Anda di halaman 1dari 44

Pengobatan Non Kimia Tumor Ganas Non Melanoma

Disusun oleh
Danesh A/L Agilan (112018121)
Dominic Timotius (112018044)
Virginia Marsella Teiseran (112017206)
Chandra Franata (112018057)
Rasyadi bin Razali (112018111)
Wynda Muljono (112018091)

Pembimbing
dr. Chadijah Rifai Latif, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KULIT KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 3 AGUSTUS – 9 SEPTEMBER 2020
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA JAKARTA
Pendahuluan
Tidak ada definisi kanker yang sepenuhnya memuaskan dari sudut pandang biologi
sel, meskipun fakta bahwa kanker pada dasarnya adalah penyakit seluler, yang ditandai
dengan populasi sel yang berubah dengan pertumbuhan sel otonom dan perilaku invasif.
Evaluasi mikroskopis pada suatu bagian jaringan diambil dari tumor kulit yang telah dieksisi
tetap menjadi gold standard untuk menentukan diagnosis kanker kulit.1
Kanker kulit non-melanoma (NMSCs) yang juga dikenal sebagai kanker keratinosit
merupakan bentuk neoplasia yang paling umum di dunia,dengan lebih dari 3 juta kasus yang
baru didiagnosis diperkirakan terjadi di AS setiap tahun. 2,3Sel basal karsinoma (BCC) dan
karsinoma sel skuamosa (SCC) kulit merupakan sekitar 99% dari semua NMSC, dengan
BCC menjadi 3 hingga 5 kali lebih umum dibandingkan SCC.
Bentuk NMSC lain yang jauh lebih umum termasuk adalah karsinoma sel merkel
(MCC), limfoma sel B kulit primer, sarkoma Kaposi, karsinosarkoma, dan
dermatofibrosarcoma.3 Pada tipe NMSC mempunyai beberapa karekteristik yang berbeda dari
segi faktor perilaku, pertumbuhan, dan kapabilitas metastasisnya, namun pada kasus BCC
maupun SCC apabila dideteksi pada tahap awal mempunyai prognosis yang baik.4
BCC berkontribusi minimal terhadap angka mortalitas (MR) pada kasus kelompok
NMSC. Kadar metastasis pada BCC menunjukkan kejadian 1 kasus per 14.000.000 dan 2
pasien per 14.000.000 yang meninggal akibat BCC local stadium lanjut. Oleh karena itu, MR
diharapkan sebesar 0,02 per 10.000. Di sisi lain, SCC menunjukkan tingkat metastasis
variabel 0,1-9,9% dan menyumbang sekitar 75% kematian.4

Epidemiologi
Kanker kulit adalah salah satu kanker paling umum di dunia. Insiden kanker kulit
semakin meningkat dalam beberapa dekade terakhir dan beberapa didapatkan beberapa factor
yang menyumbang kepada prevalensi yang meningkat yaitu oleh paparan sinar matahari
berulang kali, perubahan iklim, termasuk perubahan ketebalan dari lapisan pelindung ozon
bersama dengan perubahan dalam kebiasaan individu dan sosial.5
Tipe kanker NMSC biasanya memiliki prognosis yang lebih buruk. Kedua jenis
kanker tersebut berasal dari sel epidermis dan memiliki kesamaan fitur epidemiologis dan
karsinogenik. Kejadian kanker non-melanoma pada orang kulit putih adalah lebih tinggi
dibandingkan orang kulit hitam dan lainnya.5
Menurut data Global Cancer Society (Globocan) tahun 2018 dari WHO didapatkan
bahwa angka kasus baru kanker kulit non melanoma berada di peringkat 5 secara global
dengan jumlah 1,042,056 kasus baru dan angka mortalitas sebanyak 65,155 kasus. (Gambar
1)6
Hasil data Globacan 2018 menunjukkan bahwa kadar insiden age standardized (ASR)
kasus non melanoman berdasarkan jenis kelamin di Asia tenggara didapatkan laki-laki adalah
2.4 per 100,000 orang sedangkan pada data jenis kelamin perempuan didapatkan 1,7 per
100,000 orang. Seterusnya, kadar angka mortalitis berdasarkan jenis kelamin di Asia tenggara
pada golongan laki-laki adalah sebanyak 2.0 per 100,000 orang dan golongan perempuan
sebanyak 0.82 per 100,000 orang.(Gambar 2)6

Gambar 1: Prevalensi Kasus Kanker Global Menurut WHO Tahun 20186


Gambar 2: Age standardized (ASR) World anagka insiden kasus baru dan angka mortalitas
tahun 20186

Gambar 3: Hasil statistik kasus kanker Globcan di negara Indonesia tahun 20186
Gambar 4: Data Globocan tahun 2018 negara Indonesia6

Di negara Indonesia, didapatkan data kasus kanker kulit melanoma berdasarkan data
Globocan tahun 2018 yaitu 1,392 kasus dan berada di peringkat 23 dalam jumlah kasus
kanker yang terbanyak di Indonesia. (Gambar 4)6
Selain itu, didapatkan 5 jenis kasus kanker yang sering ditemukan di Indonesia selain
kasus kanker non melanoma yaitu kanker payudara, kanker serviks uteri, kanker paru, kanker
kolorektal dan kanker hati. (Gambar 3)6
Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional
Dr. Cipto Mangunkusumo menyatakan bahwa belum terdapat publikasi data nasional data
kanker di Indonesia. Namun, rumha sakit tersebut memounyai hasil data kanker kulit dari
tahun 1996 hingga 1998 yang menunjukkan angka 91 kasus BCC dan kasus SCC sebanyak
32 kasus. Seterusnya, pada tahun 2005 hingga 2009, kejadian BCC adalah sekitar 171 dan
SCC 196.7
Secara statistik didapatkan bahwa beban ekonomi dan kesehatan akibat kasus
melanoma akan meningkat pada tahun 2030 apabila tanpa adanya tindakan pencegahan.
Meskipun kematian akibat NMSC pada umumnya jarang terjadi, pengobatan NMSC secara
signifikan telah menimbulkan beban pada sistem kesehatan.
HDI adalah indeks gabungan indeks dalam tiga factor yaitu harapan hidup, tingkat
studi, dan dominasi lebih dari sumber yang dibutuhkan untuk kehidupan stabil. Insiden dan
mortalitas kanker kulit (melanoma dan non-melanoma) terkait dengan perkembangan indeks
(HDI). Kenaikan indeks HDI meningkatkan akses ke layanan kesehatan dan deteksi dini
penyakit dan pengobatan
penyakit di sebuah tahap
awal, sehingga
mengurangi kematian.5

