Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN

A. Skenario

Seorang laki-laki, berusia 50 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan


penglihatan mata kiri tiba-tiba kabur. Riwayat trauma (-), hipertensi (-), DM (+)
tidak terkontrol. Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan vitreus haemmorhage.

B. Kata Kunci

- Laki-laki 50 tahun

- Penglihatan mata kiri tiba-tiba kabur

- Tidak ada trauma

- Tidak ada hipertensi

- DM positif tidak terkontrol

C. Kata Sulit

- Vitreus hemorrhage

- Funduskopi

D. Daftar Pertanyaan

1. Jelaskan definisi penglihatan kabur?

2. Jelaskan anatomi,fisiologi dan histologi mata?

3. Jelaskan patomekanisme penglihatan kabur?

1
4. Jelaskan hubungan skenario dengan gejala utama?

5. Jelaskan patomekanisme vitreus hemoragik?

6. Jelaskan penyakit-penyakit yang terkait pada skenario?

7. Bagaimana integrasi keislaman dari skenario?

E. Learning Outcome

1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi dari penglihatan kabur

2. Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi,fisiologi dan histologi mata

3. Mahasiswa mampu menjelaskan patomekanisme penglihatan kabur

4. Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan skenario dengan gejala utama

5. Mahasiswa mampu menjelaskan patomekanisme vitreus hemoragik

6. Mahasiswa mampu menjelaskan penyakit yang terkait dari skenario

7. Mahasiswa mampu menjelaskan integrasi keislaman yang terkait dengan


skenario

2
F. Problem Tree

DEFINISI PATOMEKANISME

MATA KABUR

KLINIS ANATOMI FISIOLOGI HISTOLOGI

ANAMNESIS PEMERIKSAAN FISIK DEFERENSIAL DIAGNOSA


- Laki2 50 th • Retinopati diabetik
• Vitreus haemmorha- • Oklusi vena retina
- Penglihatan kabur
sebelah kiri • Vitreus haemmorhage

- Riwayat DM

definisi etiologi patomek Manifesta diagnosis penatala Pronosis


anisme si klinis ksanaan &
kompliaks

farmakoterapi Non farmako

Integrasi
keislaman

3
BAB II
PEMBAHASAN

1. Definisi penglihatan kabur

Penglihatan kabur adalah suatu kondisi dimana hilangnya ketajaman


penglihatan seseorang atau ketidakmampuan untuk melihat sesuatu secara mende-
tail, sehingga akan memberikan efek penglihatan kabur. Manusia memiliki mata
disebelah kiri dan kanan. Kehilangan atau kerusakan salah satu bola mata dapat
mengganggu penglihatan. Berdasarkan data WHO (2012) terdapat 285 juta orang
di dunia yang mengalami gangguan penglihatan, dimana 39 juta orang mengalami
kebutaan dan 246 juta orang mengalami penglihatan kurang (low vision). Tajam
penglihatan sudah dikatakan low vision dengan visus 6/18. Secara global, gang-
guan penglihatan tersebut disebabkan oleh kelainan refraksi 43%, katarak 33%
dan glaukoma 2%. Meskipun demikian, bila dikoreksi dini sekitar 80% gangguan
penglihatan dapat dicegah maupun diobati.
Kelainan refraksi adalah kelainan pembiasan sinar pada mata, sehingga
sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi dapat di depan atau di
belakang bintik kuning dan mungkin tidak terletak pada satu titik focus.

2. Anatomi,histologi dan fisiologi mata

ANATOMI MATA
Mata adalah organ yang sangat khusus untuk persepsi bentuk, cahaya, dan
warna. Mata terletak dalam rongga protektif di dalam tengkorak yang disebut or-
bita. Masing masing mata memiliki selubung protektif untuk mempertahankan
bentuknya, sebuah lensa untuk memfokuskan cahaya, sel-sel fotosensitif yang
berespons terhadap rangsangan cahaya, dan banyak sel yang memProses infor-
masi penglihatan. Impuls penglihatan dari sel-sel fotosensitif kemudian dis-
alurkan ke otak melalui akson di sarafoptik (nervus opticus).

4
A. Regio Orbita/rongga mata
Orbita merupakan struktur bilateral di pertengahan atas region facialis, di
bawah fossa cranii anterior dan anterior dari fossa cranii media, berisi bulbus
oculi, nervus opticus, musculi extraoculare, apparatus lacrimalis, jaringan lemak,
fascia, dan nervi dan pembuluh-pembuluh darah yang menyuplai stuktur-struktur
tersebut.

1. Bangunan tulang orbita/Rongga mata


Tujuh tulang berkontribusi pada kerangka masing-masing orbita Tulang-tu-
lang tersebut adalah maxilla, zygomaticum, frontale, ethmoidale, lacrimale,
sphenoidale, dan palatinum. Bersama-sama tulang-tulang tersebut memberikan
bentuk piramida orbita, dengan lubang dasarnya yang lebar di anterior pada
regio facialis, dan apexnya meluas ke arah posteromedial. Gambaran piramida
dilengkapi dengan paries/dinding medialis, lateralis, superior, dan inferior.
Apex bentuk piramida tulang orbita berbentuk piramida ini adalah canalis opti-
cus, sedangkan dasarnya (margo orbitalis) dibentuk oleh (Gambar):
• Tulang frontale di superior.
• Processus frontalis tulang maxilla di medial.
• Processus zygomaticus tulang maxilla dan tulang zygomaticum di
inferior
• Di sisi lateral oleh tulang zygomaticum, processus frontalis tulang
zygomaticum, dan processus zygomaticus tulang frontale.

a. Atap
Atap (paries superior) bangunan tulang orbita tersusun dari pars or-
bitalis tulang frontale dan juga sebagian kecil oleh tulang sphenoidale.
Lempeng tipis tulang tersebut memisahkan isi orbita dari encephalon di
fossa cranii anterior. Ciri-ciri unik paries superior orbita termasuk:

5
• Di sisi anteromedial, kemungkinan penyusupan bagian sinus frontal-
is dan fovea trochlearis, sebagai tempat melekat katrol yang dilintasi
musculus obliquus superior;
• Di sisi anterolateral, terdapat cekungan (fossa sacci lacrimalis) untuk
pars orbitalis glandula lacrimalis.
Di posterior, ala minor tulang sphenoidale menyempurnakan pules supe-
rior orbita.

b. Paries medialis
Paries medialis sepasang bangunan tulang orbita merupakan dinding
yang parallel satu sama lain dan masing-masing terdiri dari empat tulang-
-maxilla, lacrimale, ethmoidale dan sphenoidale. Penyumbang terbesar
paries medialis adalah tulang ethmoidale. Bagian tulang ethmoidale ini
mengandung sekumpulan cellulae ethmoidales, yang dapat jelas terlihat
pada cranium yang dikeringkan.Yang juga dapat terlihat pada batas an-
tara pules superior dan pries medialis, biasanya berhubungan dengan su-
tura frontoethmoidalis, adalah forame ethmoidalis anterius dan foramen
ethmoidalis posterius. Nervi dan vasa ethmoidalis anterior dan posterior
keluar dari orbita melalui lubang-lubang tersebut.
Anterior dari tulang ethmoidale ada tulang lacrimale yang kecil, dan
melengkapi bagian anterior pules medialis adalah processus frontalis tu-
lang maxilla. Kedua tulang ini berpartisipasi dalam pembentukan sulcus
lacrimalis, yang mengandung saccus lacrimalis dan dibatasi oleh crista
lacrimalis posterior (bagian dari tulang lacrimale) dan crista lacrimalis
anterior (bagian dari tulang maxilla).
Posterior terhadap tulang ethmoidale, paries medialis disempurnakan
oleh satu bagian kecil tulang sphenoidale, yang membentuk bagian dind-
ing medial canalis opticus.

6
c. Dasar
Dasar (parks inferior) bangunan tulang orbita, yang juga merupakan
atap sinus maxillaris, terutama terdiri dari facies orbitalis tulang maxilla,
dengan sedikit bagian dari tulang zygomaticum dan palatinum. Dimulai
dari posterior dan berlanjut sepanjang tepi lateral paries inferior bangu-
nan tulang orbita terdapat fissura orbitalis inferior. Di luar ujung anterior
fissura, terdapat tulang zygomaticum yang melengkapi paries inferior
tulang orbita.
Di posterior, processus orbitalis tulang palatinum turut membentuk
pules inferior bangunan tulang orbita di dekat batas antara tulang-tulang
maxilla, ethmoidale, dan sphenoidale.

d. Paries lateralis
Paries lateralis bangunan tulang orbita terdiri dari kontribusi dua tulang
di anterior, terdapat tulang zygomaticum dan di posterior, terdapat ala
major tulang sphenoidale.

Gambar 1.M3.

7
2. Palpebrae/Kelopak mata
Palpebra superior dan palpebra inferior merupakan struktur-struktur anterior,
yang saat menutup, akan melindungi permukaan bulbus oculi.
Celah antara kedua palpebrae, saat terbuka, disebut rima palpebrarum/fissura
palpebralis. Lapisan-lapisan palpebrae, dari anterior ke posterior, terdiri dari
kulit, jaringan subcutaneus, musculus volunter, septum orbitale, tarsus, dan tu-
nica conjunctiva. Pada dasarnya, palpebra superior dan palpebra inferior sama
dalam struktur, kecuali adanya tambahan dua musculus pada palpebra superior.

3. Kulit dan jaringan subcutaneous


Kulit palpebrae bukan substansi utama dan hanya merupakan selapis tipis
jaringan ikat yang memisahkan kulit dengan lapisan musculus volunter di
bawahnya.

4. Orbicularis oculi
Sabut-sabut musculus yang ditemui berikutnya dalam arah anteroposterior
melalui
palpebrae adalah pars palpebralis orbicularis oculi. Musculus ini merupakan
bagian musculus orbicularis oculi yang lebih besar, yang terdiri dari dua bagian
pars orbitalis yang mengelilingi orbita, dan pars palpebralis, yang terdapat di
dalam palpebrae. Orbicularis oculi dipersarafi oleh nervus facialis [VII] dan
menutup palpebrae.
Pars palpebralis merupakan lapisan tipis dan dilekatkan di medial oleh liga-
mentum palpebrale mediale, yang melekat pada crista lacrimalis anterior, dan
di lateral menyatu dengan sabutsabut dari musculus dalam palpebra inferior
pada ligamentum palpebrale laterale.

8
5. Septum orbitale
Sebelah dalam terhadap pars palpebralis orbicularis oculi terdapat perpan-
jangan periosteum ke dalam palpebra superior dan inferior dari margo orbitalis.
Struktur ini. disebut septum orbitale, yang meluas ke bawah hingga palpebra
superior dan ke atas hingga palpebra inferior dan berlanjut dengan periosteum
di luar dan di dalam orbita. Septum orbitale melekat pada tendo musculus leva-
tor palpebrae superioris dalam palpebra superior dan melekat pada tarsus
dalam palpebra inferior.

