Anda di halaman 1dari 6

Supply Chain dan Logistik 4.

0
Zaroni

Kini kita berada di suatu zaman di mana kita dimudahkan dalam urusan pemenuhan kebutuhan
sehari-hari. Ingin makanan favorit, kita tinggal pesan menu makanan di gawai cerdas. Pilih, order,
tentukan alamat pengiriman, pilih opsi bayar melalui transfer atau bayar di tempat, dan klik.
Beberapa saat pesanan makanan kesukaan pun tiba, kita menikmatinya. Beri penilaian, mulai dari
penilaian kualitas makanan, proses order, pengiriman, sampai keramahan petugas pengiriman.

Ingin novel terlaris, baju mode terkini, gift untuk keluarga dan sahabat tersayang, semuanya
tinggal pilih, order, dan bayar. Semuanya dilakukan di market place, yang dapat diakses dari
semua saluran pemasaran, yang kita kenal sebagai omni-channel.

Kita sebagai konsumen begitu dimudahkan dan dimanjakan dalam memilih dan menggunakan
produk dan jasa sesuai yang kita inginkan. Tidak ada lagi hambatan akses order maupun
pengiriman. Kapan pun, di mana pun, dan dengan menggunakan perangkat apa pun, asal
terkoneksi melalui internet.

Peradaban manusia mengalami perkembangan dan kemajuan yang didorong oleh riset, inovasi,
dan penerapan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni di semua aspek kehidupan. Tuntutan
pemenuhan kebutuhan dasar, seperti pangan, pakaian, perumahan, kesehatan, dan pendidikan
mendorong peradaban manusia mengembangkan berbagai peralatan dan mesin untuk
memproduksi barang kebutuhan dasar dalam jumlah banyak.

(R)evolusi industri
Sejarah mencatat, dalam horizon waktu yang cukup lama, penggunaan teknologi dan energi di
industri mengalami evolusi. Di era akhir tahun 1800-an, teknologi mesin produksi menggunakan
energi air dan uap. Mesin-mesin produksi dibangun untuk diinstalasi dan dioperasikan di pabrik-
pabrik. Era energi air dan uap mewarnai revolusi industri pertama kali. Kita menamainya dengan
era industri 1.0.

Teknologi industri semakin berkembang. Penggunaan energi pun berkembang. Dari energi air dan
uap, digantikan dengan energi listrik. Penerapan energi listrik untuk menggerakkan mesin-mesin
dan peralatan untuk proses produksi di pabrik, pertanian, pertambangan, dan sektor-sektor
industri lainnya. Hasilnya, produktivitas semakin meningkat tajam. Nilai produk-produk komoditas
pertanian semakin meningkat. Revolusi industri ini dikenal dengan industri 2.0. Suatu revolusi
industri yang digerakkan oleh pemanfaatan secara intensif energi listrik untuk menggerakkan
mesin-mesin industri.

Kemajuan teknologi berkembang terus. Teknologi komputer dan elektronika mulai diterapkan
dalam sistem industri secara meluas. Otomatisasi proses produksi, proses operasi, keuangan,
dan aset telah terintegrasi di era industri 3.0. Otomatisasi dan mekanisasi menjadi kunci
keberhasilan industri di era awal tahun 1970-an. Otomatisasi ini memungkinkan proses produksi
dilakukan secara cepat dan efisien.

Konvergensi teknologi informasi, telekomunikasi, mesin, transportasi, dan peralatan telah


melahirkan banyak perubahan model bisnis. Era IoT (internet of things) menjadi sentral di era
industri 4.0. Data menjadi semakin bernilai dan memberikan makna (insight) untuk pengambilan
keputusan dan perbaikan layanan.

Digitalisasi logistik
Mencermati trend teknologi yang terjadi di industri 4.0, digitalisasi logistik menjadi kunci penting
untuk unggul di market industri 4.0.

Sejatinya digitalisasi logistik merupakan terjadinya konektivitas proses logistik, baik konektivitas
internal perusahaan maupun ekosistem logistik. Konektivitas ini dimungkinkan karena teknologi
internet, IoT, dan cloud computing.

Internet memungkinkan data dan informasi dapat diakses di mana pun berada (everywhere). Di
tahun 1995, pengguna internet tidak lebih dari 16 juta. Sekarang pengguna internet lebih dari 7
miliar. Sektor bisnis paling banyak memberikan data dan informasi yang melimpah yang
dikumpulkan dari gawai dan sensor dari setiap proses supply chain. Sementara cloud computing
memungkinkan data disimpan dalam server dengan kapasitas yang sangat besar dan dapat
diakses dari mana pun.