Faktor Resiko

Gambar 5: Faktor resiko yang dapat mempengaruhi pathogensis3


a. UV radiation
Paparan sinaran UV adalah penyebab utama BCC dan SCC kulit sebagaimana
dibuktikan oleh studi migran, dimana korelasi insiden secara garis lintang dengan
hewan yang diteliti.1 Faktor risiko utama untuk karsinogenesis kulit adalah paparan
UV kumulatif dari sinar matahari dan / atau tanning bed, yang menyebabkan terhadap
perubahan ekspresi protein kulit yang diinduksi oleh sinaran UV.
Paparan sinar UV dianggap sebagai karsinogen, karena mempengaruhi setiap
tahap karsinogenesis. Faktanya, hal itu menyebabkan kerusakan sel karena
pengurangan respon imun yang dimediasi sel, produksi spesies oksigen reaktif (ROS)
dan perubahan DNA.4 Pada kasus BCC, episode terpapar UV yang intens secera
intermediate dan sengatan matahari yang terputus-putus pada usia berapa pun
tampaknya meningkatkan risiko, sedangkan paparan UV jangka panjang kumulatif
dan sengatan matahari pada masa kanak-kanak meningkatkan risiko pengembangan
SCC dan actinic keratosis (AK). Selain itu, paparan sinar matahari di awal kehidupan
tampaknya memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap risiko kanker kulit
selanjutnya dibandingkan resiko kanker pada usia yang lebih tua.1,4,8
Fase paling awal setelah paparan sinaran UV yang tinggi adalah fase apoptosis
keratinosit yang dipimpin oleh jalur p53 / p21 / bax / bcl-2 diikuti oleh fase
hiperproliferatif, yang menyebabkan hiperplasia epidermal.4
b. Fitzpatrick Skin Types
Karsinogenesis yang diinduksi UVB memperkuat risiko pengembangan BCC
pada pasien yang mengalami imunosupresi dan pada orang dengan kulit Fitzpatrick
tipe I dan II. Berdasarkan beberapa penelitian didapatkan bahwa iradiasi UV pada
keratinosit meningkatkan produksi gen pro-opiomelanocortin (POMC) dan
melanocyte-stimulating hormone (MSH), yang sangat berperan dalam menentukan
apakah kulit menghasilkan pigmen coklat-hitam (eumelanin) atau pigmen merah-
kuning (pheomelanin).1,4
c. Ionizing Radiation
Paparan ionizing radiation menyebabkan peningkatan risiko NMSC tiga kali
lipat. Risikonya sebanding dengan dosis radiasi. Dosis fraksionasi yang lebih besar (>
12-15 Gy) dianggap perlu untuk menginduksi pembentukan tumor, oleh karena itu,
risiko dengan dosis total yang diberikan mungkin lebihrendah jika dosis fraksinasi
yang digunakan adalah lebih kecil diberikan.1 Kebanyakan SCC dan BCC yang
muncul setelah terpapar ionizing radition terjadi setelah periode laten yang lama
hingga beberapa dekade, dengan sebagian besar tumor muncul dengan estimasi
sekitar 20 tahun setelah paparan awal.1,4
d. Human papillomavirus infection
Human papillomaviruses (HPV) mewakili sekelompok besar virus tumor
DNA yang menginfeksi epitel kulit dan mukosa, menyebabkan lesi hiperproliferatif,
paling umum kutil.4 HPV kulit diklasifikasikan menjadi tipe alfa, beta, dan gamma.
Beta-HPV dianggap sebagai kofaktor dalam patogenesis SCC pada pasien dengan
imunosupresi. Memang, banyak penelitian telah mendeteksi DNA dari beberapa tipe
beta-HPV pada lesi SCC, menyimpulkan bahwa beta-HPV spesies 2 adalah subtipe
berisiko tinggi.1
Beta-papillomavirus dianggap memiliki peran awal dalam tumorigenesis SCC,
mengubah perkembangan siklus sel, perbaikan DNA, dan pengawasan kekebalan,
yang mengarah pada perluasan klonal keratinosit dengan kerusakan DNA yang
diinduksi UV.Namun, peran pasti HPV pada SCC masih belum jelas, karena DNA
HPV telah ditemukan juga pada sampel kulit normal dari pasien SCC. HPV SCC
genital juga berperan.4
Memang, HPV menyebabkan ekspresi gen virus E6 dan E7, yang
menonaktifkan gen penekan tumor. Kadar heat shock protein (Hsp) 70 yang tinggi
telah terdeteksi pada SCC penis.4 Hal ini menunjukkan bahwa ia dapat membantu sel
tumor untuk bertahan dari apoptosis dan nekrosis, sebagian karena ia juga ditemukan
meningkat pada beberapa jenis kanker lainnya.1
e. Imunosupresi
Imunosupresi sebgai salah satu factor berperan dalam karsinogenesis, yang
mengarah pada perkembangan NMSC dengan lebih mudah. Kasus golongan pasien
penerima transplantasi organ memiliki risiko 30-80 kali lebih tinggi untuk
mengembangkan NMSC. Penerima transplantasi organ memiliki peningkatan
kejadian NMSC yang nyata, terutama SCC. Insiden BCC pada penerima transplantasi
organ hingga lima hingga sepuluh kali lebih besar dibandingkan pada populasi umum,
sedangkan insiden SCC 40-250 kali lebih besar. Faktor risiko termasuk jenis kulit,
paparan sinar matahari kumulatif, usia saat transplantasi, dan derajat dan lamanya
imunosupresi.1,4
Patogenesis kanker kulit pada penerima transplantasi multifaktorial,
melibatkan penurunan imunitas, efek karsinogenik langsung dari obat imunosupresif,
infeksi HPV dan paparan sinar UV. DNA HPV ditemukan di sekitar 70-90% SCC
terkait transplantasi. Tumor dari penerima transplantasi mengandung strain HPV yang
terjadi pada kutil kulit jinak yang umum (HPV tipe 1 dan 2), EV (HPV-5 dan
lainnya), kutil onkogenik risiko tinggi (HPV tipe 16 dan 18) dan kutil genital
onkogenik risiko rendah (HPV tipe 6 dan 11).1
f. Penyakit Genetik
Faktor karakteristik fenotipe seperti rambut merah, kulit cerah, kemampuan
yang buruk untuk tan dan bintik-bintik kulit (freckles) telah diidentifikasi sebagai
faktor risiko melanoma serta NMSC. Pigmentasi adalah sifat poligenik, dengan
polimorfisme pada beberapa gen yang mengarah pada variasi yang dapat diamati pada
ras manusia. Gen kunci mengkodekan reseptor melanokortin-1 manusia (MC1R) yang
diekspresikan pada permukaan sel melanosit. Studi berbasis populasi di berbagai
kelompok etnis telah menunjukkan bahwa wilayah pengkodean MC1R manusia
sangat polimorfik.4
Beberapa gen telah dikaitkan dengan perkembangan BCC. Sitokrom 450
(CYP) dan glutathione S-transferase (GST) terlibat dalam detoksifikasi berbagai
mutagen. Polimorfisme spesifik dalam supergena ini telah diidentifikasi, khususnya
GSTM1, GSTT1, GSTP1 dan CYP2D6. Sindrom naevus sel basal (BCNS) terjadi
akibat mutasi pada gen PTCH yang terletak pada kromosom 9q22. Gen PTCH adalah
homolog manusia dari gen yang ditambal drosofilia, yang secara negatif mengatur
pensinyalan Hedgehog melalui penghambatan Smoothened (Smo), protein
transmembran.8
g. Usia
BCC paling sering terjadi pada orang dewasa, terutama pada populasi lansia,
meskipun akhir-akhir ini sering terlihat pada orang dewasa yang berusia kurang dari
50 tahun. BCC lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, dengan rasio pria-
wanita sekitar 2:19
h. Bahan Kimia Karsinogenik
Risiko mengembangkan SCC juga meningkat dengan paparan bahan kimia
karsinogenik, terutama arsenik. Memang, ekspresi beberapa protein, termasuk keratin
7 dan keratin 9, meningkat setelah paparan arsenik in vitro.4
Paparan bahan kimia di tempat kerja yang dapat menyebabkan kanker kulit
paling sering melibatkan pestisida, aspal, tar dan hidrokarbon aromatik polisiklik, dan
biasanya menyebabkan SCC. NMSC yang diinduksi oleh paparan bahan kimia
biasanya terlokalisasi, paling
sering di lengan, dan biasanya
multipel.1 Arsenik adalah
penyebab SCC yang jelas.
Paparan arsenik adalah adanya
keratosis arsenik palmoplantar.
SCC yang diinduksi arsenik
seringkali multipel. Semakin
banyak bukti menunjukkan bahwa
arsenik bertindak sebagai
promotor tumor dengan memodulasi
jalur pensinyalan yang
bertanggung jawab untuk
pertumbuhan sel.1,4