6. Tarsus dan levator palpebrae superioris


Tarsus memberikan perlindungan utama pada tiap palpebrae. Terdapat tarsus
superior yang besar pada palpebra superior dan yang lebih kecil, tarsus inferior
berada pada palpebra inferior. Lempeng jaringan ikat padat ini melekat di me-
dial pada crista lacrimalis anterior tulang maxilla melalui ligamentum palpe-
brale mediale dan ke lateral pada eminentia/tuberculum orbitalis pada tulang
zygomaticum oleh ligamentum palpebrale laterale.
Meskipun secara umum lempeng tarsal pada palpebra superior dan inferior
serupa dalam struktur dan fungsi, namun terdapat perbedaan yang unik. Yang
berhubungan erat dengan tarsus pada palpebra superior adalah musculus leva-
tor palpebrae superioris, yang mengangkat palpebrae. Yang menyertai muscu-
lus levator palpebrae superioris adalah kumpulan sabut-sabut otot polos yang
berjalan dari permukaan inferior levator menuju tepi atas tarsus superior.
Dipersarafi oleh serabut-serabut sympathicum postganglionares dari ganglion
cervicale superius, musculus ini disebut musculus tarsalis superior.

7. Tunica conjuctiva
Struktur palpebrae dilengkapi oleh membran tipis (tunica conjunctiva), yang
menutup permukaan posterior tiap palpebrae dan kemudian berefleksi ke per-
mukaan luar (sclera) bulbus oculi. Membran ini meluas pada bulbus oculi

9
hingga pertemuan antara sclera dan cornea. Dengan adanya membrana di daer-
ah ini, saccus conjunctivalis dibentuk saat palpebrae tertutup, dan perluasan
atas dan bawah saccus tersebut disebut fornix conjunctivae superior dan fornix
conjunctivae inferior.

8. Glandulae
Terbenam oleh lempeng tarsus adalah glandulae tarsales, yang bermuara di
tepi bebas tiap palpebrae. Glandulae ini modifikasi glandula sebacea dan
mensekresi bahan minyak yang meningkatkan kekentalan air mata dan menu-
runkan kecepatan penguapan air mata dari permukaan bulbus oculi. Blokade
dan inflamasi glandulae tarsales disebut chalazion dan terdapat di permukaan
dalam palpebrae.
Glandulae tarsales bukan merupakan satu-satunya glandulae yang berhubun-
gan dengan palpebrae. Yang berhubungan dengan folliculli bulu mata adalah
glandula sebacea dan glandula sudorifera. Blokade dan inflamasi keduanya
disebut stye/bintitan dan terdapat pada tepi palpebrae.

Gambar 2. M3.

10
9. Pembuluh-pembuluh darah yang menyuplai daerah regio orbita/rongga
mata
Suplai arterial palpebrae berasal dari beberapa pembuluh darah di daerah
tersebut. Yang termasuk di dalamnya:
• arteria supratrochlearis, arteria supraorbitalis, arteria lacrimalis,
• arteria angularis dari arteria facialis,
• arteria transversa facialis dari arteria temporalis superficialis,
• cabang-cabang dari arteria temporalis superficialis sendiri.

Drainase vena mengikuti pola eksternal melalui venae yang terkait dengan
berbagai arteriae dan pola internal yang mengalirkan darah ke dalam orbita
melalui hubungan-hubungannya dengan venae ophthalmica.
Drainase lymphatici terutama menuju nodi lymphatici parotidei, dengan be-
berapa aliran dari angulus oculi medialis sepanjang vasa lymphatici yang
berhubungan dengan arteriae angularis dan facialis menuju ke nodi lymphatici
submandibulares.

10. Persarafan daerah regio orbita/rongga mata


1. Persarafan palpebrae
termasuk komponen sensorium dan motorium. Seluruh nervi sensorius meru-
pakan cabang nervus trigeminus [V]. Cabang-cabang palpebralis berasal dari :
• nervus supraorbitalis, nervus supratrochlearis, nervus infratrochlearis,
dan nervus lacrimalis dari nervus ophthalmicus [V1], dan nervus infra-
orbitalis dari nervus maxillaris [V2].
Persarafan motorium berasal dari:
• nervus facialis [VII], yang mempersarafi pars palpebralis orbicularis
oculi
• nervus oculomotorius [III], yang mempersarafi levator palpebrae supe-
rioris

11
• serabut-serabut sympathicum, yang mempersarafi musculus tarsalis su-
perior.

2. Persarafan apparatus lacrimalis

a. Persarafan sensorium
Neuron-neuron sensorius dari glandula lacrimalis kembali ke sistem saraf
pusat melalui nervus lacrimalis cabang nervus ophthalmicus [V1].

b. Persarafan sekretomotorium (parasympathicum)


Serabut-serabut sekretomotorium dari pars parasympathicum divisi auto-
nomicae sistem saraf tepi merangsang sekresi cairan dari glandula
lacrimalis. Neuron-neuron parasympathicum preganglionares keluar dari
sistem saraf pusat pada nervus facialisn [VII], memasuki nervus petrosus
major (cabang nervus facialis dan bersinambungan dengan nervus tersebut
hingga menjadi nervus canalis pterygoidei.
Akhirnya nervus canalis pterygoidei bergabung dengan ganglion ptery-
gopalatinum,tempat neuron-neuron parasympathicum preganglionares
bersinaps dengan neuron-neuron parasympathicum postganglionares. Neu-
ron-neuron postganglionares bergabung dengan nervus maxillaris [V2] dan
bersinambungan dengannya sampai nervus zygomaticus keluar sebagai ca-
bangnya, dan berjalan dengan nervus zygomaticus sampai nervus zygo-
maticus memberikan cabang nervus zygomaticotemporalis, yang mendis-
tribusikan serabut-serabut parasympathicum postganglionares dalam ca-
bang kecil yang bergabung dengan nervus lacrimalis. Nervus lacrimalis
berjalan menuju glandula lacrimalis.

12
c. Persarafan sympathicum
Persarafan sympathicum glandula lacrimalis mengikuti perjalanan yang
serupa dengan persarafan parasympathicum. Serabut-serabut sympathicum
postganglionares berasal dari ganglion cervical superius yang berjalan sep-
anjang plexus yang mengelilingi arteria carotis interna. Serabut-serabut ini
keluar dari plexus sebagai nervus petrosus profundus dan bergabung den-
gan serabut-serabut parasympathicum dalam nervus canalis pterygoidei.
Berjalan melalui ganglion pterygopalatinum, serabutserabut sympathicum
dari titik ini selanjutnya mengikuti jalur yang serupa dengan serabut-ser-
abut parasympathicum menuju glandula lacrimalis

11. Apparatus lacrimalis


Apparatus lacrimalis terlibat dalam produksi, perpindahan, dan drainase
cairan dari permukaan bulbus oculi. Yang termasuk di dalamnya adalah glan-
dula lacrimalis dan ductusnya, canaliculus lacrimalis, saccus lacrimalis, dan
ductus nasolacrimalis.
Glandula lacrimalis terletak di anterior pada daerah superolateral orbita dan
dibagi menjadi dua bagian oleh levator palpebrae superioris:
• Bagian yang lebih besar, pars orbitalis berada dalam suatu cekungan, fossa
sacci lacrimalis, dalam tulang frontale.
• Bagian yang lebih kecil, pars palpebralis berada di inferior dari levator
palpebrae superioris di bagian superolateral palpebrae.

Beberapa ductulus excretorii mengalirkan sekresi glandulanya ke bagian


lateral fornix conjunctivae superior. Secara berkelanjutan cairan disekresi oleh
glandula lacrimalis dan bergerak menyeberangi permukaan bulbus oculi dari
lateral ke medial saat palpebrae berkedip. Cairan terkumpul di sisi medial
dalam lacus lacrimalis dan mengalir dari lacus tersebut melalui canaliculus
lacrimalis, satu canaliculus berhubungan dengan tiap palpebrae. Punctum

13
lacrimale merupakan lubang yang dilalui cairan memasuki masing-masing
canaliculus.
Berjalan ke medial, akhirnya canaliculus lacrimalis bergabung dengan sac-
cus lacrimalis di antara crista lacrimalis anterior dan posterior menuju liga-
mentum palpebrale mediale dan anterior terhadap pars lacrimalis musculus
orbicularis oculi. Saat musculus orbicularis oculi berkontraksi selama
berkedip, pars lacrimalis musculus tersebut dapat membuat dilatasi saccus
lacrimalis dan mengalirkan air mata ke dalamnya melalui canaliculus dari sac-
cus conjunctivalis.

!
Gambar 3. M3.

B. Bulbus Oculi/Bola mata


Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bagian anterior
bola mata mempunyai kelengkungan yang lebih cembung sehingga terdapat ben-
tuk dengan dua kelengkungan berbeda. Bola mata dibungkus oleh tiga lapisan
jaringan, yaitu lapisan sklera yang bagian terdepannya disebut kornea, lapisan
uvea, dan lapisan retina. Di dalam bola mata terdapat cairan aqueous humor, lensa
dan vitreous humor

14
1. Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang mem-
bungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan per-
mukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva berbatasan dengan
kulit pada tepi palpebral dan dengan epitel kornea di limbus.

2. Sklera
Sklera merupakan jaringan ikat yang lentur dan memberikan bentuk pada
mata. Jaringan ini merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata.
Bagian terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memu-
dahkan sinar masuk ke dalam bola mata.

3. Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus ca-
haya dam merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah depan.
Kornea ini disisipkan ke dalam sklera pada limbus, lekukan melingkar pada
sambungan ini disebut sulcus scleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai
tebal 550 µm di pusatnya (terdapat variasi menurut ras); diameter horizontal-
nya sekitar 11,75 mm
dan vertikalnya 10,6 mm.

4. Uvea
Uvea adalah lapisan vaskular di dalam bola mata dan dilindungi oleh kornea
dan sklera yang terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Iris
Iris merupakan perpanjangan badan siliar ke anterior mempunyai per-
mukaan yang relatif datar dengan celah yang berbentuk bulat di tengahnya,
yang disebut pupil. Iris mempunyai kemampuan untuk mengatur banyaknya

15
cahaya yang masuk ke dalam bola mata secara otomatis dengan menge-
cilkan (miosis) atau melebarkan (midriasis) pupil.

b. Badan siliar
Badan siliar merupakan susunan otot melingkar yang berfungsi men-
gubah tegangan kapsul lensa sehingga lensa dapat fokus untuk objek dekat
maupun jauh dalam lapang pandang. Badan siliar terdiri atas zona anterior
yang berombak-ombak, pars plicata (2 mm) yang merupakan pembentuk
aqueous humor, dan zona posterior yang datar, pars plana (4 mm).

c. Koroid
Koroid merupakan segmen posterior uvea terletak di antara retina dan
sclera yang berisi pembuluh-pembuluh darah dalam jumlah besar, berfungsi
untuk memberi nutrisi pada retina bagian terluar yang terletak di bawahnya.

5. Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di sebe-
lah anterior lensa terdapat aqueous humor, di posteriornya terdapat vitreous
humor.
Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel yang akan memper-
bolehkan air dan elektrolit masuk. Di sebelah depan terdapat selapis epitel sub-
kapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Nukleus dan korteks
terbentuk dari lamela konsentris yang panjang. Lensa ditahan di tempatnya
oleh ligamentum suspensorium yang dikenal sebagai zonula Zinii, yang ter-
susun dari banyak fibril yang berasal dari permukaan badan siliar dan menyisip
ke dalam ekuator lensa.

16
6. Aqueous Humor
Aqueous humor diproduksi oleh badan siliar. Setelah memasuki bilik mata
belakang, aqueous humor melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan, kemu-
dian ke perifer menuju sudut bilik mata depan.

7. Vitreous Humor
Vitreous humor adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang
membentuk dua pertiga volume dan berat mata. Permukaan luar vitreous hu-
mor normalnya berkontak dengan struktur-struktur berikut: kapsul lensa poste-
rior, serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina, dan caput nervi optici.
Basis vitreous mempertahankan penempelan yang kuat seumur hidup ke
lapisan epitel pars plana dan retina tepat di belakang ora serrata.
Vitreous humor mengandung air sekitar 99%. Sisa 1% meliputi dua kompo-
nen, kolagen dan asam hialuronat, yang memberi bentuk dan konsistensi mirip
gel karena kemampuannya mengikat banyak air.

8. Retina
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor
yang menerima rangsangan cahaya.

"
Gambar 4.M3.

17
FISIOLOGI PENGLIHATAN

Cahaya masuk ke mata dan dibelokkan (refraksi) ketika melalui kornea


dan struktur- struktur lain dari mata (kornea,humour aqueous, lensa, dan korpus
vitreus) yang mempunyai kepadatan yang berbeda-beda untuk difokuskan di
retina, hal ini disebut kesalahan refraksi.

Mata mengatur (akomodasi) sedemikian rupa ketika melihat objek yang
jaraknya bervariasi dengan menipiskan dan melepaskan lensa. Penglihatan dekat
memerlukan kontraksi dari badan siliari, yang bias memendekkan jarak antara
kedua sisi badan siliari yang diikuti dengan relaksasi ligament pada lensa. Lensa
menjadi lebih cembung agar cahaya dapat terfokuskan pada retina. Penglihatan
yang terus menerus dapat menimbulkan ketengangan mata karena kontraksi yang
menetap (konstan) dari otot-otot siliaris. Hal ini dapat dikurangi dengan seringnya
mengganti jarak antara objek dengan mata. Akomodasi juga dibantu dengan
perubahan ukuran pupil. Penglihatan dekat, iris akan mengecilkan pupil agar
cahaya lebih kuat melalui lensa yang tebal.

Cahaya diterima oleh fotoreseptor pada retina dan dirubah menjadi
aktivitas listrik diteruskan ke korteks. Serabut-serabut saraf optikus terbagi di
optik chiasma (persilangan mata kanan dan kiri), bagian medial dari masing-
masing saraf bersilangan pada sisi yang berlawanan dan impuls diteruskan ke
korteks visual.

Proses Fototransduksi

Fototransduksi adalah pengubahan rangsangan cahaya menjadi sinyal
listrik , pada dasarnya sama untuk semua fotoreseptor.

Aktifitas fotoreseptor dalam gelap 



Membran plasma segmen luar fotoreseptor mengandung saluran Na
bergerbang kimia. Tidak seperti semua salaruran bergerbang kimiawi lainnya
yang berespon terhadap pembawa pesan kedua internal GMP siklik atau cGMP

18
(guanosin monofosfat siklik). Pengikatan cGMP ke saluran Na membuat saluran
ini tetap terbuka. Tanpa cahaya, konsentrasi cGMP tinggi. Karena itu, saluran Na
fotoreseptor tidak seperti kebanyakan fotoreseptor, terbuka jika tidak terdapat
rangsangan, yaitu dalam keadaan gelap. Kebocoran pasif Na masuk ke sel
menyebabkan depolarisasi fotoreseptor. Penyebaran pasif depolarisasi ini dari
segmen luar (tempat lokasi saluran Na) ke ujung sinaps (tempat penyimpanan
neurotransmitter fotoreseptor) membuat saluran Ca berpintu voltase diujung
sinaps tetap terbuka. Masuknya kalsium memicu pelepasan neurotransmitter dari
ujung sinaps selama dalam keadaan gelap.

Aktifitas fotoreseptor dalam keadaan terang 



Pada pajanan ke sinar, konsentrasi cGMP menurun melalui serangkaian
reaksi biokimia yang dipicu pengaktifan fotopigmen. Retinen berubah bentuk
ketika menyerap sinar. Perubahan konformasi ini menyebabkan pengaktifan
fotopigmen. Sel batang dan sel kerucut mengandung suatu protein G yang
dinamai fototransdusin. Fotopigmen yang telah aktif mengaktifkan transdusin
yang sebaliknya akan mengaktifkan enzim intrasel fosfodiesterase. Enzim ini
menguraikan cGMP sehingga konsentrasi pembawa pesan kedua ini di
fotoreseptor berkurang. Selama proses eksitasi cahaya, penurunan cGMP
memungkinkan saluran Na berpintu kimiawi tertutup. Penutupan saluran ini
menghentikan kebocoran Na penyebab depolarisasi dan menyebabkan
hiperpolarisasi membrane. Hiperpolarisasi ini, yang merupakan potensial reseptor,
secara pasif menyebar dari segmen luar ke ujung sinaps fotoreseptor. Di sini
perubahan potensial menyebabkan penutupan saluran Ca berpintu voltase dan
karenanya, penurunan pelepasan neurotransmitter dari ujung sinaps.Sehingga
terjadi aksi potensial di jalur penglihatan.

19
HISTOLOGI MATA
Secara mikroskopik, mata terbagi atas:
• Lapisan fibrosa : terdiri dari kornea dan sclera
• Lapisan vascular : terdiri dari koroid, korpus siliaris, dan iris
• Lapisan dalam adalah retina sensoris

A. Kornea
Dari anterior ke posterior kornea mempunyai lima lapisan, yaitu:
1. Epitel
Tebal dari epitel ini adalah 50 µm. Epitel kornea mempunyai lima lapis sel
epitel tak bertanduk yang terdiri dari sel basal, sel poligonal, dan sel
gepeng.

2. Membran Bowman
Membran Bowman terletak di bawah membran basal epitel kornea yang
merupakan kolagen yang tersususn tidak teratur seperti stroma dan berasal
dari bagian depan stroma.

3. Stroma
Stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Stroma terdiri
atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian
perifer serta kolagen ini bercabang.

4. Membran Descemet
Membran Descemet merupakan membran aselular dan merupakan meru-
pakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea.

20
5. Endotel
Endotel berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk heksagonal, dan
tebalnya 20-40 µm. Lapisan ini berperan dalam mempertahankan deturge-
sensi stroma kornea.

"
Gambar 5.M3.
B. Koroid
Secara mikroskopik terbagi menjadi beberapa lapisan yaitu :
1. Lamina supra koroid
Lapisan ini berbatasan dengan sclera, disusun oleh jaringan ikat longgar
dengan serat kolagen dan elastis. Lapisan ini terdiri atas sel fibroblast dan
sel melanosit gepeng.

2. Stroma koroid
Lapisan ini mengandung jala-jala arteriol, dengan jaringan ikat longgar
berupa serat kolagen dan elastis. Lapisan ini mengandung sel fibroblast,
sel mast, melanosit sel plasma dan limfosit.

21
3. Koriokapiler
Hampir seluruh lapisan ini dibentuk oleh jala-jala kapiler. Lapisan ini tidak
melanjutkan diri ke korpus siliaris.

4. Membran bruch
Membrane elastis yan memisahkan koriokapiler dengan retina. Lapisan ini
disebut glassy membrane karena berupa membran tipis dan transparan

"
Gambar 6.M3.

C. Retina
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang
menerima rangsangan cahaya. Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi luar yang
berbatas dengan koroid adalah sebagai berikut:
1. Epitel pigmen retina (Membran Bruch)
2. Fotoreseptor
Lapisan fotoreseptor terdiri dari sel batang dan sel kerucut.

22
3. Membran limitan eksterna
4. Lapisan nukleus luar
Lapisan nukleus luar merupakan susunan nukleus sel kerucut dan sel
batang.
[Keempat lapisan di atas avaskuler dan mendapat nutrisi dari kapiler koroid]
5. Lapisan pleksiform luar
Lapisan ini merupakan lapisan aselular tempat sinapsis sel fotoreseptor
dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6. Lapisan nukleus dalam
Lapisan ini terdiri dari tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel Muller ser-
ta didarahi oleh arteri retina sentral.
7. Lapisan pleksiform dalam
Lapisan ini merupakan lapisan aselular tempat sinaps sel bipolar dan sel
amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapisan sel ganglion
Lapisan ini merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua.
9. Serabut saraf
Lapisan serabut saraf berupa akson sel ganglion yang menuju ke arah saraf
optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah
retina.
10. Membran limitan interna
Membran limitan interna berupa membran hialin antara retina dan vitreous
humor.

23
"
Gambar 7.M3.

3. Patomekanisme penglihatan kabur

Patofisiologi penurunan fungsi visual pada gangguan penglihatan dan buta


mencakup tiga hal yang berhubungan dengan proses patologis dari status fungsio-
nal pasien, yaitu kekekeruhan media refraksi (cloudy media), defisit lapang pan-
dangan sentral, dan defisit lapang pandangan perifer.

• Kekeruhan Media Refraksi (Cloudy Media)


Untuk membentuk keseluruhan bayangan objek yang jelas di retina, sumber caha-
ya harus melewati media refraksi yaitu lapisan air mata, kornea, bilik mata depan,
pupil, lensa dan vitreous. Penyakit yang mengenai struktur tersebut biasanya me-
nimbulkan gangguan dalam kejelasan objek, sehingga menimbulkan pandangan
kabur, penurunan detil penglihatan, dan keluhan silau (glare) yang berarti, dan
berkurangnya sensitivitas kontras.
Contoh kondisi di atas adalah tajam penglihatan yang tak terkoreksi pada kelainan
refraksi (refractive errors), penyakit yang mengenai epitel dan stroma kornea

24
(mata kering, distrofi, keratokonus, jaringan parut karena herpes simpleks), mi-
driasis traumatik, katarak, komplikasi bedah LASIK, perdarahan vitreous, dan
uveitis posterior.

