orang takwa akan semakin tinggi martabanya.

Keberadaannya menajubkan orang-orang bodoh yang tidak bisa membedakan

antara yang beruntung dan orang yang celaka.3

Alasan yang mendasar dipilihnya judul “Pembentukan Sikap

Tawadhu’ (Telaah Menurut Pendapat Az Zamuji dan lbnu Miskawaih), adalah

begitu pentingnya peranan tawadhu’ dalam kehidupan manusia secara pribadi

maupun dalam kelompok masyarakat. Terutama didunia pendidikan, yang

terapannya ditujukan pada gum yang telah memberikan ilmunya, dengan

tujuan dapat memperoleh ilmu yang bermanfaat (barokah).

Rincian alasan problem pemilihan judul sebagai berikut:

1. Untuk mengkaji lebih jauh dan mendalam tentang tawadhu’ yang diangkat

oleh tokoh Islam abad pertengahan, yaitu Syaikh Az Zamuji dan lbnu

Miskawaih. Mengenai pembentukan sikap tawadhu’ untuk dapat kita

telaah sebagai dasar pijakan untuk mengantisipasi problematika sekarang,

terutama pada dunia pendidikan.

2. Banyak penyimpangan yang terjadipada dunia pendidikan terutama

kurangnya sikap tawadhu’ para pelajar (santri) pada gum dalam proses

pendidikan. Untuk itulah penulis bemsaha membahas pembentukan sikap

3Syaikh Az Zarnuji, Ta’lim Muta'attim Tariqatta’allum, terj. Abdul Kadir A1 Jafri,


Mutiarallmu Surabaya, 1995, him. 16
5

tawadhu’ menurut pendapat Syaikh Az Zamuji dan Ibnu Miskawaih,

yang seharusnya dilakukan oleh pelajar (santri) pada guru dalam belajar.

3. Memudamya sikap tawadhu’ diberbagai dunia pendidikan, terutama

banyak dilakukan oleh pelajar (santri) kepada gurunya dalam menuntut

ilmu. ^
Nr

Bahwa tingginya sikap tawadhu’ itu sehingga martabatnya bisa

terangkat, bahkan menajubkan bagi orang-orang yang bodoh. Sikap tawadhu’

ini merupakan pancaran dari sifat yang bertakwa.

Dalam hal ini penulis mengkaji buku-bukunya Syaikh Az Zamuji dan

lbnu Miskawaih sebagai.suatu telaah komparasi dalam pembentukan sikap

tawadhu’. Sedangkan penulis mengambil kedua tokoh ini karena Syaikh Az

Zamuji adalah seorang filosof Arab yang lebih sufistik, dan yang terkenal

dengan Kitab Ta’lim al Muta’allim Thariq al Ta’aum. Di dalamnya dibahas

tiga belas pasal kajian yang kesemuanya terdapat sikap tawadhu’ di dalam

pembahasannya45

Sedangkan Ibnu Miskawaih adalah filosof mashur yang hidup pada

zaman keemasan Islam yang dalam karyanya Tahdzibul Al Akhlaq

(Pendidikan Moral) bahwa perubahan moral dan budi pekerti dalam diri

seseorang. Ibnu Miskawaih filosof muslim yang pertama mencurahkan


s \
perhatiannya pada masalah etika Islam (akhlak)

4 Syaikh Az Zamuji, op. cit, him. 2


5 Ibnu Miskawaih, Menuju Kesentpurnaan Akhlak, Bandung, cet. I, 1994, him. 14
6

Inilah alasan penulis mengambil kedua tokoh ini sebagai referensi.

Karena penulis melihat kedua tokoh ini dalam pembahasannya tentang

masalah etika, akhlak, budi pekerti, moral. Kesemuanya ini merupakan hal-hal

yang mendasar untuk dikaji, dipelajari, serta dimiliki oleh generasi ke

generasi.

B. Fokus Penelitian

Untuk menjelaskan dan menghindari kesalahpahaman dalam

penafsiran judul, maka perlu dikemukakan maksud dari kata-kata yang ada

dalam redaksi di atas, agar dapat dipahami secara konkrit dan lebih

operasional. Adapun bahasan istilah tersebut adalah :

1. Tawadhu’

Tawadhu’ yaitu rendah hati, merendahkan diri, patuh, taat6

Tawadhu’ merupakan sikap merendah hati dan lemah lembut terhadap

sesama manusia. Sedangkan tawadhu’ pada guru adalah sikap berbuat baik

terhadap gurunya dan berbuat baik di dalam proses belajar.

2. IbnMiskawaih

Abu Ali Ahmad Ibn Miskawaih dilahirkan di Ray (Teheran).

Mengenai tahun kelahiran para penulis berbeda-beda pendapat, MM.

Syarif mencatat tahun 320 H/932 M sebagai tahun kelahiran.7 Margoliouth

sebagaimana dikutip oleh Izzat menyebut 330 H/941 M, sementara Abdul

*Ibi(L, him. 908


7 M.M. Syarif, Para FilosofMuslim, Mizan, Bandung, 1989, him. 84
7

Aziz Izzat sendiri menyebutkan 325 H.8 dalam buku Tahdzib A1 Akhlaq

ibn Miskawaih menyebutkan (330 H/941 M) tahun kelahiran9 Sedang

penulis sendiri lebih condong pada tahun (330 H/941 M) sebagai tahun

kelahiran Miskawaih.

Ibnu Miskawaih adalah seorang yang representatif dalam bidang

akhlak (filsafat etika) dalam Islam, sungguhpun terpengaruh oleh budaya

asing, terutama Yunani, namun usahanya sangat berhasil dalam melakukan

harmonisasi antara pemikiran filsafat dan pemikiran Islam, terutama dalam

bidang akhlak. Hal itu bisa kita lihat dengan karyanya.

“Tahdzib al Akhlak wa Lahthir al A’raq” yang merupakan uraian

suatu aliran akhlak yang materinya ada yang berasal dari konsep-konsep

akhlak dari Plato dan Aristoteles yang diramu dengan ajaran Islam serta

diperkaya dengan pengalaman hidupnya dan jugasituasi pada zamannya.

la terutama ditunjukkan untuk memberikan bimbingan bagi generasi muda

dan menuntut mereka pada kehidupan yang berpijak pada nilai-nilai luhur

serta menghimbau mereka untuk selalu melakukan perbuatan yang

bermanfaat agar mereka tidak sesat dan umur mereka tidak disia-siakan.

Dari itu “Aliran akhlak ibn Miskawaih merupakan perpaduan antara kajian

filsafat teoritis dan juga tuntunan praktis dimana segi pendidikan dan

pengajaran lebih menonjol”.10

8 Abu Bakar Atjeh, Sejarah Filsafat Islam, Ramadani, Solo, 1991, him. 170
9 Ibnu Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak, Bandung, cet. I, 1994, 13
10 Zainul Kamal, Menuju Kesempurnaan Akhlak, Bandung, cet. I, 1984, him. 14
8

Pada tanggal 9 Shoffar 421 H/16 Pebruari 1030 M Ibnu Miskawaih

menghembuskan nafasnya yang terakhir, Ibnu Miskawaih hidup pada

masa pemerintah Bani Abbas.11

3. Syaikh Az Zamuji

Untuk memahami pengarang (Az Zamuji), hampir semua penulis

kitab ta ’lim menyatakan sulit menemukan nama, masa hidup, tempat

tinggal dan halhal lain yang berkaitan dengan biografi pengarangnya.

Informasi yang singkat ditulis oleh A1 Zarkeli. Menurutnya pengarang

kitab Ta’lim adalah A1 Nu’man Ibn Ibrahim Ibn A1 Khalil A1 Zamuji Taj

A1 Din. Ia lahir di daerah Zamuj (Turkistan) pada tahun 1175 dan wafat

padatahun 1234 M.12

A1 Zarkeli sependapat dengan para saijaa lain tentang masa hidup

A1 Zamuji yaitu penghujung abad kedua belas dan permulaan abad ketiga

belas.

Syaikh Az Zamuji dalam kitabnya Ta’lim Muta’allim

Ta’riqatta’allum, seorang ulama Islam yang menjelaskan tentang

tawadhu’. Di dalam kitabnya menerangkan tiga belas pasal sikap

tawadhu’, yang salah satunya adalah cara menghormati ilmu dan gum.13

Begitu mulianya para pelajar (santri) jika menghormati ilmu dan gum.

11 Ibid, him. 18
12 A1 Zarkly, Al A ’lam Biograpical Dictonary II, Beirut, Dar A1 Fikr, 1989, hi. 650
13 Syaikh Az Zamuji, op. cit, him. 3

'■f
9

Karena jika tidak menghormati ilmu dan guru santri tidak akan

memperoleh ilmu dan tidak akan dapat mengambil manfaatnya.14

Dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap tawadhu’ itu

perlu sekali dimiliki pelajar (santri), dengan harapan pelajar (santri) dapat

memperoleh ilmu yang baik dan dapat mengambil manfaatnya.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang penulis ajukan dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimana biografi intelektual Syaikh Az Zamuji dan Ibnu Miskawaih ?

2. Bagaimana konsep Syaikh Az Zamuji dan Ibnu Miskawaih tentang

tawadhu’ ?

3. Bagaimana perbandingan metode pemikiran Syaikh Az Zamuji dan Ibnu

Miskawaih yang meliputi persamaan dan perbedaannya ?

4. Bagaimana relevansi pemikiran Syaikh Az Zamuji dan Ibnu Miskawaih

tentang tawadhu’ dalam makna kontemporer ?

D. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan objek dan pokok permasalahan, maka tujuan yang ingin

dicapai adalah:

1. Mengetahui biografi intelektual Syaikh Az Zamuji dan Ibnu

Miskawaih.

2. Mengetahui konsep Syaikh Az Zamuji dan Ibnu Miskawaih tentang

tawadhu’.

14 Ibid., him. 25-26


10

3. Mengetahui perbandingan metode pemikiran Syaikh Az Zarauji dan Ibnu

Miskawaih tentang persamaan dan perbedaannya.

4. Mengetahui relevansi pemikiran Syaikh Az Zamuji dan Ibnu Miskawaih

tentang tawadhu’ dalam makna kontemporer ?

E. Manfaat Penelitian

Setelah penulis mengkaji karya-karya Ibn Miskawaih (Tahzib Al

Akhlak) dan karya Syaikh Az Zanuji {la 'lim Mula 'allim Tariqalla 'allurn) serta

karya lain yang ada hubungannya.

Diharapkan bermanfaat bagi semua, terutama :

1. Peneliti

a. Menambah pengetahuan bahwa sikap tawadhu’ harus dimiliki oleh

siswa-siswi dan santriwan-santriwati, sebagai kepribadian yang baik

dan menjadi syarat utama dalam mencari ilmu yang barokah dari guru

dan kyai/ustadz.

b. Dapat menambah khasanah pengetahuan tentang sikap tawadhu’ untuk

berhasilnya suatu proses belajar.

2. Akademik

Dari hasil penelitian ini dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan siswa-

siswi atau santriwan-santriwati dalam menuntut ilmu yang barokah.

F. Telaah Kepustakaan

Untuk menghindari teijadinya pengulangan hasil temuan yang

membahas permasalahan-permasalahan yang sama dari seseorang baik dalam


11

bentuk buku, kitab dan dalam bentuk tulisan yang lainnya, maka penulis akan

memaparkan beberapa buku yang sudah ada sebagai bandingan dengan

mengupas permasalahan beberapa buku yang sudah ada sebagai bandingan

dalam mengupas permasalahan tersebut sehingga diharapkan akan muncul

penemuan baru.

Karya tulis mengenai pemikiran Ibnu Miskawaih dan Syaikh Az

Zamuji sebelumnya sudah ada diantaranya :

1. Tentang Pemikiran Ibn Miskawaih

a. Menuju kesempumaan akhlak, karya Ibnu Miskawaih, penerjemah

Helmi Hidayat yang berisi : pembahasan tentang jiwa, tentang fitrah

manusia dan asal usulnya, mengetahui dan memahami etikasecara

filosofis dan sangat mendidik.15

b. Filsafat pendidikan akhlak IbnuMIskawaih, karya Prof. Dr. Suwito,

berisi tentang konsep manusia sebagai sumber perilaku dan kualitas

mental, pokok keutamaan akhlak menjaga kesucian diri, pendidikan

akhlak, pendidikan dan anak didik.16

c. Etika dalam Islam, karya Majid Fakhhry, yang berisi tentang Moralitas

skriptual, teori-teori teologi dengan landasan A1 Qur'an dan sunnah,

tetapi filsafat karya-karya etika Plato dan Aristoteles, teori religius

berakar dari konsepsi A1 Qur'an tentang manusia dan kedudukannya di

alam semesta.

