Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PROBLEM BASE LEARNING

MODUL MENGAMUK

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

Dzakiyyah Anwar (70600117021) Izdihar Hafizhah Az-Zahrah (70600117036)


Andi Putri Marha Nurulilmi(70600117024) Mulkiyah Zul Fadhilah (70600117039)
Nurul Shafira Yusuf (70600117027) Muh. Ulyl Imam Fitra Nurdin (7060011042)
Reski Nursyifah Husain (70600117030) Andi Dian Hajriana A (70600117045)
Audya Bulkis(70600117033) Vivi Aprilliah Fadila (70600117048)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya dengan
rahmat dan karunia_Nya kami dapat menyelesaikan laporan PBL mengamuk ini
dengan tepat waktu.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada tutor kami
yang telah membantu dan membimbing kami, dan kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Kami menyadari dalam pembuatan laporan PBL mengamuk ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu kami meminta kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sekalian untuk perbaikan kami dalam pembuatan
laporan selanjutnya.
Akhir kata semoga laporan PBL Mengamuk bermanfaat bagi pembaca
semuanya.
.

Makassar, 22 November 2018

KELOMP
OK 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Skenario

Seorang laki-laki berusia 33 tahun daatang diantar oleh keluarganya karena


sering mengamuk, marah-marah, dan menghancurkan barang-barang sejak 3
bulan yang lalu saat dia diberhentikan dari tempat kerjanya sebagai buruh
bangunan. Pada mulanya, ia terlihat pendiam, melamun, sering bicara sendiri,.
Seminggu terakhir ini sering marah-marah dan menghancurkan barang-barang
dan membenturkan kepalanya.

B. Kata Kunci
- Laki-laki 33 tahun
- Sering mengamuk
- Marah-marah
- Menghancurkan barang-barang
- Sejak 3 bulan yang lalu
- Diberhentikan dari tempat kerjanya sebgai buruh bangunan
- Pendiam
- Melamun
- Sering bicara sendiri
- Membenturkan kepalanya
C. Daftar Pertanyaan
1. Jelaskan definisi mengamuk
2. Jelaskan anatomi dan fisiologi dari skenario
3. Jelaskan patomekanisme mengamuk
4. Jelaskan etiologi mengamuk
5. Sebutkan dan jelaskan penyakit apa yang mungkin diderita pada skenario!
6. Bagaimana integrasi Keislaman sesuai skenario?
D. Learning Outcome
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi dari mengamuk
2. Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi dari scenario
3. Mahasiswa mampu menjelaskan patomekanisme mengamuk
4. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi mengamuk
5. Mahasiswa mampu menjelaskan penyakit yang terkait dari skenario
6. Mahasiswa mampu menjelaskan integrasi keislaman yang terkait dengan
skenario.
E. Problem Tree
BAB II
PEMBAHASAN

1. Definisi mengamuk
Menyerang dengan membabi buta (karena marah, mata gelap, dsb):
dan orang yang mengamuk itu kurang beres pikirannya. Mengamuk atau
gaduh gelisah adalah suatu keadaan peningkatan aktifitas mental dan
motorik seseorang sedemikian rupa sehingga sukar dikendalikan. (kbbi)

2. Anatomi dan fisiologi

Anatomi dan fisiologi susunan saraf pusat

Encephalon (otak)

 Otak besar (cerebrum)


 Otak tengah (mechencepalon)
 Otak depan (dienchepalon)
 Otak belakang : pons varoli, medulla oblongata, dan cerebellum

Medulla spinalis

Sumber: Netter Human Anatomy


A. ENCEPHALONE (OTAK)
Otak terletak didalam rongga kranium tengkorak. Otak berkembang dari
sebuah tabung yang mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran, otak
awal yang disebut otak depan (dienchepalon), otak tengah (mechencepalon)
dan otak  belakang (pons Varoli, medulla oblongata dan cerebellum).
 CEREBRUM
Cerebrum merupakan bagian terbesar dari otak manusia yang dibagi
menjadi dua belahan yaitu hemisfer cerebrum kiri dan kanan. Keduanya
dihubungkan satu sama lain oleh korpus kallosum, suatu pita tebal yang
mengandung sekitar tiga ratus juga akson saraf melintang diantara kedua
saraf. Otak besar, memiliki permukaan yang berlipat-lipat dan
mengandung ratusan juta neuron. Korteks ( bagian luar ) serebrum
berwarna abu-abu, disebut subtansi grissea dan medulla (bagian dalam)
berwarna putih, disebut subtansi alba.
Serebrum terdiri atas lobus-lobus, yaitu:
a. Lobus Frontalis berperan dalam pengendalian gerak otot
motorik dan bagian yang berperan dalam pengendalian saraf sensorik 
b. Lobus Temporalis berperan dalam system pendengaran
c. Lobus Occipitalis berperan dalam system penglihatan
d. Lobus Parietalis terbentuk karena adanya suatu lekukan, peka terhadap
perubahan yang berhubungan dengan panas, dingin, tekanan, dan
sentuhan pada alat indra dikulit
 MECHENCEPALON
Otak tengah berperan dalam refleks mata membuat pergerakan
mata,mengangkat kelopak mata, memutar mata, pusat pergerakan
mata sertakontraksi otot terus menerus
 DIENCHEPALON
Otak depan terdiri dari dua lobus :
a. Talamus berfungsi menerima rangsangan yang berasal dari
reseptor (kecuali bau) ke area sensori cerebrum, serta melakukan
persepsi rasa sakit dan menyenangkan.
b. Hipotalamus merupakan pusat koordinasi system saraf otonom.
Hipotalamus berfungsi mengatur suhu tubuh pada organisme
homoitermal. Hipotalamus berfungsi mengatur rasa ngantuk, mengatur
emosi, kadar air dalam tubuh, kegiatan reproduksi, tekanan darah, dan
kadar gula dalam darah.
 OTAK BELAKANG
a. Pons varoli merupakan serabut saraf yang menghubungkan otak kecil
bagian kiri dan kanan, serta menghubungkan otak besar dengan sum-
sum tulang belakang. 
b. Cerebellum terletak dibagian belakang dibawah otak besar. Otak kecil
berfungsi mengkordinasikan kerja otot, tonus otot, keseimbangan dan
posisi tubuh. Otak kecil merupakan pusat keseimbangan. Apabila
terjadi gangguan diotak kecil, maka semua gerakan otot dapat
dikoordinasikan.
c. Medulla Oblongata menghubungkan otak dengan sumsum tulang
belakang. Medulla oblongata berperan dalam mengatur denyut
jantung, penyempitan pembuluh darah, gerakan menelan, batuk,
bersin, bersendawa, dan muntah-muntah. Bagian medulla oblongata
yang menghubungkan sumsum tulang belakang dan otak disebut Pons
yang berperan dalam pengatur pernafasan 

MEDULLA SPINALIS

Medulla spinalis terletak memanjang dalam rongga tulang belakang hingga


diantara ruas tulang belakang (Vertebra Lumbalis ) kedua. Dibagian tengah berkas
saraf ini terdapat saluran berisi cairan serebrospinal. Medulla Spinalis berperan
dalam terjadinya reflex.

