Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KEWAWATDARURATAN MAATERNAL NEONATAL


DAN BASIC LIFE SUPPORT
ASUHAN KEGAWATDARUTAN PADA NEONATUS ASFIKSIA DAN
BBRL

DOSEN PENGAMPU :
Dianna, M.Keb

DISUSUN OLEH KELOMPOK 16 :


1. Biata Bella (191081009)
2. Syarifah Sukma M.S(191081042)

POLITEKNIK KESEHATAN PONTIANAK


JURUSAN KEBIDANAN
PRODI D-III/TINGKAT II
2020/2021
Kata Pengantar
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa yang telah melimpahkan nikmat, taufik serta hidayah-Nya yang sangat
besar sehingga kami pada akhirnya bisa menyelesaikan makalah Asuhan
Kegawatdarutan Pada Neonatus Asfiksia Dan BBRL tepat pada waktunya.
Rasa terima kasih juga kami ucapkan kepada Dosen pembimbing yang
selalu memberikan dukungan serta bimbingan sehingga makalah ini dapat disusun
dengan baik.Semoga makalah yang telah kami susun ini turut memperkarya ilmu
kebidanan tentang Asuhan Kegawatdarutan Pada Neonatus Asfiksia Dan BBRL.
Selayaknya kalimat yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang
sempurna. Kami juga menyadari bahwa makalah ini juga masih memiliki banyak
kekurangan. Maka dari itu kami mengharapkan saran serta masukan dari pembaca
sekalian demi penyusunan makalah dengan tema serupa yang lebih baik lagi.

Pontianak, 23 April 2021

Penulis

ii
Daftar Isi
Kata Pengantar ................................................................................................. ii
Daftar Isi .......................................................................................................... 3
BAB I Pendahuluan.......................................................................................... 4
A. Latar Belakang...................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 6
C. Tujuan................................................................................................... 6
BAB II Pembahasan ......................................................................................... 7
A. Asfiksia ................................................................................................ 7
B. Berat Badan Lahir Rendah (BBRL)...................................................... 11
BAB III Penutup............................................................................................... 21
A. Kesimpulan .......................................................................................... 21
B. Saran..................................................................................................... 21
Daftar Pustaka .................................................................................................. 23

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Upaya pemeliharaan kesehatan anak ditujukan untuk
mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan
berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian anak. Upaya
pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak janin masih dalam
kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai berusia delapan
belas tahun Upaya kesehatan anak antara lain diharapkan mampu
menurunkan angka kematian anak. Indikator angka kematian yang
berhubungan dengan anak yakni Angka Kematian Neonatal (AKN).
(Kemenkes, RI, 2016: 124).
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatan Dokter
Anak Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada
saat lahir atau beberapa saat setelah lahir. Berbagai faktor pada ibu dan
bayi berperan sebagai faktor risiko Asfiksia perinatal. Penilaian perinatal
terhadap faktor risiko dan penanganan perinatal yang baik pada kehamilan
risiko tinggi sangat mutlak pada Asfiksia perinatal apabila komplikasi
Asfiksia sudah terjadi maka diperlukan pendekatan multidisiplin untuk
mencegah kerusakan yang sudah terjadi agar tidak bertambah berat.
Kondisi ketuban yang berisiko pada saat ibu bersalin merupakan salah satu
faktor terjadinya Asfiksia (Prawirohardjo, 2014).
Dampak dari Asfiksia neonatorum ini akan berpengaruh pada
tingginya angka kematian bayi, untuk dapat mencapai tingkatan yang
diharapkan maka perlu dilakukan usaha menghilangkan faktor risiko pada
kehamilan sehingga memperkecil kejadian Asfiksia neonatorum
(Manuaba, 2010). Faktor risiko yang menyertai kelahiran bayi Asfiksia
memungkinkan dilakukannya persiapan 4 resusitasi sehingga bayi
memperoleh terapi yang adekuat saat lahir. Faktor risiko terjadinya
Asfiksia pada bayi baru lahir terdiri dari faktor ibu, faktor janin dan faktor
persalinan/kelahiran. Faktor ibu yaitu infeksi korioamnionitis,