Gambar 6: Faktor resiko karsinoma sel basal dan karsinoma sel skuamosa.4

Karsinoma Sel Basal


Definisi
Karsinoma sel basal adalah neoplasma ganas yang bersifat destruktif dan timbul dari
sel basal epidermis10,11 Meskipun kanker ini jarang bermetastasis, potensi kerusakan lokal
membuktikan sifat ganasnya. Radiasi UV adalah penyebab sebagian besar karsinoma sel
basal pada manusia. Empat jenis karsinoma sel basal yang berbeda secara klinis dan
histopatologis telah dikenali: nodular, berpigmen, superfisial, dan jaringan parut (sklerotik).10
Etiologi
Berdasarkan beberapa penelitian yang menyarankan teori kejadian melanoma
terutama disebabkan oleh paparan sinar matahari intermiten, kanker keratinosit terkait dengan
dosis kumulatif cahaya ultra-kekerasan.3 Faktor karsinogenik utama adalah sinar ultraviolet
(UV), yang menjelaskan teori bahwa sebagian besar tumor terlokalisir pada area yang
terekspos pada sinar matahari.BCC merupaka tumor manusia yang angka bermutasi yang
paling tinggi yaitu 65 mutasi / megabases dan menyimpan persentase besar mutasi yang
disebabkan UV9 Faktor risiko tambahan untuk pengembangan NMSC termasuk terapi radiasi,
menurunkan jenis kulit Fitzpatrick 1-4, imunosupresi berkepanjangan, human
immunodeficiency virus (HIV), human papilloma virus (HPV), dan diagnosis sindrom atau
kelainan genetik tertentu.3
Patogenesis BCC
Paparan sinar matahari dan situs anatomi tampaknya menjadi etiologi penting dalam
pengembangan BCC. Paparan sinar matahari rekreasional, radiasi UV kumulatif, merupakan
faktor risiko yang signifikan terutama dengan spektrum ultraviolet B (290–320 nm) yang
menginduksi mutasi pada gen penekan tumor.
Perkembangan BCC terbatas pada kulit yang mengandung unit pilosebaceous. Fakta
bahwa BCC umumnya berkembang pada letak anatomis di wajah, dan khususnya di hidung,
menunjukkan bahwa lokasi anatomi, yaitu area kulit tertentu yang mengandung jumlah sel
progenitor target yang lebih tinggi dan memainkan peran penting.
Radiasi UVB merusak DNA dan memengaruhi kekebalan tubuh. sistem yang
mengakibatkan perubahan genetik dan neoplasma progresif. Mutasi yang diinduksi UV pada
gen penekan tumor p53 telah ditemukan pada sekitar 50% kasus BCC. 4 Saat ini, diperkirakan
bahwa peningkatan regulasi jalur pensinyalan perkembangan mamalia, Hedgehog (HH),
merupakan kelainan penting di pada kasus BCC.11
PTCH dan Hedgehog Signaling

Gambar 7: Hedgehog–Patched signaling.4

Di beberapa tahun terakhir, terbukti bahwa Hedgehog juga terlibat dalam


tumorigenesis. Jalur pensinyalan Hedgehog memainkan peran penting selama normal
perkembangan, mengatur baik proliferasi dan nasib sel. Mulanya, ditambal dan gen
Hedgehog diidentifikasi di Drosophila melanogaster, di mana anggota jalur pensinyalan
kompleks ini ditemukan untuk bertindak sebagai gen polaritas segmen yang terlibat dalam
perkembangan embrio. PTCH1gen mengkode reseptor yang memediasi pensinyalan
Hedgehog.Didapatkan berdasarkan sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa fenomena
menonaktifkan mutasi pada gen PTCH1 juga merupakan kejadian umum pada kasus BCC
sporadis.1
Jalur pensinyalan Hedgehog manusia adalah rumit, dimana terdapat tiga gen
Hedgehog yang teridentifikasi (Hedgehog sonik [SHH], Hedgehog India [IHH] dan

Hedgehog desert [DHH]), dua gen PTCH (PTCH1 dan PTCH2) dan tiga gen GLI (GLI1,
GLI2 dan GLI3). Produk protein dari gen PTCH manusia adalah Hedgehog sonic (SHH)
reseptor, yang merupakan protein membran integral dengan prediksi 12 daerah transmembran
dan dua loop ekstraseluler besar juga sebagai domain penginderaan sterol yang diduga.
Protein yang ditambal biasanya mengikat dan menghambat reseptor G-protein transmembran
tujuh lintasan Smoothened (SMO).1,11
Mutasi yang mengaktifkan jalur pensinyalan HH yang menyimpang ditemukan di
PTCH1 dan Smoothened (SMO). Sekitar 90% BCC sporadis memiliki mutasi yang dapat
diidentifikasi pada setidaknya satu alel PTCH1, dan 10% tambahan memiliki mutasi aktif
pada protein SMO hilir. Mutasi yang paling sering diidentifikasi pada PTCH1 dan SMO
adalah jenis yang konsisten dengan imbas UV. kerusakan.12
Bentuk BCC non-agresif, seperti BCC superfisial dan nodular, tampak berkembang
secara de novo dan terus tumbuh tanpa berlanjut ke bentuk BCC yang lebih agresif. Bentuk
BCC yang agresif, mis. morpheaform BCC, juga menunjukkan stabilitas genom yang tidak
biasa, dengan pola pertumbuhan invasif lokal yang persisten dan kerusakan jaringan, tetapi
tanpa perkembangan menjadi penyakit metastasis.1
BCC adalah tumor dengan karakteristik pertumbuhan yang unik. Hal ini bergantung
pada stroma jaringan ikat longgar spesifik untuk pertumbuhannya yang berkelanjutan, dan
satu hipotesis ketidakmampuan BCC untuk berubah menjadi tumor yang bermetastasis adalah
ketergantungan tanpa syarat pada stroma yang diproduksi oleh fibroblas dermal.1,4
Stroma jaringan ikat longgar yang secara khas mengelilingi sarang sel BCC terdiri
dari fibroblas dermal dan serat kolagen tipis. Cross-talk antara sel tumor dan sel mesenkim
dari stroma serumpun mensimulasikan interaksi epitel-stroma yang ditemukan dalam folikel
rambut dewasa yang sedang berkembang dan dewasa.1,12
Miofibroblas ini mengeluarkan faktor pertumbuhan hepatosit yang mendorong invasi
sel epitel melalui pengikatannya ke c-Met, reseptor tirosin kinase yang diekspresikan dalam
epitel BCC morfetik29. Sifat invasif BCC dapat dijelaskan sebagian oleh aktivitas proteolitik
tumor. Peningkatan ekspresi enzim seperti metaloproteinase dan kolagenase, yang
mendegradasi jaringan dermal yang sudah ada sebelumnya dan memfasilitasi penyebaran sel
tumor, dapat ditemukan di sel BCC dan sel stroma.1