• Defisit Lapang Pandangan Sentral


Kejelasan pembentukan bayangan objek sentral bergantung pada makula yang
intak dan jaras saraf yang mempersarafi pandangan sentral. Gejala yang timbul
bergantung dari jumlah, ukuran, lokasi, dan kepadatan skotoma dan dari kemam-
puan pasien untuk menggunakan titik fiksasi eksentrik (eccentric fixation), yang
disebut preferred retinal locus.
Penyakit-penyakit yang mengenai struktur ini menyebabkan skotoma relatif atau
absolut (blind spot) pada titik fiksasi atau fiksasi dekat dan/atau penurunan sensi-
tivitas kontras retina. Penyebab utamanya adalah karena age-related macular
Penyebab lain adalah macular hole, diabetic macular edema, myopic
degeneration, toksoplasmosis dan histoplasmosis, fototoksisitas, reaksi toksik
obat, cecocentral scotoma, dan gangguan makula kongenital.
Gejala yang biasa timbul adalah kesulitan dalam membaca, mengenali wajah
orang, dan melakukan setiap pekerjaan yang memerlukan penglihatan secara detil.
Kesulitan membaca berarti pandangan yang kabur atau distorted, huruf yang hi-
lang, atau perlunya cahaya lebih terang. Karena konsentrasi sel kerucut paling pa-
dat ditemukan di makula, dapat pula terjadi penurunan ketajaman warna.

• Defisit Lapang Pandangan Perifer


Lapang pandangan perifer sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai
macam kehilangan lapang pandang dapat disebabkan oleh penyakit-penyakit pada
retina, nervus optikus, dan sistem saraf pusat. Gejala yang khas timbul pada gang-
guan ini adalah menabrak objek atau orang dan kesulitan menentukan arah pada
daerah yang tidak dikenali, terutama pada pencahayaan yang kurang atau pada
saat malam hari, serta kesulitan membaca. Pada gangguan dini tajam penglihatan

25
tidak terganggu, sehingga diperlukan pemeriksaan lapang pandangan dan sensiti-
vitas kontras.
Gangguan pada kategori ini ditemukan pada pasien retinitis pigmentosa, distrofi
retina, ablatio retina, proliferative diabetic retinopathy, glaukoma, neuropati optik
iskemik, stroke, trauma, dan tumor. Tindakan panretinal laser photocoagulation
dapat menyebabkan kehilangan lapang pandang iatrogenik dan penurunan sensiti-
vitas kontras yang secara bermakna akan membatasi kemampuan melihat pasien
pada malam hari.

4. Hubungan skenario dengan gejala utama

• HUBUNGAN MATA KABUR DAN PENDARAHAN VITREUS DENGAN


PASIEN PENDERITA DM

Kelainan mata pada diabetes adalah penyebab utama kebutaan dan gang-
guan penglihatan pada penduduk Amerika berusia 20–74 tahun. Gangguan
penglihatan pada penderita diabetes lebih banyak (11%) dibanding bukan penderi-
ta diabetes (5,9%). Salah satu komplikasi diabetes yang sering terjadi adalah
penglihatan kabur akibat perubahan refraksi. Beberapa penelitian menunjukkan
variasi dalam laporannya mengenai perubahan refraksi pada penderita diabetes
yang mengalami kondisi hiperglikemia. Beberapa hal yang diduga menyebabkan
hal ini adalah adanya perubahan pada bentuk, ketebalan, dan index refraksi (index
bias) kornea maupun, perubahan bentuk, ketebalan dan index refraksi (index bias)
dari lensa juga Proliferasi pembuluh darah baru (neovaskular) dan pembentukan
jaringan fibrosis sehingga pada pembuluh darh yang abnormal dapat mengaki-
batkan perdarahan vitreus Pembuluh darah baru ini terbentuk karena ku-
rangnya endotel tight junction yang merupakan faktor predisposisi ter-
jadinya perdarahan spontan. Selain itu, komponen berserat yang sering menem-
patkan tekanan tambahan pada pembuluh darah yang sudah rapuh serta traksi vit-

26
reus normal dengan gerakan mata dapat menyebabkan pecahnya pembuluh terse-
but.

• HUBUNGAN MATA KABUR DAN PERDARAHAN VITREUS DENGAN


PASIEN PENDERITA DM

Kelainan mata pada diabetes adalah penyebab utama kebutaan dan


gangguan penglihatan pada penduduk Amerika berusia 20–74 tahun. Gangguan
penglihatan pada penderita diabetes lebih banyak (11%) dibanding bukan
penderita diabetes (5,9%). Salah satu komplikasi diabetes yang sering terjadi
adalah penglihatan kabur akibat perubahan refraksi. Beberapa penelitian
menunjukkan variasi dalam laporannya mengenai perubahan refraksi pada
penderita diabetes yang mengalami kondisi hiperglikemia. Beberapa hal yang
diduga menyebabkan hal ini adalah adanya perubahan pada bentuk, ketebalan, dan
index refraksi (index bias) kornea maupun, perubahan bentuk, ketebalan dan
index refraksi (index bias) dari lensa juga Proliferasi pembuluh darah baru
(neovaskular) dan pembentukan jaringan fibrosis sehingga pada pembuluh darh
yang abnormal dapat mengakibatkan perdarahan vitreus Pembuluh darah baru
ini terbentuk karena kurangnya endotel tight junction yang merupakan
faktor predisposisi terjadinya perdarahan spontan. Selain itu, komponen berserat
yang sering menempatkan tekanan tambahan pada pembuluh darah yang sudah
rapuh serta traksi vitreus normal dengan gerakan mata dapat menyebabkan
pecahnya pembuluh tersebut

5. Patomekanisme vitreus hemoragik

Patomekanisme pendarahan vitreus disebabkan oleh 3 faktor yaitu :


• Pembuluh darah abnormal
Pembuluh darah retina abnormal biasanya disebabkan oleh penyakit iskemik
seperti Retinopati Diabetik, Retinopati Hipertensi, oklusi vena retina. Seperti pada

27
Hipertensi dapat membuat tekanan pembuluh darah retina abnormal karena
tekanan berlebihan dan berkelanjutan terhadap dinding pembuluh darah.
• Pecahnya pembuluh darah normal
Pecahnya pembuluh darah normal dapat disebabkan oleh Trauma, robekan retina,
Posterior Vitreous Detachement (PVD)dengan robekan pembuluh darah retina,
Ablasio retina, sindrom Terson. Seperti pada robekan pembuluh darah retina pec-
ahnya atau lepasnya vitreus posterior, dimana vitreus kortika melekat pada pem-
buluh darah.
• Darah dari sumber lain
keadaan patologi yang berdekatan dengan vitreus juga dapat menyebabkan per-
darahan vitreus seperti pada perdarahan dari makroaneurisma retina, tumor dan
neovaskularisasi koroidal, semua dapat memperpanjang melalui membran batas
dalam vitreus dan menyebabkan perdarahan.

6. Deferensial diagnosa

Hasil dari diskusi kami sepakat memasukkan penyakit yang terlibat dalam
scenario yaitu:

28
A. RETINO DIABETIK

DEFENISI

Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai


oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh halus, meliputi arteriol
prekapiler retina, kapiler-kapiler dan vena-vena.

EPIDEMIOLOGI

Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan yang paling sering di


jumpai, terutama di negara barat. Kira-kira 1 dari 900 orang berusia 25 tahun
mengidap diabetes dan kira-kira 1 dari 25 orang berusia 60 tahun adalah
penyandang diabetes. Prevalensi retinopati diabetik proliferatif pada diabetes
tipe 1 dengan lama penyakit 15 tahun adalah 50%. Retinopati diabetik jarang
ditemukan pada anak-anak dibawah umur 10 tahun tanpa memperhatikan lamanya
diabetes. Resiko berkembangnya retinopati meningkat setelah pubertas.

ETIOLOGI

Penyebab pasti retinopati diabetik belum diketahui. Tetapi diyakini bahwa


lamanya terpapar pada hiperglikemia ( kronis ) menyebabkan perubahan fisiologi
dan biokimia yang akhirnya menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah.
Hal ini didukung oleh hasil pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati pada orang
muda dengan diabetes tipe 1 paling sedikit 3-5 tahun setelah awitan penyakit ini.
Hasil serupa telah diperoleh pada diabetes tipe 2, tetapi pada pasien ini onset dan
lama penyakit lebih sulit ditentukan secara tepat.
Perubahan abnormalitas sebagian besar hematologi dan biokimia telah
dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain :
• Adhesif platelet yang meningkat.
• Agregasi eritrosit yang meningkat.

29
• Abnormalitas lipid serum.
• Fibrinolisis yang tidak sempurna.
• Abnormalitas dari sekresi growth hormon .
• Abnormalitas serum dan viskositas darah.
KLASIFIKASI

Berkaitan dengan prognosis dan pengobatan, maka retinopati diabetik


dibagi menjadi :

1. Retinopati Diabetik Non Proliferatif, atau dikenal juga dengan


retinopati diabetik dasar ( Background Diabetic Retinopathy ).

2. Retinopati Diabetik Proliferatif.

PATOFISIOLOGI

1. Retinopati Diabetik Non Proliferatif

Merupakan bentuk yang paling umum dijumpai. Merupakan cerminan


klinis dari hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh yang terkena.
Disebabkan oleh penyumbatan dan kebocoran kapiler, mekanisme perubahannya
tidak diketahui tapi telah diteliti adanya perubahan endotel vaskuler ( penebalan
membran basalis dan hilangnya pericyte ) dan gangguan hemodinamik ( pada sel
darah merah dan agregasi platelet ). Disini perubahan mikrovaskular pada retina
terbatas pada lapisan retina ( intraretinal ), terikat ke kutub posterior dan tidak
melebihi membran internal.

Karakteristik pada jenis ini adalah dijumpainya mikroaneurisma multiple


yang dibentuk oleh kapiler-kapiler yang membentuk kantung-kantung kecil
menonjol seperti titik-titik, vena retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok,
bercak perdarahan intraretinal. Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan retina
dan berbentuk nyala api karena lokasinya didalam lapisan serat saraf yang

30
berorientasi horizontal. Sedangkan perdarahan bentuk titik-titik atau bercak
terletak di lapisan retina yang lebih dalam tempat sel-sel akson berorientasi
vertikal.

