PENDAHULUAN
A. Skenario
B. Kata Kunci
- Laki-laki 50 tahun
C. Kata Sulit
- Vitreus hemorrhage
- Funduskopi
D. Daftar Pertanyaan
1
4. Jelaskan hubungan skenario dengan gejala utama?
E. Learning Outcome
2
F. Problem Tree
DEFINISI PATOMEKANISME
MATA KABUR
- Riwayat DM
Integrasi
keislaman
3
BAB II
PEMBAHASAN
ANATOMI MATA
Mata adalah organ yang sangat khusus untuk persepsi bentuk, cahaya, dan
warna. Mata terletak dalam rongga protektif di dalam tengkorak yang disebut or-
bita. Masing masing mata memiliki selubung protektif untuk mempertahankan
bentuknya, sebuah lensa untuk memfokuskan cahaya, sel-sel fotosensitif yang
berespons terhadap rangsangan cahaya, dan banyak sel yang memProses infor-
masi penglihatan. Impuls penglihatan dari sel-sel fotosensitif kemudian dis-
alurkan ke otak melalui akson di sarafoptik (nervus opticus).
4
A. Regio Orbita/rongga mata
Orbita merupakan struktur bilateral di pertengahan atas region facialis, di
bawah fossa cranii anterior dan anterior dari fossa cranii media, berisi bulbus
oculi, nervus opticus, musculi extraoculare, apparatus lacrimalis, jaringan lemak,
fascia, dan nervi dan pembuluh-pembuluh darah yang menyuplai stuktur-struktur
tersebut.
a. Atap
Atap (paries superior) bangunan tulang orbita tersusun dari pars or-
bitalis tulang frontale dan juga sebagian kecil oleh tulang sphenoidale.
Lempeng tipis tulang tersebut memisahkan isi orbita dari encephalon di
fossa cranii anterior. Ciri-ciri unik paries superior orbita termasuk:
5
• Di sisi anteromedial, kemungkinan penyusupan bagian sinus frontal-
is dan fovea trochlearis, sebagai tempat melekat katrol yang dilintasi
musculus obliquus superior;
• Di sisi anterolateral, terdapat cekungan (fossa sacci lacrimalis) untuk
pars orbitalis glandula lacrimalis.
Di posterior, ala minor tulang sphenoidale menyempurnakan pules supe-
rior orbita.
b. Paries medialis
Paries medialis sepasang bangunan tulang orbita merupakan dinding
yang parallel satu sama lain dan masing-masing terdiri dari empat tulang-
-maxilla, lacrimale, ethmoidale dan sphenoidale. Penyumbang terbesar
paries medialis adalah tulang ethmoidale. Bagian tulang ethmoidale ini
mengandung sekumpulan cellulae ethmoidales, yang dapat jelas terlihat
pada cranium yang dikeringkan.Yang juga dapat terlihat pada batas an-
tara pules superior dan pries medialis, biasanya berhubungan dengan su-
tura frontoethmoidalis, adalah forame ethmoidalis anterius dan foramen
ethmoidalis posterius. Nervi dan vasa ethmoidalis anterior dan posterior
keluar dari orbita melalui lubang-lubang tersebut.
Anterior dari tulang ethmoidale ada tulang lacrimale yang kecil, dan
melengkapi bagian anterior pules medialis adalah processus frontalis tu-
lang maxilla. Kedua tulang ini berpartisipasi dalam pembentukan sulcus
lacrimalis, yang mengandung saccus lacrimalis dan dibatasi oleh crista
lacrimalis posterior (bagian dari tulang lacrimale) dan crista lacrimalis
anterior (bagian dari tulang maxilla).
Posterior terhadap tulang ethmoidale, paries medialis disempurnakan
oleh satu bagian kecil tulang sphenoidale, yang membentuk bagian dind-
ing medial canalis opticus.
6
c. Dasar
Dasar (parks inferior) bangunan tulang orbita, yang juga merupakan
atap sinus maxillaris, terutama terdiri dari facies orbitalis tulang maxilla,
dengan sedikit bagian dari tulang zygomaticum dan palatinum. Dimulai
dari posterior dan berlanjut sepanjang tepi lateral paries inferior bangu-
nan tulang orbita terdapat fissura orbitalis inferior. Di luar ujung anterior
fissura, terdapat tulang zygomaticum yang melengkapi paries inferior
tulang orbita.
Di posterior, processus orbitalis tulang palatinum turut membentuk
pules inferior bangunan tulang orbita di dekat batas antara tulang-tulang
maxilla, ethmoidale, dan sphenoidale.
d. Paries lateralis
Paries lateralis bangunan tulang orbita terdiri dari kontribusi dua tulang
di anterior, terdapat tulang zygomaticum dan di posterior, terdapat ala
major tulang sphenoidale.
Gambar 1.M3.
7
2. Palpebrae/Kelopak mata
Palpebra superior dan palpebra inferior merupakan struktur-struktur anterior,
yang saat menutup, akan melindungi permukaan bulbus oculi.