Gen p53
Perubahan genetik paling umum kedua yang ditemukan pada BCC adalah mutasi titik
pada gen p53. Gen penekan tumor p53 pertama kali dideskripsikan pada 1979 dan pada
awalnya keliru diklasifikasikan sebagai onkogen karena kemampuannya untuk mengubah sel.
Protein p53 tipe wild terlibat dalam banyak kejadian seluler dan menggambarkan peran mesin
molekuler kompleks di dalam sel 18.1
Protein p53 dianggap sebagai "penjaga genom" karena melindungi integritas DNA
sebagai respons terhadap stres sitotoksik, termasuk radiasi. Perlindungan dicapai dengan
manajemen jalur persinyalan yang mengatur perkembangan siklus sel, perbaikan DNA dan
apoptosis kematian sel. Kemampuan p53 untuk menginduksi apoptosis melalui transaktivasi
gen target sangat penting untuk fungsinya sebagai gen penekan tumor.1
Proliferasi klandestin keratinosit yang mengekspresikan protein p53 secara berlebihan
terlihat jelas pada kulit orang Kaukasia normal yang terpapar sinar matahari secara
kronis..Pola dan derajat ekspresi berlebih sangat berbeda dari pola penyebaran keratinosit
imunoreaktif p53 mengikuti paparan tunggal terhadap iradiasi UV.Sebuah studi terbaru,
menggunakan next-generation sequencing pada golongan terpapar sinar matahari dan
kelompok yang berpelindung kulit, mengungkapkan bahwa mutasi p53 persisten telah
terakumulasi di 14% sel epidermis pada kulit normal secara fenotip, tanpa tampak bukti
keuntungan pertumbuhan.1,11
Mutasi p53 muncul lebih awal selama karsinogenesis dan setidaknya 50% BCC
memiliki gen p53 yang bermutasi. Peran mutasi p53 dalam karsinogenesis BCC dapat
didasarkan pada perluasan jumlah sel target, klon p53 epidermal, rentan terhadap
transformasi.1
Potensi replikatif tak terbatas penting untuk fenotipe ganas, dan pemeliharaan telomer
juga terlihat pada BCC, karena aktivitas telomerase yang tinggi. BCC mengekspresikan
tingkat telomerase yang sama atau lebih tinggi bila dibandingkan dengan keganasan tingkat
tinggi. Kehadiran gen perbaikan DNA utuh juga sangat penting.1
BCC adalah tumor kulit yang umum dan invasif lokal, dimana radiasi UV dan perubahan
pada gen PTCH penting faktor etiologi. BCC bergantung pada stroma untuk
pertumbuhannya, muncul tanpa prekursor, dan menunjukkan pertumbuhan berkelanjutan
tanpa perkembangan ke metastasis penyakit.1,4,12

Klasifikasi dan Manifestasi Klinis


Secara umum, KSB dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan besar, yaitu tidak
berdiferensiasi (solid) dan berdiferensiasi.13
Karsinoma sel basal tidak berdiferensiasi dibagi dengan pertumbuhan lambat dan
agresif.13,14
KSB dengan pertumbuhan lambat terdiri dari:13
a). KSB superfisial: KSB superfisial ditandai oleh proliferasi sel basaloid atipikal
dan menunjukkan slit-like retraction pada sel basal yang tersusun palisade di
stroma. Sel-sel tumor dapat menempati folikel rambut serta struktur adneksa
ekrin, dan seringkali berasal dari follicular bulges. Di sekitar proliferasi sel tumor
kadang ditemukan susunan fibroblas dalam jumlah cukup banyak. Dapat terlihat
atrofi epidermis, dan invasi dermis. Beberapa kasus menunjukkan melanin di
epitelium dan histiosit dalam stroma. Kadang tampak infiltrat limfoid menyerupai
pita tebal pada dermis bagian atas.
b). KSB nodular: KSB nodular merupakan bentuk KSB tersering, ditandai dengan
kelompok sel basaloid besar dan kecil yang saling terpisah pada dermis papilare
dan retikulare. Pada stroma tidak terjadi slit-like retraction. Fibroblas tidak
terlihat menonjol atau proplasia. Pada tumor nodular terlihat beberapa unsur yang
berdiferensiasi (ekrin, sebaseus). Stroma di sekitarnya menunjukkan perubahan
miksoid dan kalsifikasi pada kelompokan yang terpisah dari tumor. Slit-like
retraction dapat menyebabkan kelompok tumor tersingkir dari stroma dan
mengakibatkan ruangan yang kosong berbentuk bulat pada dermis tengah atau
bawah. Hal ini merupakan tanda penting dalam mendiagnosis pola pertumbuhan
KSB nodular/infiltratif. Juga dapat terlihat pigmentasi melanin pada sel tumor
dan histiosit.13
c). KSB mikronodular: KSB tipe ini menunjukkan gambaran menyerupai tipe
nodular, tetapi dengan kelompok tumor yang lebih kecil dan tersebar, distribusi
asimetris serta lebih menyebar ke dermis dan/atau subkutis. Kelompok tumor ini
disertai proliferasi stroma. Stroma dengan gambaran miksoid atau kolagenisasi,
menunjukkan bahwa lesi ini merupakan tahapan antara KSB tipe nodular dan
agresif.13
KSB dengan pertumbuhan agresif terdiri dari:13
a). KSB morfeaformis. KSB tipe ini paling banyak melibatkan jaringan ikat. KSB
morfeaformis atau infiltratif terdiri atas deretan sel tumor yang berada dalam
stroma fibrosa yang padat dengan fibroblas. Nekrosis dan mitosis terjadi secara
aktif, serta menunjukkan penyebaran luas ke dermis retikulare dan penetrasi ke
jaringan subkutan. Jarang didapati slit-like retraction.13
b). KSB infiltratif. Pada tipe ini terlihat kelompok sel tumor dengan ukuran dan
bentuk iregular. Kelompok ini memiliki tepi yang tajam, kadang-kadang terdapat
daerah yang menunjukkan slit-like retraction, dan aktivitas mitosis serta sering
terjadi nekrosis sel. Selain itu ukuran dan bentuk kelompok-kelompok ini
beragam dengan jagged contours. Stroma seringkali fibrotik dengan fibroblas
stroma yang lebih cembung. Tumor ini dapat melakukan invasi hingga subkutis
dan muskulus serta struktur lain yang berada di sekitarnya.13
c). KSB metatipikal. KSB metatipikal ditandai dengan juluran sel tumor yang
bergerigi dan berinfiltrasi. Beberapa menunjukkan gambaran palisade perifer
yang tidak sempurna (abortive). Morfologi basaloid terlihat jelas, dengan
beberapa area menunjukkan jembatan interselular dan/atau keratinisasi
sitoplasmik.13

Karsinoma sel basal berdiferensiasi, terdiri dari:


a) KSB jenis keratotik: jenis ini disebut juga sebagai KSB pilar karena
berdiferensiasi sepanjang batas pilosebaseus. KSB keratotik menunjukkan
kelompok tumor basaloid yang besar dan bulat, serta terdapat keratinisasi dan
degenerasi di bagian sentral. Kista yang terletak di sentral biasanya mengandung
sedikit lapisan sel granular dan dipenuhi keratin serta debris parakeratotik.
b) KSB infundibulokistik: tumor dengan diferensiasi di infundibulum folikel
rambut. Sel basaloid akan berproliferasi membentuk kelompok membujur dan
melingkar, mengelilingi struktur berisi keratin yang dibatasi epitel berlapis serta
menunjukkan lapisan sel granular. Sel yang membatasi kista berisi keratin ini
selanjutnya akan mengalami diferensiasi skuamoid dengan tepi luar basaloid.13
c) KSB pleiomorfik: tipe ini disebut sebagai KSB pleiomorfik atau “epitelioma sel
basal dengan sel monster”, karena gambaran nukleus hiperkromatik raksasa yang
lebih besar disertai nukleoplasma yang amorfik. Inti sel raksasa dapat tersebar di
luar lobulus tumor atau berkelompok.13
d) KSB berdiferensiasi sebasea: ahulu disebut dengan bentuk kistik. KSB subtipe ini
merupakan bentuk solid yang mengalami nekrobiosis.13
e) Fibroepithelioma of Pinkus (FEP): Pada FEP terlihat rantai panjang sel basaloid
yang panjang dan tipis, dan terjalin pada stroma fibrosa. Selain itu, terlihat sel
dengan warna lebih gelap yang tersusun palisade di lapisan sel perifer matriks
miksoid dengan dasarnya berupa sel kumparan dengan banyak kolagen.13