2. Retinopati Diabetik Preproliferatif dan Edema Makula

Merupakan stadium yang paling berat dari Retinopati Diabetik Non


Proliferatif. Pada keadaan ini terdapat penyumbatan kapiler mikrovaskuler dan
kebocoran plasma yang berlanjut, disertai iskemik pada dinding retina ( cotton
wool spot, infark pada lapisan serabut saraf ). Hal ini menimbulkan area non
perfusi yang luas dan kebocoran darah atau plasma melalui endotel yang rusak.
Ciri khas dari stadium ini adalah cotton wool spot, blot haemorrage, intraretinal
Microvasculer Abnormal ( IRMA ), dan rangkaian vena yang seperti manik-
manik. Bila satu dari keempatnya dijumpai ada kecendrungan untuk menjadi
progresif ( Retinopati Diabetik Proliferatif ), dan bila keempatnya dijumpai maka
beresiko untuk menjadi Proliferatif dalam satu tahun.

Edema makula pada retinopati diabetik non proliferatif merupakan


penyebab tersering timbulnya gangguan penglihatan. Edema ini terutama
disebabkan oleh rusaknya sawar retina-darah bagian dalam pada endotel kapiler
retina sehingga terjadi kebocoran cairan dan konstituen plasma ke dalam retina
dan sekitarnya. Edema ini dapat bersifat fokal dan difus. Edema ini tampak
sebagai retina yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisma dan eksudat
intraretina sehingga terbentuk zona eksudat kuning kaya lemak bentuk bundar
disekitar mikroaneurisma dan paling sering berpusat dibagian temporal makula.

Retinopati Diabetik Non Proliferatif dapat mempengaruhi fungsi


penglihatan melalui 2 mekanisme yaitu :

• Perubahan sedikit demi sedikit dari pada penutupan kapiler intraretinal

yang menyebabkan iskemik makular.

31
• Peningkatan permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edema

makular.

3. Retinopati Diabetik Proliferatif

Merupakan penyulit mata yang paling parah pada Diabetes Melitus. Pada
jenis ini iskemia retina yang progresif akhirnya merangsang pembentukan
pembuluh-pembuluh halus ( neovaskularisasi ) yang sering terletak pada
permukaan diskus dan di tepi posterior zona perifer disamping itu
neovaskularisasi iris atau rubeosis iridis juga dapat terjadi. Pembuluh-pembuluh
baru yang rapuh berproliferasi dan menjadi meninggi apabila korpus vitreum
mulai berkontraksi menjauhi retina dan darah keluar dari pembuluh tersebut maka
akan terjadi perdarahan massif dan dapat timbul penurunan penglihatan
mendadak.

Disamping itu jaringan neovaskularisasi yang meninggi ini dapat


mengalami fibrosis dan membentuk pita-pita fibrovaskular rapat yang menarik
retina dan menimbulkan kontaksi terus-menerus pada korpus vitreum. Ini dapat
menyebabkan pelepasan retina akibat traksi progresif atau apabila terjadi robekan
retina, terjadi ablasio retina regmatogenosa. Pelepasan retina dapat didahului atau
ditutupi oleh perdarahan korpus vitreum. Apabila kontraksi korpus vitreum telah
sempurna dimata tersebut, maka retinopati proliferatif cenderung masuk ke
stadium involusional atau burnet-out.

GEJALA KLINIS

➢ Gejala subjektif yang dapat ditemui dapat berupa :

• Kesulitan membaca

• Penglihatan kabur

32
• Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata

• Melihat lingkaran-lingkaran cahaya

• Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip

➢ Gejala Objektif yang dapat ditemukan pada retina dapat berupa :

• Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama


daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak
dekat pembuluh darah terutama polus posterior.

• Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang


biasanya terletak dekat mikroaneurisma dipolus posterior.

• Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya ireguler dan berkelok-


kelok.

• Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina.


Gambarannya khusus yaitu iregular, kekuning-kuningan Pada
permulaan eksudat pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini
dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.

• Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan


iskemia retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak
berwarna kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya
terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan
iskemia retina.

• Pembuluh darah baru ( Neovaskularisasi ) pada retina biasanya


terletak dipermukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang
berkelok-kelok , dalam, berkelompok, dan ireguler. Mula–mula
terletak dalam jaringan retina, kemudian berkembang ke daerah
preretinal, ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-

33
daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan
subhialoid ( preretinal ) maupun perdarahan badan kaca.

• Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama


daerah makula sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan.

DIAGNOSA

A. Anamnesis

• Identitas : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat.

• Kelihan utama : penglihatan mata kiri tiba-tiba kabur

• Riwayat penyakit sekarang : penglihatan mata kiri tiba-tiba kabur


dan ditemukan adanya vitreus haemmorage. Mata kanan tiba-tiba
kabur sejak kapan?

• Riwayat penyakit dahulu :

Trauma (-), hipertensi (-), DM (+) tidak terkontrol

- Riwayat keluhan yang sama

- Riwayat katarak

- Riwayat penyakit kronis ( lamanya, penggunaan obat )

- Riwayat penyakit sistemik lain.

• Riwayat penyakit keluarga.

B. Pemeriksaan Fisik

• Umum :

- Tanda vital : Nadi, TD, suhu, respirasi

34
• Khusus :

- Inspeksi : jika ada lebam, mata merah, proptosis, extropia :


penutupan kelopak mata sempurna atau tidak.

- Palpasi : apakah terdapat massa ( kenyal atau keras ).

- Periksa kornea dan iris untuk melihat apakah ada jaringan


parut, iregularitas dan benda asing. Amati ukuran, bentuk dan
warna pupil.

- Kusus pada retina : dapat dilakukan pemeriksaan fundus okuli


dengan menggunakan oftalmoskop.

- Evaluasi fungsi otot ekstraokular

C. Pemeriksaan penunjang

• Pemeriksaan lab : HbA1c

• Oftalmoskop : untuk memeriksa klasifikasi tingkat keparahan


Retinopati Diabetik

• Fluorescein angiografi

- microaneurisme tampak sebagai gambaran lesi hyperfluore-


sceint

- bercak perdarahan tampak sebagai gambaran hypofluores-


ceint

• Optical Coherence Tomography (OCT).

35
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk dapat membantu mendeteksi secara awal adanya edema makular


pada retinopati diabetik non proliferatif dapat digunakan stereoscopic
biomicroscopic menggunakan lensa +90 dioptri. Disamping itu Angiografi
Fluoresens juga sangat bermanfaat dalam mendeteksi kelainan mikrovaskularisasi
pada retinopati diabetik. Dijumpainya kelainan pada elektroretinografik juga
memiliki hubungan dengan keparahan retinopati dan dapat membantu
memperkirakan perkembangan retinopati.

PENATALAKSANAAN

Sejauh ini belum ada pengobatan yang spesifik dan efektif untuk
mencegah perkembangan retinopati diabetik.

A. Pencegahan

Suatu fakta dikemukakan bahwa insiden retinopati diabetik ini tergantung


pada durasi menderita diabetes mellitus dan pengendaliannya. Hal sederhana yang
terpenting yang dapat dilakukan oleh penderita diabetes untuk dapat mencegah
terjadinya retinopati adalah dengan mengontrol gula darah, selain itu tekanan
darah, masalah jantung, obesitas dan lainnya harus juga dikendalikan dan
diperhatikan.

B. Pengobatan

Fokus pengobatan bagi pasien retinopati diabetik non proliferatif tanpa


edema makula adalah pengobatan terhadap hiperglikemia dan penyakit sistemuk
lainnya. Terapi Laser argon fokal terhadap titik-titik kebocoran retina pada pasien
yang secara klinis menunjukkan edema bermakna dapat memperkecil resiko
penurunan penglihatan dan meningkatka fungsi penglihatan . Sedangkan mata
dengan edema makula diabetik yang secara klinis tidak bermakna maka biasanya
hanya dipantau secara ketat tanpa terapi laser.

36
Untuk retinopati diabetik proliferatif biasanya diindikasikan pengobatan
dengan fotokoagulasi panretina laser argon, yang secara bermakna menurunkan
kemungkinan perdarahan massif korpus vitreum dan pelepasan retina dengan cara
menimbulkan regresi dan pada sebagian kasus dapat menghilangkan pembuluh-
pembuluh baru tersebut, Kemungkinan fotokoagulasi panretina laser argon ini
bekerja dengan mengurangi stimulus angiogenik dari retina yang mengalami
iskemik. Tekniknya berupa pembentukan luka-luka bakar laser dalam jumlah
sampai ribuan yang tersebar berjarak teratur diseluruh retina, tidak mengenai
bagian sentral yang dibatasi oleh diskus dan pembuluh vascular temporal utama.

Untuk penatalaksanaan konservatif penglihatan monokular yang


disebabkan oleh perdarahan korpus vitreum diabetes pada pasien binokular adalah
dengan membiarkan terjadinya resolusi spontan dalam beberapa bulan. Disamping
itu peran bedah vitreoretina untuk retinopati diabetik proliferatif masih tetap
berkembang, sebagai cara untuk mempertahankan atau memulihkan penglihatan
yang baik.

PROGNOSIS

Pada mata yang mengalami edema makular dan iskemik yang bermakna
akan memiliki prognosa yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser, daripada
mata dengan edema dan perfusi yang relatif baik.

PENCEGAHAN

Dengan memastikan gula darah dalam kondisi terkontrol, retinopati


diabetikdapat dicegah. Konsultasikan pada dokter mengenai pemilihan makanan,
latihan jasmani, dan obat-obatan yang tepat agar kadar gula darah penderita
diabetes tidak tinggi.

37
Selain itu, penderita diabetes juga dianjurkan untuk memeriksakan diri ke
dokter spesialis mata secara berkala (1 tahun sekali). Tujuannya adalah untuk
melakukan pemeriksaan skrining bila terdapat retinopati diabetik.

B. OKULSI VENA RETINA SENTRAL

DEFINISI

Obstruksi atau penyumbatan vena retina pada saraf optik (saraf sentral)
yang mengakibatkan gangguan perdarahan didalam bola mata. Biasanya
penyumbatan terletak di mana saja pada retina, akan tetapi lebih sering terletak di
depan lamina kribosa.

EPIDEMIOLOGI

Oklusi vena retina sentral adalah penyebab penting morbiditas penglihatan


pada lansia, terutama mereka yang mengidap hipertensi dan glaukoma. Insiden
CRVO meningkat pada kondisi-kondisi sistemik tertentu, seperti hipertensi,
hiperlipidemia, diabetes militus, penyakit kolagen vaskular, gagal ginjal kronik,
dan sindrom hiperviskositas (misalnya, mieloma dan makroglobulinemia
Wildenstrőm). Merokok juga merupakan faktor resiko. Oklusi vena retina sentral
berkaitan dengan peningkatan mortalitas penyakit jantung iskemik, termasuk
infark miokardium.