4
toksemia/eklampsia, penyakit kronik ibu, hipertensi, penyakit jantung,
penyakit ginjal, penyakit paru dan diabetes melitus. Faktor janin yaitu
prematuritas, gawat janin, bayi kembar, kelainan bawaan, inkompatibilitas
golongan darah, dan depresi susunan saraf pusat oleh obat-obatan. Faktor
persalinan kelahiran yaitu polihidramnion, oligohidramnion, perdarahan
pranatal, kelainan his, dan kelainan tali pusat. Upaya yang dilakukan
pemerintah untuk menurunkan angka kematian neonatal (usia 0-28 hari)
adalah dengan cara mengadakan pelatihan Asuhan Persalinan Normal
(APN), mengadakan program Pelatihan Resusitasi dan program Pelatihan
Kegawat Daruratan pada Bidan.
Dalam melaksanakan upaya tersebut diperlukan sumber daya
manusia yang mempunyai kemampuan untuk memberikan pelayanan yang
berkualitas, yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang kesehatan
kepada masyarakat, sehingga pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat
diharapkan dapat memengaruhi perilaku masyarakat terhadap kesehatan.
Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia ada 3 kondisi
patofisiologis yang menyebabkan Asfiksia yaitu kurangnya oksigenasi sel,
retensi karbondioksida yang berlebihan, dan asidosis metabolik. Tujuan
resusitasi adalah intervensi tepat waktu untuk mengembalikan efek-efek
biokimia Asfiksia sehingga mencegah kerusakan otak dan organ yang
akibatnya akan ditanggung sepanjang hidup, sebelum bidan memutuskan
untuk melakukan resusitasi, perlu 5 adanya identifikasi dari kondisi bayi
yang didasarkan pada beberapa hal yaitu seperti Trauma, Asfiksia Janin,
Medikasi Internal, Malformasi, Sepsis, dan Syok. Jika hasil pemeriksaan
sejak proses kehamilan sampai dengan persalinan bidan memprediksi
kondisi janin baik namun nyatanya saat persalinan bayi memerlukan
resusitasi maka gunakan teknik resusitasi bayi baru lahir yang efektif yaitu
dengan menghisap lendir, posisi yang benar, stimulasi taktil, pemberian
oksigen dan Bounding Attachment yaitu sentuhan atau kontak kulit seawal
mungkin antara bayi dengan ibu atau ayah dimasa sensitif pada menit
pertama dan beberapa jam setelah kelahiran bayi (Walyani, 2016).

5
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu asuhan kegawatdaruratan pada neonatus asfiksia ?
2. Apa itu asuhan kegawatdaruratan pada neonatus BBRL ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui asuhan kegawatdaruratan pada neonatus asfiksia
2. Untuk mengetahui asuhan kegawatdaruratan pada neonatus BBRL

6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asuhan Kegawatdaruratan Pada Neonatus Asfiksia
Bayi yang dilahirkan seorang ibu tidak selamanya dapat lahir secara
baik, namun dimungkinkan dapat lahir dengan masalah diantaranya adalah
lahir dengan megap-megap atau bayi mengalami asfiksia hal ini dapat
dilakukan penilaian pada menit pertama kehidupannya. Selanjutnya, bila
bayi mengalami masalah harus segera mendapatkan pertolongan yang akan
dilakukan evaluasi dalam 5 menit berikutnya dan tetap mendapatkan
pemantauan ketat. Hal ini terkait dengan batang otak yang akan mati bila
tidak terjadi oksigenasi dalam 10 menit. Dengan demikian tindakan
penilaian awal sampai penatalaksanaan sangat membutuhkan tidakan tepat
dan benar. Untuk itu tenaga dari penolong harus terampil guna membantu
bayi asfiksia lepas dari ancaman kematian.
Asfiksia merupakan : kegagalan bernapas secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai
dengan keadaan PaO2 di dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia Pa
CO2 meningkat dan asidosis.
1. Patofisiologis Penyebab Asfiksia
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta.
Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan
fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada
kejadian asfiksia.
2. Gejala Klinik
Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung
kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun,
tidak ada respon terhadap refleks rangsangan. Asfiksia yang terdeteksi
setelah lahir prosesnya berjalan dalam beberapa tahapan, yaitu :
a. Bayi bernafas megap-megap (gasping), diikuti ;
b. Masa henti nafas (fase henti nafas primer)

7
c. Jika asfiksia berlanjut terus, timbul pernafasan megap-megap yang
kedua selama 4-5 menit, (fase gasping kedua) diikuti masa henti nafas
kedua (fase hentinafas skunder).