15 Ibnu Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak, teijemah Helmi Hidayat, Bandung,


Mizan, 1994
12

2. TentangPemikiransyaih AzZamuji

a. Ta’limul Muta’allim, Kiat Sukses dalam Menuntut Ilmu, karya syaikh

Az Zamuji, peneijemah Ghazali KH yang berisi memilih ilmu, gru,

sahabat dan teguh dalam berilmu; menghormati ilmu dan ahli ilmu

(guru)1617

b. Pemberdayaan pendidikan perspektif, karya Muh. Saerozi, yang berisi

tentang pandangan metodologi yang memadukan intelektualita dan

spiritualitas, konsep metode yang dikembangkan oleh A1 Zamuji.

Dari beberapa buku pemikiran kedua tokoh tersebut belum ada yang

secara khusus membahas'tentang pembentukan sikap tawadhu’, oleh sebab itu

penulis perlu mengangkat tema tersebut dari kedua tokoh, sebagai suatu teori

lebih lanjut dan rinci.

G. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian bibliografi, karena penelitian

dengan metode sejarah untuk mencari, menganalisa, membuat interprestasi

serta generalisasi dari fakta-fakta yang merupakan pendapat para ahli dan

mencakup hasil pemikiran dan ide yang telah ditulis oleh pemikir-pemikir

dan ahli-ahli.18

16 Prof. Dr. Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak, Yogyakarta, Belukar, 2004


17 Syaikh Az Zarnuji, Ta’limul Muta’allim Thariqut ta’allum, terjemah Ghazali KH,
Rica Grafika, Jakarta, 1994
18Moh. Nasir, Metologi Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1995, him. 62
13

Bila dilihat dari tempat dimana peneliti dilakukan, maka peneliti

ini tergolong ke dalam peneliti literer. Dalam hal ini penulis mengacu pada

pendapat Ibn Miskawaih dan Syaikh Az Zamuji.

Tatang M. Arifin yang menyebutkan bahwa peneliti literer lebih

dimaksudkan studi “kepustakaan” dan bukan “studi di perpustakaan”.19

Jadi penelitian ini menggali datanya dari bahan-bahan tertulis (khususnya

berupa teori-teori). Penelitian didasarkan pada studi literer dari buku-buku

yang ada hubungan langsung dengan penelitian ini. Dengan cara demikian,

maka penulis akan mendapatkan data-data serta informasi yang dapat

dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

2. Metode Pengumpulan Data

Penulisan di dalam pengumpulan data menggunakan metode

dokumentasi. Karena penelitian ini bibliografi maka pengumpulan data

yang dipergunakan adalah metode dokumentasi yaitu laporan dari

kejadian-kejadian yang berisi pandangan pemikiran-pemikiran manusia di

masa lalu.20

Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi

menjadi dua bagian yaitu :

a. Sumber data yang bersifat primer :

1) Ta ’lim Muta ’alim karya Syaikh Az Zamuji

2) Tahdzibul Akhlaq karya Ibn Miskawaih

19Tatang M. Arifin, Menyusun Rencana Penelitian, CV. Rajawali, Jakarta, 1990,


him. 135
20 Moh Natsir, op. cit, him. 62
14

b. Sumber data yang bersifat sekunder, yaitu yang menjadi pelengkap

dalam penelitian ini, merupakan bacaan yang ada kaitannya dengan

permasalahan dalam penelitian.

3. Metode Analisa Data

Penelitian ini merupakan semua rangkaian kegiatan untuk menarik

kesimpulan dari hasil kajian konsep atau teori yang mendukung penelitian

ini. Untuk menganalisis pembentukan sikap tawadhu’ penulis

menggunakan analisis

a. Library research, suatu riset kepustakaan.21

Dalam metode ini menempuh langkah-langkah diantaranya :

1) Mencari buku-buku yang ada kaitannya dengan penulisan ini.

2) Mencari penyusunan dalam buku-buku, mulai buku pegangan

sistematis, karangan khusus dan lain-lain.

3) Menyusun catatan, kemudian dikonsultasikan atau dirujuk pada

buku metodik yang berkaitan.

b. Metode Deskripsi

Yaitu suatu metode penelitian dengan cara mendiskripsikan

realita-realita fenomena sebagaimana adanya yang dipilih dari

perspektif subyektif.22 Dalam hal ini mendiskripsikan pemikiran serta

pendapat Ibn Miskawaih dan Syaikh Az Zamuji yang berkaitan dengan

21 Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid I, Yogyakarta, Andi Ofset, 1983, him. 9
22 Anton Bekker dan A. Haris, Metodologi Penelitian Filsafat, Kanisius Yogyakarta,
1990, him. 65
15

pembentukan sikap rendah hati, patuh dan taat (tawadhu’) dalam

kitabnya Tahdzibul Akhlaq wa tathirul a’roq.

c. Metode Historis

Yaitu metode yang digunakan untuk mengetahui

perkembangan pemikiran tokoh yang bersangkutan, baik yang

berhubungan dengan lingkungan historis dan pengaruhnya di

dalamnya maupun dalam hidup sehari-hari.23 Juga metode ini berarti

penyelidikan yang mengaplikasikan metode pemecahan yang ilmiah

dari perspektif historis sesuatu masalah.

d. Metode Analisis

Metode ini adalah dimaksudkan untuk menganalisis babper

bab guna mencari pembentukan sikap tawdhu’ yang terkandungdi

dalam masing-masing bab dalam kitab Tahdzibul Akhlak wa Tathirul

A’raq dan kitab Ta’lim Muta’allim.

e. Metode Induksi

Berdasarkan pada analisis dari isi kitab tersebut, maka penulis

mengambil kesimpulan dengan metode induksi.

H. Sistematika Penulisan Skripsi

Sistematika di sini dimaksudkan sebagai gambaran umum yang akan

dibahas dalam skripsi ini.

23 Winamo, Pengantar Ilmiah Dasar Metode Teknik, Tarsito, Bandung, 1989, him. 132
16

Penulisan skripsi ini penulis bagi menjadi 5 bab yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Fokus Penelitian

C. Perumusan Masalah

D. Tujuan Penelitian

E. Telaah Pustaka

F. Manfaat Penelitian

G. Metode Penelitian

H. Sistematika Penulisan Skripsi

BAB II : LATAR BELAKANG KEHIDUPAN SYAIKH AZ ZARNUJI

DAN IBNU MISKAWAIH

A. Riwayat Hidup dan Seting Sosial pada Masa Hidupnya

B. Karya-karya Ibnu Miskawaih dan Syaikh Az Zamuji

BAB III : TAWADHU’

A. Pengertian secara Etimologi

B. Pengertian secara Terminologi

C. Manusia sebagai Subyek Pembentukan Sikap Tawadhu’

D. Tawadhu’ pada Guru dalam Menuntut Ilmu

E. Dasar dan Tujuan Pembentukan Sikap Tawadhu’

BAB IV : PERBANDINGAN PEMIKIRAN SYAIKH AZ ZARNUJI DAN

IBNU MISKAWAIH TENTANG TAWADHU’

A. Persamaan Pendapat Syaikh Az Zamuji dan Ibnu Miskawaih

B. Perbedaan Pendapat Syaikh Az Zamuji dan Ibnu Miskawaih


17

C. Mengapa Ada Perbedaan dan Ada Kesamaan

D. Analisa Perbandingan Methodologi Pemikiran Syaikh Az

Zamuji dan Ibnu Miskawaih.

E. Relevansi pemikiran Syaikh Az Zamuji dan Ibnu Miskawaih

tentang tawaduk dalam konteks kekinian.

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran-saran

C. Penutup
B A B II

LATAR BELAKANG KEHIDUPAN SYAIKH AZ ZARNUJI

DAN IBNU MISKAWAIH

A. Riwayat Hidup Syaikh Az Zarnuji dan Seting Sosial Masa Hidupnya

1. Biografi Syaikh Az Zarnuji

Sebuah karya tubs termasuk ta Tim pada umumnya merupakan

respon terhadap situasi dalam ruang dan waktu yang dihadapi oleh

penulisnya. Atas dasar asumsi itu, maka memahami sisi teologi, psikologi

dan status sosial dan aspirasi politik mengarang menjadi sangatlah penting.

A1 Zarnuji (A1 Nu’man ibn Ibrahim ibn A1 Khalil al Zarnuji Taj A1

Din), adalah seorang filosof Arab yang tidak diketahui nama dan waktu

hidupnya secara pasti. Ada yang menyebutnya dengan Burhan Al din, ada

juga yang menyebutnya dengan Burhan Al Islam. Namun kedua nama itu

diperkirakan sebagai julukan (laqab) saja atas jasa-jasanya dalam

menyebarkan Islam. Al Zarnuji sendiri diyakini bulan nama asli, tapi nama

yang dinisbatkan kepada tempat yakni Zumuj atau Zaranj. Al Qurasyi

menyatakan Zumuj adalah sebuah tempat di wilayah Turki.1

Al Zarnuji termasuk dalam generasi ke- 12 dari ulama Hanafiyyah

yang diperkirakan hidup pada sekitar tahim 620/1223 yang hidup diujung

pemerintahan Abbasyiyah di Bagdad. Kitab Ta’lim al Muta’allim

dikatakan sebagai satu-satunya kitab yang dialamatkan kepada al Zarnuji.

1Majalah Pesantren Edisi VH/th. 1/2002, him. 61

18
19

Namun demikian menurut ahwani, kitab ini disinyalir sebagai kitab yang

cukup terkenal di kalangan bangsa Arab.

A1 Zamuji mengarang kitab yang dinamai Ta’limul Muta’allim

Thoriqotta ‘allum, pada tahun 599 H/1203 M kitab ini mendapatkan

tempat yang besar bagi para penuntut ilmu dan para guru. Mereka

mempelajari dan mengangkat pendapat-pendapat arahan-arahan yang

terkandung di dalamnya.

Pentingnya kitab Ta’limul Muta’allim karena dianggap sebagai

modal tersendiri dalam topiknya tentang pendidikan Islam. Hal ini karena

keterangan-keterangan sejak abad pertama hijrah sampai masa Az Zamuji

pada abad ke- 6 kebanyakan tentang ulumul qur’an, ulumul hadits, fiqih,

bahasa Arab dan sair.

2. Seting Sosial pada Masa Hidupnya

A1 Zamuji hidup pada akhir abad 6 dan awal abad 7 H atau akhir

abad 12 Awal abad 13 M. Dari sini diketahui beliau hidup pada masa

keempat dari masa perkembangan pendidikan Islam. Dalam sejarah Islam

masa tersebut adalah masa keemasan Islam dan terkenal dengan

menyeluruhnya budaya Islam, dan khususnya pendidikan Islam dalam

kekuasaan Abasiyah. Pada mas aini A1 Zamuji terlibat di dalam

membangun lembaga-lembaga pendidikan dari dasar sampai atas

diantaranya sekolah nizamiyah yang didirikan oleh Nidzomul Mulk (457

H/16 H) dan sekolah An Nuriyah Kubro yang didirikan oleh Nuruddin


20

Zanky (563/1167) di Damaskus dan sekolah A1 Mustan Sirrah didirikan

oleh A1 Mustanshor billah di Bagdad (631/1234)

Dari landasan ini A1 Zamuji hidup pada masa mashumya

pengetahuan dan peradaban Islam atau pada akhir abad bani Abasiyah,

dari kitab Ta’limul Muta’allim, bahwa A1 Zamuji ulama paling luas

ilmunya, karena beliau mewarisi ilmu-ilmu ulama-ulama terdahulu.