Di Amerika Serikat, kebanyakan pasien dengan oklusi vena retina sentral


berjenis kelamin laki-laki dan berusia lebih dari 65 tahun. Kebanyakan kasus
berupa oklusi unilateral, dan kira-kira 6-14% kasus berupa oklusi bilateral.
Sementara itu pada penelitian dengan populasi besar di Israel melaporkan
bahwainsidensi pasien berusia lebih dari 40 tahun yang mengalami oklusi vena
retina mencapai 2,14kasus per 1000 orang di populasi tersebut. Sementara itu
pada pasien dengan usia lebih dari 64tahun, insidensinya mencapai 5,36 kasus per

38
1000 orang. Di Australia, prevalensi oklusi vena retina ini berkisar dari 0,7% pada
pasien berusia 49-60 tahun, hingga 4,6% pada pasien lebih dari 80 tahun.

ETIOLOGI

Sebab-sebab terjadinya penyumbatan vena retina sentral ialah:

1. Penyebab lokal dari oklusi vena retina adalah trauma, glaukoma, dan lesi
struktur orbita.

2. Proses sistemik juga dapat menyebabkan oklusi vena retina, di antaranya


adalah hipertensi, atherosklerosis, diabetes mellitus, glaukoma, sickle cell
disease

3. Akibat kompresi dari luar terhadap vena tersebut seperti yang terdapat
pada proses arteriosklerosis atau jaringan pada lamina kribrosa.

4. Akibat penyakit pada pembuluh darah vena sendiri seperti fibrosklerosis


atau endoflebitis.

5. Akibat hambatan aliran darah dalam pembuluh vena tersebut seperti yang
terdapat pada kelainan viskositas darah, diksrasia darah, atau spasme arteri
retina yang berhubungan.

6. Abnormalitas darah itu sendiri (sindrom hiperviskositas dan abnormalitas


koagulasi)

7. Abnormalitas dinding vena (inflamasi)

8. Peningkatan tekanan intraokular.

PATOMEKANISME

Patofisiologi oklusi vena retina sentral terdiri dari tiga komponen dari trias
Virchow, yaitu abnormalitas dinding pembuluh darah, perubahan dalam darah
(misalnya, kelainan viskositas dan koagulasi), dan perubahan dalam aliran darah.

39
Patogenesis dari oklusi vena retina sentral masih belum diketahui secara
pasti. Ada banyak faktor lokal dan sistemik yang berperan dalam penutupan
patologis vena retina sentral. Arteri dan vena retina sentral berjalan bersama-sama
pada jalur keluar dari nervus optikus dan melewati pembukaan lamina kribrosa
yang sempit. Karena tempat yang sempit tersebut mengakibatkan hanya ada
keterbatasan tempat bila terjadi displacement. Jadi, anatomi yang seperti ini
merupakan predisposisi terbentuknya trombus pada vena retina sentral dengan
berbagai faktor, di antaranya perlambatan aliran darah, perubahan pada dinding
pembuluh darah, dan perubahan dari darah itu sendiri.

Perubahan arterioskelerotik pada arteri retina sentral mengubah struktur


arteri menjadi kaku dan mengenai/ bergeser dengan vena sentral yang lunak, hal
ini menyebabkan terjadinya disturbansi hemodinamik, kerusakan endotelial, dan
pembentukan trombus. Mekanisme ini menjelaskan adanya hubungan antara
penyakit arteri dengan oklusi vena retina sentral, tapi hubungan tersebut masih
belum bisa dibuktikan secara konsisten. Oklusi trombosis vena retina sentral dapat
terjadi karena berbagai kerusakan patologis, termasuk diantaranya kompresi vena,
disturbansi hemodinamik dan perubahan pada darah.

Oklusi vena retina sentral menyebabkan akumulasi darah di sistem vena


retina dan menyebabkan peningkatan resistensi aliran darah vena. Peningkatan
resistensi ini menyebabkan stagnasi darah dan kerusakan iskemik pada retina. Hal
ini akan menstimulasi peningkatan produksi faktor pertumbuhan dari endotelial
vaskular (VEGF = vascular endothelial growth factor) pada kavitas vitreous.
Peningkatan VEGF menstimulasi neovaskularisasi dari segmen anterior dan
posterior. VEGF juga menyebabkan kebocoran kapiler yang mengakibatkan
edema makula

40
GEJALA KLINIS

Oklusi vena retina sentral terbagi menjadi dua tipe, non-iskemik dan iskemik.
Berikut gejala klinis pada masing-masing tipe :

1. Tipe non iskemik (Mild)

Dicirikan oleh ketajaman penglihatan yang masih baik, defek pupil aferen
ringan, dan perubahan lapangan pandang yang ringan. Pada pemeriksaan
funduskopi ditemukan adanya dilatasi ringan dan cabang vena retina sentral yang
berkelok-kelok, serta dot-and-flame hemorrhages pada seluruh kuadran retina.
Edema macula dengan penurunan ketajaman penglihatan dan pembengkakan optic
disk dapat ada atau tidak.

2. Tipe iskemik

41
Biasanya dihubungkan dengan penglihatan yang buruk, defek pupil aferen,
dan skotoma sentral. Terlihat dilatasi vena, perdarahan pada empat kuadran yang
lebih luas, edema retina, dan ditemukan cotton wool spot. Visual prognosis pada
tipe ini jelek, dengan rata-rata hanya kurang dari 10% CRVO tipe iskemik
memiliki ketajaman penglihatan akhir lebih baik dari 20/400.

DIAGNOSIS

Diagnosis oklusi vena retina sentral ditegakkan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan oftalmologis, dan pemeriksaan penunjang lain. Pada pemeriksaan
anamnesis, cari riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi, atherosklerosis,
diabetes mellitus, glaukoma, atau sickle cell disease. Pasien memerlukan
pemeriksaan tekanan darah, elektrokardiografi, kadar gula darah, kadar lemak dan
kolesterol untuk mendeteksi penyakit sistemik seperti hipertensi, aterosklerosis
atau diabetes. Pasien juga harus menjalani pemeriksaan mata lengkap, termasuk
ketajaman penglihatan, reflex pupil, pemeriksaan slit lamp segmen anterior dan
posterior mata, dan pemeriksaan funduskopi.

Pada pemeriksaan oftalmologis, ketajaman penglihatan merupakan salah


satu indikator penting pada prognosis penglihatan akhir sehingga usahakan untuk
selalu mendapatkan ketajaman penglihatan terkoreksi yang terbaik. Reflex pupil
bisa normal dan mungkin ada dengan reflex pupil aferen relative. Jika iris
memiliki pembuluh darah abnormal maka pupil dapat tidak bereaksi.

Pada pemeriksaan funduskopi terlihat vena berkelok-kelok, edema macula


dan retina, dan perdarahan berupa titik terutama bila terdapat penyumbatan vena
yang tidak sempurna. Perdarahan retina dapat terjadi pada keempat kuadran
retina. Perdarahan bisa superfisial, dot dan blot, dan atau dalam. Cotton wool spot
umumnya ditemukan pada iskemik CRVO. Biasanya terkonsentrasi di sekitar
kutub posterior. Cotton wool spot dapat menghilang dalam 2-4 bulan.

42
Neovaskularisasi disk (NVD): mengindikasikan iskemia berat dari retina dan bisa
mengarah pada perdarahan preretinal/vitreus. Perdarahan dapat terjadi di tempat
lain (NVE: Neovascularization of elsewhere)

Pemeriksaan Penunjang

1. Angiografi fluoresen : menunjukkan gambaran terlambatan pengisian vena,


blokade oleh darah, staining pembuluh darah, hipofluorensi karena non- perfusi
kapiler

2. Optical coherence tomography (OCT) : dapat digunakan untuk menilai edema


makula, monitoring perjalanan penyakit atau respon terhadap terapi.

PENATALAKSANAAN

1. Evaluation and Management

Manajemen oklusi vena retina sentral disesuaikan dengan kondisi medis


terkait, misalnya hipertensi, diabetes mellitus, hiperhomosisteinemia, dan riwayat
merokok. Jika hasil tes negatif pada faktor-faktor resiko CRVO di atas, maka
dipertimbangkan untuk melakukan tes selektif pada pasien-pasien muda untuk
menyingkirkan kemungkinan trombofilia, khususnya pada pasien-pasien dengan
CRVO bilateral, riwayat trombosis sebelumnya, dan riwayat trombosis pada
keluarga. Pengobatan terutama ditujukan kepada mencari penyebab dan
mengobatinya, antikoagulan, dan fotokoagulasi daerah retina yang mengalami
hipoksia. Steroid diberi bila penyumbatan disebabkan flebitis. Pasien CRVO harus
diperingatkan pentingnya melaporkan perburukan penglihatan karena pada
beberapa kasus, dapat terjadi progresifitas penyakit dari noniskemik ke iskemik.

2. Surgical and Farmacotherapy

Dekompresi surgikal dari CRVO via radial optik neurotomi dan kanulasivena
retina dan pemasukan tissue-plasminogen activator (t-PA). Keefektifan dan resiko
dari pengobatan ini tidak terbukti. Kortikosteroid dan terapi untuk mengurangi

43
perlengketan platelet (aspirin) telah disarankan, tapi kemanjuran danresikonya
juga masih belum terbukti. Antikoagulasi sistemik tidak dianjurkan.Edema
makula tidak merespon terhadap terapi laser. Penyuntikan intravitreal
triancinolone memberikan sedikit efek. Uji coba dengan menyuntikkan
depotsteroid atau agen anti-VEGF memberi hasil yang menjanjikan.

KOMPLIKASI

Penyulit oklusi vena retina sentral berupa perdarahan masif ke dalam


retina terutama pada lapis serabut sarah retina dan tanda iskemia retina. Pada
penyumbatan vena retina sentral, perdarahan juga dapat terjadi di depan papila
dan ini dapat memasuki badan kaca menjadi perdarahan badan kaca. Oklusi vena
retina sentral dapat menimbulkan terjadinya pembuluh darah baru yang
dapatditemukan di sekitar papil, iris, dan retina (rubeosis iridis). Rubeosis iridis
dapat mengakibatkan terjadinya glaukoma sekunder, dan hal ini dapat terjadi
dalam waktu 1-3 bulan. Penyulit yang dapat terjadi adalah glaukoma hemoragik
atau neovaskular.

PROGNOSIS

Prognosis baik bila :

• Edema dan perdarahan retina dapat diserap kembali sehingga terjadi per-
baikan visus (non-iskemik).

Prognosis buruk bila :

• Terjadi edema retina dan makula serta perdarahan disekitar papil saraf op-
tik dan cotton wool spot (iskemik).

PENCEGAHAN OKULSI VENA RETINA

1. Mengontrol tekanan darah dan kolesterol pada pasien hipertensi dan


arteriosklerosis

44
2. Pemberian obat anti koagulan.

3. Sering kontrol pada dokter spesialis mata pada pasien resiko tinggi

C. PENDARAHAN VITREUS

DEFINISI

Perdarahan vitreus adalah ekstravasasi darah ke salah satu dari beberapa


ruang potensial yang terbentuk di dalam dan di sekitar korpus vitreus. Kondisi ini
dapat diakibatkan langsung oleh robekan retina atau neovaskularisasi retina.