DHL melakukan riset trend perkembangan teknologi, perubahan lingkungan bisnis dan sosial yang
diperkirakan akan terjadi dalam beberapa tahun mendatang yang memengaruhi supply chain dan
logistics. DHL merilis riset tersebut dalam laporan Logistics Trend Radar yang dipublikasikan pada
tahun 2016.

DHL memetakan trend teknologi, bisnis, dan sosial dalam 2 horizon waktu relevansi: kurang dari 5
tahun dan lebih dari lima tahun, serta memetakan tingkat signifikansi implikasinya terhadap supply
chain dan logistics: rendah dan tinggi.

Sumber: LogisticsTrend Radar, DHL Research, 2016.

Dalam beberapa tahun ke depan, trend teknologi yang memengaruhi secara signifikan terhadap
supply chain dan logistik adalah big data, cloud logistics, internet of things, robotics & automation,
3D printing, unmanned aerial vehicles, dan self-driving. Sementara trend bisnis dan sosial yang
diperkirakan mewarnai supply chain dan logistics adalah omni-channel logistics, on-demand
delivery, anticipatory logistics, logistics marketplace, dan supergrid logistics.

Trend teknologi, bisnis, dan sosial tersebut sejatinya relevan dengan trend teknologi dan bisnis di
industri 4.0.

Big data menjadi bagian penting dalam pengelolaan supply chain dan logistik di banyak
perusahaan. Big data sebagai informasi melimpah dapat digunakan untuk mengefisiensikan
proses supply chain dan logistics. Preferensi supply dan demand produk perusahaan dapat
diprediksi secara akurat, customize, detil, dan komprehensif. Pola supply dan demand produk
dapat diprediksi dengan baik. Implikasinya terhadap keputusan manajerial supply chain adalah
semakin berkurangnya risiko bullwhip effect, risiko varian permintaan dapat dikurangi, dan
pengelolaan inventory model just in time dapat diterapkan secara efektif.

Data dikumpulkan dari sepanjang pergerakan barang mulai dari pemasok, procurement, proses
produksi, dan distribusi ke konsumen. Big data ini dianalisis untuk menjadi informasi penting
dalam pengambilan keputusan logistik, seperti optimalisasi vehicle, pemilihan rute dan skedul
untuk transportasi, manajemen aset, manajemen inventory, dan lain-lain.

Dengan big data, pengelolaan logistik perusahaan bertransformasi menjadi data-driven insight.
Sejumlah data dapat dikumpulkan dari berbagai sumber di sepanjang supply chain. Kapitalisasi
nilai big data memungkinkan untuk mengoptimalkan penggunaan kapasitas logistik,
meningkatkan perbaikan dalam pengalaman pelanggan, mengurangi risiko supply chain, dan
menciptakan business model baru (Logistics Trend Radar, DHL 2016).

Pemanfaatan big data dalam supply chain dan logistics mensyaratkan beberapa necessary
conditions. Pertama, keselarsan antara bisnis, proses operasi, dan ICT sebagai fondasi dalam
implementasi big data. Kedua, isu privacy menjadi perhatian penting dalam implementasi big
data. Karenanya, aspek data security pada saat pengumpulan maupun data sharing menjadi
perhatian penting sebelum perusahaan menerapkan big data analytics. Ketiga, akses dan
transparansi data. Keempat, kualitas data dan kompetensi data science menjadi kebutuhan
mendesak dalam implementasi big data.

Cloud computing telah menjadi strategi banyak perusahaan dalam merespon kebutuhan layanan
ICT berbasis web. Saat ini solusi layanan logistik telah memanfaatkan cloud computing, seperti
booking cargo, trucking, tracking & tracing.

Bagi pengguna, cloud computing platform memberikan banyak keunggulan dan kemanfaatan.
Kegesitan (agile), biaya ICT variabel, pengembangan sistem ICT secara moduler, dan fleksibilitas
layanan ICT untuk berbagai skala volume transaksi bisnis menjadi nilai tambah yang diusung
cloud computing platform. Pengendalian proses supply chain semakin meningkat melalui
digitalisasi proses bisnis dan kemudahan dalam data sharing secara real time. Peningkatan
transparansi tarif layanan ICT yang dibebankan ke user melalui model bisnis logistics-as-a service
(LaaS). Sementara peluang bagi perusahaan 3PL dalam pemanfaatan cloud computing adalah
menyediakan layanan logistik ke perusahaan UKM dengan biaya yang lebih terjangkau, dan
customized.