YANG TERLIBAT SAAT MENGAMUK


Gejala mengamuk diduga berhubungan dengan lesi pada korteks
prefrontalis dan stimuluasi nucleus amigdala dari sistem limbic. Lobus frontalis
merupakan pusat mental dan emosi manusia, sehingga jika terjadi lesi dibagian
tersebut akan mengakibatkan gangguan mental yang sukar / tidak dapat
dikendalikan

Selain itu, stimulasi eksperimental pada amigdala dalam sistem limbic


diketahui menimbulkan aktivasi afektif. Reaksi emosional seperti kemarahan dan
agresi muncul disertai oleh reaksi otonom seperti peningkatan tekanan darah,
frekuensi denyut  jantung dan frekuensi pernapasan, perubahan atensi, asupan
nutrisi dan perubahan  perilaku seksual terjadi, tergantung pada subdivisi nucleus
amigdala yang terstimulasi.

PENGATURAN SIFAT OLEH HIPOTHALAMUS DAN DAERAH ASOSIASI


SISTEM LIMBIK

 Stimulasi pada lateral hipotalamus menimbulkan persepsi haus dan lapar


serta mengarahkan pada sikap marah.
 Stimulasi pada ventromedial nucleus memberikan sensasi kepuasan dan
penurunan nafsu makan.
 Stimulation pada thin zone of periventricular nuclei menimbulkan sensasi
takut dan rasa bersalah.
 Perubahan perilaku seksual khususnya disebabkan karena stimulus pada
anterior dan posterior hypothalamus.

3. Patomekanisme mengamuk

PATOMEKANISME MENGAMUK

Bagaimana proses terjadinya mengamuk  sampai saat ini belum diketahui. Diduga
psikosis disebabkan oleh banyak faktor (biologik, biokimia, genetik, dsb)

1) Biologik
Tidak ada kelainan fungsional dan struktur yang patognomonik ditemukan pada
penderita skizofrenia, meskipun demikian terdapat sejumlah kelainan (yang telah
direplikasi dan dibandingkan) pada sub-populasi skizofrenia. Gangguan yang
paling banyak dijumpai adalah pelebaran ventrikel tiga dan lateral yang stabil dan
kadang-kadang sudah terlihat sebelum onset penyakit; atropi lobus temporal
bilateral, yang lebih spesifik lagigirus parahipokampus, hipokampus dan
amigdala; disorientasi spasial  sel pyramid hipokampus  dan penurunan volume
korrteksprefrontal dorso lateral. Beberapa  penelitian melaporkan bahwa semua
perubahan ini tampaknya statis dan telah ada  kira-kira sejak lahir (tidak ada
gliosis) dan pada beberapa kasus, perjalanannya progresif. Laokasinya
menunjukkan gangguan perilaku yang ditemukan pada skizofrenia ; misalnya
gangguan pada hipokampus dikaitkan dengan gangguan memori  dan atropi lobus
frontalis dihubungkan dengan gejala negatif skizofrenia. Penemuan yang lain
diantaranya yaitu adanya antibodi sitomegalovirus didalam cairan cerebtospinal
(CSS). Limposit atipikal tipe P (terstimulasi), kelainan hemisfer kiri, gangguan
transmisi dan pengurangan ukuran korpus kalosum, pengecilan  vermis serebri,
penurunan aliran darah dan metabolisme glukosa di lobus frontalis (dilihat dengan
PET), kelainan EEG dan EP P300 auditorik (dengan QEEM) sulit memusatkan
perhatian, dan perlambatan  waktu reaksi. Pada individu yang berkembang
menjadi skizofrenia terdapat peningkatan insiden komplikasi persalinan (prematus
dan BBLR).

2) Biokimia    
Rtiologi biokimia skizofrenia belum diketahui. Hipotesis yang paling banyak
yaitu adanya gangguan neurotransmitter sentral. Teori penelitian mengemukakan
adanya aktivitas berlebihan dopamine sentral (hipotesis dopamine), dan ini
berdasarkan tiga penemuan utama :

(1)   Aktivitas antipsikotik dari obat-obatan neuroleptik (misalnya fenotiazin) bekerja


dengan memblokade pada reseptor dopamine pasca sinaps (tipe D2 ).
(2)   Psikosis amfetamin sering sukar dibedakan secara klinis dengan psikosis
skizofrenia paranoid akut, amfetamin melepaskan dopamin sentral..Selain itu,
amfetamin juga memperburuk skizofrenia.

(3)   Ada peningkatan  jumlah reseptor D2 di nucleus kaudatus, nucleus akumben, dan


putamen pada penderita skizofrenia.

Penelitian reseptor D1, D3, D4 saat ini tidak banya memberikan hasil. Teori baru
yaitu peningkatan serotonin SSP (terutama 5 HT) dan kelebihan norepinefrin (NE)
di otak depan  limbik (terjadi pada beberapa penderita skizofrenia, berkurang
dengan pemberian obat dan terdapat perbaikan klinis.

3) Genetika
Skizofrenia mempunyai komponen diwariskan yang bermakna kompleks dan
poligen. Sesuai dengan penelitian hubungan darah, (konsanguitas)skizofrenia
adalah ganggua yang familial. Semakin dekat hubungan kekerabatan semakin
tinggi resiko..Pada penelitian kembar, kembar monozygot mdmpunyai resiko 4 –
6 kali lebih tinggi dibanding dengan kembar dizygote. Pada anak adopsi, anak
yang mempunyai orang tua skizofrenia, bila diadopsi saat lahir, oleh keluarga
normal, peningkatan angka kesakitan sama dengan anka bila diasuh  sendiri oleh
orantuanya yang skizofrenia.