A1 Zamuji bukan orang yang dekat dengan penguasa. Ia

menyatakan secara tegas bahwa mengabdi kepada penguasa bukan

merupakan nikmat, tetapi cobaan dari Tuhan bagi orang yang ketika

belajar tidak bersikap.wara’. Cobaan itu beratnya sama dengan mati muda

atau tinggal di tengah-tengah orang bodoh. Indikasi lain dari statusnya

adalah larangan A1 Zamuji agar siswa tidak menuntut ilmu dengan niat

ingin mendapat kemuliaan dihadapan penguasa. Jikapun niat itu

menyelinap dalam diri siswa maka A1 Zamuji mensyaratkan agar pangkat

yang akan diraihnya kelak dimaksudkan untuk amar ma ’ruf nahi munkar.23

Sikap A1 Zamuji mengambil jarak dengan penguasa menunjukkan

pula bahwa ia adalah seorang yang berkecenderungan hidup sufi.

Sebagaimana dipahami bahwa salah satu pendorong munculnya gerakan

sufi adalah kehidupan mewah yang ditampilkan oleh para penguasa.

Orang-orang yang hidup di kalangan penguasa pakaiannya sutra,

2 Abdul Qodir Ahmad, Ta’lint, him. 164


3 Ibid., him. 93
21

sedangkan kaum sufi sebagai golongan yang hidup sederhana

menyimbulkan diri dengan pakaian wol kasar.4

B. Riwayat Hidup Ibnu Miskawaih dan Setting Sosial pada Masa Hidupnya

1. Biografi Ibnu Miskawaih

Ibnu Miskawaih adalah seorang filosof muslim yang menitik

beratkan perhatian pada bidang etika. Menurut abdul Aziz Izzat,

Miskawaih adalah “seorang filosof muslim yang pertama mencurahkan

perhatiannya pada masa etika Islam (akhlak), dan dialah yang mula-mula

membahas masalah tersebut dalam suatu uraian yang terinci”.5

Nama lengkapnya adalah Ahmad ibn Muhammad Ibn Ya’qub Ibn

Miskawaih. Akan tetapi ada orang yang menyebut namanya dengan Ibn

Miskawaih atau Miskawaih.678Sedangkan penulis cenderung menggunakan

namanya Ibnu Miskawaih.

Ibnu Miskawaih lahir di Rayy (Teheran) dan meninggal di Isfahan,

tahun kelahirannya diperkirakan 320 H/932 M dan wafat 9 Shafar 421/16


n
Februari 1030. Ibn Miskawaih sepenuhnya hidup pada masa

pemerintahan dinasti Buwaihi (320-450 H/932-1062 M) yang para


o
pemukanya berfaham syi’ah.

4 Harun Nasution, Falsafat dan Mistisme dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1973,
him. 58
5 Abdul Aziz Izzat, Ibnu Miskawaih, Mustofa A1 Babil llalaby, Mesir, 1946, him. I
6 Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih, Belukar, Yogyakarta, 2002,
him. 67
7 M.M. Syarif, Para Filosof Muslim, Mizan, Bandung, 1989, him. 84
8 Suwito, op. cit., him. 67
22

Ibnu Miskawaih adalah salah seorang anak yang bemasib tidak

mujur. Sejak kecil ia tidak pemah menerima dan merasakan belaian kasih

sayang seorang ayah, karena ayahnya meninggal sewaktu ia masih dalam

kandungan “hidup dalam keadaan yatim, ia diasuh dan dibesarkan hanya

oleh ibunya sampai menginjak dewasa”.9

Menginjak dewasa, Ibnu Miskawaih juga pemah tinggal bersama

Ibnu A1 Hamid sebagai seorang petugas perpustakaan (pustakawan).

Kemudian berhidmat pula kepada anaknya Ali bin Muhammad bin al

Hamid. Tetapi terakhir (tugas) ini bukan sebagai tugas pokok melainkan

dilakukan oleh Ibnu • Miskawaih sebagai ungkapan rasa hormat dan

penghargaan terhadap orang yang ia pandang seniomya. “Ketika Ibnu

Hamid meninggal tahun 360 H, ia diganti oleh anaknya dengan nama

keluarganya Dzu al Kifayatain”.10 Ibnu Miskawaih juga pemah mengabdi

kepada Abduh al Daulah, salah seorang keturunan Buwaih, dan kemudian

beberapa penguasa yang lain.

Memperhatikan tahun kelahirannya dan wafatnya serta

kehidupannya di atas, dapat diketahui bahwa Ibnu Miskawaih hidup pada

masa pemerintahan Bani Abbas berada di bawah pimpinan Buwaih yang

beraliran syiah dan dari keturunan Persi Bani Buwaih mulai terpengaruh

sejak Khalifah al Mustakhfi dari bani Abbas mengangkat Ahmad bin

Buwaih sebagai perdana menteri dengan gelar M’az al Daulah pada tahun

945 M. Ayahnya Abu Saja’ Buwaih adalah pimpinan suku yang sangat

9 Abdul Azis Izzat, op. cit, him. 77


10 M.M. Syarif, loc. cit
23

berpengaruh. Dan kebanyakan pengikutnya berasal dari daerah selatan laut

Kaspia yang merupakan pendukung keluarga Saman. Tiga anaknya selain

Ahmad, Ali dan Hasan adalah tokoh pimpinan yang disegani di negeri

Dailan. Mereka muncul dalam bidang politik pada abad IV H. Dengan

berhidmat pada seorang panglima Dailan Muzdawi bin Ziar yang

berpengaruh besar di negeri-negeri laut Kaspia di tanah Persi.

2. Seting Sosial pada Masa Hidupnya

Berawal dari latar belakang pendidikannya secara rinci tidak

diperoleh keterangan. Akan tetapi ia didapati belajar sejarah kepada Abu

Bakr Ahmad ibn Kamil A1 Qadi. Pelajaran falsal'at ia peroleh dari ibn

Khammar dan pelajaran kimia didapat dari Abu Thayyib. Pekerjaan utama

ibn Miskawaih adalah bendaharawan, sekretaris, pustakawan dan

pendidikan anak para pemuka dinasti Buwaihi. Selain akrab dengan

penguasa, Ibnu Miskawaih juga banyak bergaul dengan para ilmuan

seperti Abu Hayyan A1 Tauhidi, Yahya Ibn Adi dan Ibn Sina.1'

Ibnu Miskawaih juga dikenal sebagai sejarawan besar yang

kemashurannya melebihi pendahulunya, A1 Thabari (W. 310/923). Selain

itu ia juga dikenal sebagai dokter, penyair dan ahli bahasa. Keahliannya

diberbagai bidang tersebut yang kesemuanya dibuktikan dengan karya

tulis berupa buku atau artikel yang tidak luput dari kepentingan falsafat

akhlak.112

11 Suwito, op. cit., him. 68


12 Ibid., him. 69
24

Secara konklusif dapat dikatakan bahwa dalam keseluruhan

perjalanan studi Ibnu Miskawaih mendapatkan tuntunan guru hanya pada

pelajaran-pelajaran tingkat dasar. Adapun untuk pelajaran tingkat lanjutan

diperoleh melalui self study yang berarti tanpa bimbingan guru.

3. Karya-karya Ibnu Miskawaih

Dari buku reverensi tentang Ibnu Miskawaih yang penulis baca,

bahwa Ibnu Miskawaih seorang penulis yang produktif, secara jelas tidak

ada literatur yang memberikan informasi yang biasa dijadikan rujukan

untuk mengetahui sejak usia berapa Ibnu Miskawaih mulai menulis.

Namun yang pasti ada banyak artikel maupun buku yang telah berhasil

ditulisnya.

Karya-karya Ibnu Miskawaih antara lain :

a. Tahzib A1 Akhlak Wa Tathir A1 A’raq, (kitab ini membahas tentang

teori-teori etika atau akhlak.

b. Fauz al Asghar, (kitab ini membahas persoalan ketuhanan, kejiwaan

dan kebahagiaan)

c. Tajarub al Umam, (kitab ini berisi uraian tentang peristiwa sejarah

setelah banjir pada masa Nabi Nuh as. Sampai tahun 369 H).

d. Jawizan al khiraad, (kitab ini berisi uraian tentang filsafat Yunani,

Arab, Persi dan India).

e. Tartib al Sa’adah, (kitab ini membahas tentang etika adab politik).

f. Al Uns al Akbar, (kitab ini berisi tentang kumpulan syair, anekdot,

perbahasan dan kata-kata mutiara)


25

g. Fauz A1 Akbar, (kitab ini berisi tentang persoalan etika)

h. A1 Musthafa fi al syi’ri, (kitab ini berisi tentang kumpulan syair)

i. Al Syiar, (kitab ini berisi tentang aturan hidup)

j. Al Jami’, (kitab ini berisi tentang ketabiban atau dokter)

k. Al Syribah, (kitab ini berisi tentang minuman)

l. Jawidan Khirad (kitab ini berisi kumpulan ungkapan bijak).13

Hampir seluruh bidang keilmuan yang berkembang pada masa

Ibnu Miskawaih dipelajarinya. Oleh karena itu, ada beberapa penulis

memberikan predikat filosof, sastrawan, ahli kedokteran, sejarawan dan

fisikawan. Selain seorang saijana yang amat luas ilmu pengetahuannya,

Ibnu Miskawaih juga selalu tercantum namanya dalam deretan nama-nama

para filosof muslim.

4. Karya-karya Al Zamuji

Dari buku-buku yang saya baca, jarang sekali yang mencantumkan

karya-karyanya. Bahkand alam kitab Ta’lim Al M uta’allim tidak

menyebutkan.

Namun demikian menurut Fuad al Ahwani (abad ke- 12 dari ulama

Hanafiyyah), kitab sebagai satu-satunya karya yang dialamatkan kepada

Al Zamuji yaitu Ta’lim Al M uta’allim.14 Kemashuran kitab ini di kalangan

bangsa Arab, selain isinya yang komprehensif dalam membahas persoalan

bimbingan belajar yang termuat dalam tiga belas pasal pembahasan, juga

diselingi dengan hikayat-hikayat, syair dan matsal-matsal.

13 M.M. Syarif, Para Filosof Mulim, Mizan, Bandung, 1989, him. 84-85
14 Majalah Pesantren Edisi Vll/th. 1/2002, him. 61
26

Ta’ilmul M uta’lim Thariqatt’allum memberikan isyarat yang kuat

bahwa A1 Zamuji adalah penganut madhzb Fiqh Hanafi dan madzhab

kalam ahlu sunnah maturidiyah bukhara.15 Di dalam kitab ini A1 Zamuji

menyebutkan 11 orang gurunya yang bermadzhab Hanafi; Abu Hanifah,

A1 Marghinani, Muhammad bin Hasan, Abu Yusuf, Hamad bin Ibrahim,

Asy Syirazi, Hilal bin Yasar, Qawamuddin, A1 Hamdani, A1 Hulwani, As

Sadrussahid.16

Di dalam menumbuhkan akhlaq tawadhu’ bukanlah satu hal

sederhana. Perbedaan yang begitu tipis antara tawadhu’ dengan rendah diri

(minder), telah menyudutkan banyak orang yang menjadi tidak percaya

diri, dengan alasan ingin menjadi orang yang tawadhu’. Begitu juga

tipisnya perbedaan antara tawadhu’ dengan sombong, tanpa sadar

membawa sebagian orang teijerumus untuk “menyombongkan” ke

tawadhu’-annya.17

15 Ta’lim Al Muta'allim Thariq Al Ta’allum Thaqiq wa Al Dirasah, Mesir, A1 Nahdlah al


Misriyah, 1980, him. 12
16 Al Zarnuji, Ta’lim Al Muta’allim, Ditahqiq Imam Ghazali Sa’id, Surabaya,
Diyanatama, 1997, him. 16
17 Ibnu Abu Dunya, At Tawadhu’ wal Khumul, Pustaka Inti, 2004, him. 64
B A B III

TAWADHU’

A. Pengertian Secara Bahasa

Secara etimologi Arab kata, tawadhu’ berasal dari kata

yang mempunyai arti (merendahkan diri, rendah hati). Selain itu ada kata lain

) yang artinya (tempat, letaknya). 1 Sedangkan dalam

etimologi Indonesia kata tawadhu mempunyai arti (1) rendah hati;

2
merendahkan diri, (2) patuh, taat.