Celah antara kedua palpebrae, saat terbuka, disebut rima palpebrarum/fissura
palpebralis. Lapisan-lapisan palpebrae, dari anterior ke posterior, terdiri dari
kulit, jaringan subcutaneus, musculus volunter, septum orbitale, tarsus, dan tu-
nica conjunctiva. Pada dasarnya, palpebra superior dan palpebra inferior sama
dalam struktur, kecuali adanya tambahan dua musculus pada palpebra superior.
4. Orbicularis oculi
Sabut-sabut musculus yang ditemui berikutnya dalam arah anteroposterior
melalui
palpebrae adalah pars palpebralis orbicularis oculi. Musculus ini merupakan
bagian musculus orbicularis oculi yang lebih besar, yang terdiri dari dua bagian
pars orbitalis yang mengelilingi orbita, dan pars palpebralis, yang terdapat di
dalam palpebrae. Orbicularis oculi dipersarafi oleh nervus facialis [VII] dan
menutup palpebrae.
Pars palpebralis merupakan lapisan tipis dan dilekatkan di medial oleh liga-
mentum palpebrale mediale, yang melekat pada crista lacrimalis anterior, dan
di lateral menyatu dengan sabutsabut dari musculus dalam palpebra inferior
pada ligamentum palpebrale laterale.
8
5. Septum orbitale
Sebelah dalam terhadap pars palpebralis orbicularis oculi terdapat perpan-
jangan periosteum ke dalam palpebra superior dan inferior dari margo orbitalis.
Struktur ini. disebut septum orbitale, yang meluas ke bawah hingga palpebra
superior dan ke atas hingga palpebra inferior dan berlanjut dengan periosteum
di luar dan di dalam orbita. Septum orbitale melekat pada tendo musculus leva-
tor palpebrae superioris dalam palpebra superior dan melekat pada tarsus
dalam palpebra inferior.
7. Tunica conjuctiva
Struktur palpebrae dilengkapi oleh membran tipis (tunica conjunctiva), yang
menutup permukaan posterior tiap palpebrae dan kemudian berefleksi ke per-
mukaan luar (sclera) bulbus oculi. Membran ini meluas pada bulbus oculi
9
hingga pertemuan antara sclera dan cornea. Dengan adanya membrana di daer-
ah ini, saccus conjunctivalis dibentuk saat palpebrae tertutup, dan perluasan
atas dan bawah saccus tersebut disebut fornix conjunctivae superior dan fornix
conjunctivae inferior.
8. Glandulae
Terbenam oleh lempeng tarsus adalah glandulae tarsales, yang bermuara di
tepi bebas tiap palpebrae. Glandulae ini modifikasi glandula sebacea dan
mensekresi bahan minyak yang meningkatkan kekentalan air mata dan menu-
runkan kecepatan penguapan air mata dari permukaan bulbus oculi. Blokade
dan inflamasi glandulae tarsales disebut chalazion dan terdapat di permukaan
dalam palpebrae.
Glandulae tarsales bukan merupakan satu-satunya glandulae yang berhubun-
gan dengan palpebrae. Yang berhubungan dengan folliculli bulu mata adalah
glandula sebacea dan glandula sudorifera. Blokade dan inflamasi keduanya
disebut stye/bintitan dan terdapat pada tepi palpebrae.
Gambar 2. M3.
10
9. Pembuluh-pembuluh darah yang menyuplai daerah regio orbita/rongga
mata
Suplai arterial palpebrae berasal dari beberapa pembuluh darah di daerah
tersebut. Yang termasuk di dalamnya:
• arteria supratrochlearis, arteria supraorbitalis, arteria lacrimalis,
• arteria angularis dari arteria facialis,
• arteria transversa facialis dari arteria temporalis superficialis,
• cabang-cabang dari arteria temporalis superficialis sendiri.
•
Drainase vena mengikuti pola eksternal melalui venae yang terkait dengan
berbagai arteriae dan pola internal yang mengalirkan darah ke dalam orbita
melalui hubungan-hubungannya dengan venae ophthalmica.
Drainase lymphatici terutama menuju nodi lymphatici parotidei, dengan be-
berapa aliran dari angulus oculi medialis sepanjang vasa lymphatici yang
berhubungan dengan arteriae angularis dan facialis menuju ke nodi lymphatici
submandibulares.
11
• serabut-serabut sympathicum, yang mempersarafi musculus tarsalis su-
perior.
a. Persarafan sensorium
Neuron-neuron sensorius dari glandula lacrimalis kembali ke sistem saraf
pusat melalui nervus lacrimalis cabang nervus ophthalmicus [V1].
12
c. Persarafan sympathicum
Persarafan sympathicum glandula lacrimalis mengikuti perjalanan yang
serupa dengan persarafan parasympathicum. Serabut-serabut sympathicum
postganglionares berasal dari ganglion cervical superius yang berjalan sep-
anjang plexus yang mengelilingi arteria carotis interna. Serabut-serabut ini
keluar dari plexus sebagai nervus petrosus profundus dan bergabung den-
gan serabut-serabut parasympathicum dalam nervus canalis pterygoidei.
Berjalan melalui ganglion pterygopalatinum, serabutserabut sympathicum
dari titik ini selanjutnya mengikuti jalur yang serupa dengan serabut-ser-
abut parasympathicum menuju glandula lacrimalis
13
lacrimale merupakan lubang yang dilalui cairan memasuki masing-masing
canaliculus.