Frekuensi kejadian nonpsikotik meningkat pada keluarga skizofrenia. dan


secara genetik dikaitkab dengan gangguan kepribadian ambang dan skizotipal,
gangguan obsesif kompulsif dan kemungkinan dihubungkan dihubungkan dengan
kepribadian paranoid dan anti social.

Penelitian genetika molekuler modern, terutama penelitian keterkaitan


kromosom (chromosomal linkage), tidak menemukan sesuatu yang pasti. Bukti
terkuat menunjukkan  pada kromosom 6, saat ini kinsensus mengatakan bahwa
skizofrenia multifaktorial secara genetik dan lingkungan.   

4. Etiologi dan factor pencetus dari mengamuk

FACTOR PENCETUS
1. Pengalaman traumatis sebelumnya.
Trauma berasal dari bahasa Yunani yang berarti.Kata trauma
digunakan untuk menggambarkan kejadian atau situasi yang dialami oleh
korban. Kejadian atau pengalaman traumatic akan dihayati secara berbeda-
beda antara individu yang satu dengan lainnya,sehingga setiap orang akan
memiliki reaksi yang berbeda pula pada saat menghadapi kejadian yang
traumatik. Oleh sebab itu, merupakan suatu hal yang wajar ketika
seseorang mengalami shock baik secara fisik maupun emosional sebagai
suatu reaksi stres atas kejadian traumatik tersebut. Kadangkala efek
aftershock ini baru terjadi setelah beberapa jam, hari, atau bahkan
berminggu-minggu.
2. Faktor Biologi
a. Faktor genetik
Hingga saat ini belum ditemukan adanya gen tertentu yang
menyebabkan terjadinya gangguan jiwa. Akan tetapi telah ditemukan
adanya variasi dari multiple gen yang telah berkontribusi pada
terganggunya fungsi otak (Mohr, 2003) . Sebuah penelitian yang
dilakukan oleh National Institute of Health di Amerika serikat telah
menemukan adanya variasi genetik pada 33000 pasien dgn diagnosa
skizofrenia, Autis, ADHD, bipolar disorder dan mayor deppressive
disorder. Penelitian tersebut menemukan bahwa Variasi CACNA1C dan
CACNB2 diketahui telah mempengaruhi circuitry yang meliputi memori,
perhatian, cara berpikir dan emosi. Disamping itu juga telah ditemukan
bahwa dari orang tua dan anak dapat menurunkan sebesar 10%. Dari
keponakan atau cucu sebesar 2 – 4 % dan saudara kembar identik sebesar
48%.
b. Gangguan Struktur dan Fungsi Otak.
Hipoaktifitas lobus frontal telah menyebabkan afek menjadi
tumpul, isolasi sosial dan apati. Sedangkan gangguan pada lobus temporal
telah ditemukan terkait dengan munculnya waham, halusinasi dan
ketidakmampuan mengenal objek atau wajah.
c. Neurotransmitter
Neurotransmiter adalah senyawa organik endogenus membawa
sinyal diantara neuron. Neurotransmitter terdiri dari :
 Dopamin : berfungsi membantu otak mengatasi depresi,
meningkatkan ingatan dan meningkatkan kewaspadaan mental.
 Serotonin : pengaturan tidur, persepsi nyeri, mengatur status
mood dan temperatur tubuh serta berperan dalam perilaku aggresi
atau marah dan libido.
 Norepinefrin : Fungsi Utama adalah mengatur fungsi kesiagaan,
pusat perhatian dan orientasi; mengatur “fight-flight”dan proses
pembelajaran dan memory.
 Asetilkolin : mempengaruhi kesiagaan, kewaspadaan, dan
pemusatan perhatian.
 Glutamat : pengaturan kemampuan memori dan memelihara
fungsi automatic.

3. Faktor Koping
Koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, respon terhadap situasi
yang mengancam. Upaya individu dapat berupa perubahan cara berfikir
(kognitif), perubahan perilaku atau perubahan lingkungan yang bertujuan
untuk meyelesaikan stres yang dihadapi. Koping yang efektif akan
menghasilkan adaptasi. Koping dapat diidentifikasi melalui respon,
manifestasi (tanda dan gejala) dan pertanyaan klien dalam wawancara.
Ketika individu mengalami masalah, secara umum ada dua strategi
koping yang biasanya digunakan oleh individu tersebut, yaitu :
- Problem-solving focused coping, dimana individu secara aktif mencari
penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi
yang menimbulkan stress.
- Emotion-focused coping, dimana individu melibatkan usaha-usaha
untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan
dampak yang akan timbul akibat suatu kondisi atau situasi yang penuh
tekanan.
Individu yang menggunakan problem-solving focused coping cenderung
berorientasi pada pemecahan masalah yang dialaminya sehingga bisa
terhindar dari stres yang berkepanjangan sebaliknya individu yang
senantiasa menggunakan emotion-focused coping cenderung berfokus
pada ego mereka sehingga masalah yang dihadapi tidak pernah ada
pemecahannya yang membuat mereka mengalami stres yang
berkepanjangan bahkan akhirnya bias jatuh kekeadaan gangguan jiwa
berat.