B. Tawadhu Menurut Terminologi

Tawadhu’ menurut Hasan adalah mengeluarkan kedudukanmu / kita

-5
dan menganggap orang lain lebih utama dari pada kita. Tawadhu’ menurut

Ahmad Athoilah hakekat tawadhu’ itu adalah sesuatu yang tumbuh dan

menyaksikan keagungan Allah dan kemuliaan sifatnya.4

1Prof. H. Mahmud Junus, Kamus Arab - Indonesia, Jakarta, him. 105


2 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, balai
Pustaka, him. 908
3 Al-Ghozali, Ihya' Ulumuddin Juz III, Darul Fiqri, Beirut Libanon, 1995, him. 350

4 Ahmad Ibnu Athoilah, Hikam, Syirkah Nur Asia, Indonesia, him. 62

27

)
1
28

Menyaksikan kagungan Allah dan sifat-sifatnya itu yang akan

mendatangkan seorang hamba mempunyai sikap tawadhu’. Karena itu yang

akan bisa mengekang hawa nafsu dan melebumya.

Dzunun A1 Misri berkata barang siapa menghendaki mempunyai sikap

tawadhu’, maka hadapkanlah hatinya pada keagungan Allah karena

dengannya itu akan bisa menghancurkan dan mengecilkan hawa nafsunya

barang siapa melihat kepada kekuasaan Allah Ta’ala, maka akan hilang

kekuasaan nafsunya, karena semua nafsu itu hina di sisi kewibawaan Allah.5

1. Indikator Bentuk Tawadhu

a. Ia orang yang tawadhu’ tidak suka dianggap penting oleh orang lain.

b. Ia tidak bangga ketika beijalan diiringi orang lain.

c. Bila tidak malu duduk bserta orang yang hina.

d. Ia tidak menjaga jarak dari orang-orang yang sakit dan cacat.

e. Ia ringan untuk melayani orang lain dalam segala hal.

f. Ia akan mengerjakan kebutuhannya sendiri (tidak selalu memerintah).

g. Dia mau memakai pakaian yang sederhana.

2. Cara untuk mendapatkan / memperoleh sikap/sifat tawadhu’

a. Cara untuk mendapatkan dia harus menghilangkan sikap takabur pada

dirinya dan menghilangkan takabur itu dan tidak cukup angan-angan

saja, tetapi harus diamalkan dan menggunakan cara yang tepat dan

cara untuk mengobati takabur dibedakan menjadi dua, yaitu :

5 Ibnu Ibaad, Sarah Hikam, Sirkah Nur Asia, Indonesia, him. 62


29

1) Menghancurkan pokok / inti dari takabur dari mencabutnya tempat

tumbuhnya I hati. Dibagi 2 :

a) Ilmu

Pengertian ilmu yaitu : hendaknya ia mengerti akan kedudukan

dirinya dan mengerti kedudukan Tuhannya, karena orang yang

tau kedudukan dirinya sebagai seorang hamba, maka usia akan

tau bahwa dirinya adalah makhluk yang hina / rendah tidak

pantas baginya untuk sombong atau harus baginya tawadhu’ /

rendah diri, dan ketika ia mengenal Tuhannya maka ia akan

tau bahwa keagungan, kesombongan itu tidak pantas kecuali

bagi Allah. 6

b) Amal

Amal yaitu membiaskaan untuk rendah diri di hadapan Allah

dan semua makhluk dengan menggunakan akhlak twadhu’

salah bentuk tawadhu’ ditanya kepada Salman kenapa engkau

tidak memakai pakaian baru, saya tidak memakai pakaian baru

karena saya seorang hamba, maka ketika saya telah merdeka

saya akan memakai pakaian baru (merdeka dari api neraka).

Dan sikap tawadhu’ tidak akan sempuma hanya dengan ilmu

saja tetapi harus Allah dan rasulnya itu diperintahkan untuk

beriman dan melaksanakan shalat.

6 Al-Ghozali, him. 366


30

Di dalam sholat ada nilai tawadhu’ yaitu di dalam taat

berdiri rukuk dan sujud.

Barang siapa yang menetapkan dirinya / mengaku-aku

dirinya orang yang tawahu’ itu berarti menganggap dirinya

itu mempunyai sikap yang baik.7

Pengakuan seseorang bahwa dirinya tawadhu’ itu tidak

menghilangkan sikap takabur pada dirinya, tetapi tawadhu’

yang sesungguhnya ia tidak merasa memiliki sikap tawadhu’

pada dirinya, karena dia menyaksikan tentang rendah

pangkatnya/kedudukannya dan hinanya.

Pengertian

Akhlak tawadluk sebagaimana akhlak-akhlak yang

lain mempunyai 3 sisi, yaitu 2 pucuk dan satu tengah. Satu sisi

yang condong kepada berlebih di sebut takabur dan satu sisi

yang condong kepada kurang disebut menghinakan diri dan

merendahkan diri dan pertengahan dari keduanya dinamai

tawadlu’ sifat yang terpuji adalah seseorang bersekan rendah

hati dengan tanpa menghinakan diri dan merendahkan diri.

Kedua sisi perkara tercela dan dicintainya urusan di sisi Allah

adalah pertengahannya. Orang alim cendekiawan ketika

datang kepadanya tukang tambal sepatu kemudian dia

7 Hikam, 60
31

tempat duduknya dan menempatkan di tempat duduknya, menata

sendiri sepatunya maka ia termasuk menghinakan dirinya sendiri

dan merendahkan diri ini bukan sifat terpuji.

Sikap terpuji adalah adil yaitu memberikan hak orang lain

sesuai dengan haknya. Sebaiknya ia bersikap tawadluk seperti

contoh di atas kepada teman-temannya dan orang yang sama

dengan deraj atnya. Tawadluknya kepada orang pasar dengan

berkata-kata yang baik menjawab pertanyaan dengan baik,

bertanya dengan baik dan lain-lain dan tidak melihat pada dirinya

lebih baik dari orang lain dan tidak menganggap rendah kepada

o
orang lain karena kita tidaklah akhir dari amal dan umur kita.

Adapun keadaan-keadaan yang bisa menyampaikan

kepada takabur yang harus kita tolak yaitu :

1. Sombong dengan nasabnya

Oran yang mmbanggakan nasbnya henaknya ia menyadari

dengan nasabnya yang hakiki, yairu bapak dan kakeknya

bapaknya yang dekat adalah seperma yang hina dan

kakeknya yang jauh adalah tanah yang kotor.

2. Sombong dengan ketampanan dan kecantikannya.

3. Kekayaan dan berlebihnya harta.

4. Sombong dengan ilmu dan kepandaiannya.

8 Ghozali, Ihya’, lm. 377


32

4. Sombong dengan ilmu dan kepandaiannya.

5. Sombong dengan kekuatannya.

6. Sombong dengan ibadahnya

C. Syaikh Az Zarnuji

Pemikiran Syaikh Az Zarnuji tentang tawadhu’, dikemukakan dalam

kitab Ta’lim bahwa

Jij j u i ji ja\ ji
“tawadhu ’ adalah salah satu tanda/sifat orang bertakwa. Dengan
bersifat tawadhu orang yang takwa akan semakin tinggi
martabatnyd'.

Az Zarnuji mengatakan bila seorang murid / santri semakin tawadhu’,

itu menaakan tingkat ketakwaan kepada Allah SWT sangat tinggi, ketinggian

sikap / sifat tawadhu’ baik pada guru, pada orang lain yang lebih tua, apalagi

kepada Allah SWT dalam ketakwaannya semakin menigkat maka Allah akan

mengangkat hartkbat dan martabatnya.

Dari syair di atas bisa kita lihat bahwa semakin sempumanya sifat

tawadhu’nya seseorang maka akan semakin tinggi pula martabatnya. Hal ini

jika diterapkan dalam proses menuntut ilmu yang diterapkannya pada seorang

murid akan lebih bermakna baginya. Dimana murid mendengarkan,

mengikuti, taat kepada apa saja yang disampaikan, diajarkan oleh gurunya.

Dalam Kitab Ilmu Wa Adab al Alim wa al Muta ’allim dikatakan bahwa sikap

murid sama dengan sikap guru, yaitu sikap murid sebagai


33

pribadi dan sikap murid sebagai penuntut ilmu. 9 Sebagai pribadi seorang

murid harus bersih hatinya dari kotoran dan dosa agar dapat dengan mudah

dan benar dalam menangkap pelajaran, menghafal dan mengamalkannya.10*

Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah saw :

O JuJ \ \ ' $ \ j l *)j\

. js—&

“Ingatlah bahwa dalam jasad terdapat segumpal daging, jika


segumpal daging tersebut sehat, maka sehatlah seluruh perbuatannya
dan jika segumpal daging itu rusak, maka rusaklah seluruh amalnya.
Ingatlah bahwa segumpal daging itu adalah hatF]1

Selanjutnya seorang pelajar juga harus bersikap tawadhu ’ (rendah hati)

pada ilmu dan guru. Dengan cara demikian ia akan tercapai cita-

citanya. Ia juga harus menjaga keridhoan gurunya. Ia jangan

mengguncing di sisi gurunya, juga jangan menunjukkan persuatan yang

buruk.12

D. Ibnu Miskawaih tentang Tawadhu’

Dalam pendahuluan kitab “Tahzib al Akhlak"’ Ibnu Miskawaih :

9 Syakh Az Zarnuji, Ta'lim Muta’allim Tariqatta’allum, Terjemah, Abdul Kadir


Al Jufri, Mutiara Ilmu, Surabaya, 1995, him. 16
10 Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru - Murid Studi
Pemilihan Tasawuf At Ghazali, PT. Raja Grafmdo Persada, Jakarta, 2001, him. 102
u Ibid., him. 101
12Abdudin Nata, M.A., op. cit., him. 103
34

Is— ^*2 .£ • \,Xfc \*** 0 j £ '

(jili j SjLIl* 'i!j *il IxAp a!^-u<tiiii Od^ j aS


u_^“ Ixp

J ^ J c^J
Mengatakan, tujuan kami dalam kitab ini adalah agar mencapai

budi pekerti yang melahirkan perbuatan-perbuatan luhur, serta mudah

dilakukan dan tidak memberatkan atau menyakiti. Budi pekerti tersebut

dapat dicapai dengan latihan dan pendidikan.13

Penjelasan dalam kitab Tahzib Al Akhlak wa Fatjir Al A ’raq, bahwa

untuk mencapai suatu budi pekerti, (di mana budi pekerti merupakan

cabang dari sikap / perilaku tawadhu’) yang tentunya harus dimiliki oleh

pelajar / santri. Berawal dari budi pekerti yang baik inilah akan

melahirkan perbuatan-perbuatan luhur, sehingga murid / santri untuk

mendapatkan ilmu lebih mudah dan barulah serta manfaat bagi dirinya.

Ungkapan tersebut memberikan penjelasan tentang teori akhlak

yang tujuan akhimya adalah untuk turut memberikan sumbangan dan

ikhtiar menyembuhkan penyakit hati sehingga seseorang bisa lebih

tawadhu’ dimanapun dan kapanpun berada.

Tetapi di samping itu ada satu hal yang tidak menyenangkan pada

diri hati Ibnu Miskawaih, yaitu kemerosotan moral yang melanda

masyarakat. Oleh sebab itu, “Ibnu Miskawaih mulai tertarik untuk

13 Ibnu Miskawaih, Tahzib Al Akhlak wa Tathir al A ’raq, Husainiyah, Mesir, 1329,


him. 2
35

mencurahkan perhatiannya dalam bidang etika Islam (akhlak) sebagai

ihtiar untuk mengatasi kondisi masyarakat yang dekadensi (kemerosotan

tentang akhlak) tersebut.14

Dari sinilah Ibnu Miskawaih untuk membangun masyarakat yang

mengalami kemerosotan moral, dengan segala pemikirannya dan merasa

bertanggung jawab untuk mengatasi keadaan masa itu.

Lalu ia menulis kitab “Tahzib al Akhlak?' tersebut dengan tujuan,

tatkala masyarakat dilanda penyakit kemorosotan moral. Oleh karena

itu rujukannya adalah untuk memberikan bimbingan dan menuntun

mereka kepada kehidupan berpijak pada nilai-nilai akhlak yang luhur.