Berjalan ke medial, akhirnya canaliculus lacrimalis bergabung dengan sac-
cus lacrimalis di antara crista lacrimalis anterior dan posterior menuju liga-
mentum palpebrale mediale dan anterior terhadap pars lacrimalis musculus
orbicularis oculi. Saat musculus orbicularis oculi berkontraksi selama
berkedip, pars lacrimalis musculus tersebut dapat membuat dilatasi saccus
lacrimalis dan mengalirkan air mata ke dalamnya melalui canaliculus dari sac-
cus conjunctivalis.
!
Gambar 3. M3.
14
1. Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang mem-
bungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan per-
mukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva berbatasan dengan
kulit pada tepi palpebral dan dengan epitel kornea di limbus.
2. Sklera
Sklera merupakan jaringan ikat yang lentur dan memberikan bentuk pada
mata. Jaringan ini merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata.
Bagian terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memu-
dahkan sinar masuk ke dalam bola mata.
3. Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus ca-
haya dam merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah depan.
Kornea ini disisipkan ke dalam sklera pada limbus, lekukan melingkar pada
sambungan ini disebut sulcus scleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai
tebal 550 µm di pusatnya (terdapat variasi menurut ras); diameter horizontal-
nya sekitar 11,75 mm
dan vertikalnya 10,6 mm.
4. Uvea
Uvea adalah lapisan vaskular di dalam bola mata dan dilindungi oleh kornea
dan sklera yang terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Iris
Iris merupakan perpanjangan badan siliar ke anterior mempunyai per-
mukaan yang relatif datar dengan celah yang berbentuk bulat di tengahnya,
yang disebut pupil. Iris mempunyai kemampuan untuk mengatur banyaknya
15
cahaya yang masuk ke dalam bola mata secara otomatis dengan menge-
cilkan (miosis) atau melebarkan (midriasis) pupil.
b. Badan siliar
Badan siliar merupakan susunan otot melingkar yang berfungsi men-
gubah tegangan kapsul lensa sehingga lensa dapat fokus untuk objek dekat
maupun jauh dalam lapang pandang. Badan siliar terdiri atas zona anterior
yang berombak-ombak, pars plicata (2 mm) yang merupakan pembentuk
aqueous humor, dan zona posterior yang datar, pars plana (4 mm).
c. Koroid
Koroid merupakan segmen posterior uvea terletak di antara retina dan
sclera yang berisi pembuluh-pembuluh darah dalam jumlah besar, berfungsi
untuk memberi nutrisi pada retina bagian terluar yang terletak di bawahnya.
5. Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di sebe-
lah anterior lensa terdapat aqueous humor, di posteriornya terdapat vitreous
humor.
Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel yang akan memper-
bolehkan air dan elektrolit masuk. Di sebelah depan terdapat selapis epitel sub-
kapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Nukleus dan korteks
terbentuk dari lamela konsentris yang panjang. Lensa ditahan di tempatnya
oleh ligamentum suspensorium yang dikenal sebagai zonula Zinii, yang ter-
susun dari banyak fibril yang berasal dari permukaan badan siliar dan menyisip
ke dalam ekuator lensa.
16
6. Aqueous Humor
Aqueous humor diproduksi oleh badan siliar. Setelah memasuki bilik mata
belakang, aqueous humor melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan, kemu-
dian ke perifer menuju sudut bilik mata depan.
7. Vitreous Humor
Vitreous humor adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang
membentuk dua pertiga volume dan berat mata. Permukaan luar vitreous hu-
mor normalnya berkontak dengan struktur-struktur berikut: kapsul lensa poste-
rior, serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina, dan caput nervi optici.
Basis vitreous mempertahankan penempelan yang kuat seumur hidup ke
lapisan epitel pars plana dan retina tepat di belakang ora serrata.
Vitreous humor mengandung air sekitar 99%. Sisa 1% meliputi dua kompo-
nen, kolagen dan asam hialuronat, yang memberi bentuk dan konsistensi mirip
gel karena kemampuannya mengikat banyak air.
8. Retina
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor
yang menerima rangsangan cahaya.
"
Gambar 4.M3.
17
FISIOLOGI PENGLIHATAN
Proses Fototransduksi
Fototransduksi adalah pengubahan rangsangan cahaya menjadi sinyal
listrik , pada dasarnya sama untuk semua fotoreseptor.
18
(guanosin monofosfat siklik). Pengikatan cGMP ke saluran Na membuat saluran
ini tetap terbuka. Tanpa cahaya, konsentrasi cGMP tinggi. Karena itu, saluran Na
fotoreseptor tidak seperti kebanyakan fotoreseptor, terbuka jika tidak terdapat
rangsangan, yaitu dalam keadaan gelap. Kebocoran pasif Na masuk ke sel
menyebabkan depolarisasi fotoreseptor. Penyebaran pasif depolarisasi ini dari
segmen luar (tempat lokasi saluran Na) ke ujung sinaps (tempat penyimpanan
neurotransmitter fotoreseptor) membuat saluran Ca berpintu voltase diujung
sinaps tetap terbuka. Masuknya kalsium memicu pelepasan neurotransmitter dari
ujung sinaps selama dalam keadaan gelap.