4. Stressor Psikososial
Faktor stressor psikososial juga turut berkontribusi terhadap
terjadinya gangguan jiwa. Seberapa berat stressor yang dialami seseorang
sangat mempengaruhi respon dan koping mereka. Seseorang mengalami
stressor yang berat seperti kehilangan suami tentunya berbeda dengan
seseorang yang hanya mengalami strssor ringan seperti terkena macet
dijalan. Banyaknya stressor dan seringnya mengalami sebuah stressor juga
mempengaruhi respon dan koping. Seseorang yang mengalami banyak
masalah tentu berbeda dengan seseorang yang tidak punya banyak
masalah.
5. Pemahaman dan Keyakinan Agama
Pemahaman dan keyakinan agama ternyata juga berkontribusi
terhadap kejadian gangguan jiwa. Beberapa penelitian telah membuktikan
adanya hubungan ini. Sebuah penelitian ethnografi yang dilakukan oleh
Suryani (2011).Pada pasien yang mengalami halusinasi pendengaran,
halusinasinya tidak muncul kalau kondisi keimanan mereka kuat .
(Suryani, 2013)

ETIOLOGI MENGAMUK :
-gangguan bipolar
-depresi atau stress
-lesi otak yang akan menyebabakan epilepsy
-tekanansosial

FAKTOR RESIK MENGAMUK :


-mempunyai hubungan darah dengan penderita
-periode pengalaman hidup yang sangat menkan
-penyalahgunaan obat
-perubahan hidup yang besar ( contohnya : ditinggal orang terdekat)
-faktor usia 20-an
-gangguan neurotransmiter
-ganggua keseimbangan hormonal
-faktor biologis
5. Deferensial diagnosa
Setelah kami berdiskusi maka kami memasukkan penyakit yang terlibat
dalam scenario yaitu:

Skizofrenia Bipolar episode Bipolar episode


mania depresi
Laki-laki √ √ √
33 tahun √ √ √
Korban PHK √ √ √
Mengamuk √ √ -
Marah-marah √ √ -
Menghancurkan √ √ -
barang
Membenturkan kepala √ √ √
Pendiam √ - √
Melamun √ - √
Berbicara sendiri √ - -
A. SKIZOFRENIA

1. DEFINISI
Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu
gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi,
pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan
intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat
berkembang kemudian (Sadock, 2003).
Menurut Temes (2011) skizofrenia adalah bentuk paling umum dari
penyakit mental yang parah. Penyakit ini adalah penyakit yang serius dan
mengkhawatirkan yang ditandai dengan penurunan atau ketidakmampuan
berkomunikasi, gangguan realitas (berupa halusinasi dan waham), gangguan
kognitif (tidak mampu berpikir abstrak) serta mengalami kesulitan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari.

2. KLASIFIKASI
1. Tipe Paranoid
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah waham yang mencolok atau
halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif dan afektif yang
relatif masih terjaga. Waham biasanya adalah waham kejar atau waham
kebesaran, atau keduanya, tetapi waham dengan tema lain (misalnya waham
kecemburuan, keagamaan, atau somalisas) mungkin juga muncul. Ciri-ciri lainnya
meliputi ansietas, kemarahan, menjaga jarak dan suka berargumentasi, dan
agresif.
2. Tipe Disorganized (tidak terorganisasi)
Ciri utama skizofrenia tipe disorganized adalah pembicaraan kacau,
tingkah laku kacau dan afek yang datar atau inappropriate. Pembicaraan yang
kacau dapat disertai kekonyolan dan tertawa yang tidak erat kaitannya dengan isi
pembicaraan. Disorganisasi tingkah laku dapat membawa pada gangguan yang
serius pada berbagai aktivitas hidup sehari-hari.
3. Tipe Katatonik
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah gangguan pada psikomotor yang
dapat meliputi ketidakbergerakan motorik (waxy flexibility). Aktivitas motor
yangberlebihan, negativism yang ekstrim, sama sekali tidak mau bicara dan
berkomunikasi (mutism), gerakan-gerakan yang tidak terkendali, mengulang
ucapan orang lain (echolalia) atau mengikuti tingkah laku orang lain
(echopraxia).
4. Tipe Undifferentiated (tidak berdiferensiasi)
Tipe Undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang menampilkan
perubahan pola simptom-simptom yang cepat menyangkut semua indikator
skizofrenia. Misalnya, indikasi yang sangat ruwet, kebingungan (confusion),
emosi yang tidak dapat dipegang karena berubah-ubah, adanya delusi, referensi
yang berubah-ubah atau salah, adanya ketergugahan yang sangat besar, autisme
seperti mimpi, depresi, dan sewaktu-waktu juga ada fase yang menunjukkan
ketakutan.
5. Tipe Residual
Tipe ini merupakan kategori yang dianggap telah terlepas dari skizofrenia
tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual atau sisa, seperti keyakinan-
keyakinan negatif, atau mungkin masih memiliki ide-ide tidak wajar yang tidak
sepenuhnya delusional. Gejala-gejala residual itu dapat meliputi menarik diri
secara sosial, pikiran-pikiran ganjil, inaktivitas, dan afek datar.

3. ETIOLOGI
Faktor predisposisi meliputi faktor genetika, prenatal, dan kepribadian.
Faktor prespitasi meliputi stress psikososial. Faktor penyebab berkelanjutan
meliputi faktor sosial dan keluarga pasien.

1. Faktor Predisposisi
 Faktor Genetika
Resiko seumur hidup untuk mengalami skizofrenia lebih besar pada keluarga
biologis pasien daripada sekitar 1% populasi umum. Oleh karena itu, risiko pada
anak-anak lebih besar jika kedua orang tua menderita skizofrenia daripada hanya
salah satunya.
 Faktor Prenatal
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa skizofrenia lebih sering dialami
mereka yang menderita komplikasi obstetrik selama kelahiran. Hal ini mungkin
disebabkan trauma pada otak misalnya persalinan dengan forseps dan hipoksia.
 Kepribadian
Pasien yang mengalami gangguan kepribadian skizotipal mempunyai
keanehan dan anomali pada ide, penampilan bicara dan perilaku (mungkin
eksentrik), serta defisit pada hubungan antarpersonel. Keadaan tersebut lebih
sering terjadi pada keluarga tingkat pertama pasien dan dianggap sebagai bagian
dari spektrum genetik skizofrenia.

2. Faktor presipitasi
 Stressor Psikososial
Perhatian terhadap adanya suatu efek pemicu menimbulkan anggapan bahwa
peristiwa hidup dapat bertindak sebagai faktor presipitasi pada orang yang
beresiko mengalami skizofrenia.