Serta menghimbau mereka untuk selalu melakukan perbuatan yang

bermanfaat, agar tidak sesat dan umur mereka tidak disia-siakan seperti

yang dialami pada masa itu.15

E. Manusia sebagai Subyek Pembentukan Sikap Tawadhu’

Apabila kita pelajari manusia sebagai makhluk historis, karena

keberadaan manusia memiliki sejarah, maka ia senantiasa berubah dari

waktu ke waktu, baik pola pikir maupun pola hidupnya. Karena hal itu,

manusia dalam kurun waktu tertentu berbeda dengan eksistensi

manusia, yang membedakan pada unsur dan sifatnya ini yang terlihat

oleh mata, akan tetapi h a k e k a tn y a sa m a (manusia).

14Abdul Aziz Izzat, Ibnu Miskawaih, Mustafa Al Babil Halaby, Mesir, 1946, him. 75

15 Dr. Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1989, him. 61
36

Ibnu Miskawaih adalah salah seorang filosof muslim yang hidup di

abad pertengahan, tidak terlepas dari kecenderungan umum zamannya dalam

memandang manusia, bahwa hakekat manusia adalah jiwanya, karena jiwa

merupakan identitas tetap bagi manusia, jiwa manusia merupakan substansi

immaterial yang berdiri sendiri, ia tidak terdiri dari unsur-unsur yang

membentuknya hingga ia bersifat kekal dan tidak hancur.16

Dengan adanya akal, manusia dapat berfikir mana yang baik dan mana

yang buruk. Di lain sisi bisa menempatkan sikap yang baik dimanapun dan

kapanpun ia berada.

Manusia selalu subyek pembentukan sikap tawadhu’. Dengan jiwa

yang beradab, akhlak, budi pekerti, etika yang baik tentu saja manusia juga

semakin rendah hati (tawadhu’) yang muncul pada jiwanya.

Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang

penting sekali, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dan

bangsa. Sebab jatuh bangunnya, jaya hancumya, sejahtera rusaknya suatu

banga dan masyarakat, tergantung kepada bagaimana akhlaknya. Apabila

akhlaknya baik (berakhlak), akan sejahteralah lahir batinnya. Akan tetapi

apabila akhlaknya buruk (tidak berakhlak), rusaklah lahimya dan atau

batinnya.17

16 Prof. Dr. Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih, Belukar, Yogyakarta,
2004, him. 73
17 Prof. DR. H. Rachmat Djatmika, Sistem Ethika Islanti (Akhlak Mulia), Pustaka
Panjimas, Jakarta, 1996, him. 11
37

Tawadhu’ yang dimaksud adalah tanpa harus menghinakan

1k
dirinya, tunduk tetapi tidak merendahkan dirinya. Inilah mengapa

manusia disebut sebagai subyek pembentukan sikap tawadhu’, berawal

dari jiwa dan jasat yang baik maka akan muncul suatu akhlak. Budi

pekerti, etika, sopan santun, rendah hati yang baik pula.1819

F. Tawadhu’ pada Guru dan Menuntut Ilmu

Seorang pelajar tidak akan mendapat ilmu yang berguna bila

tidak memuliakan ilmu, ahli ilmu dan menghormati guru.2021

Kalau saya memperhatikan para siswa/pelajar (santri),

sebenamya mereka telah bersungguh-sungguh dal am mencari ilmu, tapi

banyak dari mereka yang tidak memperoleh manfaat dari ilmu, yakni

berupa pengalaman ilmu tersebut dan menyebarkannya. Hal itu teijadi

karena cara mereka menuntut ilmu salah, dan syarat-syaratnya mereka

tinggalkan. Karena, barang siapa salah jalan, tentu tersesat. Tidak akan

sampai pada tujuan yang dicita-citakan.

18 Ibnu Abu Dunya, At Tawadhu’ Ulal Khumul, Terjemah Luqman Abdul Jalal Lc.,
Pustaka Inti, 2004, him. 65
19 Prof. Dr. Suwito, op. t i t , him. 73

20 Syaikh Az Zamuji, Ta’lim Muta’allim, Teijemah Abdul Kadir Aljufri, Mutiara Ilmu,
Surabaya, him. 24
21 Ghazali KH., KiatSukses dalam Menutut Ilmu, Rica Grafika, Jakarta, 1994, him. 23
38

Dalam kitab Ta’lim menjelaskan bahwa “keberhasilan seseorang

tergantung dari penghormatannya, kegagalannya adalah karena

meremehkannya”. Sesungguhnya bagi seorang pelajar yang baik, agar

mendapatkan ilmu dari gurunya hendaknya tawadhu’ di setiap

menerima, mendengarkan, mengeijakan apa yang disampaikan gurunya,

dan jangan sekali-kali sebaliknya (meremehkan guru).

Selanjutnya seorang pelajar juga harus bersikap rendah hati pada

ilmu dan guru. Dengan cara demikian ia akan tercapai cita-citanya. Ia

juga harus menjaga keridhaan gurunya. Ia jangan menggunjing

gurunya. Dan jika ia .tidak sanggup mencegahnya, maka sebaiknya ia

harus menjauhi orang tersebut. Selanjutnya seorang pelajar hendaknya

tidak memasuki ruangan guru kecuali setelah mendapat izinnya.22

G. Dasar dan Tujuan Pembentukan Sikap Tawadhu’

Berbagai fenomena yang teijadi berupa bencana dimana-mana

dan kesulitan yang teijadi bagi siswa/pelajar maupun santri di dalam

mendapatkan ilmu dari gurunya. Dan banyaknya perubahan sikap yang

baik menjadi tidak baik. Ini tentunya suatu masalah yang besar.

Berangkat dari sini semua, kiranya harus kembali kepada Allah SWT

dan Rasulullah saw yang berupa A1 Qur'an dan As Sunnah (Hadits

Rasulullah saw) Allah SWT berfirman :

22 Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru - Murid
Studi Pemikiran TasawufAl Ghazali, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001
39

V“ ij’jij-* u>~f o;^' jV£


>j
(-v r : j 6 j i i i ) l% * y e

Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-


orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah had dan apabila
orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata
yang baik

Seperti hadits Nabi saw :

jJ u »j S'

Nabi saw bersabda, tawadhu ’ adalah tempat /cembali kemuliaan. Dan


sabda beliau saw., kedermawanan adalah takwa, kemuliaan adalah
ya
tawadhu ’ dan keyakinan adalah kekayaan.

Hadits lain:

^ Vt* ijA Jij jJ z" ^

i J X \ j *& \ y i J U j A iSL iij j a i y \ * » .j j sl

23 Departemen Agama RI, At Qur'an At Karim dan Terjemahnya, CV. Toha Putra,
Semarang, 1996, him. 291
24 Jalaludin Assayuthi, Lubabul Hadits 400 Hadits Pilihan, terjemah Khoiron, Apollo,
Surabaya, 1987, him. 104
40

Diriwayatkan dari Rahb Al Mishri bahwasanya Rasulullah saw


bersabda : “Beruntunglah orang tawadhu ’ tanpa harus menghinakan
dirinya, tunduk tetapi tidak merendahkan dirinya, menginfakkan harta
yang dikumpulkannya dengan halal, menyayangi orang-orang miskin
if
yang susah dan bersahabat dengan para ulama ’ dan ahli hikmah.

Dari ketiga dasar ini, maka sangatlah penting bagi setiap insan

untuk memiliki sifat tawadhu’. Yang tujuan pembentukan tawadhu’ agar

supaya setiap insan nantinya memperoleh kemuliaan baik di masyarakat

yang ia tinggal lebih-lebih di sisi Allah SWT. Dan jika murid/santri itu

tawadhu’ pada gurunya Insya Allah akan mendapatkan ilmu yang

bermanfaat baik di dunia maupun di akhirat.

25 Ibnu Abu Dunya, At Tawadhu ’ wal Khumul, terjemah Luqman Abdul Jalal Lc., S.Pd.I,
Pustaka Inti, Bekasi, him. 64-65
BAB IV
ANALISIS PEMIKIRAN SYEKH AZ ZARNUJI
DAN IBNU MISKAWAIH TENTANG TAWADHU’

A. Pcrsamaan Pendapat Syaikh Az Zarnuji dan Ibnu Miskawaih

Metode dalam Ta ’lim bukan hanya dinamakan dalam aktivitas

ceramah, diskusi, resitasi dan semacamnya yang lebih mengedepankan

pencapaian “kecerdasan intelektual” sebagaimana sering dipahami di zaman

ini.metode dimaknakan lebih jauh, yaitu pada cara pencapaian “kecerdasan

emosional yang religius”, sehingga dapat membangun watak pada perspektif

ini, maka akhlak baik yang dimiliki oleh subyek didik termasuk bagian dari

wacana metode.

1. Pendapat Syaikh Az Zarnuji tentang Tawadhu’

Dijelaskan dalam Ta 'lim “bagi setiap pelajar/santri sebaiknya

menjaga diri dari akhlak tercela, karena ia ibarat anjing. Rasulullah

bersabda malaikat tidak akan memasuki rumah yang didalamnya terdapat

gambar atau anjing. Padahal orang belajar itu perantaraan malaikat.1

Agar siswa terhindar dari akhlak tercela, maka diperlukan

internalisasi sikap wirai dan ta’dim. Kedua sikap itu menjadikan ilmu

lebih bermanfaat proses belajar lebih mudah dan ilmunya berdaya guna

lebih banyak.2

^J^Syaikh Az Zarnuji, Ta’lim Muta’alim, terjemah Abdul Qadir Ahmad, Mutiara Ilmu,
Surabaya, him. 115
2 Ibid, him. 107, 164

41
42

Diantara sikap wara’ adalah :3

a. Menjaga diri dari kekenyangan

b. Menjaga diri dari kebanyakan tidur

c. Menjaga diri agar tidak terlalu banyak berbicara yang tidak

bermanfaat

d. Menjaga diri dari makanan yang dijual di pasar, sebab makanan

seperti itu lebih dekat dengan najis, khianat, jauh dari ingat Allah,

lebih dekat dengan kelalaian dan lagi pula telah banyak dilihat oleh

para orang fakir sedang mereka tidak mampu membeli.

e. Menjaga diri dari ghibah (membicarakan kejelekan orang lain)

f. Menjaga diri dari perkumpulan yang isinya hanya gurau. Perkumpulan

seperti itu hanya akan mencuri umur, menyia-nyiakan waktu

g. Menjauhkan diri dari orang-orang yang suka berbuat kerusakan dan

maksiat, sebaliknya siswa hendaknya berdekat-dekat dengan orang-

orang shaleh (pada bait lain, Az Zamuji juga menyampaikan bahwa

maksiat menghambat proses hafalan).

h. Raj in melaksanakan perbuatan-perbuatan baik dan sunnah-sunnah

Rasul

i. Memperbanyak salat sebagaimana salatnya orang-orang yang khusyu’

j. selalu membawa buku dalam setiap waktu untuk dianalisa.

3 Ibid., him. 164-168


43

Adapun diantara sikap ta’dzim adalah penghormatan dan

penghargaan kepada ilmu dan pendidik, Az Zarnuji tidak menjadikan

keduanya analistik, sebagaimana ia juga tidak memisahkan antara

intelektualitas pendidikan dan spiritualnya. Siswa/santri tidak dibenarkan

hanya menimba hanya intelektualitas seseorang, tetapi hak yang melekat

padanya ditelantarkan. Pendidikan mempunyai “hak atas karya

intelektual” yang pantas dihargai dengan sikap pemuliaan dan

penghargaan material.*
34

Ta’dzim kepada pendidik juga tampil dalam perilaku taat pada

perintah dan menjauhi larangannya selama masih pada koridor kepatuhan

kepada Allah, bukan sebaliknya. Tampilan rinci lain lebih mengarah pada

“budi pekerti” yang di masa sekarang perlu ditegakkan, tetapi berangsur

luntur. Misalnya santri/siswa tidak boleh berjalan di depan guru, duduk di

tempat duduknya, tidak mulai pembicaraan, kecuali dengan izinnya, tidak

banyak bicara, tidak menanyakan sesuatu ketika ia sedang jenuh, menjaga

waktu, ketika berkunjung tidak mengetuk, tetapi bersabar sampai ia keluar.