19
HISTOLOGI MATA
Secara mikroskopik, mata terbagi atas:
• Lapisan fibrosa : terdiri dari kornea dan sclera
• Lapisan vascular : terdiri dari koroid, korpus siliaris, dan iris
• Lapisan dalam adalah retina sensoris
A. Kornea
Dari anterior ke posterior kornea mempunyai lima lapisan, yaitu:
1. Epitel
Tebal dari epitel ini adalah 50 µm. Epitel kornea mempunyai lima lapis sel
epitel tak bertanduk yang terdiri dari sel basal, sel poligonal, dan sel
gepeng.
2. Membran Bowman
Membran Bowman terletak di bawah membran basal epitel kornea yang
merupakan kolagen yang tersususn tidak teratur seperti stroma dan berasal
dari bagian depan stroma.
3. Stroma
Stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Stroma terdiri
atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian
perifer serta kolagen ini bercabang.
4. Membran Descemet
Membran Descemet merupakan membran aselular dan merupakan meru-
pakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea.
20
5. Endotel
Endotel berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk heksagonal, dan
tebalnya 20-40 µm. Lapisan ini berperan dalam mempertahankan deturge-
sensi stroma kornea.
"
Gambar 5.M3.
B. Koroid
Secara mikroskopik terbagi menjadi beberapa lapisan yaitu :
1. Lamina supra koroid
Lapisan ini berbatasan dengan sclera, disusun oleh jaringan ikat longgar
dengan serat kolagen dan elastis. Lapisan ini terdiri atas sel fibroblast dan
sel melanosit gepeng.
2. Stroma koroid
Lapisan ini mengandung jala-jala arteriol, dengan jaringan ikat longgar
berupa serat kolagen dan elastis. Lapisan ini mengandung sel fibroblast,
sel mast, melanosit sel plasma dan limfosit.
21
3. Koriokapiler
Hampir seluruh lapisan ini dibentuk oleh jala-jala kapiler. Lapisan ini tidak
melanjutkan diri ke korpus siliaris.
4. Membran bruch
Membrane elastis yan memisahkan koriokapiler dengan retina. Lapisan ini
disebut glassy membrane karena berupa membran tipis dan transparan
"
Gambar 6.M3.
C. Retina
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang
menerima rangsangan cahaya. Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi luar yang
berbatas dengan koroid adalah sebagai berikut:
1. Epitel pigmen retina (Membran Bruch)
2. Fotoreseptor
Lapisan fotoreseptor terdiri dari sel batang dan sel kerucut.
22
3. Membran limitan eksterna
4. Lapisan nukleus luar
Lapisan nukleus luar merupakan susunan nukleus sel kerucut dan sel
batang.
[Keempat lapisan di atas avaskuler dan mendapat nutrisi dari kapiler koroid]
5. Lapisan pleksiform luar
Lapisan ini merupakan lapisan aselular tempat sinapsis sel fotoreseptor
dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6. Lapisan nukleus dalam
Lapisan ini terdiri dari tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel Muller ser-
ta didarahi oleh arteri retina sentral.
7. Lapisan pleksiform dalam
Lapisan ini merupakan lapisan aselular tempat sinaps sel bipolar dan sel
amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapisan sel ganglion
Lapisan ini merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua.
9. Serabut saraf
Lapisan serabut saraf berupa akson sel ganglion yang menuju ke arah saraf
optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah
retina.
10. Membran limitan interna
Membran limitan interna berupa membran hialin antara retina dan vitreous
humor.
23
"
Gambar 7.M3.
24
(mata kering, distrofi, keratokonus, jaringan parut karena herpes simpleks), mi-
driasis traumatik, katarak, komplikasi bedah LASIK, perdarahan vitreous, dan
uveitis posterior.
25
tidak terganggu, sehingga diperlukan pemeriksaan lapang pandangan dan sensiti-
vitas kontras.
Gangguan pada kategori ini ditemukan pada pasien retinitis pigmentosa, distrofi
retina, ablatio retina, proliferative diabetic retinopathy, glaukoma, neuropati optik
iskemik, stroke, trauma, dan tumor. Tindakan panretinal laser photocoagulation
dapat menyebabkan kehilangan lapang pandang iatrogenik dan penurunan sensiti-
vitas kontras yang secara bermakna akan membatasi kemampuan melihat pasien
pada malam hari.
Kelainan mata pada diabetes adalah penyebab utama kebutaan dan gang-
guan penglihatan pada penduduk Amerika berusia 20–74 tahun. Gangguan
penglihatan pada penderita diabetes lebih banyak (11%) dibanding bukan penderi-
ta diabetes (5,9%). Salah satu komplikasi diabetes yang sering terjadi adalah
penglihatan kabur akibat perubahan refraksi. Beberapa penelitian menunjukkan
variasi dalam laporannya mengenai perubahan refraksi pada penderita diabetes
yang mengalami kondisi hiperglikemia. Beberapa hal yang diduga menyebabkan
hal ini adalah adanya perubahan pada bentuk, ketebalan, dan index refraksi (index
bias) kornea maupun, perubahan bentuk, ketebalan dan index refraksi (index bias)
dari lensa juga Proliferasi pembuluh darah baru (neovaskular) dan pembentukan
jaringan fibrosis sehingga pada pembuluh darh yang abnormal dapat mengaki-
batkan perdarahan vitreus Pembuluh darah baru ini terbentuk karena ku-
rangnya endotel tight junction yang merupakan faktor predisposisi ter-
jadinya perdarahan spontan. Selain itu, komponen berserat yang sering menem-
patkan tekanan tambahan pada pembuluh darah yang sudah rapuh serta traksi vit-
26
reus normal dengan gerakan mata dapat menyebabkan pecahnya pembuluh terse-
but.
