Vol. x, No. x,
2355 - 8245 JPIPS : JURNAL PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Bulan Tahun
E-ISSN: Tersedia secara online: http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/jpips
Halaman: x - x
2614 - 5480
1
PENDAHULUAN
Banyak komentar negative bahkan merupakan kutukan bagi perilaku koruptor
dan penjahat. Rasa jijik, marah, frustasi, putus asa, marah dan pengaruh negatif
lainnya, faktor-faktor ini akan terus berlanjut dan memperburuk perilaku korup.
Apalagi di acara TV, tersangka kriminal, terdakwa bahkan terpidana pun seolah-olah
memperlihatkan kekerasan atau menampilkan aksi-aksi selebritis.
Maraknya tindak pidana korupsi sudah pasti membuat tegang seluruh bangsa
Indonesia. Jelas terlihat bahwa korupsi merajalela di berbagai sektor, bersama dengan
otoritas eksekutif, legislatif dan yudikatif, serta sektor swasta. Karenanya,
pemberantasan korupsi menjadi fokus utama dari pemerintah dan rakyat Indonesia.
Upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi dilakukan secara bersamaan,
mengingat korupsi sebagai kejahatan kerah putih sekaligus kejahatan luar biasa.
Upaya-upaya tersebut telah dilakukan dan diusahakan untuk mewujudkan hasil dari
pemberantasan korupsi. Selama masa reformasi, selain kepolisian dan kejaksaan
banyak lembaga pelaksana pemberantasan korupsi didirikan, yaitu Komisi
Pemberaantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporann dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK), serta Lembaga Perliindungan Saksi dan Korban (LPSK). Juga telah
membentuk pengadilan khusus untuk kasus korupsi. Semua itu untuk meningkatkan
upaya pemberantasan korupsi.
Sejumlah terobosan telah dilakukan Presiden Joko Widodo dalam
pemberantasan korupsi. Sejak awal menjabat sebagai presiden, Jokowi sudah
memperlihatkan dukungannya kepada Otoritas Pemberantasan Korupsi (KPK) yang
terus diguncang, terutama oleh para politisi. Komitmen tersebut ditunjukkan oleh
Jokowi, misalnya dengan membentuk Satgas Pembersihan Pungutan Liat (Satgas
Saber Pungli).
Pada masa pemerintahannya, Jokowi mendorong pemerintahan yang bersih dan
bebas korupsi. Dengan demikian, reformasi birokrasi merupakan langkah strategis
untuk membangun aparatur negara dalam penyelenggaraan pemerintahan yang lebih
baik. Dalam tiga tahun terakhir, reformasi birokrasi di lembaga atau kementerian
meningkat pada tahun 2014 sebesar 47%, tahun 2015 sebesar 86,84%, dan tahun 2016
sebesar 92,68%. Jokowi percaya bahwa konsep ini akan menjadi langkah pencegahan
korupsi dan mewujudkan pemerintahan korupsi yang baik dan bersih di negara bagian
selanjutnya.
Pada 6 Mei 2015, Jokowi mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7
Tahun 2015 tentang langkah-langkah Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK).
Arahan Presiden ini merupakan implementasi dari Peraturan Pemerintah Nomor 55
Tahun 2015 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
Jangka Panjang 2012-2025 dan Jangka Menengah 2012-2014 yang ditetapkan pada
23 Mei 2012. Jokowi meyakini Bahwa langkah ini akan menjadi langkah hukum yang
tegas, yang dapat menimbulkan efek jera bagi pelakunya.
Meningkatkan pemberantasan korupsi merupakan sebuah jawaban yang tepat
untuk merespon maraknya perilaku korupsi. Kesuksesan pemberantasan korupsi
berdampak baik bagi masyarakat, bangsa, juga negara. Karena tindak korupsi
menunjukkan bisnis yang korup, korup, korup, dan tidak terhormat yang berkaitan
dengan uang, korupsi juga menjadi sebuah tekanan yang serius bagi stabilitas dan
keamanan yang dapat melumpuhkan kelembagaan, nilai-nilai dari demokrasi, moral
dan keadilan juga dapat mengancam pembangunan berkelanjutan serta dukungan
terhadap peraturan hokum.