“Barang siapa berkeinginan anaknya menjadi ilmuan, maka

sebaiknya ia bersedia untuk merawat, memuliakan, memberi sesuatu dan

mengagungkan ahli”.5

4 Ibid., him. 170

3 Syaikh Az Zamuji, Ta’lim Muta’allim, terjemah Abdul Kadir A1 Jafri, Mutiara Ilmu,
Surabaya, 1995, him. 27
44

Berdasarkan uraian di atas, maka metode dalam perspektif Az

Zamuji tentang tawadhu’ yaitu dengan pencapaian kecerdasan

emosionalyang religius yang harapannya dapat membangun watak yang

baik. Dengan demikian bila siswa/santri emosionalnya terkendali secara

religius, secara otomatis akhlak tawadhu’, hormat, taat, serta menghargai

dimanapun dan kepada siapapun sudah barang tentu bisa diterapkan

dengan baik.

2. Pendapat Ibnu Miskawaih dalam Kitab Tahdzib al Akhlaq

Dijelaskan dalam kitab Tahdzib Al Akhlaq (pendidikan moral)

dinamakan juga Tathhir Al A ’raq (kesucian karakter) yang mengandung

pemikima dan ajaran, dan merupakan argumentasi praktis-logis atas

keyakinan Miskawaih bahwa mungkin teijadi perubahan moral dan budi

pekerti dalam diri seseorang.6 Perubahan ini tentu saja lebih baik sebagai

salah satu sarana untuk mencapai kedudukan yang lebih tinggi.

Tahdzib Al Akhlaq merupakan uraian suatu aliran akhlak yang

ditujukan untuk memberikan bimbingan bagi generasi muda dan menuntun

mereka kepada kehidupan yang berpijak pada nilai-nilai akhlak yang luhur

serta rendah hati dan menghimbau mereka untuk selalu melakukan

6 Ibnu Miskawaih, Tahzib Al Akhlak wa Tathir Al A ’raq, Dar Al Kutub Al Al’ilmiyyah,


Lebanon, Beirut, 1985, him. 14
45

perbuatan yang bermanfaat agar mereka tidak tersesat dan umur mereka

tidak disia-siakan.78

Ibnu Miskawaih menempatkan metode pemikiran yang sangat

sistematis dalam kitab Tahdzibnya. Dimulai dengan pendahuluan untuk

mengantarkan para pembaca kepada langkah-langkah yang harus dilalui

untuk sampai kepada akhlak sempuma. Untuk itu, ia menjelaskan bahwa

landasan awal yang terpenting ialah keharusan terlebih dahulu memulai

dengan membersihkan diri dari sifat-sifat tercela sebelum mengisinya

dengan sifat-sifat utama.

Ini merupakan hal yang amat penting, karena dalam pengalaman

kehidupan selalu kita jumpai bahwa kita, umpamanya, tidak akan mungkin

mendirikan sebuah bangunan yang baik, bersih dan sehat di atas tumpukan

sampah, lumpur dan kotoran.

Dari uraian di atas, bisa diamati bahwa dari kedua tokoh ini ada

kesamaan pendapat, dimana di dalam pembahasan tentang rendah hati yang

merupakan bagian dari kesempumaan akhlaq. Hal ini juga merupakan sarat

utama bagi para siswa/santri untuk mendapatkan ilmu yang berokah dan

bermanfaat di dunia dan di akhirat.

Persamaan yang angat jelas bahwa langkah awal untuk sukses dalam

menuntut ilmu, harus dapat menghindari, untuk tidak berbuat yang tidak

7 Ibid., him. 15

8 Ibid., him. 15-16


46

bermanfaat, agar tidak tersesat, dan membersihkan diri dari sifat-sifat tercela.

Selain itu juga harus hormat, patuh, taat, dan tawadhu’ baik kepada guru-guru

dalam memberikan ilmunya.

Dalam penjelasan lain keduanya juga menghimbau mereka untuk

menghindari dari perbuatan kerusakan dan maksiat serta menjauhi perbuatan

dosa, karena berawal dari perbuatan dosa, maka jiwa ini merasa takut, minder,

dna rendah diri.9 Dan jika jiwa ini bersih maka petunjuk-petunjuk Allah SWT

dan Rahmat-Nya selalu menyertai mereka, sehingga akhlak yang baik akan

terwujud.

B. Perbedaan Pendapat Syaikh Az Zarnuji dan Ibnu Miskawaih

Berangkat dari penjelasan tahdzibul ahlak wa tathirul a ’raq dan ta ’lint

muta ’allim, ada sisi perbedaannya. Karena walaupun kedua tokoh ini seorang

filosof muslim, yang menitik beratkan perhatiannya pada pengajaran akhlak

etika tata aturan di dalam mendapatkan ilmu yang lebih bermanfaat serta

aturan budi pekerti, rendah hati, taat, hormat dalam kehidupan.

1. Pendapat Ibnu Miskawaih

Pemikiran Miskawaih bahwa pembentukan akhlak dan budi

pekerti, rendah hati, yang sanggup menghasilkan orang-orang yang

bermoral, baik laki-laki maupun perempuan. Jiwa yang bersih kemauan

keras, cita-cita yang benar juga akhlak yang baik, tahu arti kewajiban dan

9 Ibid., him. 189


47

pelaksanaannya, menghormati hak-hak asasi manusia dapat membedakan

baik dan buruk. Memilih suatu fadhilah, menghindari suatu perbuatan

yang tercela dan mengingat Allah dalam setiap pekerjaan yang mereka

lakukan. Hal ini semua bisa dilakukan dengan suatu latihan pembiayaan di

waktu kecil maupun dalam pendidikan.10

Tujuan dari pendidikan akhlak dalam Islam adalah untuk

membentuk orang-orang yang berakhlak baik, sopan dalam berbicara dan

berbuat, mulai dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, rendah

hati, sopan dan beradab, ikhlas dan jujur. Sehingga kalau masyarakat

memiliki modal demikian maka bisa diharapkan, negara/bangsa ini akan

menjadi bangsa yang baik pula.

Sebagaimana seorang penyair besar Syauqi pemah menulis “Suatu

bangsa itu tetap hidup selama akhlaknya tetap baik, bila akhlaknya mereka

rusak, maka rusaklah bangsa itu”.11

Ibnu Miskawaih juga menjelaskan bahwa guru bukanlah sekedar

mengajarkan kepada siswa atau santri apa yang tidak diketahui oleh

mereka, tetapi lebih dari itu, yaitu menanamkan fadhilah, membiasakan

bermoral tinggi, sopan santun Islamiyah, tingkah laku perbuatannya yang

baik, sehingga hidup ini menjadi suci, kesucian disertai keikhlasan.

10 lbnu Miskawaih, Tahzib AlAkhlak wa Tathir Al A ’raq, A1 Hurainiyah, Mesir, 1329

11 M. Athiyah Al Abarasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Prof. Dr. H.


Bustami A. Gani dan Djohan Bahry, L.I.Ss, Bulan Bintang, Jakarta, 1970, him. 104
48

Dalam buku lain, Ibnu Miskawaih mempunyai pemikiran yang

dititik beratkan pada pembahasan etika dan akhlak. Hal tersebut karena

mempunyai tujuan untuk memberikan bimbingan dan pembinaan bagi

generasi muda dan menuntun mereka pada kehidupan yang berpijak pada

nilai-nilai akhlak yang luhur serta menghimbau mereka untuk selalu

melakukan perbuatan yang bermanfaat, agar mereka tidak tersesat dan

umur mereka tidak disia-siakan.12

Pendidikan Islam mewajibkan kepada setiap guru untuk senantiasa

mengingatkan bahwa kita tidaklah sekedar membutuhkan ilmu, tetapi kita

senantiasa membutuhkan akhlak yang baik di kalangan pelajar dapat

dilakukan dengan latihan-latihan berbuat baik, berkata benar, menepati

janji, ikhlas dan jujur dalam bekerja dan menghargai waktu.'3

2. Pendapat Syaikh Az Zamuji dalam Kitab Ta’limul Muta’alim

Thariqatta’allum

Az Zamuji dalam persoalan hubungan guru dan murid,

menganggap gum sebagai elemen terpenting dalam pembelajaran. Karena

gum hams dihormati dan diikuti tidak boleh dibantah atau disanggah

sedikitpun.14

Syaikh Sadiduddin Asy Syairozi, menceritakan nasehat dari

gurunya, “siapapun yang menghendaki anaknya menjadi seorang alim

12 Ibnu Miskawaih, op. cit


13 Ahmad Daudy, Kuliah Filsafal Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1986, him. 60-61

14 Majalah Pesantren Edisi VH/th. 1/2002, him. 62


49

maka hendaklah ia memelihara, menghormati, rendah hati (tawadhu’) dan

memberikan sesuatu kepada ahli agama. Andaikata bukan anaknya yang

alim pasti cucunya yang akan menjadi alim.15

Karena itulah, siapapun yang menyakiti hati gurunya maka ia tak

akan mendapat kemudahan dalam berilmu dan hanya sedikit ilmunya yang

berguna.16

Sesungguhnya guru dan dokter tak akan berguna nasehatnya bila

tidak menghormatinya. Kamu akan tetap sakit bila tak kau hiraukan

doktermu, dan kamu akan tetap tidak mengerti bila kamu meremehkan

guru.17

Syaikh Az Zamuji berpendapat bahwa sangat sangat penting

seorang murid atau santri untuk menghormati, menghargai, rendah hati

dan tidak menyakiti hati guru. Hal ini ditegaskan agar siswa/santri

nantinya benar-benar mendapat ilmu yang berguna serta bermanfaat bagi

dirinya maupun orang lain.

15 Syaikh Az Zamuji, Ta’limul Muta’allim, Kiat Sukses dalam Menuntut Ilmu, Rica
Grafika. Jakarta, him. 23-'"
16Ibid., him. 25

17 Ibid., him. 25
50

C. Mengapa Ada Perbedaan dan ada Kesamaan

Adanya perbedaan dari kedua tokoh ini, tentu saja karena masa

hidupnya yang berbeda, serta bertumpu pada ajaran-ajaran yang berbeda.

Ibnu Miskawaih sebagai filosof muslim, hidup di abad pertengahan, dan

bertumpu pada ajaran spiritualistik tradisional Plato dan Aristoteles yang

• 18
cenderung platonis.

Sedangkan Syaikh Az Zarnuji filosof Arab, hidup di penghujung

abad kedua belas dan permulaan abad ketiga belas. Az Zarnuji adalah

seorang ilmuwan pendidikan yang bermadhab Hanafi, dia menganut

madhzab Hanafi dan madzhab kalam ahlu sunnah maturidiyah bukhara.1819

Bila ada kesamaan karena kedua tokoh merupakan filosof muslim

yang mempunyai visi dan misi dalam pendidikan Islam, dan ingin

memajukan Islam. Dengan metode-metode arahan agar para pelajar, siswa,

santri bisa mendapatkan ilmu yang berkah, bermanfaat bagi dirinya

maupun untuk orang lain.

Sikap Az Zarnuji berkecenderungan hidup sufi yang diajukan

dalam Ta’lim seirama dengan nuansa kehidupan tasawwuf akhlaqi A1

Ghazali yang ketat terhadap aturan syariat.

18 Ibid., him. 88

19 Az Zarnuji, op. t it
51

D. Analisis Perbandingan Metodologi Pemikiran Syaikh Az Zarnuji dan

Ibnu Miskawaih

1. Analisis Metodologi Az Zarnuji

Mukadimah Ta ’lim menjelaskan tentang fenomena kontraproduktif

dalam proses pembelajaran agama yang terjadi pada masa Az Zarnuji.

Para penuntut ilmu di masanya banyak yang belajar tekun, tetapi akhimya

lalai terhadap ajaran Islam dan sulit menyebarkan ide.20

Fenomena tersebut terjadi pula di masa sekarang, seperti

banyaknya santri/siswa/pelajar yang belajar agama dengan tujuan dapat

membentuk akhlak yang baik tawadhu’, budi pekerti dan etika yang baik,

tetapi tidak menjadi agamawan atau tidak tercapainya tujuannya.

Setelah diselidiki dan direnungkan yang lama, maka Az Zarnuji

menemukan jawaban sebagaimana dituliskan dalam kitab Ta’lim.

Penyebabnya menurut Az Zarnuji adalah kekeliruan memilih metode dan

menentukan syarat-syaratnya.21

Ditegaskan, “setiap orang yang salah menempuh metode maka

akan tersesat, sehingga tidak akan sampai pada maksud”.22 Pendapat

seperti ini menemukan momentumnya di Indonesia pada masa sekarang.