27
Hipertensi dapat membuat tekanan pembuluh darah retina abnormal karena
tekanan berlebihan dan berkelanjutan terhadap dinding pembuluh darah.
• Pecahnya pembuluh darah normal
Pecahnya pembuluh darah normal dapat disebabkan oleh Trauma, robekan retina,
Posterior Vitreous Detachement (PVD)dengan robekan pembuluh darah retina,
Ablasio retina, sindrom Terson. Seperti pada robekan pembuluh darah retina pec-
ahnya atau lepasnya vitreus posterior, dimana vitreus kortika melekat pada pem-
buluh darah.
• Darah dari sumber lain
keadaan patologi yang berdekatan dengan vitreus juga dapat menyebabkan per-
darahan vitreus seperti pada perdarahan dari makroaneurisma retina, tumor dan
neovaskularisasi koroidal, semua dapat memperpanjang melalui membran batas
dalam vitreus dan menyebabkan perdarahan.
6. Deferensial diagnosa
Hasil dari diskusi kami sepakat memasukkan penyakit yang terlibat dalam
scenario yaitu:
28
A. RETINO DIABETIK
DEFENISI
EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI
29
• Abnormalitas lipid serum.
• Fibrinolisis yang tidak sempurna.
• Abnormalitas dari sekresi growth hormon .
• Abnormalitas serum dan viskositas darah.
KLASIFIKASI
PATOFISIOLOGI
30
berorientasi horizontal. Sedangkan perdarahan bentuk titik-titik atau bercak
terletak di lapisan retina yang lebih dalam tempat sel-sel akson berorientasi
vertikal.
31
• Peningkatan permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edema
makular.
Merupakan penyulit mata yang paling parah pada Diabetes Melitus. Pada
jenis ini iskemia retina yang progresif akhirnya merangsang pembentukan
pembuluh-pembuluh halus ( neovaskularisasi ) yang sering terletak pada
permukaan diskus dan di tepi posterior zona perifer disamping itu
neovaskularisasi iris atau rubeosis iridis juga dapat terjadi. Pembuluh-pembuluh
baru yang rapuh berproliferasi dan menjadi meninggi apabila korpus vitreum
mulai berkontraksi menjauhi retina dan darah keluar dari pembuluh tersebut maka
akan terjadi perdarahan massif dan dapat timbul penurunan penglihatan
mendadak.
GEJALA KLINIS
• Kesulitan membaca
• Penglihatan kabur
32
• Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
33
daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan
subhialoid ( preretinal ) maupun perdarahan badan kaca.
DIAGNOSA
A. Anamnesis
- Riwayat katarak
B. Pemeriksaan Fisik
• Umum :
34
• Khusus :
C. Pemeriksaan penunjang
• Fluorescein angiografi
35
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PENATALAKSANAAN
Sejauh ini belum ada pengobatan yang spesifik dan efektif untuk
mencegah perkembangan retinopati diabetik.
A. Pencegahan
B. Pengobatan
36
Untuk retinopati diabetik proliferatif biasanya diindikasikan pengobatan
dengan fotokoagulasi panretina laser argon, yang secara bermakna menurunkan
kemungkinan perdarahan massif korpus vitreum dan pelepasan retina dengan cara
menimbulkan regresi dan pada sebagian kasus dapat menghilangkan pembuluh-
pembuluh baru tersebut, Kemungkinan fotokoagulasi panretina laser argon ini
bekerja dengan mengurangi stimulus angiogenik dari retina yang mengalami
iskemik. Tekniknya berupa pembentukan luka-luka bakar laser dalam jumlah
sampai ribuan yang tersebar berjarak teratur diseluruh retina, tidak mengenai
bagian sentral yang dibatasi oleh diskus dan pembuluh vascular temporal utama.
PROGNOSIS
Pada mata yang mengalami edema makular dan iskemik yang bermakna
akan memiliki prognosa yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser, daripada
mata dengan edema dan perfusi yang relatif baik.
PENCEGAHAN
37
Selain itu, penderita diabetes juga dianjurkan untuk memeriksakan diri ke
dokter spesialis mata secara berkala (1 tahun sekali). Tujuannya adalah untuk
melakukan pemeriksaan skrining bila terdapat retinopati diabetik.
DEFINISI
Obstruksi atau penyumbatan vena retina pada saraf optik (saraf sentral)
yang mengakibatkan gangguan perdarahan didalam bola mata. Biasanya
penyumbatan terletak di mana saja pada retina, akan tetapi lebih sering terletak di
depan lamina kribosa.