3. Faktor penyebab berkelanjutan


 Keluarga pasien
Terdapat peningkatan angka rekurensi skizofrenia pada mereka yang hidup
dengan keluarga yang ekspresi tingkat emosinya tinggi. Keluarga suka membuat
komentar kritis mengenai pasien dan cenderung terlihat berlebihan secara
emosional. Perubahan pada bangkitan fisiologis mungkin menyebabkan efek ini.
 Faktor Sosial
Penelitian telah memperlihatkan bahwa kurangnya stimulasi dalam
lingkungan sosial pasien dengan skizofrenia kronik, telah mengakibatkan
peningkatan gejala-gejala negatif, terutama penarikan diri secara sosial, yang
memengaruhi penumpulan dan kemiskinan ide. Keadaan itu disebut kemiskinan
pergaulan sosial. Sebaliknya, stimulasi sosial yang berlebihan dapat berperan
sebagai suatu stesor psikososial dan mungkin mencetuskan suatu rekurensi.

4. EPIDEMIOLOGI
Insidensi skizofrenia adalah antara 15 sampai 30 kasus baru per 100.000
populasi per tahun. Prevalensi titik kurang dari 1%. Terdapat resiko seumur hidup
terjadinya skizofrenia sekitar 1% pada populasi umum.Usia awitan biasanya
antara 15 dan 45 tahun, dengan usia awitan rata-rata lebih dini pada laki-laki
daripada perempuan. Rasio jenis kelamin sama, yaitu sama seringnya pada laki-
laki dan perempuan. Insidensi skizofrenia lebih tinggi pada mereka yang tidak
menikah.
Skizofrenia juga diketahui paling sering terjadi pada golongan sosial IV
dan V. Hal tersebut dapat disebabkan oleh penyimpangan sosial; orang tua pasien
dengan skizofrenia mempunyai distribusi kelas sosial yang lebih normal tetapi
pasien sendiri dapat terjun ke golongan sosial lebih rendah (misalnya, yang
berhubungan dengan pekerjaan) akibat penyakitnya.

5. GEJALA
1. “Gejala positif”, juga disebut sebagai “gejala akut”, merupakan pikiran dan
indera yang tidak biasa, bersifat surreal, yang mengarah ke perilaku pasien
yang tidak normal. Gejala-gejala ini bisa kambuh, termasuk:
 Delusi: memiliki keyakinan yang kuat terhadap suatu hal tanpa dasar yang
jelas, tetap teguh walaupun bukti menyatakan sebaliknya dan tidak bisa
dikoreksi dengan logika dan akal sehat, misalnya berpikir bahwa dirinya
dianiaya, seseorang sedang mengendalikan pikiran dan perilakunya, atau
berpikir bahwa orang lain sedang membicarakannya.
 Halusinasi: pasien merasakan sesuatu yang sangat nyata, yang sebenarnya
tidak ada, misalnya melihat beberapa gambar yang tidak bisa dilihat oleh
orang lain, mendengar suara atau sentuhan yang tidak ada.
 Gangguan pikiran: pikiran tidak jelas, kurangnya kontinuitas dan logika,
bicara dengan tidak teratur, berbicara dengan dirinya sendiri atau berhenti
berbicara secara tiba-tiba.
 Perilaku aneh: berbicara dengan dirinya sendiri, menangis atau tertawa
secara tidak terduga atau bahkan berpakaian dengan cara yang aneh.

2. “Gejala negatif”, juga disebut sebagai “gejala kronis”, lebih sulit untuk
dikenali dari pada “gejala positif” dan biasanya menjadi lebih jelas setelah
berkembang menjadi gejala positif. Jika kondisinya memburuk, kemampuan
kerja dan perawatan diri pasien akan terpengaruh. Gejala-gejala ini antara
lain:
 Penarikan sosial: menjadi tertutup, dingin, egois, terasing dari orang lain,
dll.
 Kurangnya motivasi: hilangnya minat terhadap hal-hal di sekitarnya,
bahkan kebersihan pribadi dan perawatan diri.
 Berpikir dan bergerak secara lambat.
 Ekspresi wajah yang datar.

6. DIAGNOSIS
 Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang bergema dan berulang
dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun kualitasnya berbeda.
 Thought insertion or withdrawal = isi pikiran asing dari luar masuk ke
dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar dirinya (withdrawal).
 Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain
atau umum mengetahuinya.

 Delution of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh sesuatu


kekuatan tertentu dari luar.
 Delution of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh sesuatu
kekuatan tertentu dari luar.
 Delution of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap kekuatan dari luar.
 Delution of perception = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.

Gejala-gejala lainnya adalah


 Halusinasi auditorik:
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus tentang perilaku
pasien.
- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai
suara yang berbicara).
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
 Waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil.
 Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas:
- Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
- Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan atau neologisme.
- Perilaku katatonik, seperti gaduhgelisah, posisi tubuh tertentu, atau
fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
- Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan
oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
Gejala harus berlangsung minimal 1 bulan. Harus ada perubahan yang konsisten
dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari beberapa aspek perilaku pribadi.

Sementara berdasarkan PPDGJ-III untuk mendiagnosis skizofrenia paranoid harus


memenuhi kriteria diagnosis skizofrenia dan sebagai tambahannya terdapat:
 Halusinasi dan atau waham arus menonjol,
- Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah,
atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit
(whistling), mendengung (humming) atau bunyi tawa (laughing).
- Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual , atau
lain-lain, perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol.
- Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence) atau passivity
(delussion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam,
adalah yang paling khas.
 Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata/ tidak menonjol

7. ANAMNESIS & PEMERIKSAAN PENUNJANG


Selain pemeriksaan tubuh secara normal, dokter mungkin akan melakukan
tes kesehatan berikut ini untuk keperluan diagnosis skizofrenia, tergantung pada
kondisi pasien:
1. Evaluasi psikologis: melalui percakapan, kuesioner, dll, dokter bisa
memahami dan menganalisis gejala-gejala pasien, untuk mendiagnosis
apakah pasien menderita skizofrenia atau penyakit mental lainnya.
Skizofrenia bisa dibagi lagi menjadi jenis Paranoid, Katatonik, Tidak
Terorganisir, dan Residual. Dokter juga akan menanyakan apakah pasien
mengonsumsi minuman beralkohol atau narkoba untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih baik terhadap kondisi diri pasien.
2. Analisis sampel darah, pemindaian tomografi terkomputerisasi atau MRI
(pencitraan resonansi magnetik-magnetic resonance imaging) bisa
membantu menyingkirkan diagnosis gangguan fisik lain yang bisa
menyebabkan gejala yang menyerupai penyakit skizofrenia.