ETIOLOGI

Etiologi terjadinya perdarahan vitreus menjadi tiga kategori utama yaitu:

a. Pembuluh darah retina abnormal

Pembuluh darah retina abnormal biasanya akibat iskemia pada penyakit


seperti diabetik retinopati, retinopati sel sabit, oklusi vena retina, retinopati

45
prematuritas atau sindrom iskemik okular. Retina mengalami pasokan oksigen
yang tidak memadai, Vascular Endotel Growth Factor (VEGF) dan faktor
kemotaktik lainnya menginduksi neovaskularisasi. Pembuluh darah baru ini
terbentuk karena kurangnya endotel tight junction yang merupakan faktor
predisposisi terjadinya perdarahan spontan. Selain itu, komponen berserat yang
sering menempatkan tekanan tambahan pada pembuluh darah yang sudah rapuh
serta traksi vitreus normal dengan gerakan mata dapat menyebabkan pecahnya
pembuluh tersebut.

b. Pecahnya pembuluh darah normal

Pecahnya pembuluh darah normal dapat diakibatkan kekuatan mekanik yang


tinggi. Selama PVD, traksi vitreus pada pembuluh darah retina dapat
membahayakan pembuluh darah. Hal ini bisa terjadi dengan robekan retina atau
ablasio. Namun, perdarahan vitreus dalam bentuk sebuah PVD akut harus
diwaspadai dokter karena risiko robeknya retina bercukup tinggi (70-95 persen).
Trauma tumpul atau perforasi bisa melukai pembuluh darah utuh secara langsung
dan merupakan penyebab utama perdarahan vitreus pada orang muda terutama
umur kurang dari 40 tahun. Penyebab yang jarang dari perdarahan vitreus adalah
sindrom Terson, yang berasal dari ekstravasasi darah ke dalam vitreus karena
perdarahan subaraknoid. Sebaliknya peningkatan tekanan intrakranial dapat
menyebabkan venula retina pecah.

c. Darah dari sumber lainnya

Darah dari sumber lainnya, keadaan patologi yang berdekatan dengan vitreus
juga dapat menyebabkan perdarahan vitreus seperti pada perdarahan dari
makroaneurisma retina, tumor dan neovaskularisasi koroidal, semua dapat
memperpanjang melalui membran batas dalam vitreus dan menyebabkan
perdarahan.

46
"

Gambar. Mekanisme perdarahan vitreus

(Sumber: Lang GK. Vitreous body. In: Ophtalmology: a short textbook; 2009;
287)

PATOFISIOLOGI

Vitreus mempunyai 3 perlekatan yang kuat ke retina. Perlekatan yang


paling kuat yaitu melekat pada anterior retina atau ora serata dimana tempat
terbentuknya dasar vitreus. Traksi dari dasar vitreous biasanya disebarkan ke 6
retina perifer yang berdekatan. Perlekatan kuat lainnya adalah pada zona circular
disekeliling nervus opticus. Zona ini menjadi memburuk seiring dengan
bertambahnya usia. Dan menyebabkan mudahnya terlepas lapisan vitreous
posterior.

47
Pada orang dewasa, volume vitreous mencapai 4 ml, dimana mengisi 80%
dari isi bola mata. Terdiri dari 99% air dan sisanya terdiri dari kolagen dan asam
hialuronat. Sebagai tambahan ada beberapa komponen terlarut lainnya seperti ion,
protein, dan mikro mineral. Komponen ini membuat vitreous seperti agar-agar
tetapi tetap jernih.

Vitreus tidak memiliki pembuluh darah dan tidak elastis. Mekanisme dari
perdarahan vitreus dapat disebabkan oleh penyakit retina, trauma, atau perdarahan
yang menyebar ke retina dan vitreus yang berasal dari ruangan intraokular
lainnya. Riwayat penyakit dahulu dan pemeriksaan fisik, juga penting untuk
memikirkan etiologi ekstaokular seperti leukemia. Gangguan koagulasi atau terapi
koagulan tidak menyebabkan perdarahan vitreus, namun perdarahan abnormal
atau ruptur pembuluh darah retina akibat trauma secara langsung maupun tidak
langsung sering dikaitkan dengan perdarahan vitreus. Penyebab perdarahan
vitreus terbanyak seperti perdarahan dari pembuluh darah baru dan pembuluh
darah yang rapuh terjadi pada retinopati diabetik proliferasi, retinopati sickle sell
proliferasi, iskemik retinopati sekunder akibat oklusi vena retina.

Patogenesis yang paling sering dipercaya karena iskemik retina


menyebabkan lepasnya faktor vasoaktif angigenik, atau yang lebih dikenal VEGF
( Vascular endothelial growth factor), bFGF (basic fibroblast growth factor), dan
IGF (insulin-like growth factor). Mekanisme perdarahan vitreus yang lainnya
adalah robekan pembuluh darah retina dikarenakan pecahnya atau lepasnya
vitreus posterior, dimana vitreus kortika melekat pada pembuluh darah, sebagai
tambahan, pasien dengan retinopati sickle sell mungkin menunjukkan perdarahan
seperti ikan salmon (salmon-patch) yang disebabkan oleh pecahnya dinding
pembuluh darah diikuti oklusi arteriole tiba-tiba karena agregasi sel darah merah
yang berbentuk sabit.

48
Degenerasi makula terkait umur dan melanoma koroid adalah 2 penyebab
terjadinya perdarahan vitreus sekunder. Sindroma Terson adalah perdarahan
subarachnoid yang dihubungkan dengan perdarahan vitreus karena ruptur vena –
vena dan atau kapiler – kapiler dikarenakan peningkatan tekanan intra kranial
secara tiba – tiba yang ditransmisikan pada pembuluh darah retina melalui nervus
optikus.

GEJALA KLINIS

Pasien dengan perdarahan vitreus sering datang dengan keluhan mata


kabur atau berasap, ada helai rambut atau garis (floaters), fotopsia, seperti ada
bayangan dan jaring laba laba. Gejala subyektif yang paling sering ialah fotopsia,
floaters. Fotopsia ialah keluhan berupa kilatan cahaya yang dilihat penderita
seperti kedipan lampu neon di lapangan. Kilatan cahaya tersebut jarang lebih dari
satu detik, tetapi sering kembali dalam waktu beberapa menit. Kilatan cahaya
tersebut dilihat dalam suasana redup atau dalam suasana gelap. Fotopsia diduga
oleh karena rangsangan abnormal vitreus terhadap retina.

Floaters adalah kekeruhan vitreus yang sangat halus, dilihat penderita


sebagai bayangan kecil yang berwarna gelap dan turut bergerak bila mata
digerakkan. Bayangan kecil tersebut dapat berupa titik hitam, benang halus,
cincin, lalat kecil dan sebagainya. Floaters tidak memberikan arti klinik yang luar
biasa, kecuali bila floaters ini datangnya tiba-tiba dan hebat, maka keluhan
tersebut patut mendapat perhatian yang serius, karena keluhan floaters ini dapat
menggambarkan latar belakang penyakit yang serius pula, misalnya ablasio retina
atau perdarahan di vitreus.

Perdarahan vitreus ringan sering dianggap sebagai beberapa floaters baru,


perdarahan vitreus moderat dianggap sebagai garis-garis gelap, dan berat pada
perdarahan vitreus cenderung untuk secara signifikan mengurangi penglihatan
bahkan persepsi cahaya. Biasanya, tidak ada rasa sakit yang terkait dengan

49
perdarahan vitreus. Pengecualian mungkin terjadi apabila termasuk kasus
glaukoma neovaskular, hipertensi okular akut sekunder yang parah atau trauma.

Pasien harus ditanyakan mengenai riwayat trauma, operasi mata, diabetes, anemia
sickle sel, leukemia dan miopia tinggi. Pemeriksaan lengkap terdiri dari
oftalmoskopi langsung dengan depresi skleral, gonioskopi untuk mengevaluasi
neovaskularisasi sudut, TIO dan B-scan ultrasonografi jika tampilan lengkap
segmen posterior tertutup oleh darah. Pemeriksaan dari mata kontralateral dapat
membantu memberikan petunjuk etiologi dari perdarahan vitreus, seperti
retinopati diabetik proliferatif.

Gambaran perdarahan pada vitreus melalui ultrasonografi berbentuk kecil


dan semakin banyak terlihat dan semakin tebal diartikan banyak perdarahan di
dalamnya. Dapat pula dibedakan perdarahan yang masih baru “fresh
hemorrhage” atau sudah lama “clotted hemorrhage”. Bila perdarahan disebabkan
oleh PVD, akan terlihat gambaran membran yang sejajar di B-scan ultrasonografi.
Kehadiran perdarahan vitreus tidak sulit untuk dideteksi. Pada slit lamp, sel darah
merah dapat dilihat di posterior lensa dengan cahaya set “off-axis” dan mikroskop
pada kekuatan tertinggi. Dalam perdarahan vitreus ringan, pandangan ke retina
dimungkinkan dan lokasi dan sumber perdarahan vitreus dapat ditentukan.

50
"

Gambar. Perdarahan vitreus dilihat dari segmen anterior dan segmen posterior

(Sumber: Green RL, Byrne SF. Diagnostic ophtalmic ultrasound. Dalam: Ryan SJ,
ed. Retina. Edisi-3. Missouri; Mosby 2001; 228)

Perdarahan vitreus hadir dalam ruang subhialoid juga dikenal sebagai


perdarahan preretinal. Perdarahan berbentuk seperti perahu dimana darah
terperangkap dalam ruang potensial antara hialoid posterior dan basal membran,
dan mengendap keluar seperti hifema. Perdarahan vitreus yang tersebar ke dalam
korpus vitreus tidak memiliki batas dapat berkisar dari beberapa bintik sel darah
merah sampai memenuhi keseluruhan dari segmen posterior.

DIAGNOSIS

Anamnesis

Keluhan yang dirasakan pasien :

• kabur
• sensasi penglihatan berasap,

51
"

• fotopsia,
• ada helai rambut atau garis (floaters),
• penglihatan seperti ada bercak darah
• biasanya tidak disertai nyeri keculai pada glukoma neovaskeler atau
riwayat trauma
• penting ditanyakan : riwayat trauma, operasi mata, diabetes, anemia
sickle sel, leukemia dan miopia tinggi.

pemeriksaan oftalmologi

• visus terganggu
• tekanan bola mata
• Pada slit lamp, sel darah merah dapat dilihat di posterior lensa dengan
cahaya set "off-axis" dan mikroskop pada kekuatan tertinggi
• pemeriksaan segmen posterior dengan oftalmoskop :

52
!
Perdarahan vitreus mulai dari ringan (kiri) sampai yang berat (kanan)

!
Perdarahan vitreus akibat retinopati diabetik proliferatif

• B-scan ultrasonografi jika tampilan lengkap segmen posterior tertutup


oleh darah.