3. Penilaian Bayi
Menit ke-1 dan ke-5 sesudah lahir dinilai dengan skor Apgar
(apparance, pulse, grimace, activity, respiration) lihat bagan 1.2. Nilai
menit 1 untuk menentukan seberapa jauh diperlukan tindakan
resusitasi. Nilai ini berkaitan dengan keadaan asidosis dan
kelangsungan hidup. Nilai pada menit kelima untuk menilai prognosis
neurologis.

4. Penilaian APGAR Skor

Penilaian
Klinis
0 1 2
 Detak Tidak ada < 100 x/menit  100x/menit
jantung
 Pernafasan Tidak ada Tidak teratur Tangis kuat
 Refkels Tidak ada Menyeringai Batuk atau bersin
saat jalan
nafas
dibersihkan
 Tonus otot Lunglai Fleksi Fleksi kuat gerak aktif
ekstermitas
(lemah)
 Warna kulit Biru Tubuh merah, Merah seluruh tubuh
pucat ekstermitas
biru

Keterangan Nilai Apgar:

8
Nilai 0-3 : Asfiksia berat
Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
Nilai 7-10 : Normal

5. Penatalaksanaan Neonatus Dengan Asfiksia


Ante /intrapartum, Bila ada kegawat janin utamanya sebelum
aterm, yang terpikir penyakit membran hyalin (kematangan paru) pada
bayi.
Penatalaksanaan :
Pertahankan kehamilan (kolaburasi medis) dengan pemberian
tokolitik dan antibiotik untuk mencegah infeksi.Kehamilan < 35
minggu, kehamilan tidak dapat dipertahankan untuk percepat
kematangan paru dengan kortikosteroid dosis tunggal. Beberapa jam
sebelum persalinan menginformasikan /Berkolaburasi ke UPF Anak.
Persiapan sebelum lahir
Menyiapkan alat-2 resusitasi (dari perawatan perinatologi)
1. Meja resusitasi, lampu penghangat
2. Pengisap lendir disposable dan suction pump bayi
3. Ambulans incubator
4. 0 2 dengan flowmeter
5. Status, tanda identitas bayi-ibu
Resusitasi
Tentukan skor apgar 1 dan 5 menit (masing-masing untuk
menentukan diagnosa/ada tidaknya asfiksia dan berikutnya untuk
menentukan prognosa bayi) Lakukan resusitasi tahap 1-5 sesuai
kondisi bayi
Pasca resusitasi
1. Lakukan pemeriksaan fisik secara sistimatis dan lengkap
2. Tentukan masa gestasi berdasarkan skor Dubowitz/modifikasi
3. Lakukan perawatan tali pusat dengan antibiotika/antiseptik dengan
kasa steril