Isu keamanan dan migrasi data masih perlu menjadi perhatian perusahaan manakala menerapkan
cloud computing. Integrasi dan compatibility layanan cloud moduler ke dalam proses supply chain
menjadi tantangan pada saat implementasinya.

Era industri 4.0 diwarnai dengan penggunaan internet secara masif. Semua perangkat komunikasi
kini secara virtual telah terhubung dengan internet (internet of things atau sering disingkat dengan
IoT). Diperkirakan pada tahun 2020, lebih dari 50 miliar obyek akan terhubungkan ke internet. Di
sektor industri logistik, IoT telah dimanfaatkan untuk memberikan solusi logistik:

1. Konektivitas warehouse yang dapat meningkatkan transparansi dan lokalisasi semua aset
melalui tagging item barang, pallet, dan material handling equipment. IoT memungkinkan
semua informasi obyek di warehouse dapat ditransmisikan secara real time. Status dan jumlah
inventory dapat dimonitor secara real time. IoT juga meningkatkan tingkat kesehatan dan
keselamatan pekerja melalui optimasi pencahayaan dan pengaturan suhu ruangan kerja di
gudang.

2. Solusi transportasi cerdas memungkinkan optimalisasi kendaraan dan muatan melalui


pengoperasional truck cerdas. IoT dapat mengurangi truck downtime melalui prediksi
kegagalan operasional truck dan penjadwalan pemeliharaan truck.

Dalam beberapa tahun mendatang, penerapan IoT untuk solusi logistik semakin meluas, terutama
untuk sektor industri automotif, manufaktur, energi, life science dan kesehatan, dan sektor retail.

Perkembangan logistik mengarah pada penggunaan robotics & automation, khususnya untuk
operasional warehouse, fulfillment, unloading cargo dari trailer dan container, dan penggunaan
robot untuk delivery.

Penerapan automation pada operasional logistik memungkinkan peningkatan agility dan elasticity
infrastruktur logistik untuk menghadapi fluktuasi pasar dengan biaya yang efektif. Automation
seperti co-packing akan membantu dalam peningkatan efisiensi dan mengurangi tingkat
persediaan. Manfaat lainnya dari penggunaan robot untuk tugas-tugas rutin yang berulang-ulang
(seperti put away, picking, dan lain-lain), memungkinkan tenaga kerja manusia diarahkan untuk
penanganan pekerjaan yang lebih kompleks, seperti analisis data, inovasi, pengembangan bisnis,
dan membangun relation dengan pelanggan.

Dalam beberapa tahun terakhir, 3D printing telah mulai digunakan tidak hanya untuk kepentingan
arsitektur, namun dikembangkan di beberapa industri seperti industri mainan, stationary, industri
peralatan kesehatan, dan craft. 3D printing adalah proses pembuatan benda padat 3 dimensi dari
sebuah desain secara digital dalam bentuk 3D yang tidak hanya dilihat, namun bisa dipegang dan
memiliki volume.

3D printing akan memengaruhi logsitik, dengan mengubah strategi manufaktur menjadi produksi
“batch size one”. Implikasinya, perlu desain ulang jaringan logistik regional karena pertumbuhan
jumlah perusahaan manufaktur dengan straregi baru semakin meningkat. Terjadi pergeseran
lokasi manufaktur global ke regional. Sementara itu, layanan 3D printing B2B semakin meningkat
yang memberikan peluang layanan logistik untuk aftermarket supply chain (warehousing dan
distribution spare parts). Tidak ada lagi spare parts yang disimpan di warehouse. Spare parts
diproduksi sesuai on demand, oleh karena itu tidak diperlukan lagi penyimpanan sparepart di
warehouse. Spare parts dicetak di lokasi fasilitas 3D printing yang mendekati hub atau airport
untuk segera didelivery ke lokasi yang tepat. Implikasinya, lead time dan biaya inventory akan
jauh berkurang.