EPIDEMIOLOGI
38
1000 orang. Di Australia, prevalensi oklusi vena retina ini berkisar dari 0,7% pada
pasien berusia 49-60 tahun, hingga 4,6% pada pasien lebih dari 80 tahun.
ETIOLOGI
1. Penyebab lokal dari oklusi vena retina adalah trauma, glaukoma, dan lesi
struktur orbita.
3. Akibat kompresi dari luar terhadap vena tersebut seperti yang terdapat
pada proses arteriosklerosis atau jaringan pada lamina kribrosa.
5. Akibat hambatan aliran darah dalam pembuluh vena tersebut seperti yang
terdapat pada kelainan viskositas darah, diksrasia darah, atau spasme arteri
retina yang berhubungan.
PATOMEKANISME
Patofisiologi oklusi vena retina sentral terdiri dari tiga komponen dari trias
Virchow, yaitu abnormalitas dinding pembuluh darah, perubahan dalam darah
(misalnya, kelainan viskositas dan koagulasi), dan perubahan dalam aliran darah.
39
Patogenesis dari oklusi vena retina sentral masih belum diketahui secara
pasti. Ada banyak faktor lokal dan sistemik yang berperan dalam penutupan
patologis vena retina sentral. Arteri dan vena retina sentral berjalan bersama-sama
pada jalur keluar dari nervus optikus dan melewati pembukaan lamina kribrosa
yang sempit. Karena tempat yang sempit tersebut mengakibatkan hanya ada
keterbatasan tempat bila terjadi displacement. Jadi, anatomi yang seperti ini
merupakan predisposisi terbentuknya trombus pada vena retina sentral dengan
berbagai faktor, di antaranya perlambatan aliran darah, perubahan pada dinding
pembuluh darah, dan perubahan dari darah itu sendiri.
40
GEJALA KLINIS
Oklusi vena retina sentral terbagi menjadi dua tipe, non-iskemik dan iskemik.
Berikut gejala klinis pada masing-masing tipe :
Dicirikan oleh ketajaman penglihatan yang masih baik, defek pupil aferen
ringan, dan perubahan lapangan pandang yang ringan. Pada pemeriksaan
funduskopi ditemukan adanya dilatasi ringan dan cabang vena retina sentral yang
berkelok-kelok, serta dot-and-flame hemorrhages pada seluruh kuadran retina.
Edema macula dengan penurunan ketajaman penglihatan dan pembengkakan optic
disk dapat ada atau tidak.
2. Tipe iskemik
41
Biasanya dihubungkan dengan penglihatan yang buruk, defek pupil aferen,
dan skotoma sentral. Terlihat dilatasi vena, perdarahan pada empat kuadran yang
lebih luas, edema retina, dan ditemukan cotton wool spot. Visual prognosis pada
tipe ini jelek, dengan rata-rata hanya kurang dari 10% CRVO tipe iskemik
memiliki ketajaman penglihatan akhir lebih baik dari 20/400.
DIAGNOSIS
42
Neovaskularisasi disk (NVD): mengindikasikan iskemia berat dari retina dan bisa
mengarah pada perdarahan preretinal/vitreus. Perdarahan dapat terjadi di tempat
lain (NVE: Neovascularization of elsewhere)
Pemeriksaan Penunjang
PENATALAKSANAAN
Dekompresi surgikal dari CRVO via radial optik neurotomi dan kanulasivena
retina dan pemasukan tissue-plasminogen activator (t-PA). Keefektifan dan resiko
dari pengobatan ini tidak terbukti. Kortikosteroid dan terapi untuk mengurangi
43
perlengketan platelet (aspirin) telah disarankan, tapi kemanjuran danresikonya
juga masih belum terbukti. Antikoagulasi sistemik tidak dianjurkan.Edema
makula tidak merespon terhadap terapi laser. Penyuntikan intravitreal
triancinolone memberikan sedikit efek. Uji coba dengan menyuntikkan
depotsteroid atau agen anti-VEGF memberi hasil yang menjanjikan.
KOMPLIKASI
PROGNOSIS
• Edema dan perdarahan retina dapat diserap kembali sehingga terjadi per-
baikan visus (non-iskemik).
• Terjadi edema retina dan makula serta perdarahan disekitar papil saraf op-
tik dan cotton wool spot (iskemik).
44
2. Pemberian obat anti koagulan.
3. Sering kontrol pada dokter spesialis mata pada pasien resiko tinggi
C. PENDARAHAN VITREUS
DEFINISI
ETIOLOGI
45
prematuritas atau sindrom iskemik okular. Retina mengalami pasokan oksigen
yang tidak memadai, Vascular Endotel Growth Factor (VEGF) dan faktor
kemotaktik lainnya menginduksi neovaskularisasi. Pembuluh darah baru ini
terbentuk karena kurangnya endotel tight junction yang merupakan faktor
predisposisi terjadinya perdarahan spontan. Selain itu, komponen berserat yang
sering menempatkan tekanan tambahan pada pembuluh darah yang sudah rapuh
serta traksi vitreus normal dengan gerakan mata dapat menyebabkan pecahnya
pembuluh tersebut.