8. PENATALAKSANAAN
1. Perumahsakitan
Orang yang mengalami gejala-gejala skizofrenia akut harus dirawat
di rumah sakit, jika perlu dipaksa, sehingga investigasi yang sesuai dapat
dilakukan dan pengobatan dapat diberikan. Setelah keluar dari rumah
dakit, pasien-pasien tersebut perlu di-follow-up teratur oleh ahli psikiatri
dan terutama pada skizofrenia kronik, oleh seorang perawat psikiatri
komunitas. Pasien skizofrenia kronik harusnya dirawat untuk keadaan
rekurensi, tetapi sebaliknya sering juga tetap berada di lingkungan
masyarakat atau di tempat penampungan.
2. Pengobatan fisik
a. Farmakoterapi
Cara utama pengobatan skizofrenia adalah penggunaan
obat-obat anti neuroleptik, diseebut juga obat-obat antipsikotik.
Gejala-gejala “positif” umumnya memberikan refleks lebih baik
dari gejala-gejala “negatif”.
Salah satu neuroleptik yang paling luas digunakan adalah
chlorpromazine. Bila efek hipotensi chlorpromazine harus
dihindari, misalnya pada lansia, neuroleptik alternatif yang
kemungkinan kecil menyebabkan hipotensi sebaiknya digunakan,
seperti haloperidol dan trifluoperazine. Namun, pada penggunaan
dua zat tadi, efek samping ekstrapiramidal lebih mungkin terjadi.
Sulprid berbeda secara struktural dengan neuroleptik lain dan tidak
terlalu sedatif dibandingkan chlorpromazine.
Antipsikotik atipikal clozapine dapat digunakan pada
pasien yang tidak memberikan respons terhadap atau tidak dapat
menoleransi neuroleptik lain karena clozapine dapat menyebabkan
agranulositosis, jumlah sel darah putih, neutrofil serta kadar
trombosit pasien-pasien ini perlu diperiksa secara regular (awalnya
tiap minggu). Tanda-tanda infeksi, seperti nyeri tenggorokan atau
terjadinya influenza pada pasien juga perlu dipantau secara klinis.
Pasien yang dirawat dirumah sakit dengan gejala-gejala
positif akut harus diobati dengan neuroleptik oral jika pasien
bersedia minum obat melalui mulut. Jika keputusan pasien masih
sangat meragukan, obat-obatan harus diberikan dalam bentuk
sirup. Meskipun demikian, terdapat risiko bahwa pasien mungkin
menyembunyikan tablet dibawah lidah dan tidak ditelan. Jika
pasien yang dirawat dipaksa menolak minum obat, pikirkan
pemberian secara intramuskular.
Untuk pasien skizofrenia kronik yang hidup ditengah
masyarakat, farmakoterapi neuroleptik rumatan dapat membantu
mengurangi frekuensi rekurensi. Meskipun paisen-pasien tersebut
dapat diminta untuk minum sendiri neuroleptik oral, metode
pemberian yang lebih nyaman adalah melalui injeksi intramuskular
dalam satu neuroleptik depot-lepas-lambat setiap 1-4 minggu. Obat
ini dapat diberikan oleh seorang perawat psikiatri kominitas, di
suatu klinik depot, oleh dokter keluarga atau di unit rawat jalan.
Neuroleptik yang tersedia dalam bentuk depot meliputi flupentixol
deconoate, pipotiazine palmitate dan zuclopenthixol decanoate.
Injeksi pertama sebaiknya berupa dosis uji yang kecil untuk
memeriksa efek samping yang tidak dapat diterima.
Aktivitas antidopaminergik sentral neuroleptik
menimbulkan jenis efek samping ekstrapiramidal berikut : a)
gejala-gejala parkinson yaitu tremor saat istirahat, bradikinesia, b)
distonia yaitu kelainan gerakan wajah dan tubuh involunter yang
disebabkan oleh kontraksi otot kontinu dan lambat seperti lidah
terjulur, menyeringai, c) akatisia : cenderung bergerak involunter
menyebabkan kelelahan.
b. Terapi elektrokonvulsif (ECT)
Seperti juga dengan terapi konvulsi yang lain, cara
bekerjanya elektrokonvulsi belum diketahui dengan jelas. Dapat
dikatakan bahwa terapi konvulsi dapat memperpendek serangan
skizofrenia dan mempermudah kontak dengan penderita. Akan
tetapi terapi ini tidak dapat mencegah serangan yang akan datang.
Bila dibandingkan dengan terapi koma insulin, maka dengan ECT
lebih sering terjadi serangan ulangan. Akan tetapi ECT lebih
mudah diberikan dapat dilakukan secara ambulant, bahaya lebih
kurang, lebih murah dan tidak memerlukan tenaga yang khusus
pada terapi koma insulin. Terapi elektrokonvulsif digunakan untuk
pengobatan stupor katatonik, yang jarang terjadi akhir-akhir ini
(kemungkinan karena ketersediaan dan pemakaian antipsikotik
dini)
3. Pengobatan psikososial
a. Pergaulan sosial
Kemiskinan pergaulan sosial, seperti yang telah disebutkan,
harus direduksi agar gejala-gejala “negatif” tidak meningkat.
Tindakan ini dapat berupa latihan keterampilan sosial, yaitu
penggunaan metode psikoterapeutik kelompok untuk mengajari
pasien bagaimana berinteraksi secara tepat dengan orang lain.
Terapi okupasi juga sangat berguna dan dapat digunakan untuk
mengajari keterampilan yang berguna bagi pasien-pasien agar
dapat hidup di luar rumah sakit, seperti memasak. Harus diingat
bahwa stimulasi sosial yang berlebihan juga dapat menyebabkan
efek simpang dengan bekerja sebagai stresor psikososial.
b. Emosi yang diekspresikan
Untuk pasien-pasien yang selalu berada di dalam
lingkungan dengan ekspresi emosi yang tinggi, dapat diterapkan
kelompok kerja. Jika pengurangan tingkat emosi yang
diekspresikan tidak memungkinkan, mungkin lebih baik pasien
tidak kembali ke kehidupan keluarga seperti ini, me;lainkan
ditempatkan dalam staffed hostel.
c. Terapi perilaku
Selain latihan keterampilan sosial, jenis terapi perilaku lain
yang dapat digunakan adalah penerapan ekonomi mata uang ;
dengan cara ini pelaku yang baik dihargai dengan mata uang yang
dapat ditukar dengan bentuk penghargaan atau barang tertentu.
d. Sanggar kerja yang dinaungi (sheltered workshops)
Menghadiri sanggar kerja seperti ini, yang terutama
diadakan untuk pasien, memungkinkan pasien rawat jalan maupun
rawat inap memperoleh sensasi pencapaian dengan melakukan
beberapa pekerjaan setiap minggu dan mendapatkan gaji yang
sebenarnya relatif kecil. Selain itu, keterampilan yang berguna,
seperti pekerjaan pertukangan, dapat dikuasai.