Meskipun 3D printing mendisrupsi industri logistik, ada peluang yang dapat diraih dari model
bisnis 3D printing ini. Pertama, perusahaan jasa logistik (4PL atau 5PL) akan menjadi orchestrator
supply chain yang semakin kompleks dan terfragmentasi atas bahan baku, spare parts, dan
produk akhir. Kedua, 3D printing mampu menciptakan segmen pasar baru dan peluang
penciptaan nilai layanan logsitik seperti digital warehouse. Ketiga, pengurangan biaya transportasi
dan lead time dengan membuat produk yang mendekati lokasi konsumen (point-of-use).

Penggunaan moda transportasi udara tanpa awak (unmanned aerial vehicles atau UAVs) semakin
meluas. Beberapa sektor industri menggunakaan UAVs untuk operasional seperti industri energi
(offshore dan pertambangan), infrastruktur (power lines, pipe lines), pertanian dan kehutanan,
konstruksi, perlindungan lingkungan, respon tanggap darurat untuk kebencanaan dan
kecelakaan, film dan fotografi, bantuan kemanusiaan, operasional logistik, pemetaan,
intralogistics, dan lain-lain.

Secara ekonomis dan fungsional, UAVs lebih baik daripada helicopter. Keunggulan penggunaan
UAVs adalah jalur UAVs mengikuti jalur yang telah diprogramkan, mampu terbang sangat dekat
dengan obyek infrastruktur dan ground, pengamatan dan pengukuran obyek lebih detil dan
akurat.

Operasional logistik memanfaatkan UAVs untuk first mile dan last mile delivery baik di wilayah
urban maupun rural. UAVs mendukung operasional untuk pengiriman urgent shipment pada
kondisi kepadatan lalu lintas di kota-kota besar (megacity).

Perkembangan teknologi sensor dan imaging untuk operasional self driving semakin banyak
digunakan di logistik, terutama operasional peralatan warehousing dan transportasi. Penerapan
self driving untuk operasional warehouse masa depan, outdoor logistics operations, line-haul
transportation, dan autonomous last-mile.

Operator logistik mendapatkan banyak manfaat atas penggunaan self driving ini. Pertama,
menaikkan produktivitas, karena operasional self driving 24/7. Kedua, menaikkan keandalan dan
eliminasi human error. Ketiga, memperbaiki kualitas lingkungan, karena penggunaan energi yang
lebih efisien dan ramah lingkungan.

Kemajuan teknologi di era industri 4.0 banyak memberikan peluang bisnis. Perusahaan akan lebih
fokus pada produksi, pemasaran, dan penjualan. Urusan order management dan delivery produk
di-outsource-kan ke perusahaan 3PL.

Di industri 4.0, waktu yang diperlukan suatu produk untuk menjangkau dan akuisisi konsumen
(time to market) semakin cepat. Seperti yang dirilis EY (2016), time to market dari berbagai
perusahaan atau produk untuk akuisisi 100 juta konsumen semakin cepat. Telepon, memerlukan
75 tahun untuk mendapatkan 100 juta pelanggan. Web 7 tahun. Facebook perlu 4 tahun.
Instragram semakin cepat, hanya perlu waktu 2 tahun. Pokemon Go lebih cepat lagi. Hanya perlu
waktu 1 bulan untuk akuisisi 100 juta pelanggan.

Artinya apa? Speed menjadi faktor penting dalam industri 4.0. Teknologi memungkinkan untuk
mempercepat proses akuisisi pelanggan dalam jumlah sangat besar dengan waktu yang semakin
singkat.

Supply chain dan logistics erat kaitannya dengan industri yang mengelola inventory. Industri
manufaktur, misalnya, mengelola bahan baku menjadi produk jadi. Industri pertanian mengelola
material (benih, pupuk, dan lain-lain) menjadi komoditas hasil pertanian. Supply chain mengelola
pasokan material (supply management) dan permintaan produk (demand management). Logistik
memastikan pergerakan barang dari titik asal ke titik tujuan dilakukan secara 7 tepat: jenis barang,
jumlah, kualitas, waktu, lokasi, penerima, dan biaya. Selain pengelolaan inventory, logistik juga
mengelola arus informasi dan keuangan yang menyertai pergerakan inventory tersebut.

Industri 4.0 ditandai dengan konvergensi teknologi ICT dengan berbagai peralatan, mesin, dan
gawai. Konvergensi ini memungkinkan pengelolaan supply chain dan logistics secara digital.
Digitalisasi menjadi kata kunci dalam model bisnis di zaman 4.0.