Darah dari sumber lainnya, keadaan patologi yang berdekatan dengan vitreus
juga dapat menyebabkan perdarahan vitreus seperti pada perdarahan dari
makroaneurisma retina, tumor dan neovaskularisasi koroidal, semua dapat
memperpanjang melalui membran batas dalam vitreus dan menyebabkan
perdarahan.
46
"
(Sumber: Lang GK. Vitreous body. In: Ophtalmology: a short textbook; 2009;
287)
PATOFISIOLOGI
47
Pada orang dewasa, volume vitreous mencapai 4 ml, dimana mengisi 80%
dari isi bola mata. Terdiri dari 99% air dan sisanya terdiri dari kolagen dan asam
hialuronat. Sebagai tambahan ada beberapa komponen terlarut lainnya seperti ion,
protein, dan mikro mineral. Komponen ini membuat vitreous seperti agar-agar
tetapi tetap jernih.
Vitreus tidak memiliki pembuluh darah dan tidak elastis. Mekanisme dari
perdarahan vitreus dapat disebabkan oleh penyakit retina, trauma, atau perdarahan
yang menyebar ke retina dan vitreus yang berasal dari ruangan intraokular
lainnya. Riwayat penyakit dahulu dan pemeriksaan fisik, juga penting untuk
memikirkan etiologi ekstaokular seperti leukemia. Gangguan koagulasi atau terapi
koagulan tidak menyebabkan perdarahan vitreus, namun perdarahan abnormal
atau ruptur pembuluh darah retina akibat trauma secara langsung maupun tidak
langsung sering dikaitkan dengan perdarahan vitreus. Penyebab perdarahan
vitreus terbanyak seperti perdarahan dari pembuluh darah baru dan pembuluh
darah yang rapuh terjadi pada retinopati diabetik proliferasi, retinopati sickle sell
proliferasi, iskemik retinopati sekunder akibat oklusi vena retina.
48
Degenerasi makula terkait umur dan melanoma koroid adalah 2 penyebab
terjadinya perdarahan vitreus sekunder. Sindroma Terson adalah perdarahan
subarachnoid yang dihubungkan dengan perdarahan vitreus karena ruptur vena –
vena dan atau kapiler – kapiler dikarenakan peningkatan tekanan intra kranial
secara tiba – tiba yang ditransmisikan pada pembuluh darah retina melalui nervus
optikus.
GEJALA KLINIS
49
perdarahan vitreus. Pengecualian mungkin terjadi apabila termasuk kasus
glaukoma neovaskular, hipertensi okular akut sekunder yang parah atau trauma.
Pasien harus ditanyakan mengenai riwayat trauma, operasi mata, diabetes, anemia
sickle sel, leukemia dan miopia tinggi. Pemeriksaan lengkap terdiri dari
oftalmoskopi langsung dengan depresi skleral, gonioskopi untuk mengevaluasi
neovaskularisasi sudut, TIO dan B-scan ultrasonografi jika tampilan lengkap
segmen posterior tertutup oleh darah. Pemeriksaan dari mata kontralateral dapat
membantu memberikan petunjuk etiologi dari perdarahan vitreus, seperti
retinopati diabetik proliferatif.
50
"
Gambar. Perdarahan vitreus dilihat dari segmen anterior dan segmen posterior
(Sumber: Green RL, Byrne SF. Diagnostic ophtalmic ultrasound. Dalam: Ryan SJ,
ed. Retina. Edisi-3. Missouri; Mosby 2001; 228)
DIAGNOSIS
Anamnesis
• kabur
• sensasi penglihatan berasap,
51
"
• fotopsia,
• ada helai rambut atau garis (floaters),
• penglihatan seperti ada bercak darah
• biasanya tidak disertai nyeri keculai pada glukoma neovaskeler atau
riwayat trauma
• penting ditanyakan : riwayat trauma, operasi mata, diabetes, anemia
sickle sel, leukemia dan miopia tinggi.
pemeriksaan oftalmologi
• visus terganggu
• tekanan bola mata
• Pada slit lamp, sel darah merah dapat dilihat di posterior lensa dengan
cahaya set "off-axis" dan mikroskop pada kekuatan tertinggi
• pemeriksaan segmen posterior dengan oftalmoskop :
52
!
Perdarahan vitreus mulai dari ringan (kiri) sampai yang berat (kanan)
!
Perdarahan vitreus akibat retinopati diabetik proliferatif
PENATALAKSANAAN
53
Setelah retina dapat divisualisasikan, terapi ditujukan untuk etiologi yang
mendasari terjadinya perdarahan vitreus sesegera mungkin. Jika penyebabnya
adalah neovaskularisasi dari retinopati proliferatif, maka dilakukan laser
fotokoagulasi panretinal untuk meregresi neovaskularisasi.