Nurkholis Madjid dalam orasinya mengemukakan kembali pendapat

20 Abdul Qadir Ahmad, Ta’lim, him. 95

21 Ibid., him. 81

22 Ibid., him. 81
52

Mahmud Yunus yang sejalan dengan Az Zamuji, bahwa At Thariqah

Ahummu min Al Maddah (metode itu lebih penting dibanding sekedar

isi).23

Pada lembaga sekolah pendapat ini berarti, “seorang guru”, yang

menguasai metodologi yang baik, sekalipun bahannya kurang, pasti akan

lebih mampu mentransfer pengetahuan lebih efektif dari pada “seorang

guru” yang menguasai begitu banyak bahan, tetapi miskin metodologi.

Pada ranah “pendidikan” yang hidupnya lebih luas dibanding sekolahan.24

Berarti “pendidik” yang menguasai metodologi yang baik, sekalipun

bahannya kurang, pasti akan lebih mampu mentransfer pengetahuan lebih

efektif daripada mereka yang menguasai begitu banyak banyan, tetapi

miskin metodologi.

Metode dalarn ta ’lim bukan hanya dimaknakan dalam aktivitas

ceramah, diskusi, resitasi dan semacamnya yang lebih mengedepankan

percapaian “kecerdasan emosional yang religius”, sehingga dapat

membangun watak. Pada perspektif ini, maka akhlak baik (rendah hati)

yang dimiliki oleh subyek didik termasuk bagian dari wacana metode.

Seperti penjelasan di atas, bahwa metode yang dijelaskan dalam

ta ’lim, yang tujuannya agar siswa/santri terhindar dari akhlak tercela,

23 Nurcholish Madjid, Metodologi dan Orientasi Studi Islam Masa Depan, Jauhar,
vocabulary. I, No. I, Desember 2000, him. 1-2
24 Noeng Muhadjir, Itmu Pendidikan dan Perubahan Sosial suatu Teori Pendidikan,
Yogyakarta, 1993, him. 54
53

maka sikap wira 7 dan ta ’dzim. Kedua sikap ini sangat besar pengaruhnya

bagi siswa/santri untuk mendapatkan ilmu yang lebih bermanfaat, baik

bagi dirinya maupun masyarakat luas, sehingga ilmu yang dapat berdaya

guna banyak.25

Santri/pelajar harus memiliki sikap wara’ yaitu menjauhkan diri

dari berperut kenyang, banyak tidur dan banyak berbicar yang tak ada

gunanya, tidak ghibah, menyia-nyiakan umur dan waktu, tidak berbuat

kerusakan dan maksiat, melaksanakan perbuatan baik dan sunnah-sunnah

Rasul, selalu membawa buku untuk dianalisis dan membawa buku catatan

dan pena untuk mencatat apa saja yang diucapkan oleh guru-guru dan para

tokoh.26

Sedangkan sikap ta ’dzim adalah penghormatan dan kepada ilmu

dan pendidik (guru). Az Zarnuji tidak memisahkan keduanya ini. Karena

siswa/santri tidak dibenarkan hanya mengais karya intelektual seseorang,

tetapi hak yang melekat padanya diterlantarkan. Pendidik mempunyai

“hak atas karya intelektual” yang pantas dihargai dengan sikap pemuliaan

dan penghargaan materialnya.27

Seperti kutipan syair dalam ta’lim menyebutkan :

25 Abdul Qadir Ahmad, Ta’lim, him. 115

26 Syaikh Az Zamuji, Ta’limul Muta’allim Kiat Sukses dalam Menuntut Ilmu, teij.
Ghazali KH, Rika Grafika, Jakarta, 1994, him. 59-62
27 Abdul Qoadir Ahmad, Ta’lim, him. 167
54

“Saya melihat berhak mendasar atas pendidikan, karena kewajiban

dasamya menjaga setiap muslim. Sungguh berkah baginya untuk diberikan

penghormatan ketika ia mengajar satu huruf dengan seribu dirham”.

2. Analisis Metodologi Ibnu Miskawaih

Berasal dari pemyataan Ibnu Miskawaih tentang pembalian akhlak

yang dinilai final berbunyi : “Adanya manusia bergantung kepada

kehendak Tuhan, tetapi perbaikannya diserahkan kepada manusia sendiri

dan bergantung pula kepada kemauan sendiri”.

Analisa Ibnu Miskawaih bahwa akhlak manusia terdapat dalam

jiwa manusia. Karena itu, ia berpendapat bahwa adanya manusia itu adalah

atas kehendak Tuhan, tetapi urusan perbaikannya diserahkan kepada

manusia sendiri. Dari sisi ini Ibnu Miskawaih ingin menyatakan bahwa

perbuatan manusia dan akibatnya merupakan tanggung jawab manusia

sendiri.2
829

3. Analisis Kitab

a) Analisis kitab Az Zamuji

Menerangkan akhlak untuk mencapai kemanfaatan ilmu.

b) Analisa Kitab Miskawaih. Metode untuk mendapatkan ilmu. Banyak

orang yang berilmu tapi tidak bermanfaat bagi diri dan orang lain

Maka supaya ia menapatkan ilmu yang diharapkan dan

mendapatkan manfaatnya, maka ia hendaknya menilai ilmu dengan

28 Ibid., him. 167

29 Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih, Belukar, Yogyakarta,


him . 133-134
55

metode yang diajarkan Ibnu Miskawaih dan menghisainya dengan

akhlakul karimah yang diajarkan Az Zamuji.

Akhlak baik, buruk, terpuji atau tercelanya akhlak seseorang

tergantung kepada orang itu sendiri. Dengan kata lain akhlak seseorang

menerima perubahan karena ia merupakan masalah yang diusahakan.

Hanya saja ia juga mengakui seperti Aristoteles bahwa kecepatan

perubahan itu tidak sama pada setiap orang, ada yang cepat ada yang

lambat.30

Kitab tahdzib Miskawaih menolak sebagian pemikiran Yunani

yang mengatakan bahwa akhlaktidak dapat berubah, karena ia berasal dari

watak dan pembawaan. Baginya akhlak dapat selalu berubah dengan

kebiasaan dan latihan serta pelajaran yang baik. Sebab kebanyakan anak-

anak yang hidup dan dididik dengan suatu cara tertentu dalam masyarakat

temyata mereka berbeda secara merusak dalam menerima nilai-nilai

akhlak yang luhur. Karena itu, manusia dapat diperbaiki akhlaknya dengan

mengosongkan dari dirinya segala sifat tercela dan menghiasinya dengan

sifat-sifat terpuji dan luhur. Ini adalah juga merupakan tujuan pokok ajaran

agama yaitu mengajarkan sejumlah nilai akhlak mulia agar manusia baik

dan bahagia. Di sinilah terdapat kaitannya yang erat antara agama dan

filsafatnya akhlak, yang keduanya berfungsi: memperbaiki tingkah laku,

rendah hati manusia, sebagai makhluk manusia, untuk mencapai

kebahagiaan.

30Ibid., him. 134


56

E. Relevansi Pemikiran Syaikh Az Zarnuji dan Ibnu Miskawaih tentang

tawadhu’ dalam Kontek Kekinian

1. Relevansi Pemikiran Az Zarnuji tentang Tawadhu’ dalam Kontek

Kekinian

Pemikiran Az Zarnuji menganggap guru sebagai elemen terpenting

dalam pembelajaran, karenanya guru harus dihormati dan diikuti tidak

boleh dibantah atau disanggah sedikitpun. Bahwa hubungan yang

menempatkan guru seperti itu, telah dirasakan sangat membunuh

kreatifitas murid.31 Karena mereka kehilangan daya kritis dan inovatifnya.

Sedangkan model hubungan seperti itu bisa jadi sangat relevan bila

diterapkan dalam pengajaran ilmu-ilmu tasawuf. Tetapi dalam ilmu-ilmu

lainnya yang membutuhkan banyak pertanyaan dan diskusi nampaknya

tidak cocok bila menggunakan pola hubungan seperti itu.

Ditambah lagi, bahwa termasuk dari menghormati guru adalah

menghormati orang-orang yang mempunyai hubungan dengannya, baik

berupa anak atau kerabat lain.

Statemen ini, nampaknya seperti dikatakan sebelumnya yang

mendukung penghormatan yang berlebihan terhadap guru dan

keluarganya. Dari penjelasan di atas penulis menambahkan hal ini tidak

bisa diterapkan di era zaman sekarang. Karena zaman sekarang dibutuhkan

kecerdasan baik IQ maupun EQ, dan lain-lain ketawadhu’an sudah sedikit

31 Majalah Pesantren Edisi VH/th. 1/2002, him. 62


57

bergeser artinya, hakekatnya sama tawadhu’ seperti dulu akan tetapi

pelaksanaan berubah yaitu tidak berlebihan, dan memandang apakah orang

tersebut patut bagi kita untuk tawadhu’.

Temyata pada akhir penjelasan Az Zamuji juga memberikan

kebebasan pada calon murid/santri/siswa untuk menetukan sendiri

mengenai materi, guru, teman/2 Ini memrupakan relevansi pemikiran

tawadhu’ dalam kontek kekinian. Dimana setiap siswa/santri bebas (dalam

aturan tidak brutal/sebebas-bebasnya) tetapi ada batasan-batasan yaitu

dengan melihat kondisi yang ada dan baikkah atau tidak akhlaknya.

2. Relevansi Pemikiran Ibnu Miskawaih tentang Tawadhu’ dalam Kontek

Kekinian

Pemikiran Ibnu Miskawaih sangat mendasarkan tentang keutamaan

akhlak, yang merupakan pokok, sedangkan keutamaan lainnya adalah

cabang. Jenis dan pemahamannya pun bisa disesuaikan dengan

• ji
perkembangan zaman. Pokok keutamaan akhlak adalah menjaga

kesucian diri, dari kesucian diri akan terwujudnya sikap batin yang mampu

mendorong secara spontan untuk melahirkan semua perbuatan bemilai32

32 Ibid., him. 62

33 Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih, Belukar, Yogyakarta, 2004,


him. 92
58

baik. Sehingga mencapai kesempumaan dan memperoleh kebahagiaan

yang sempuma.34

Hal ini sebagaimana konsep tujuan mempelajari akhlak Ibnu

Miskawaih ini bersifat “teoritis dan juga bersifat tuntunan praktis.35 Akan

tetapi ilmu akhlak sekaligus mempengaruhi siswa/santri dan mendorong

supaya membentuk hidup yang suci perbaikan amal perbuatan guna

mencapai nilai-nilai hidup yang luhur dan rendah hati.

Ibnu Miskawaih menegaskan tentang tawadhu’ dalam konteks

kekinian. Bahwa untuk mencapai sesuatu yang bermanfaat dan barokah

siswa/santri harus terlebih dahulu memulai dengan membersihkan diri dari

sifat-sifat tercela sebelum mengisinya dengan sifat-sifat utama

Hal ini amat penting, karena dalam pengalaman kehidupan selalu

kita jumpai bahwa kita, umpamanya tidak akan mungkin mendirikan

sebuah bangunan yang baik, bersih dan sehati di atas tumpukan sampah,

lumpur dan kotoran.36

34 Ibid., him. 116


35 Ibnu Miskawaih, Tahdzib Al Akhlakq, terj. Helmi Hidayat, Mizan, 1994, him. 62

36 Ibid., him. 15
BABY

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian di atas, maka dapat penulis simpulkan sebagai berikut:

1. Pemikiran Syaikh Az Zamuji ten tang tawadhu’ (rendahhati, taat, hormat)

ini sangat penting. Dimana setiap siswa/santri, pelajar atau siapa saja

memiliki sikap dan akhlak tawadhu’, taat baik kepada alim (guru), pada

orang tua, pada pemimpin yang tentunya tidak dzalim. Maka dengan

harapan kalau dengan guru, menjadikan ilmunya bermanfaat, berkah, bagi

dirinya maupun orang lain.

Selain itu murid/santri harus ta ’dzim dann wira’i seperti dijelaskan

di atas, bahwa kedua sikap ini menjadikan ilmu lebih mudah dan ilmunya

berdaya guna banyak.