9
4. Tetes mata/zalf mata untuk cegah Go
5. Vit K 1 mg im/ 1-2 mg/peroral
6. Beri identitas ibu dan bayi yang sama
7. Perawatan BBLR sesuai dengan masa gestasi
a. Perawatan 1/rawat gabung rooming in
b. Perawatan 2/perawatan khusus untuk observasi
c. Perawatan 3/perawatan intensive neonatus/neonatal intensive
care unit.
Penataksanaan Pascaresusitasi yang Berhasil
1. Hindari kehilangan panas
a.Lakukan kontak kulit di dada ibu (metode Kanguru), dan selimuti bayi
b. Letakkan dibawah radiant heater, jika tersedia
2. Periksa bayi dan hitung napas dalam semenit. Jika bayi sianosis (biru) atau
sukar bernafas (frekuensi < 30 atau > 60 X/menit, tarikan dinding dada ke
dalam atau merintih)
a. Isap mulut dan hidung untuk memastikan jalan nafas bersih
b. Beri oksigen 0,5 l/menit lewat kateter hidung atau nasal prong.
c. Rujuk ke kamar bayi atau ketempat pelayanan yang dituju.
INGAT : pemberian oksigen secara sembarangan pada bayi prematur
dapat
menimbulkan kebutaan
3. Ukur suhu aksiler :
a. Jika suhu 36o C atau lebih, teruskan metode kanguru dan mulai
pemberian ASI
b. Jika suhu < 36oC, lakukan penanganan hipothermia
4. Mendorong ibu mulai menyusui : bayi yang mendapat resusitasi
cenderung hipoglikemia.
a. Jika kekuatan mengisap baik, proses penyembuhan optimal
b. Jika mengisap kurang baik, rujuk ke kamar bayi atau ketempat
pelayanan yang dituju

10
5. Lakukan pemantauan yang sering dalam 24 jam pertama. Jika sukar
bernafas kambuh, rujuk ke kamar bayi atau ke tempat pelayanan yang
dituju.fiksia yang terdeteksi
B. Asuhan Kegawatdaruratan Pada Neonatus BBRL
1. Pengertian Bayi Berat Lahir Rendah
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir
kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR
merupakan istilah untuk mengganti bayi premaur karena terdapat dua
bentuk penyebab kelahiran bayi dengan berat badan kurang dari 2500
gram yaitu umur kehamilan kurang dari 37 minggu, berat badan lebih
rendah dari semestinya sekalipun cukup bulan atau karena kombinasi
keduanya.
2. Klasifikasi BBLR
Menurut Proverawati dan Ismawati (2010), ada beberapa cara
dalam mengelompokkan bayi BBLR yaitu :
a. Berdasarkan harapan hidup
1) Bayi berat lahir rendah (BBLR), berat lahir
1500 sampai <2500 gram.
2) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR), berat lahir 1000
sampai
<1500 gram.
3) Bayi berat lahir extrem rendah (BBLER), berat lahir <1000
gram.
b. Berdasarakan usia gestasi
1) Prematuris murni
Bayi prematuris murni lahir dengan umur kehamilan kurang
dari 37 minggu dan mempunyai berat badan untuk masa
kehamilan atau neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan
(NKB-SMK).
2) Dismatur
Bayi dismatur lahir dengan berat badan kurang dari berat badan

11
seharusnya untuk masa kehamilan. Berat bayi mengalami
retardasi pertumbuhn intrauterin dan merupakan bayi yang kecil
untuk masa kehamilannya.
c. Patofisiologi
Pada umumnya BBLR terjadi pada kelahiran prematur, selain itu
juga dapat disebabkan karena dismaturitas. Dismaturitas adalah
bayi yang lahir cukup bulan tetapi berat badan lahirnya kecil dari
masa kehamilan (<2500 gram). BBLR dapat terjadi karena adanya
gangguan pertumbuhan saat dikandungan. Hal tersebut antara lain
disebabkan oleh penyakit ibu, kelainan plasenta, keadaan-keadaan
lain yang menyebabkan suplai makanan dari ibu ke bayi
berkurang.
d. Karakteristik BBLR
Menurut Proverawati dan Ismawati (2010), secara umum
gambaran klinis dari bayi yang lahir dengan berat badan lahir
rendah adalah sebagai berikut :
1) Berat badan kurang dari 2500 gram.
2) Panjang badan kurang dari atau sama dengan 46 cm, lingkaran
dada kurang dari atau sama dengan 30 cm, dan lingkaran kepala
kurang dari atau sama dengan 33 cm.
3) Kepala lebih besar dari badan.
4) Kulit tipis transparan, tampak mengkilat dan licin.
5) Rambut lanugo banyak.
6) Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang.
7) Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya.
8) Tumit mengkilap, telapak kaki halus.
9) Puting susu belum terbentuk sempurna.
10) Otot hipotonik lemah sehingga bayi kurang aktif dan
pergerakan lemah.
11) Genetalia belum sempurna. Pada bayi perempuan labia minora
belum tertutup oleh labia ayora, klitoris menonjol. Pada bayi