9. PROGNOSIS
Hampir seperempat kasus skizofrenia mengalami perbaikan klinis dan sosial
yang baik, dan hanya sebagian penelitian memperlihatkan hanya kurang dari
separuh yang mengalami hasil jangka panjang yang buruk. Faktor-faktor yang
akan dihubungkan dengan prognosis baik meliputi :
 Perempuan
 Memiliki keluarga yang menderita gangguan mood bipolar (yang pasien
nya lebih cenderung mengalami gejala-gejala afektif atau mood selama
penyakit skizofrenia akut)
 Usia awitan lebih tua
 Awitan mendadak
 Cepat mengalami perbaikan
 Respon baik terhadap pengobatan
 Lebih berupa afektif
 Penyesuaian psikoseksual baik
 Tidak memperlihatkan gangguan kognitif
 Tidak mengalami pembesaran ventrikel (seperti yang diperlihatkan pada
CT atau MRI)

B. BIPOLAR
1. DEFINISI

Gangguan bipolar merupakan gangguan mood kronis yang ditandai dengan


adanya episode mania atau hipomania yang terjadi secara bergantian atau
bercampur dengan episode depresi. Gangguan bipolar disebut juga sebagai depresi
manic, gangguan afektif bipolar atau gangguan spectrum bipolar(Vieta, 2013).

2. ETIOLOGI

Subseksi ini membahas etiologi baik gangguan bipolar maupun episode depresif
bersama-sama. Faktor predisposisi meliputi faktor-faktor genetika dan
kepribadian. Faktor-faktor presipitasi meliputi stress psikososial dan penyakit
fisik. Faktor penyebab berkelanjutan (perpetuasi) dan perantara meliputi:

• Faktor-faktor psikososial

• Faktor-faktor sosial

• Neurotransmitter

• Faktor-faktor psikoneuroendokrinologis

• Perubahan air dan elektrolit

• Perubahan tidur

• Perubahan fotik
3. EPIDEMIOLOGI

• Gangguan bipolar I terjadi hampir sama rata pada pria dan wanita dengan
prevalensi sebesar 0,4 – 1,6%.

• Gangguan bipolar II lebih umum terjadi pada wanita dengan prevalensi


sekitar 0,5%.

• Prevalensi penderita gangguan bipolar I dan bipolar II di Kanada berturut-


turut adalah 0,87% dan 0,57%. Prevalensi ini tidak dibedakan atas jenis
kelamin.

4. GAMBARAN KLINIS

Pada mania terdapat peningkatan mood, peningkatan energi, aktivitas


berlebihan, dorongan berbicara, berkurangnya tidur, hilangnya inhibisi social dan
seksual normal, dan perhatian serta konsentrasi yang buruk. Peninkatan mood
dapat bermanifestasi sebagai elasi, tetapi sebaliknya, kadang-kadang pasien
menjadi sensitif dan marah.

Selama episode manic, seorang pasien dapat bersifat sangat boros, memulai
projek yang tidak realistis, berganti-ganti pasangan seksual dan, jika sedang
sensitif atau marah, menjadi sangat agresif.

Pada mania berat, mungkin terdapat aktifitas fisik serta kegembiraan yang berat
dan terus menerus sehingga menyebabkan agresi atau kekerasan. Penolakan untuk
makan, minum dan mengabaikan kebersihan pribadi dapat menyebabkan dehidrasi
yang berbahaya, dan pengabaian diri.

5. KRITERIA DIAGNOSTIK

Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode)


dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu
terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktivitas (mania atau
hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan
energi dan aktivitas (depresi).
Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode.
Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu
sampai 4-5 bulan, episode depresi cendrung berlangsung lebih lama (rata-rata
sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut.
Kedua macam episode itu seringkali terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh
stres atau trauma mental lain (adanya stres tidak essensial untuk penegakkan
diagnosis). (PPDGJ- III dan DSM-5)

Gangguan Bipolar Episode Manik


a. Gejala :
 Peningkatan mood/suasana perasaan

 Lekas marah/mudah tersinggung/iritabel

 Peningkatan aktifitas

 Kebutuhan tidur yang berkurang

 Ide-ide tentang kebesaran dan optimistik

 Ekspresif
 Lebih banyak bicara/adanya dorongan untuk terus berbicara

 Perhatian mudah teralih

 Keterlibatan berelebih dalam aktivitas yang mengandung kemungkinan


resiko tinggi merugikan apabila tidak bijaksana seperti belanja berlebihan,
tingkah laku seksual yang terbuka, penanaman modal secara ceroboh,
ngebut secara tidak bertanggung jawab dan lainnya.

 Hendaya dalam kehidupan sehari-hari


b. Pemeriksaan status mental :
Penampilan : tidak wajar, mencolok, berlebihan,tidak sesuai
 Penampilan : tidak wajar, mencolok, berlebihan,tidak sesuai
 Penampilan : tidak wajar, mencolok, berlebihan,tidak sesuai
Mood : eutorik/irritable
Verbalisasi : kuantitas berlebih (sampai tidak dapat disela, kualitas
kurang)
Isi piker : dapat disertai waham
Arus piker : flight of idea, word salad, neulogisme, inkoherensi
Persepsi : dapat disertai halusinasi dan ilusi
Pengendalian impuls : kurang
Tilikan : buruk
c. Penanganan :
 Terapi untuk gangguan ini  gabungan antara farmakoterapi dan psikoterapi
(terapi psikososial, terapi keluarga, terapi kognitif, terapi perilaku)