Sedangkan ta ’dzim ialah penghormatan dan penghargaan kepada

ilmu dan pendidik. Dalam hal ini ada kode etik Az Zamuji yang berbeda

dengan A1 Ghozali dalam hal anjuran ketaatan kepada pendidik. A1

Ghozali menyatakan bahwa “Siswa harus taat kepada guru. Siswa juga

tidak boleh berprasangka bumk kepada pendidik, walaupun perilakunya

tampak lahir mungkar”. Ini semua dalam rangka mendapatkan manfaat

dan berkah dari apa yang telah dipelajari.

2. Pemikiran Ibnu Miskawaih tentang tawadhu’, bahwa tawadhu’ merupakan

bagian dari akhlak yang baik. Sehingga dalam pencapaiannya harus

59
60

dilakukan latihan dan pendidikan. Yang tujuannya untuk mencapai

kemuliaan akhlak yang pada gilirannya cita-cita diraih bisa terwujud,

mendapatkan ilmu yang bermanfaat baik bagi dirinya maupun masyarakat

luas. Sekaligus merupakan suatu sarana untuk mencapai kebahagiaan baik

yang bersifat sementara di dunia maupun kebahagiaan yang haqiqi di

akhirat.

Akhlak tawadhu’ menurut Ibnu Miskawaih didasarkan pada

konsepnya tentang manusia. Yang akhimya adalah memperkokoh daya-

daya positif yang dimiliki manusia agar yang seimbang/harmonis (al

‘adaalat) sehingga perbuatannya mencapai tingkatan perbuatan ketuhanan

{afaal ilaahiyyat). Perbuatan yang demikian adalah perbuatan yang

semata-mata baik dan yang lahir secara spontan.

B. Saran-saran

Dengan begitu besar manfaat dan peranan rendah hati, taat, hormat,

patuh pada guru (orang yang berilmu) maka kami menyarankan sebagai

berikut:

1. Sebagai umat Islam yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT,

seharusnya kita selalu berpegang teguh pada Al Qur'an dan al hadits, yang

merupakan pedoman dalam kehidupan sehari-hari sehingga dengan

harapan perilaku kita tidak bertentangan dengan ajaran Islam sendiri.

2. Agar ilmu menjadi berkah, manfaat baik untuk diri pribadi, maupun di

masyarakat nantinya maka dalam menuntut ilmu hendaknya tawadhu’,

taat, patuh pada guru (yang telah memberi ilmu)


61

3. Bahwa yang namanya guru, orang alim harus dihormati, ditaati, dipatuhi

dan jangan sampai membuat sakit hati. Sebagai murid/santri maupun

siswa haruslah tawadhu’ pada gurunya selagi tidak dzolim.

C. Penutup

Dengan mengucapkan puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT, atas limpahan karunia-Nya. Sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari hasil analisa di atas masih jauh dari sempuma.

Semua semata karena keterbatasan ilmu penulis. Saran dan kritik senantiasa

penulis tunggu dari pembaca.


D A FTA R PU STA K A

A1 Abarasyi, M. Athiyah, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Prof. Dr.


H. Bustami A. Gani dan Djohan Bahry, L.I.Ss, Bulan Bintang, Jakarta,
1970.

A1 Zamuji, Ta’lim A l Muta’allim, Ditahqiq Imam Ghazali Sa’id, Surabaya,


Diyanatama, 1997.

Al-Ghozali, Ihya’ UlumuddinJuz III, Darul Fiqri, Beirut Libanon, 1995.

Arifin, Tatang M., Menyusun Rencana Penelitian, CV. Rajawali, Jakarta, 1990.

Assayuthi, Jalaludin, Lubabul Hadits 400 Hadits Pilihan, terjemah Khoiron,


Apollo, Surabaya, 1987.

Athoilah, Ahmad Ibnu, Hikapi, Syirkah Nur Asia, Indonesia.

Bekker, Anton dan A. Haris, Metodologi Penelitian Filsafat, Kanisius


Yogyakarta, 1990.

Dandy, Ahmad, Kulialt Filsafat Islam, Bulan Bintang Jakarta, 1986.

Departemen Agama RI, A l Qur’an A l Karim dan Terjemahnya, CV. Toha Putra,
Semarang, 1996.

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989.

Djatmika, Rachmat, Sistem Ethika Island (Akhlak Mulia), Pustaka Panjimas,


Jakarta, 1996.

Dunya, Ibnu Abu, A t Tawadhu’ Wal Khumul, Teijemah Luqman Abdul Jalal Lc.,
Pustaka Inti, Bekasi, 2004.

Ghazali, Kiat Sukses dalam Menutut Ilmu, Rica Grafika, Jakarta, 1994.

Hadi, Sutrisno, Metodologi Research Jilid I, Yogyakarta, Andi Ofset, 1983.

Ibnu Ibaad, Sarah Hikam, Sirkah Nur Asia, Indonesia.

Ibnu Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak, Bandung, cet. I, 1994.

____, 1329.
Tahzib A l Akhlak wa Tathir Al A ’raq, Al Hurainiyah, Mesir,
____, Talizib Al Akhlak wa Tathir A l A ’raq, Dar A1 Kutub A1
Al’ilmiyyah, Lebanon, Beirut, 1985.

Izzat, Abdul Aziz, Ibnu Miskawaih, Mustafa Al Babil Halaby, Mesir, 1946.

Junus, Mahmud, Kamus Arab - Indonesia, Jakarta.

Kamal, Zainul, Menuju Kesempurnaan Akhlak, Bandung, cet. 1 ,1984.

Madjid, Nurcholish, Metodologi dan Orientasi Studi Islam Masa Depan, Jauhar,
vocabulary. I, No. I, Desember 2000.

Majalah Pesantren Edisi VH/th. 1/2002.

Muhadjir, Noeng, Ilmu Pendidikan dan Perubalian Sosial suatu Teori


Pendidikan, Yogyakarta, 1993.

Nasir, Moh., Metologi Penelilian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1995.

Nasution, Harun, Falsafat dan Mistisme datum Islam, Jakarta, Bulan Bintang,
1973.

Nata, Abuddin, Perspektif Islam tenlang Pola Hubungan Guru - Murid Studi
Pemilihan TasawufAl Ghazali, PT. Raja Grafmdo Persada, Jakarta, 2001.

Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih, Belukar, Yogyakarta,


2004.

Syaikh Az Zamuji, TaTim Muta’allim Tariqatta’allum, terj. Abdul Kadir Al


Jafri, Mutiara Ilmu Surabaya, 1995.

____, Ta’limul Muta’allim Kiat Sukses dalam Men untut Ilmu, teij.
Ghazali KH, Rika Grafika, Jakarta, 1994.

Syarif, MM. (ed.), Para Filosof Muslim, teij. Cet. II, Mizan, Bandung, 1989.

Ta’lim A l Muta’allim Thariq A l Ta’allum Thaqiq wa Al Dirasah, Mesir, Al


Nahdlah al Misriyah, 1980.

Winamo, Pengantar Ilmiah Dasar Metode Teknik, Tarsito, Bandung, 1989.


D A F T A R R IW A Y A T H ID U P

Nama : Aan Sulistyo

Tempat/Tanggal Lahir : Purworejo, 7 Juli 1983

Alamat : Desa Bajang Rejo, Kec. Banyu Urip

Kab. Purworejo

Pendidikan : - TK Bajang Rejo, lulus tahun 1990

- SD N I Bajang Rejo lulus tahun 1996

. - S M P N I Banyu Urip lulus 1999

- MA N I Purworejo lulus tahun 2002

- STAIN Salatiga Jurusan Tarbiyah

Progdi PAI tahun 2002 - 2006


AiiiCilUfiM AttAJVLA i i i / \

REPUBLIK INDONESIA ORIENTASI MAHASISWA STAIN SALATIGA


S E K O L A H T IN G G I A G A M A IS L A M N E G E R I S A L A T IG A
Sekretariat: P K M II Lantai I Kampus STAIN Salatiga, 31. Tentara Pelajar No. 02 Salatiga 50721 Telp. 0298-314741

Nomor: 30/Pan-ORMASS/VII/02

Diberikan Kepada: NIM : ...rn.p2.pg7.

Atas partisipasinya dalam kegiatan:

O rientasi M ah asisw a STAIN S alatig a (O R M A SS)


1 9 -2 2 Agustus 2 0 0 2 di Kam pus STAIN S alatiga
SEB^JJAI : PESERTA
2 2 A gustus 2 0 0 2
P anitia O R M A S S 2 0 0 2
S TA IN S a la tig a

Drs. H. NASAFI IU D I UTOMO


P uket III B idang K em ah asisw aan S ekretaris O rgan izin g C o m m ittee
DEPARTEMEN AGAMA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA
Jl. Tentara Pelajar 02 T e lp .(0 2 9 8 ) 3 2 3 7 0 6 ,3 2 3 4 3 3 F a x 3 2 3 4 3 3 Salatiga 50721
W ebsite : w w w .stainsalatiga.ac.id E -m ai! : adm inistrasi@ stainsa!atiga.ac.id

>mor: ST.27/K-1/PP.00.9/I-1.1.091/2006 23 Mei 2006


imp. : Proposal Skripsi
il : Pembimbing dan Asisten
Pem bim bing Skripsi

Yth. Dr. H. M. Saerozi, M.Ag.

Assaiamuaiaikum w.w.

Dalam rangka penulisan Skripsi Mahasiswa Program Sarjana (S.l). Saudara ditunjuk sebagai
Dosen Pembimbing / Asisten PembimbingSkripsi mahasiswa :

N ama : AAN SULISTYO


NIM : 11102007
Jurusan : TARBI YAH
Judul Skripsi : PEMBENTUKAN SIKAPTAWADHU' (Telaah Komparasi Menurut
Pendapat Az Zamuji dan Ibnu Miskawaih)

Apabila dipandang perlu Saudara diminta mengoreksi tema Skripsi di atas.

Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan.

W a s s a la m u a la ik u m w .w .

a.n. Ketua,
Pembantu Ketua Bidang Akademik

nbusan : Yth. Ketua STAIN Salatiga (sebagai laporan)


D A F T A R SK K

Nama : Aan Sulistyo Jurusan/Progdi : Tarbiyah/PAI


NIM : 111 02 007

No Jenis Kegiatan Waktu Kegiatan Status Nilai


1 Orientasi Mahasiswa STAIN Salatiga 2002 Peserta 3
2 Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Peserta 2
3 ITTAQO (Seminar Bahasa Arab) 14 September 2002 Peserta 2
4 BEM (STAIN) “Seminar Nasional dan 17 Desember 2005 Peserta 6
Silaturahmi antar Agama”
5 ITTAQO (Penguasaan Bahasa Arab) 2002 Peserta 2
6 Lembaga Dakwah Kampus (Kader Dakwah 2003 Peserta 2
Profesional, Kreatif dan Responsif terhadap
Problem Umat)
7 BEM (Kecenderungan Prilaku Remaja dalam 2003 Peserta 2
Perspektif Gender) 2003
8 GPA Salatiga (Bersih-bersih Kota dan kampanye 2005 Peserta 2
Polusi Udara)
9 KAMMI (Konsep Perbaikan Umat dalam 2003 Peserta 2
Perspektif Gerakan Mahasiswa
10 HMJ Tarbiyah (Urgensi Pendidikan terhadap 30 Mei 2006 Peserta 2
Liberalisasi dan Komersialisasi)
11 SMC (Konser Music Amal) 2002 Peserta 2
12 FSI “Refleksi” (Mewujudkan Jatidiri Muslim 2002 Peserta 2
dengan amal, iman, dan ilmu) 2002
13 FSI (Berfikir Ilmiah, Berakhlak Islami Menuju Peserta 2
Generasi Robani)
14 KKN (Tumamen Bola Volley Kita Jalin Panitia 3
Persatuan dan Kesatuan Masyarakat)
15 TPA/Masjid Darul Amal (sebagai pengajar) 2002-2003 4
16 TPA/TPQ Masjid Polres Salatiga (sebagai 2003-2006 12
pengasuh + Pengajar)
17 IMM dalam kegiatan Darul Arqom Dasa (DAD) 2002 Peserta 2
18 Perkemahan dan Porseni Pelajar NU ke- 2 tahun 2005 Peserta 4
2005
19 IMM Pemberdayaan Mahasiswa Menuju 2003 Peserta 2
Masyarakat Civil Society
20 FKU Seminar Forum Komunikasi 2003 Panitia 2
Ustadz/Ustadzah tahun 2003
60

Salatiga, Agustus 2006

Anda mungkin juga menyukai