12
laki-laki testis belum turun ke dalam skrotum, pigmentasi dan
rugue pada skrotum kurang.
12) Pernapas tidak teratur, dapat terjadi apnea (gagal napas).
13) Ekstermitas : paha abduksi, sendi lutut/kaki fleksi-lurus.
14) Reflek tonicneck lemah, reflek menghisap dan menelan belum
sempurna.
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi BBLR
1) Faktor Ibu
1) Usia Ibu
Usia berpengaruh terhadap kejadian BBLR, hal ini
disebabkan karena melahirkan di usia kurang dari 20 tahun
terjadi persaingan nutrisi antara ibu dan janin dimana di usia
tersebut seorang wanita masih dalam masa pertumbuhan
yang juga akan membutuhkan asupan gizi yang besar untuk
memenuhi masa pertumbuhannya. Begitu pula dengan usia
diatas 35 tahun, seorang wanita mengalami kemunduran
fungsi biologis pada organ-organ tubuh salah satunya
penurunan mobilitas usus yang akan menyebabkan
penurunan nafsu makan sehingga mempengaruhi asupan
nutrisi yang dibutuhkan antara ibu dan janin.
2) Paritas
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai
oleh seorang perempuan. Berdasarkan jumlahnya, paritas
seorang perempuan dapat dibedakan menjadi empat, yaitu
nullipara, primipara, multipara, dan grandemultipara.
Paritas adalah faktor penting yang dapat mempengaruhi
kesejahteraan janin selama kehamilan. Status paritas tinggi
dapat meningkatkan faktor kejadian BBLR. Hal tersebut terjadi
karena kemampuan rahim dalam menyediakan nutrisi bagi
kehamilan semakin menurun sehingga penyaluran nutrisi antara
ibu dan janin terhambat.

13
3) Jarak kehamilan
Jarak kehamilan adalah selisih waktu antara kehamilan
sebelumnya dengan kehamilan selanjutnya. Jarak kehamilan
yang terlalu dekat perlu diwaspadai karena fungsi alat
reproduksi tidak berfungsi secara optimal sehingga
memungkinkan pertumbuhan janin kurang baik. Jarak
kelahiran kurang dari 2 tahun lebih berisiko karena kondisi
rahim yang belum pulih menimbulkan pertumbuhan janin yang
kurang baik sehingga bayi lahir dengan berat badan lahir
rendah, persalinan lama karena gangguan kekuatan kontraksi,
dan pendarahan saat persalinan. Jarak kelahiran yang optimal
dianjurkan adalah 36 bulan akan memberikan kesempatan
kepada ibu untuk memperbiki gizi dan kesehatannya.
Jarak kehamilan yang terlalu dekat atau pendek
meningkatkan terjadinya masalah yang beresiko. Proses
pemulihan pada alat reproduksi yang memerlukan waktu paling
minimal 2 tahun. Dan dalam 2 tahun ibu yang seharusnya
terfokus pada pertumbuhan dan perkembangan anak akan
terbagi jika jarak kehamilan terjadi lagi kurang dari 2 tahun.
Jarak kehamilan yang < 2 tahun beresiko terjadinya BBLR.
4) Umur kehamilan
Umur kehamilan adalah taksiran usia janin yang dihitung
dari hari pertama haid terakhir sampai saat melahirkan. Umur
kehamilan terbagi menjadi tiga golongan yaitu
a) Preterm : umur kehamamilan kurang dari 37 minggu.
b) Aterm ; umur kehamilan antara 37-42 minggu
c) Posterm : umur kehamilan lebih dari 4 minggu
Berat badan bayi akan semakin bertambah sesuai dengan
pertambahan umur kehamilan. Semakin pendek masa
kehamilan maka semakin kurang sempurna/matang
pertumbuhan alat-alat tubuhnya sehingga pertumbuhan janin