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana mendigitalisasi proses supply chain dan logistics?
Supply chain management mengintegrasikan para pihak yang terlibat dalam rantai pasokan dan
permintaan. Pihak-pihak tersebut adalah pemasok, perusahaan, distributor, pengecer, dan
konsumen. Aliran barang, informasi, dan keuangan mengalir di sepanjang proses chain tersebut.

Keberhasilan bisnis bisa diraih dengan meningkatkan produktivitas dan masuk dalam ranah digital.
Digitalisasi dilakukan di semua operasi supply chain, mulai dari pabrik sampai toko-toko tempat
konsumen membeli produk-produk perusahaan. Sistem digital ini menjadi sumber keunggulan
kompetitif perusahaan saat ini.

Di pabrik, misalnya, digitalisasi melalui pemanfaatan iPad yang memungkinkan orang untuk
mengunduh data dari jalur produksi secara real time. Mereka juga bisa berkomunikasi dengan
divisi lain secara cepat dan akurat dengan perkakas iPad tersebut. Integrasi sistem operasional
dengan sistem keuangan untuk bergerak ke arah real time.

Tidak hanya di pabrik, sistem transportasi dan logistik juga perlu sentuhan digital. Sistem
operasional digital perlu dibangun yang difungsikan sebagai menara pengendali (control tower).
Dengan menara pengendali ini, perusahaan bisa dengan gampang memantau proses transportasi,
baik inbound, outbound, bahan baku, sampai produk jadi.

Selain itu, sistem menara pengendali memampukan komunikasi antardistributor (distributor


connect). Teknologi ini mampu menghubungkan mereka dan membantu mereka dalam
menjalankan proses distribusinya. Dengan demikian, pelayanan bisa ditingkatkan dan bisa
mengefektifkan seluruh rantai pasokan.

Terus bergerak meraih peluang


Kemajuan teknologi di era industri 4.0 bisa memberikan dua dampak yang berbeda: ancaman dan
peluang. Teknologi mampu men-disrupsi bisnis lama. Tidak pernah ada yang membayangkan,
perusahaan taksi yang sudah sangat lama beroperasi, memiliki banyak taksi, sistem operasi dan
layanan yang sangat mapan, harus bersaing dengan perusahaan taksi on-line, yang baru
beberapa bulan beroperasi, tidak memiliki kendaraan taksi sendiri, dan tidak memiliki sopir sebagai
pegawai tetap. Model bisnis taksi daring menggunakan pendekatan sumber daya berbagi (sharing
resource). Kendaraan taksi disediakan sendiri oleh sopir yang memposisikan dirinya sebagai mitra
perusahaan.

Di era industri 4.0, sumber daya berbagi menjadi pilihan strategi banyak perusahaan. Pengelolaan
bisnis dengan menyediakan aset tetap milik sendiri sudah tidak relevan lagi. Akibatnya, biaya tetap
dikonversi menjadi biaya variabel. Risiko keuangan (financial risk) karena kepemilikan aset tetap
pun berkurang.

Perusahaan hotel terbesar di dunia ternyata tidak memiliki kamar. Airbnb mampu menyediakan
dan menjual kamar hotel di seluruh dunia, tanpa harus memiliki aset hotel. Perusahaan ritel
terbesar ternyata tidak memiliki inventory. Amazon mengembangkan model bisnis ritel dengan
menggunakan fulfillment center sebagai pusat pemenuhan order pembelian barang e-dagang.
Kolaborasi dengan para merchant dan perusahaan 3PL menjadi kunci keberhasilan model bisnis
Amazon.

Disrupsi di banyak perusahaan telah terjadi. Arena persaingan pun berubah. Perusahaan harus
mengubah model bisnisnya agar perusahaan tetap bertahan hidup (sintas).

Teknologi di era industri 4.0 bisa menjadi ancaman melalui disrupsinya bila perusahaan tidak
melakukan perubahan atau hanya diam. Ibarat bersepeda, untuk tetap seimbang, tidak roboh,
sepeda harus terus dikayuh. Terus kayuh agar kita sampai tujuan. Bila diam, tidak mengayuh,
maka sepeda akan roboh.

Roemah Kuliner, Menteng, 27.08.18

Referensi
DHL Research, 2016. Logistics Trend Radar

Chaffey, Dave., 2015. Digital Business & e-Commerce Management, 6th Edition

Ratliff, Don., 2016, Digital Connectivity and the Future of Supply Chain and Logistics

Christensen, Clayton M., Disruption Class: How Disruptive Innovation Will Change the Way the
World Learns

Anda mungkin juga menyukai