PENATALAKSANAAN

Pengobatan perdarahan vitreus berupa istirahat dengan posisi kepala lebih


tinggi paling sedikitnya selama tiga hari. Hindari penggunaan aspirin, anti
inflamasi non steroid, kecuali jika sangat diperlukan.

Pada kasus yang tidak dapat diperiksa dengan oftalmoskop, perdarahan


vitreus yang mungkin disebabkan oleh ablasio retina dapat ditentukan
menggunakan ultrasonografi.

53
Setelah retina dapat divisualisasikan, terapi ditujukan untuk etiologi yang
mendasari terjadinya perdarahan vitreus sesegera mungkin. Jika penyebabnya
adalah neovaskularisasi dari retinopati proliferatif, maka dilakukan laser
fotokoagulasi panretinal untuk meregresi neovaskularisasi.

Tindakan vitrektomi diindikasikan untuk mempermudah perlekatan


kembali retina. Misalnya pada perdarahan korpus vitreoum setelah pelepasan
retina yang baru terjadi yang mungkin cukup luas sehingga menghambat tindakan
bedah retina, yang mungkin perlu dilakukan segera untuk mencegah atrofi makula
irreversibel.Pada dasarnya vitrektomi tidak dilakukan apabila tidak ada indikasi
medis berdasarkan penyebabnya, karena korpus vitreum dapat menjadi jernih
tanpa pembedahan. Namun pada kasus-kasus tertentu perlu dilakukan tindakan
vitrektomi yang bertujuan untuk penyelamatan segera fungsi – fungsi organ yang
terganggu.

Waktu vitrektomi :

• Retinal detachment : urgent


• Iris atau angle neovascularization : urgent
• Diabetes tipe 1 : satu bulan
• Perdarahan vitreus subhyaloid : satu bulan
• Diabetes tipe 2 : dua atau tiga bulan
• Penyebab lain : tiga bulan atau lebih

DIAGNOSA BANDING

• ARMD
• Oklusi Arteri Retina
• Oklusi Vena Retina
• Retinopati Diabetik
• Retinitis Pigmentosa
• Uveitis Intermediet

54
• Retinoblastoma
• Makroaneurisma

KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada perdarahan vitreus diantaranya adalah


hemosideris bulbi, vitreoretinopati proliferatif dan glaukoma hemolitik.
Hemosideris bulbi merupakan komplikasi serius yang diduga disebabkan oleh
keracunan zat besi ketika hemoglobin dipecah ketika hemolisis terjadi secara
perlahan, kapasitas besi mengikat protein dalam vitreus biasanya membuat
hemolisis lambat sehingga menghindari hemosideris bulbi.

Vitreoretinopati proliferatif dapat terjadi setelah perdarahan vitreus.


Diperkirakan bahwa makrofag dan faktor kemotaktik menginduksi proliferasi
fibrovaskular yang dapat menyebabkan jaringan parut dan ablasi retina
berikutnya. Sedangkan pada glaukoma hemolitik, hemoglobin yang bebas,
hemoglobin dengan makrofag dan debris sel darah merah dapat menghalangi
trabecular meshwork

PROGNOSIS

Pasien dengan perdarahan vitreus harus diikuti secara berkala untk


memonitoring banyaknya perdarahan pada vitreus. Jika pasien memiliki penyakit
sistemik, seperti diabetes melitus tindak lanjut dengan penyedia perawatan primer
juga harus dianjurkan. Jika pemeriksaan segmen posterior tidak memungkinkan,
pasien harus dievaluasi setiap dua atau tiga minggu dengan B-scan ultrasonografi
untuk menyingkirkan adanya ablasio retina atau PVD. Pada perdarahan vitreus
berulang dianjurkan untuk melakukan rujukan ke spesialis retina untuk
kemungkinan dilakukan vitrektomi. Studi oleh Smith dan Steel menunjukkan
sejumlah bukti bahwa penggunaan faktor Anti-VEGH sebelum operasi pada
diabetes vitrektomi dapat menurunkan terjadinya kejadian perdarahan vitreus
setelah operasi.

55
Prognosis dan Preventif Pasien dengan perdarahan vitreus harus diikuti
secara berkala untuk memonitoring

Banyaknya perdarahan pada vitreus. Jika pasien memiliki penyakit
sistemik, seperti diabetes, tindak lanjut dengan penyedia perawatan primer juga
harus dianjurkan. Jika pemeriksaan segmen posterior tidak memungkinkan, pasien
harus dievaluasi setiap dua atau tiga minggu dengan B-scan ultrasonografi untuk
menyingkirkan adanya ablasio retina atau PVD. Pada perdarahan vitreus berulang,
dianjurkan untuk melakukan rujukan ke spesialis retina untuk kemungkinan
dilakukan vitrektomi,baik bila ditangani secara tepat. Studi oleh Smith dan Steel
menunjukkan sejumlah bukti bahwa penggunaan faktor Anti-VEGF sebelum
operasi pada diabetes vitrektomi dapat menurunkan terjadinya kejadian
perdarahan vitreus setelah operasi.

7. Integrasi Keislaman

Allah Swt berfirman:

"
Artinya:
"Oleh karena itu, Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa
barang siapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain,
atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah
membunuh semua manusia. Barang siapa memelihara kehidupan seorang

56
manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia.
Sesungguhnya rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa)
keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka
setelah itu melampaui batas di bumi.” (QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 32)
Di dalam Surah Al-Maidah Ayat 32 ini menjelaskan seseorang membunuh
orang lain tanpa sebab yang pasti seperti membunuh orang lain atau berbuat
kerusakan di bumi tapi dia membunuhnya. Bahwa kita sebagai dokter yang
bertangging jawab atas kehidupan seseorang untuk memperpanjang hidupnya
berkewajiban memberitahukan semua yang harus dilakukan oleh pasien, jangan
sampai kita diam saja dan tidak memberitahukan apa – apa sebagai contoh
seseorang di diagnosis Diabetes Mellitus kita sebagai dokter tidak memberikan
penanganan yang baik ke pasien sehingga dia kemudian menginap Penyakit
Diabetik Retinopaty. Kemudian kita sebagai dokter lupa untuk memberitahukan
kepada pasien untuk memeriksa matanya maka itu akan berakibat buruk pada
kondisi pasien.

Allah Swt, berfirman:

"
Artinya:
"Dan sungguh, akan Kami isi Neraka Jahanam banyak dari kalangan jin
dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk

57
memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka
mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-
ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah
orang-orang yang lengah."(QS. Al-A'raf 7: Ayat 179)
Di dalam Surah Al-A’raf ayat 179 dapat disimpulkan bahwa Allah
menciptakan manusia beserta kemampuannya untuk mendengar dan melihat agar
manusia senantiasa dapat memahami tanda – tanda kekuasaan dan bertaqwa
kepada – Nya. Secara tersirat ayat tersebut menyebutkan bahwa Allah
menciptakan manusia lengkap dengan alat indera yang dimiliki. ( Yusuf, 2009).
Di dalam ayat tersebut tertulis bahwa manusia memiliki kemampuan untuk
melihat, dimana yang digunakan manusia untuk melihat adalah mata. Mata adalah
organ yang kompleks yang terdiri dari banyak bagian. Penglihatan yang baik
tergantung pada cara dimana bagian – bagian di dalam mata bekerja sama.Maka
dari itu kita sebaiknya bersyukur karena sudah dijadikan sebaik-baik makhluk-
Nya.

58
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan gejala dan kata kunci pada skenario, seorang laki-laki berusia
50 tahun,datang ke puskesmas dengan keluhan penglihatan mata kiri tiba-tiba
kabur. Riwayat trauma dan hipertensi tidak ada namun ditemukan DM positif dan
tidak terkontrol. Pada pemeriksaan funduskopi didapatkanvitreus hemmorhage.
Setelah melakukan studi literatur dan berdiskusi untuk membahas terkait kasus
tersebut secara lebih mendalam. Kelompok kami telah sepakat menentukan
beberapa penyakit yang memiliki gejala-gejala utama seperti pada skenario yang
mungkin diderita oleh pasien seperti, retinopati diabetik, okulsi vena retina sentral
dan pendarahan vitreus.

59
DAFTAR PUSTAKA

1. Drake, Richard, L. Gray’s Basic Anatomy. Churchill Livingstone: im-


print of Elsevier Inc .2012.
2. Eroschenko, Victor, P.Atlas Histologi diFiore. Ed.12.Jakarta : EGC ;
2015
3. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata.Fakultas kedokteran, Universitas
Indonesia. 2010.
4. Nema HV, Text book of Opthalmology, Edition 4, Medical publishers,
New Delhi, 2002, page 249-251.
5. Herman D et al.Vitreous hemorrhage. In: American Academy of
Opthalmology: Retina and Vitreous. 2015
6. Sidarta I, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata Edisi ke-5. Jakarta. Badan
Penerbit FK UI. 2015.
7. Lang GK. Vitreous body. In: Ophtalmology a short textbook. 2009 ;
287-290.
8. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata, Edisi 2, FK UI, Jakarta, 2003, hal.
224-227.
9. Pangesti, C A. Referat Oklusi Vena Retina Sentral. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Trisakti . 2015.
10. Gempita, DG. Referat Oklusi Vena Retina Sentral. Jakarta :Fakultas
Kedokteran UPN Veteran Jakarta.2010.
11. Sidarta I. 2003. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
12. Basri, S. Oklusi Arteri Retina Sentral. Banda Aceh: Jurnal Kedokteran
Syiah Kuala Volume 14 Nomor 1. 2014.
13. Rahim, Mohd A B. 2013. Perdarahan Vitreus. Bogor : RSU CIAWI

60
14. Riordan-Eva, Whitcher John.2010.Oftalmologi Umum. Jakarta : EGC.
15. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, Oftalmologi Umum, Edisi 14, Widya
Medika, Jakarta, 2000, hal. 211-214.
16. Freeman WR, Practical Atlas of Retinal Disease and Therapy, Edition
2, Lippincott-Raven, Hongkong, 1998, page 199-213.
17. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, Oftalmologi Umum, Edisi 14, Widya
Medika, Jakarta, 2000, hal. 211-214.
18. Kanski JJ, Nischal KK. Vitreous. In: Ophtalmology : clinical sign and
differential diagnosis, 2000; 237.
19. Green RL, Byrne SF. Diagnostic ophtalmic ultrasound. In: Ryan SJ,
ed. Retina. Edisi-3. Missouri; Mosby 2001; 224-306.
20. Kim DY, et al. Acute onset vitreous hemorrhage of unknown origin
before vitrectomy: causes and prognosis. Hindawi Journal of
Opthalmology. Vol. 2015. 2015; 1-8.

61

Anda mungkin juga menyukai