Pemeriksaan Penunjang
a. Histopatologi
Karakteristik histologik umum dari basalioma ialah adanya sel-sel tumor
basaloid dalam kelompok dengan bagian tepi tersusun palisading, sel-sel dengan inti
mitosis, badan apoptosis, stroma miksoid, dan adanya celah artefak di daerah
peritumor antara sel-sel tumor dan stroma sekitarnya.15
Sifat-sifat histopatologis pada KSB sangat bervariasi tetapi pada umumnya
mempunyai inti yang besar, oval atau memanjang dengan sedikit sitoplasma.14

b. Sitologi
Pemeriksaan sitologi bertujuan untuk mengevaluasi sel secara mikroskopis.
Pemeriksaan sitologi merupakan prosedur yang cepat dan mudah dilakukan. Pada
KSB, pemeriksaan sitologi dilakukan untuk membedakan dari keganasan kulit lain,
yaitu karsinoma sel skuamosa (KSS). Pada kasus keganasan kulit, beberapa studi
menyebutkan angka sensitivitas pemeriksaan ini sebesar 91% dan spesifisitasnya
sebesar 87%. Cara pengambilan sediaan pada KSB bergantung pada jenis KSB, dapat
dengan aspirasi jarum halus, impression smears, atau gentle tissue scraping. Kriteria
untuk mendiagnosis KSB secara sitologi yaitu kohesi interselular yang tinggi pada
fragmen jaringan, kelompok sel kecil yang seragam dan padat dengan sitoplasma
basofilik. Nukleus berbentuk oval atau fusiformis, terkadang bulat dengan struktur
kromatin yang samar, dan biasanya tidak terdapat nukleoli. Pada beberapa lesi
terdapat bahan amorfik berwarna merah muda.13

c. Imunohistokimia KSB
Pada pemeriksaan imunohistokimia terlihat inti sel yang terwarnai p53. Jika
inti sel yang terwarnai melebihi 10%, maka dinyatakan positif. 13 Pada pemeriksaan
imunohistokimia, antibodi yang digunakan adalah antibodi primer poliklonal
βcatenin. Kemudian dilakukan interpretasi ekspresi βcatenin yang terlihat,
berdasarkan pada intensitas dan lokasi. Intensitas dibagi menjadi dua, yaitu sedang
dan kuat, sedangkan lokasi juga dibagi menjadi dua, yaitu ekspresi di inti atau
nukleositoplasmik. Pewarnaan βcatenin dikatakan positif jika berwarna cokelat.13

A B
Gambar 10. A) Pengecatan imunohistokimia protein p53 pada KSB.
B) Ekspresi β-catenin pada sel tumor KSB13

d. Dermoskopi
Dermoskopi atau yang sering disebut dermatoskopi merupakan suatu metode
in vivo dengan menggunakan mikroskop epiluminens untuk melihat lesi kulit
epidermis dan dermis.16 Karakteristik gambaran dermoskopi yang ditemukan pada
KSB dapat berupa arborizing vessel dan atau superfisial fine telangiectasis, ulserasi
dan atau multiple small erosions, blue-gray ovoid nest, multiple blue-gray
dots/globules, maple leaf-like areas, atau spoke-wheel area. Arborizing vessels
gambaran yang merupakan pelebaran pembuluh darah di dermis akibat peningkatan
volume vaskularisasi atau neo-vaskularisasi untuk nutrisi sel tumor.16
Superfisial fine telangiectasis merupakan gambaran pembuluh darah yang
pendek, halus, lurus. Ulserasi atau multiple small erosion dapat dikarenakan
hilangnya lapisan epidermis, sering pula ditutupi oleh krusta hemoragik. Blue-gray
ovoid nest merupakan gambaran akibat sel tumor yang berpigmen berkumpul di
lapisan dermis. Multipel blue-gray dots/globules adalah gambaran yang terbentuk
akibat kumpulan sel tumor berpigmentasi yang berlokasi di dermis. Maple leaf-like
areas adalah gambaran ini terbentuk akibat sel-sel tumor berpigmen yang bergabung,
banyak ditemukan di lapisan epidermis, tetapi kadang-kadang juga ditemukan di
lapisan dermis. Spoke wheel areas merupakan kumpulan sel tumor yang sering
ditemukan pada lapisan epidemis.16
Berikut ini dipaparkan berbagai manifestasi klinis setiap subtipe KSB beserta
masing-masing gambaran dermoskopinya.16
a. KSB subtipe Nodular : gambaran dermoskopi pada lesi tersebut ditemukan
arborizing vessel
Gambar 11. KSB tipe nodular A) Gambaran klinis tipe nodular: nodul
translusen. B) Gambaran dermoskopi memerlihatkan aborizing vessels (tanda bulat)16

b. KSB subtipe Superfisial : gambaran dermoskopi terbanyak berupa superfisial fine


telangiectasis dan multipel small erosions.

Gambar 12. KSB tipe superfisial A. Gambaran klinis tipe superfisial; B. Gambaran
dermoskopi superfisial fine telangiectasis (tanda bulat) dan multipel small erosions
(tanda panah)16

c. KSB subtipe Pigmentasi : berupa gambaran adanya suatu kumpulan melanin


seperti blue-gray ovoid nests, leaflike area, spoke wheel area.

Gambar 13. KSB subtipe pigmentasi yang menyerupai subtipe nodular A. Gambaran
klinis subtipe superfisial; B. Gambaran dermoskopi blue-gray avoid nest (tanda
panah) dan superfisial fine telangictasis (tanda bulat)16
Gambar 14. KSB subtipe pigmentasi yang menyerupai subtipe superfisial. A.
Gambaran klinis KSB pigmentasi; B. Gambaran demoskopi spoke wheel areas (tanda
kotak), multipel small erosions (tanda panah)16

Gambar 15. KSB subtipe pigmentasi yang menyerupai subtipe superfisial A.


Gambaran klinis KSB pigmentasi (superfisial); B. Gambaran dermoskopi meaple leaf-
like areas (tanda panah) dan superfisial fine telangictasis (tanda bulat)16
d. KSB subtipe Morfeaformis : ditemukan gambaran berupa superfisial fine
telangiectasis dengan latar belakang warna putih menunjukkan suatu jaringan
parut.

Gambar 16. KSB tipe morfeaformis A. Gambaran klinis KSB tipe morfeaformis; B.
Gambaran dermoskopi superfisial fine telangiectasis (tanda bulat)16
e. KSB subtipe Fibroepitelioma of Pinkus : gambaran white streaks area merupakan
gambaran khas pada KSB subtipe FOP, yaitu berupa gambaran berwarna putih
yang merupakan area fibrosis.

Gambar 17. KSB tipe fibroepitelioma of pinkus (FOP) A. Gambaran klinis KSB
subtipe FOP; B. Gambaran dermoskopi ditemukan aborizing vessel (tanda panah) dan
white streaks area (tanda bulat)16

Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis pada karsinoma sel basal (BCC), anamnesa dan
gambaran makroskopis lesi penting untuk menegakkan diagnosa awal BCC.17 Selain itu,
manifestasi klinis, serta lokasi lesi juga penting dan mayoritas lesi yaitu lebih dari 80% BCC
ditemukan di kulit bagian kepala dan leher serta 90% darinya ditemukan di wajah. 18
Penggunaan dermoskopi juga dapat membantu dalam menegakkan diagnosis karena hasilnya
cepat dan tidak invasif. Hasil dermoskopi akan disesuaikan dengan hasil subtipe dari
histopatologi. Hal ini karena, pemeriksaan histopatologi merupakan baku emas dalam
penegakkan diagnosa BCC. 18