Farmakologi : Pengobatan sesuai episode, yaitu mania

 Pada keadaan akut,lithium carbonat (250-500 mg/hari), haloperidol (3x5


mg per hari), carbamazepin (400-600 mg perhari), asam valproat (3x250 mg
perhari)

 Pada keadaan profilaksis,haloperidol 3x5 mg perhari, carbamazepin (200-


400 mg/hari)

Gangguan bipolar episode depresi


a. Gejala :
 Perasaan murung

 Hilang minat dan rasa senang

 Kurangnya tenaga hingga mudah lelah dan malas berkegiatan

 Penurunan konsentrasi dan perhatian

 Pengurangan harga diri dan percaya diri

 Pikiran terfokus perihal dosa dan rasa diri tidak berguna lagi

 Pesimistik
 Gagasan melukai diri sendiri/ bunuh diri

 Gangguan tidur

 Pengurangan nafsu makan

 Hendaya dalam kehidupan sehari-hari


b. Pemeriksaan status mental :
 Penampilan : retardasi psikomotor, postur membungkuk,pandangan putus
asa, memalingkan pandangan, sulit bergerak spontan

 Mood : depersif

 Verbal : kuantitas dan kualitas cenderung berkurang

 Arus pikir : flight of idea, word salad, inkoherensi, neologisme

 Isi pikir : dapat disertai waham sesuai mood

 Persepsi : dapat disertai halusinasi dan ilusi

 Pegendalian impuls : kurang atau bahkan tidak memiliki energi untuk


bergerak

 Tilikan : biasanya buruk


c. Penanganan :
 Terapi untuk gangguan ini adalah gabungan antara farmakoterapi dan
psikoterapi (terapi psikososial, terapi keluarga, terapi kognitif, terapi
perilaku).

     Farmakologi, sesuai dengan pengobatan episode depresi :

 Golongan antidepresan trisiklik : amitriptilin, imipramin

 Golongan antidepresan tetrasiklik : maprotilin, mianserin

 Golongan antidepresan SSRI : setraline, fluoxetine, citalofarm.


9. PROGNOSIS

Prognosis gangguan bipolar jauh lebih baik pada mereka yang secara teratur
minum obat prolaktif (gram litium atau carbamazepine).

6. Integrasi Keislaman
Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai penyakit mental
membuat mereka menganggap bahwa penyakit mental adalah kutukan dan
hal yang memalukan. Seseorang yang memiliki penyakit mental pun
sering kali mendapatkan stigma. Bahkan tidak jarang, orang dengan
penyakit mental akan terisolasi dari lingkungan. Padahal, mengisolasi
mereka tidak akan membantu proses penyembuhan mereka.
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam kitab Sunan-nya, dari hadist Abu
Said Al-Khudri ia menceritakan: Rasulullah SAW bersabda:

“Kalau kalian menjenguk orang sakit, maka hiburlah dalam menghadapi


takdir. Itu memang tidak akan menolak sesuatu, tetapi akan bisa
memperbaiki kondisi jiwa si sakit.”
Hadits ini mengandung sebuah etika yang mulia sekali, terhitung
cara terapi yang terbaik pula, yaitu membimbing kepada kondisi yang bisa
memperbaiki jiwa si sakit. Misalnya dengan ucapan yang secara alami bisa
memperkuat kejiwaan, membangkitkan stamina bahkan juga merangsang
panas tubuh secara wajar sehingga bisa membantu mengusir penyakit atau
setidaknya meringankannya.
Menghibur jiwa orang sakit dan memperbaiki mental serta
menyebutkan dalam dirinya hal-hal yang menimbulkan kegebiraan
mempunyai pengaruh luar biaas dalam penyembuhan sakitnya atau
setidaknya meringankannya. Sehingga tubuh secara alami akan dapat
mengusir unsur berbahaya pada diri sendiri. Kita sering menyaksikan
sebagian orang sakit yang membaik syaminanya karena dijenguk orang-
orang yang dicintai dan dimuliakannya. Dengan melihat, mengobrol dan
bercengkrama dengan mereka, kondisinya bisa menjadi lebih baik.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan kriteria dan kata kunci yang terdapat pada skenario, yakni seorang
laki-laki berusia 33 tahun datang diantar oleh keluarganya karena sering
mengamuk, marah-marah, dan menghancurkan barang-barang sejak 3 bulan yang
lalu saat dia diberhentikan dari tempat kerjanya sebagai buruh bangunan. Pada
mulanya, ia terlihat pendiam, melamun, sering bicara sendiri,. Seminggu terakhir
ini sering marah-marah dan menghancurkan barang-barang dan membenturkan
kepalanya. Maka kelompok kami telah melakukan studi literatur dan pembahasan
lebih mendalam terkait kasus tersebut. Akhirnya kami telah menentukan beberapa
penyakit yang mungkin diderita pasien, skizofrenia dan bipolar episode mania dan
depresi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock, Benjamin J. and Sadock V. A. 2010. Kaplan & Sadock Buku


Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta : EGC.
2. Puri, BK, Laking, PJ dan Trasaden, IH. 2011. Buku Ajar Psikiatri.
Jakarta : EGC.
3. Lasgita, Rosalia. 2016.  Gambaran Karakteristik Pasien yang mengalami
Skizofrenia di RSJ H. MUSTAJAB PURBALINGGA tahun 2015. 
Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
4. Faddly, H. 2016. Diagnosis dan Tatalaksana Skizofrenia Paranoid
dengan Gejala-Gejala Positif dan Negatif. Fakultas Kedokteran,
Universitas Lampung.
5. Fithria I ,Margo HM. 2013. Gangguan Afektif Bipolar episode manik
dengan gejala psikotik,Ilmu penyakit jiwa. Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga Surabaya.
6. Hawari, D. Manajemen Stress. 2001. Cemas dan Depresi. Jakarta: Gaya
Baru.
7. Keliat, A. B. 1999. Gangguan Konsep Diri, Edisi 1. Jakarta: EGC.
8. Baehr M, Frotscher M. 2007. Diagnosis Topik Neurologi DUUS:
Anatomi, Fisiologi, Gejala, Ed. 4. Jakarta: EGC.
9. Pearche, Evelyn. 2000. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.
Jakarta :Gramedia Pustaka Utama.
10.  Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari sel ke Sistem. Ed. 2.
Jakarta :EGC.

Anda mungkin juga menyukai