14
terganggu.
5) Status sosial ekonomi
Tingkat sosial ekonomi merupakan salah satu faktor yang
paling dekat terkait dengan status kesehatan penduduk. Status
sosial ekonomi akan mempengaruhi dalam pemilihan makanan
sehari-hari. Dampak dari sosial ekonomi yang rendah adalah
kurang gizi. Keluarga dengan status sosial ekonomi yang baik
kemungkinan besar gizi yang dibutuhkan tercukupi untuk
kehamilannya, sedangkan keluarga dengan status ekonomi
kurang akan kurang menjamin ketersedianaan jumlah dan
keanekaragaman makanan. Dengan demikian, status sosial
ekonomi menjadi faktor penting bagi kualitas dan kuantitas
makanan ibu hail untuk pertumbuhan dan Perkembanganjanin.
2) Faktor Obstetri
1) Kehamilan gemelli
Kehamilan kembar (gemelli) adalah kehamilan dengan dua
janin atau lebih. Pada kehamilan kembar dengan disertai
uterus yang berlebihan dapat terjadi persalinan prematur.
Kebutuhan ibu untuk pertumbuhan hamil kembar lebih
besar sehingga terjadi defisiensi nutrisi seperti anemia
kehamilan yang dapat mengganggu pertumbuhan janin dalam
rahim.Pada kehamilan ganda suplai darah ke janin terbagi
dua atau lebih untuk masing-masing janin sehingga suplai
nutrisi berkurang. Berat badan satu janin pada kehamilan
ganda rata-rata 1000 gram lebih ringan dari pada janin
kehamilan tunggal. Berat badan bayi yang baru lahir
umumnya pada kehamilan ganda <2500 gram, pada triplet
<2000 gram dan untuk kuadruplet <1500 gram.27 Pada
kehamilan ganda memerlukan asupan nutrisi jauh lebih
banyak dari kehamilan tunggal. Asupan nutrisi yang tidak
terpenuhi akan mempengaruhi tumbuh kembang janin di

15
dalam kandungan. Untuk itu diperlukan tambahan nutrisi
yang cukup dan pemeriksaan ANC yang teratur untuk
memonitor kehamilan kembar sehingga dapat membantu
menurunkan risiko atau komplikasi yang berhubungan
dengan kehamilan kembar seperti BBLR.
2) Preeklampsi
Preeklampsi merupakan suatu kondisi dimana tekanan darah
≥ 140/90 mmHg terjadi setelah umur kehamilan 20 minggu
dan disertai dengan proteinuria atau konsentrasi protein
dalam urin sebesar 300 mg/24 jam. Pada preeklampsi terjadi
vasokontriksi pembuluh darah dalam uterus yang
menyebabkan peningkatan resistensi perifer sehingga terjadi
peningkatan tekanan darah. Vasokonstriksi pembuluh darah
dalam uterus dapat mengakibatkan penurunan aliran darah
sehingga suplai oksigen dan nutrisi ke janin berkurang. Hal
ini dapat menyebabkan intrauterine growth retardation
(IUGR) dan melahirkan BBLR. Ibu dengan preeklampsia
akan berisiko dalam melahirkan bayi dengan BBLR. Pada
preeklampsia akan terjadi kelainan abnormalitas plasenta
serta vasospasme dan cedera endotelial. Preeklampsia akan
mengalami kegagalan dalam invasi trofoblas pada kedua
gelombang arteri spiralis sehingga akan terjadi kegagalan
remodeling arteri spiralis yang mengakibatkan aliran darah
uteroplasenta menurun. Menurunnya aliran darah ke
uteroplasenta dapat menyebabkan terjadinya hipoksia dan
iskemia plasenta yang berakibat pada terhambatnya
pertumbuhan janin.
3) Ketuban pecah dini
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya ketuban
sebelum tanda persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi
sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah

16
dini pada kehamilan prematur. KPD merupakan komplikasi
langsung dalam kehamilan yang menggangu kesehatan ibu
dan juga pertumbuhan janin dalam kandungan sehingga
meningkatkan kelahiran BBLR. KPD juga menyebabkan
oligohidramnnion yang akan menekan tali pusat sehingga
terjadi asfiksia dan hipoksia pada janin dan membuat nutrisi
ke janin berkurang serta pertumbuhan janin terganggu.
3) Faktor Bayi dan Plasenta
1) Kelainan Kongenital
Kelainan kongenital merupakan kelainan pertumbuhan
struktur organ janin sejak saat pembuahan. Bayi dengan
kelainan kongenital yang berat mengalami retardasi
pertumbuhan sehingga berat lahirnya rendah.
2) Infark Plasenta
Infark Plasenta adalah terjadinya pemadatan plasenta,
nodular dan keras, sehingga tidak berfungsi dalam pertukaran
nutrisi. Infark plasenta disebabkan oleh infeksi pada
pembuluh darah arteri dalam bentuk pariartritis atau enartritis
yang menimbulkan nekrosis jaringan dan disertai bekuan
darah. Pada gangguan yang besar dapat menimbulkan
kurangnya pertukaran nutrisi, sehingga menyebabkan
gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, keguguran, lahir
prematur, lahir dengan berat badan rendah, dan kematian
dalam rahim.
f. Penatalaksanaan BBLR
Penatalaksaanaan bayi berat lahir rendah hampir sama dengan bayi
normal, akan tetapi harus khusus diperhatikan dalam pengauran
suhu lingkungan, pemberian makanan, pencegahan infeksi dan
dalam pemberian oksigen. Hal ini disebabkan karena belum
sempurnanya kerja dari alat-alat tubuh yang diperlukan untuk
pertumbuhan, perkembangan, dan penyesuaian diri dengan

17
lingkungan hidup di luar uterus. Berikut ini penatalaksaan pada
bayi dengan berat badan lahir rendah yaitu :
1) Mempertahankan suhu tubuh bayi
Bayi dengan berat badan lahir rendah sangat mudah dan cepat
sekali menderita hipotermi bila berada di lingkungan yang
dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh
bayi yang relatif lebih luas dibandingkan dengan berat badan,
kurangnya jaringan lemak di bawah kulit, dan kekurangan
brown fat. Untuk mencegah hipotermi perlu diusahakan
lingkungan yang hangat untuk bayi. Bila bayi diletakkan di
dalam inkubator, suhu inkubator untuk berat badan lahir kurang
dari 2000 gram adalah 35oC dan untuk bayi dengan berat badan
lahir antara 2000 gram sampai 2500 gram adalah 34 oC, supaya
bayi dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 37oC. Suhu
inkubator dapat diturunkan 1oC tiap minggu untuk bayi dengan
berat badan lahir 2000 gram dan secara berangsur-angsur bayi
dapat diletakkan di dalam tempat tidur bayi dengan suhu
lingkungan 27-24oC. Bayi dalam inkubator harus dalam keadaan
telanjang untuk memudahkan observasi terhadap pernapasan,
warna kulit sehingga apabila ada komplikasi dapat segera
ditangani.
2) Pengaturan dan Pengawasan Intake Nutrisi
Pada bayi prematur reflek isap, menelan, dan batuk belum
sempurna, kapasitas lambung masih sedikit, daya enzym
pencernaan terutama lipase masih kurang. Pada bayi berat lahir
rendah yang cukup bulan refleks-refleks tersebut cukup baik,
dan enzym pencernaan lebih aktif, akan tetapi cadangan
glikogen dalam hati sangat sedikit sehingga bayi mudah
menderita hipoglikemi. Prinsip pemberian nutrisi adalah early
feeding yaitu minum sesudah bayi berumur 2 jam untuk
mencegah turunnya berat badan yang lebih dari 10%,