Pengambilan sampel histopatologi direkomendasikan menggunakan shave biopsy dan


juga biopsi plong atau dikenali sebagai punch biopsy. Shave biopsy menggunakan scalpel No.
15A yang steril agar operator dapat mengatur kedalaman specimen yang diambil dengan
tepat. Pada biopsi plong, digunakan untuk lesi yang datar pada BCC morfeaform atau pada
BCC kambuh yang terjadi pada scar dan pengambilan spesimen haruslah dengan jumlah
jaringan yang adekuat karena spesimen yang sedikit dapat menyulitkan penegakkan diagnosis
dan sulit untuk menentukan subtipe dari BCC yang akan memberi kesan pada pemilihan
terapi.17

Diagnosis Banding
Tabel 1. Diagnosa Banding Karsinoma Sel Basal17

Nodular BCC Pigmented BCC Superficial BCC Morpheaform Fibroepithelioma


BCC of Pinkus
- Dermal nevus - Nodular melanoma - Bowen`s disease - Scar -Skin tag
- Squamous cell - Superficial - Mammary or - Morphea Fibroma
carcinoma spreading extramammary Trichoepithelioma -Papillomatous
- Appendegeal melanoma Paget`s disease dermal nevus
tumor - Appendageal tumor - Superficial
- Dermatofibroma - Compund nevus spreading
- Blue nevus melanoma
- Single plaque of
psoriasis
- Single plaque of
psoriasis

Tatalaksana

Tatalaksana BCC adalah berdasarkan lokasi anatomis lesi dan juga dari hasil
histopatologis dan peluang terbaik untuk menyembuhkan BCC adalah dengan terapi yang
adekuat karena kekambuhan BCC dapat berulang dan akan terjadi destruksi yang lebih jauh. 17
Operasi dan radioterapi dilihat sebagai modalitas terapi yang paling afektif dalam terapi BCC
di lokasi yang beresiko rendah. Terdapat juga studi menggunakan imiquimod sebagai terapi
BCC, namun harus diklarifikasi adakah imiquimod sebagai pilihan terapi berbanding
pemebedahan. Berikut merupakan algoritma managemen terapi karsinoma sel basal:1

Gambar 1. Algortima managemen karsinoma sel basal.17

Pembedahan Mikrografi Mohs (MMS) memberikan analisa histologi daripada margin


tumor dengan konservasi dari jaringan lebih maksimal berbanding dengan eksisi standar.
Berdasarkan sebuah penelitian tingkat rekurensi setelah 5 tahun operasi, didapatkan terapi
dengan MMS mempunyai tingkat kekambuhan yang terendah yaitu 2.1 % berbanding
modalitas lain yaitu destruksi (4.9%) dan eksisi (3.5%).19 MMS digunakan untuk terapi BCC
tipe morfeaform, gambaran yang buruk, tidak dibuang dengan komplit dan tumor BCC resiko
tinggi dan karena tingkat rekurensi yang rendah.17 Selain itu, karsinoma sel basal yang
diterapi dengan MCC menunjukkan tingkat kesembuhan yang baik dan MMS juga
merupakan prosedur terapi yang hemat biaya.20

Selain itu, eksisi standar memberikan kelebihan dalam mengevaluasi spesimen


berbanding terapi non-eksisi. Berdasarkan Cohcran review, disimpulkan bahwa terapi bedah
merupakan terapi standar pada karsinoma sel basal. Walaupun eksisi standar digunakan
dalam banyak kasus BCC, namun tingkat kesembuhan masih lebih rendah jika dibandingkan
dengan MMS dan berpotensi untuk eksisi yang tidak lengkap dan terjadi kira-kira 4.7%
hingga 13,2% pasien.1 Margin eksisi pada jaringan BCC adalah 4-5mm untuk memastikan
pembersihan perifer sehingga 95% dan pada tumor besar, margin eksisi 3-15 mm untuk
mendapatkan kadar pembersihan yang sama. Namun, sejak kekambuhan karsinoma sel basal
berhubungan dengan tingkat kesembuhan yang buruk setelah eksisi, margin eksisi yang
direkomendasikan adalah 5-10mm.21

Curettage and Desiccation (C&D) merupakan modalitas terapi yang kerap dilakukan
pada pasien dengan karsinoma sel basal dan berdasarkan Kopf et al, ditemukan terapi C&D
adalah operator-dependen karena terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat
kesembuhan pasien yaitu 94.3% pada praktis swasta dan 81.2% pada residen. 17 Tingkat
kesembuhan dengan C&D juga tinggi yaitu 98.8% pada karsinoma sel basal primer,
nonfibrosing BCC dan lokasi beresiko tinggi di wajah jika operasi di lakukan oleh operator
yang berketrampilan. Selain itu, terapi ini juga tidak direkomendasikan untuk terapi pada
kasus tumor yang rekuren dan jika dibandingkan dengan eksisi standar dan MMS, C&D tidak
meningkatkan kualitas kehidupan pasien setelah diterapi.21

Seterusnya, adalah cryosurgery yaitu modalitas terapi dengan teknik ablasi


menggunakan cecair nitrogen atau nitrogen oksida untuk induksi sel neoplasma dengan
memberikan suhu yang rendah pada dasar tumor yaitu -50 o hingga -60o. Metoda ini
digunakan pada tumor dengan tingkat resiko rekurensi yang rendah dan dengan ukuran di
atas 2 cm.18 Berdasarkan literatur, pada tahun 1970 dan 1997 didapatkan tingkat kekambuhan
5 tahun setelah operasi dengan terapi cryosurgery pada karsinoma sel basal primer adalah 4%
hingga 17%. Selain itu, terdapat efek samping akibat cryosurgery yaitu terjadinya scar dan
juga masalah pigmentasi.22

Terapi fotodinamik atau PDT adalah terapi dengan pemberian bahan fotosensitisasi
melalui intavena atau topical yang mana setelah 24 hingga 48 jam akan berakumulasi di
dalam sel tumor dan akan diradiasi dengan panjang gelombang 630 hingga 660nm atau laser
dengan foto-oksidasi yang akan menyebabkan kematian dari sel kanker.22 Penggunaan bahan
tersebut adalah dengan Exogenous δ-aminolevulinic acid dan berdasarkan Morrison et al
melaporkan 88% pembersihan tumor setelah satuhingga tiga kali terapi. Namun, berdasarkan
Marmur et al, menyatakan tingkat kekambuhan terapi PDT pada kanker kulit non-melanoma
adalah dari 0% hingga 31% pada karsinoma sel basal.17

Terapi radiasi (XRT) digunakan pada kasus karsinoma sel basal primer atau pada
kasus margin positif setelah operasi. Kelebihan dari terapi ini adalah meminimalisir
ketidakselesaan pasien dan dapat mengelakkan prosedur invasif pada psien yang tidak dapat
menjalani prosedur operasi.17 Terapi radiasi juga efektif sebagai terapi adjuvan dan
merupakan metoda pilihan pada kanker kulit non melanoma yang beresiko tinggi dan dapat
juga digunakan sebagai terapi paliatif untuk meningkatkan kualitas kehidupan pada kasus
yang tidak dapat disembuhkan.21

Seterusnya adalah terapi dengan bahan botani. Ekstrak botani adalah senyawa tunggal
yang semakin meningkat penggunaanya dalam kosmetik tetapi juga pada obat bebas dan
suplemen makanan. Botani adalah sekelompok senyawa yang berasal dari tumbuhan,
rempah-rempah, batang, akar dan bahan yang lain yang dapat digunakan dalam bentuk
tumbuhan kering atau segar dan memberikan khasiat seperti antioksidan, anti-inflamasi dan
sifat imunomodulator dan dipercayai dapat sebagai agen kemopreventif yang dapat menekan
proses karsinogenesis. Pengobatan botani dirujuk pada pengobatan herba, phytotheraphy atau
phytomedicine.23 Terdapat peningkatan minat dalam penggunaan obatan topikal alternatif
sebagai pencegah dan terapi pada kanker kulit non melanoma terutama pada bagian
superfisial.24 Berikut merupakan jenis agen botani yang telah diuji coba pada manusia dan
hewan:

Tabel 2. Ringkasan afek agen botani yang diuji coba pada manusia24

Agen Botani Sumber Khasiat Assessmen


histopatologi
terhadap khasiat
agen botani
Ingenol Euphorbia Menunjukkan respon klinis Tiada
mebutate peplus (pembersihan tumor) pada BCC dan
SCC
Hypericin Hypericum Menunjukkan respon klinis pada BCC Ada
perforatum dan SCC terhadap hypericin dan terapi
fotodinamik pada satu studi tapi
kombinasi tersebut kurang afektif pada
sebuah studi pada manusia.
Teh Camellia Hasil yang tidak konsisten. Komsumsi Tiada
sinensis teh secara berhubungan dengan
penurunan resiko BCC dan SCC, tetapi
pada satu lagi studi tidak ada
hubungannya dengan SCC. Terdapat
laporan khasiat the pada basal cell
necus syndrome.
Paclitaxel Taxus Pada studi in vitro, didapatkan Tiada
brevifolia paclitaxel topical meningkatkan
aktivitas antiproliferasi pada karsinoma
sel skuamosa. Didapatkan juga respon
klinis pada kasus BCC rekuren.

Tabel 3. Ringkasan afek agen botani yang diuji coba pada hewan24

Agen Botani Sumber Khasiat


Hypericin Hypericum perforatum Kombinasi hypericin dan terapi photodynamic
mempunyai kahsiat yang rendah terhadap satu
model mencit.
Tea Camellia sinensis Studi pada hewan menunjukkan terdapat efek
antitumor pada mencit.

1. Ingenol mebutate

Ingenol mebutate adalah berasal dari Euphorbia peplus (E. peplus). Agen ini dikenal pasti
mempunyai potensi kemoterapi dan telah diluluskan oleh U.S FDA untuk terapi untuk actinic
keratose. Berdasarkan model studi menunjukkan ingenol mebutate menyebabkan terjadinya
pembengkakan mitokondria dan displastik daripada keratinosit serta apoptosis dari nekrosis
primer.24 Berdasarkan studi Ramsay et al pada 36 pasien dengan BCC, SCC dan karsinoma
intraepidermal yang diterapi dengan ingenol mebutate, didapatkan respon klinis yaitu 82%
pada bCC, 75% pada SCC dan 94% pada karsinoma intraepidermal. Didapatkan antara afek
dari penggunaan bahan tersebut adalah kulit kering eritema dan deskuamasi kulit. 24
Berdasarkan sebuah studi pada mencit yang dengan kerusakan kulit akibat UVB, didapatkan
dengan aplikasi salep ingenol mebutate, kira-kira 70% penurunan jumlah lesi kulit dan juga
menurunkan kira-kira 70% jumlah patch mutasi keratinosit p53. Hal ini penting karena
mutasi pada gen p53 adalah penyebab tersreing dari kanker kulit dan merupakan hal yang
penting pada proses oncogenesis kanker kulit.25 Pada sebuah studi Bettencourt MS,
didapatkan kesemua 9 pasien BCC yang diterapi dengan ingenol mebutate menunjukkan
reaksi kulit pada hari 1 dan ke 2 dan puncak pada hari 2 hingga 7 dan terselesaikan pada 2
minggu setelah terapi. Pengulangan biopsi enam lesi pada empat pasien setelah 3 atau 4 bulan
menunjukkan histologic clearance.26

Gambar 2. Euphoria peplus 27

2. Hypericin

Hypericin adalah agen botani yang berasal dari Hypericum perforatum. Hypericum
perforatum mengandungi senyawa fotoaktif yang mana adalah fotosensitizer poten dalam
terapi fotodinamik dan agen ini dapat diaktivasi dengan cahaya visible (400-700nm) atau
UVA (320-400nm). Hypericin telah menunjukkan sifat sitotoksik dan antiproliferative dalam
melawan sel kanker.24 Hypericin juga digunakan pada terapi PDT karena agen ini
menginduksi apoptosis pada sel melanoma yang berpigmen dan non-berpigmen terutaman
pada sel SCC.28 Pada sebuah studi prospektif oleh Kacerovska et al pada 34 pasien dan 21
darinya dengan BCC, didapatkan 28% respon klinis pada pasein dengan BCC supeerfisial
dan peghilangan total sel kanker ditemukan 11% pada BCC superfisial. Semua pasien
dilaporkan merasa sakit dan rasa terbakar semasa diterapi. Selain itu, antara afek samping
lain bagi hypericin adalah fotodermatitis. 24, 27
Selain itu, pada sebuah studi pasien dengan
BCC telah diberikan 400–200 mg hypericin secara intralesi tiga hingga lima kali seminggu
elama dua hingga enam minggu dan ditemukan agen ini efektif untuk sel kanker tersebut
tanpa menimbulkan nekrosis jaringan sekitar. Setelah itu ditemukan remisi klinis setelah
enam hingga lapan minggu namun, penelitian lanjutan tidak mendukung temual awal dari
studi ini.

Gambar 3. Hypericum perforatum 30

3. Teh

Teh berasal dari daun Camellia sinensis yang dikeringkan dan tidak difermentasi serta
sering digunakan sebagai teh hijau dan hitam. Teh ini mempunyai sifat anti-inflamasi dan
antikarsinogenik. Berdasarkan sebuah studi pada model mencit, ditemukan green tea
catechins atau polifenol seperti major catechin (-)-epigallocatechin dan (-)-epigallocatechin-
3-gallate (EGCG), dapat melindungi dari radiasi-induksi UVB pada NMSC. EGCG
dipercayai bertindak sebagai pemulung terhadap spesis yang rekatif oksigen dan mungkin
dapat meningkatkan mekanisma perthanan antioksidan asli dari sel.24 Selain dari itu,
berdasarkan protokol standar fotokarsinogenesis, ditemukan pengambilan GTPs (campuran
catechin) secara oral di dalam minuman pada mencit memberikan hasil yang signifikan dalam
proteksi dari tumor kulit dalam aspek insidens tumor, multiplisitas tumor dan ukuran tumor
berbanding dengan hewan yang tidak diberikan dengan GTP. Selain itu, terapi ECCG atau
GTP`s secara topical memberikan hasil yang signifikan dalam menghambat perkembangan
tumor kulit UVB-induced.31 Seterusnya, pada satu penelitian, didapatkan penggunaan
kombinasi black tea polyphenol (BTP) dan resveratrol dapat menurunkan insidens tumor
secara signifikan yaitu kira-kira 89% dan berdasarkan pemeriksaan histologi dan kematian
sel, didapatkan bahwa terapi kombinasi ini dapat mencegah proliferasi selular dan
menginduksi apoptosis.32 Wang et al menunjukkan komsumsi teh hitam dan hijau yang sama
komposisinya minuman teh pada manusia dapat menurunakn resiko tumor kulit UVB-induce
dalam studinya pada mencit.24