Waktu vitrektomi :
DIAGNOSA BANDING
• ARMD
• Oklusi Arteri Retina
• Oklusi Vena Retina
• Retinopati Diabetik
• Retinitis Pigmentosa
• Uveitis Intermediet
54
• Retinoblastoma
• Makroaneurisma
KOMPLIKASI
PROGNOSIS
55
Prognosis dan Preventif Pasien dengan perdarahan vitreus harus diikuti
secara berkala untuk memonitoring
Banyaknya perdarahan pada vitreus. Jika pasien memiliki penyakit
sistemik, seperti diabetes, tindak lanjut dengan penyedia perawatan primer juga
harus dianjurkan. Jika pemeriksaan segmen posterior tidak memungkinkan, pasien
harus dievaluasi setiap dua atau tiga minggu dengan B-scan ultrasonografi untuk
menyingkirkan adanya ablasio retina atau PVD. Pada perdarahan vitreus berulang,
dianjurkan untuk melakukan rujukan ke spesialis retina untuk kemungkinan
dilakukan vitrektomi,baik bila ditangani secara tepat. Studi oleh Smith dan Steel
menunjukkan sejumlah bukti bahwa penggunaan faktor Anti-VEGF sebelum
operasi pada diabetes vitrektomi dapat menurunkan terjadinya kejadian
perdarahan vitreus setelah operasi.
7. Integrasi Keislaman
"
Artinya:
"Oleh karena itu, Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa
barang siapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain,
atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah
membunuh semua manusia. Barang siapa memelihara kehidupan seorang
56
manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia.
Sesungguhnya rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa)
keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka
setelah itu melampaui batas di bumi.” (QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 32)
Di dalam Surah Al-Maidah Ayat 32 ini menjelaskan seseorang membunuh
orang lain tanpa sebab yang pasti seperti membunuh orang lain atau berbuat
kerusakan di bumi tapi dia membunuhnya. Bahwa kita sebagai dokter yang
bertangging jawab atas kehidupan seseorang untuk memperpanjang hidupnya
berkewajiban memberitahukan semua yang harus dilakukan oleh pasien, jangan
sampai kita diam saja dan tidak memberitahukan apa – apa sebagai contoh
seseorang di diagnosis Diabetes Mellitus kita sebagai dokter tidak memberikan
penanganan yang baik ke pasien sehingga dia kemudian menginap Penyakit
Diabetik Retinopaty. Kemudian kita sebagai dokter lupa untuk memberitahukan
kepada pasien untuk memeriksa matanya maka itu akan berakibat buruk pada
kondisi pasien.
"
Artinya:
"Dan sungguh, akan Kami isi Neraka Jahanam banyak dari kalangan jin
dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk
57
memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka
mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-
ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah
orang-orang yang lengah."(QS. Al-A'raf 7: Ayat 179)
Di dalam Surah Al-A’raf ayat 179 dapat disimpulkan bahwa Allah
menciptakan manusia beserta kemampuannya untuk mendengar dan melihat agar
manusia senantiasa dapat memahami tanda – tanda kekuasaan dan bertaqwa
kepada – Nya. Secara tersirat ayat tersebut menyebutkan bahwa Allah
menciptakan manusia lengkap dengan alat indera yang dimiliki. ( Yusuf, 2009).
Di dalam ayat tersebut tertulis bahwa manusia memiliki kemampuan untuk
melihat, dimana yang digunakan manusia untuk melihat adalah mata. Mata adalah
organ yang kompleks yang terdiri dari banyak bagian. Penglihatan yang baik
tergantung pada cara dimana bagian – bagian di dalam mata bekerja sama.Maka
dari itu kita sebaiknya bersyukur karena sudah dijadikan sebaik-baik makhluk-
Nya.
58
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan gejala dan kata kunci pada skenario, seorang laki-laki berusia
50 tahun,datang ke puskesmas dengan keluhan penglihatan mata kiri tiba-tiba
kabur. Riwayat trauma dan hipertensi tidak ada namun ditemukan DM positif dan
tidak terkontrol. Pada pemeriksaan funduskopi didapatkanvitreus hemmorhage.
Setelah melakukan studi literatur dan berdiskusi untuk membahas terkait kasus
tersebut secara lebih mendalam. Kelompok kami telah sepakat menentukan
beberapa penyakit yang memiliki gejala-gejala utama seperti pada skenario yang
mungkin diderita oleh pasien seperti, retinopati diabetik, okulsi vena retina sentral
dan pendarahan vitreus.
59
DAFTAR PUSTAKA
60
14. Riordan-Eva, Whitcher John.2010.Oftalmologi Umum. Jakarta : EGC.
15. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, Oftalmologi Umum, Edisi 14, Widya
Medika, Jakarta, 2000, hal. 211-214.
16. Freeman WR, Practical Atlas of Retinal Disease and Therapy, Edition
2, Lippincott-Raven, Hongkong, 1998, page 199-213.
17. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, Oftalmologi Umum, Edisi 14, Widya
Medika, Jakarta, 2000, hal. 211-214.
18. Kanski JJ, Nischal KK. Vitreous. In: Ophtalmology : clinical sign and
differential diagnosis, 2000; 237.
19. Green RL, Byrne SF. Diagnostic ophtalmic ultrasound. In: Ryan SJ,
ed. Retina. Edisi-3. Missouri; Mosby 2001; 224-306.
20. Kim DY, et al. Acute onset vitreous hemorrhage of unknown origin
before vitrectomy: causes and prognosis. Hindawi Journal of
Opthalmology. Vol. 2015. 2015; 1-8.
61