METODE
Artikel ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research),
yang merupakan pengumpulan data dengan cara mencari data dan informasi melalui
dokumen, baik melalui dokumen tertulis seperti jurnal, buku, koran online, gambar
maupun elektronik yang mendukung dalam proses penelitian. Tujuan dari artikel ini
adalah untuk mengetahui dan meninjau kembali tentang optimalisasi Indonesia dalam
membrantas permasalahan korupsi.
Pembahasan
1) Meningkatan Etika dan Integritas Penyelenggara Negara dalam Mewujudkan
Aparatur Negara yang Profesional dan Berintegritas.
Rendahnya integritas dan etika pejabat menjadi penyebab utama terjadinya
pelanggaran dan penyalahgunaan wewenang. Institusi negara adalah faktor utama
kesuksesan pemerintahan dalam mewujudkan pemerintahan yang benar dan bersih
yang bebas dari korupsi, kolusi dan Nepotisme. Jika tidak adanya sebuah alat yang
berintegritas dan bermoral, maka prosedur kerja pemerintah tidak dapat berfungsi
dengan tepat. Selanjutnya, salah satu bagian utama dari rencana perubahan
administratif adalah perubahan aset manusia, karena bagian ini akan mengarahkan
rencana reformasi birokrasi maju ke depan.
Namun reformasi birokrasi saja tidak dapat mengembangkan integritas dan etika
lembaga negara dalam waktu yang singkat. Dari sekolah hingga pendidikan formal,
integritas dan etika lembaga negara harus berkembang secara simultan. Oleh karena
itu, diperlukan pembenahan kembali dengan menyerap nilai luhur bangsa Indonesia,
nilai-nilai baik berasal dari kepercayaan, tradisi maupun ideologi bangsa yaitu
Pancasila. Nila luhur tersebut harus diwujudkan dalam setiap acara ketatanegaraan
agar upaya penyelenggara negara dapat terwujud dalam kehidupan sehari-hari,
sehingga pada akhirnya terbentuk lembaga negara yang sangat disiplin dan
profesional.
Penyelenggara negara yang bercirikan integritas dan etika merupakan syarat untuk
mewujudkan penyelenggaraan pemerintah yang benar, bersih dan lugas. Di banyak
negara, memajukan kejujuran dan moral otoritas publik adalah metode yang ampuh
untuk mengumpulkan perspektif dan perhatian pada kesadaran atau jika tidak ada cara
lain yang berhasil mengurangi tindak korupsi.
KESIMPULAN
Adanya macam-macam ketentuan tersebut, maka akan dicapai kesepakatan
bersama untuk meningkatkan saling melengkapi dan bersinergi untuk pemberantasan
korupsi yang pada akhirnya akan berdampak baik untuk pemberantasan korupsi di
Indonesia. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya ialah komitmen penegak hukum
untuk melaksanakan hukum secara konsisten, dan terintegrasi agar dapat menerapkan
hukum secara adil, memberikan kepastian hukum, dan bermanfaat bagi masyarakat.
Langkah-langkah yang dilakukan dengan memberikan hukuman yang paling berat
kepada pelaku korupsi, baik hukuman pidana, denda, penggantian uang, bukti refleksi
tindak pidana pencuciian uang (TPPU), serta pemberian saksi sosial terakumulasi.
Dengan demikian, pemberantasan korupsi ditangani secara terintegrasi dan
menyeluruh. Hal ini diupayakan agar dapat meningkatkan kepercayaan publik,
investor, dan kepercayaan negara, serta menjadi penangkal calon koruptor,
mengoptimalkan perolehan mata uang negara atau masyarakat, dan memiliki efek
positif yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Basrief. (2014). Perampasan Aset Hasiil Kejahatan, Jakarta: Kejaksaan
Agung Jaksa.
Agung RI, Penjelasan Tertulis Jaksa Agung pada Rapat Kerja Komisi III DPR RI,
18 Februari 2015.