18
hipoglikemi, dan hiperbilirubinaemia. Pemberian minum
dilakukan melalui botol dengan dot, sendok, pipet, atau kateter.
Banyaknya cairan yang diberikan adalah 60ml/kg berat badan
sehari dan setiap hari dinaikan sampai 200 ml/kg berat badan
sehari pada akhir minggu kedua. Air susu yang paling baik
adalah Air Susu Ibu (ASI) dan bila bayi belum dapat menyusu
sebaiknya air susu ibu dipompa dan dimasukkan dalam botol
steril. Bila tidak memungkinkan untuk diberi ASI, sebaiknya
bayi diberi air susu yang mengandung lemak yang mudah
dicerna (air susu dengan lemak dari middle chain triglycerides
atau MCT).12 Kapasitas lambung BBLR sangat kecil, sehingga
pemberian minum harus sering diberikan tiap jam. Perlu
memperhatikan selama pemberian minum apakah pemberian
minum bayi menjadi cepat lelah, menjadi perut, atau perut
membesar/kembung.
3) Pencegahan Infeksi
Bayi dengan berat badan lahir rendah memiiki risiko kerentanan
terhadap infeksi dikarenakan kadar immunoglobulin serum pada
BBLR masih rendah sehingga BBLR tidak boleh kontak dengan
penderita infeksi dalam bentuk apapun. Prosedur pencegahan
infeksi pada BBLR yaitu mencuci tangan sesuai langkah yang
benar sebelum dan sesudah penanganan bayi, menghindari
kepenuhsesakan atau overcrowding, tidak diperbolehkan orang
yang terinfeksi masuk kedalam ruang perawatan. Namun risiko
infeksi harus diseimbangkan dengan kerugian akibat
keterbatasan kontak bayi dengan keluarganya yang mungkin
merugikan perkembangan bayi.
4) Penimbangan berat badan
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi
dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu
penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat.

19
5) Pemberian oksigen
Pemberian oksigen bertujuan untuk mengurangi risiko jejas
hipoksia dan insufiensi sirkulasi harus diseimbangkan terhadap
risiko hiperoksia pada mata (retinopati prematuris) dan jejas
oksigen pada paru. Bila mungkin, oksigen harus diberikan
melalui kerudung kepala, alat penghasil tekanan jalan napas
positif yang terus-menerus, atau pipa endotrakea untuk
mempertahankan kadar oksigen inspirasi yang stabil dan aman.
6) Disfungsi Plasenta
Disfungsi plasenta adalah gangguan plasenta untuk dapat
melakukan pertukaran O2 dan CO2 dan menyalurkan sisa
metabolism menuju sirkulasi ibu untuk dibuang melalui alat
ekskresi. Akibat gangguan fungsi plasenta, perkembangan dan
pertumbuhan janin dalam rahim mengalami kelainan seperti
persalinan prematuritas, bayi berat lahir rendah, dan sampai
kematian janin dalam rahim

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kehidupan awal neonatus merupakan masa kritis, karena
kehidupannya merupakan masa transisi dari intra uteri ke ekstra uteri.
Dalam kandungan, semua kebutuhann terpenuhi dari ibu melalu
plansenta (transplacenta). Saat menghirup udara luar/ekstra uteri, maka
semua organ yang ada pada neonatus harus berfungsi.
Dalam kehidupan diluar, bukan kondisi fisiknya saja yang harus
beradaptasi dengan fungsinya. Tetapi tidak kalah pentingnya adalah
lingkungan neonatus itu sendiri. Apabila internal fungsinya terganggu
akan berdampak pada kasus kegawatdaruratan neonatal, demikian pula
dari lingkungan neonatus yang tidak kalah pentingnya sebagai sumber
kegawatdarutan neonatal, misalnya tetanus neonatorum, infeksi.
Kegawatdaruratan neonatal ini membutuhkan ketrampilan tenaga
kesehatan khususnya bidan untuk bisa melakukan penatalaksanaan yang
tepat dan cepat atau cepat dan tepat untuk menyelamatkan bayi.

B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang
menjadi pokok balasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak
kekurangan dan kelemahanya, karena terbatasnya pengetahuan dan
kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul
makalah ini.
Kami banyak berharap para pembaca yang budiman memberikan
kritik dan sana yang membangun kepada penulis demi sempurnanya
makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya.

21
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para
mahasiswa pada umumnya

22
Daftar Pustaka
Setyarini, D. I., & Suprapti. (2016). Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal
Neonatal. Jakarta: Kemenkes RI.

Didien Ika Setyarini & Suprapti. (2016). Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal
Neonatal. Jakarta: Kemenkes RI.

23

Anda mungkin juga menyukai