Gambar 4. Camellia sinensis 33

4. Paclitaxel

Paclitaxel adalah tanaman alkaloid yang bersal dari kulit pohon Pacific yew Taxus
brevifolia. Paclitaxel ini mengikat tubulin dari mikrotubulus dan menstabilkan struktur
mikrotubulus untuk memblokir kerusakannya dan oleh karena itu, agen ini dapat
menghambat pemecahan sel yang menyebabkan apoptosis dari sel kanker.24 Pada sebuah
studi, pasien usia 60 tahun dengan BCC pada awalnya diterapi dengan terapi local, operasi,
radiasi dan enam siklus cisplatin dan capecitabine kemudian diterapi dengan paclitaxel 175
mg secara intravena selama 21 hari (15 siklus) memberikan respon eliminasi BCC setelah
dua belas siklus.24 Selain itu, agen ini juga digunakan sebagai anti-tumor pad kanker payudara
metastasis, kanker paru non-small-cell, kanker ovari, heada and neck tumor, Kaposi`s
sarcoma dan malignansi urologi. Namun, pada penggunaan agen ini secara intravena,
didapatkan afek sampingnya adalah reaksi hipersensitivitas, neuropati perifer, neutropenisa
yang berhubungan dengan nausea, trobositepenia, muntah, penurunan selera makan dan
diare.34 Selain itu, pada sebuah studi pasien usia 74 tahun dengan BCC relaps pada skapula
kanan dan nodus pada aksila setelah terapi eksisi, diberikan cisplatin 75 mg/m2 dan pactitaxel
75 mg/m2 secara intravena memberikan hasil eliminasi dari efusi pleura, nodus dan
keterlibatan kulit. Namun pasien tersebut telah meninggal akibat neurotoksisitas, komplikast
deep venous thrombosis dan tromboemboli paru yang diinduksi oleh kemoterapi.24

Gambar 5. Taxus brevifolia 35

Karsinoma Sel Skuamosa


Definisi
Karsinoma sel skuamosa (KSS) adalah tumor ganas kulit nonmelanoma yang
berasal dari keratinosit suprabasal epidermis. Pajanan radiasi ultraviolet diketahui
merupakan salah satu pemicu utama sehingga tempat predileksi keganasan ini adalah area
yang sering terpajan sinar matahari, terutama kepala dan leher.36

Faktor Resiko
a. Faktor pejamu meliputi usia, pigmentasi, status imunitas, dan adanya kelainan genetik
misalnya pada xeroderma pigmentosum, mutasi tumor supresor p53 yang
menjadikan sel tumor resisten terhadap apoptosis, overekspresi onkogen H-ras, dan
disfungsi telomer.36
b. Faktor lingkungan yang paling berperan adalah akumulasi pajanan sinar ultraviolet.
Ultraviolet A dan B berbahaya bagi kulit, namun sinar ultraviolet B (UVB) dengan
panjang gelombang (200-320 nm) lebih bersifat karsinogenik. Radiasi UVB
menyebabkan terbentuk ikatan kovalen antar pirimidin dan pembentukan mutagen.
Akumulasi pajanan sinar ultraviolet dapat menyebabkan akumulasi mutasi genetik
keratinosit sehingga muncul sel yang potensial ganas.36
c. Faktor lain yang berperan antara lain lesi prakanker (aktinik keratosis dan penyakit
Bowen), infeksi virus Human Papilloma, radiasi ion, jaringan parut, dermatosis kronik,
luka bakar, merokok, dan pajanan bahan kimia yang bersifat karsinogen misalnya: arsen
atau coal-tar.36
Patogenesis
Karsinoma sel skuamosa berasal dari keratinosit epidermal dan struktur adneksa
(seperti kelenjar ekrin atau unit pilosebasea). Ini biasanya muncul dari Keratonis Artinik.
Pasien dengan AK diperkirakan memiliki risiko seumur hidup 6-10% untuk mengembangkan
SCC. Klasifikasi AK kontroversial. Meskipun banyak dokter menganggap ini sebagai lesi
prakanker, Bernard Ackerman mendalilkan bahwa AK adalah bentuk SCC in situ.
Berbagai varian AK telah diidentifikasi, termasuk subtipe hipertrofik, atrofik,
acantolitik, berpigmen, proliferatif, dan Bowenoid. Secara umum, AK proliferatif dikaitkan
dengan perilaku biologis yang lebih agresif, seperti potensi ganas yang lebih tinggi,
pertumbuhan lateral, gambaran histologis invasif, dan resistensi terhadap pengobatan.
Karsnimo skuamosa sel dapat berkembang bahkan jika riwayat subjek terpapar sinar matahari
terjadi puluhan tahun sebelum berkembangnya lesi kulit. Ini adalah kanker kulit yang paling
sering muncul dalam bekas luka sebelumnya. Hal ini terutama terjadi di Jepang, di mana 32-
44% SCC timbul dari bekas luka (dibandingkan dengan 1,9-2,5% di negara lain).
Perbedaan ini cenderung mencerminkan fakta-fakta yang tidak meninggalkan bekas
luka. SCC lebih umum di negara-negara dengan populasi berkulit terang dan SCC yang
diinduksi UV relatif lebih jarang di negara-negara dengan individu berkulit gelap.
Keratoacanthoma adalah neoplasma kulit lain yang tampak sangat mirip dengan lesi SCC
konvensional.
Ada kontroversi tentang apakah lesi ini adalah entitas terpisah atau subtipe SCC.
Mereka yang menganggapnya sebagai entitas terpisah percaya itu menjadi lesi jinak,
sedangkan yang lain mencirikannya sebagai SCC tingkat rendah. Etiologi keratoacanthoma
mirip dengan SCC dan mengacu pada iradiasi UV, paparan HPV, defisiensi imun, dan
anomali perbaikan DNA. keratoacanthoma juga telah secara konsisten dilaporkan muncul
dari bekas luka operasi, cangkok kulit, trauma, dan laser resurfacing.
Banyak keratoacanthoma dapat ditemukan pada sindrom Ferguson-Smith, sindrom
Grzybowski, sindrom Muir-Torre, dan sindrom Witten-Zak. Itu peran HPV dalam
pembentukan SCC kulit telah dipelajari oleh banyak kelompok. Human papillomavirus
adalah virus DNA tanpa selubung yang menginfeksi manusia, mamalia, burung, dan reptil
Virus bereplikasi dalam inti keratinosit dan bergantung pada perbedaan keratinosit untuk
menyelesaikan siklus hidupnya. DNA HPV risiko rendah ada dalam episode terpisah dari
host DNA, sedangkan HPV risiko tinggi (karsinogenik) terintegrasi ke dalam host genom.
Beta (b) subtipe HPV memiliki hubungan terkuat dengan SCC kulit. HPV tipe 1 lebih
sering terjadi pada lesi jinak, sedangkan HPV 2 lebih umum pada SCC. Lebih lanjut, paparan
sinar matahari memicu infeksi HPV dan pembentukan SCC. Sinar ultraviolet dapat
meningkatkan laju infeksi HPV melalui efek destruktif dan iimunosupresifnya.
Satu kelompok menunjukkan tingkat infeksi HPV yang lebih tinggi pada pasien yang
diobati dengan PUVA dan UVB UVB. Individu dengan gangguan kekebalan memiliki risiko
tinggi untuk tertular HPV dan transformasi ganas berikutnya karena sistem kekebalan adaptif
(respons sel T fungsional) merupakan bagian integral untuk melawan infeksi HPV.
Pada pasien dengan gangguan kekebalan, subtipe HPV yang paling umum adalah 5,
20, 23, dan 24. Dalam sebuah penelitian terhadap 60 biopsi kulit SCC pada pasien
imunokompeten, DNA HPV tipe mukosa terdeteksi pada 30% sampel, dan HPV 18
ditemukan sebagai subtipe yang paling umum, diikuti oleh tipe 6 dan 11.Namun, banyak
penelitian menunjukkan tidak ada korelasi antara HPV dan SCC pada pasien
imunokomponen. Akibatnya, peran HPV pada SCC masih memerlukan banyak
penyelidikan.37

Manifestasi Klinis
KSS pada umumnya sering terjadi pada usia 40 -50 tahun dengan lokasi yang
tersering terpajan matahari seperti wajah, telinga, bibir bawah, punggung, tangan, dan
tungkai bawah.
Secara klinis ada 2 bentuk KSS, yaitu :
1. KSS in situ
Karsinoma sel skuamosa ini terbatas pada epidermis dan terjadi pada berbagai lesi
kulit yang telah ada sebelumnya seperti solar keratosis, kronis radiasi keratosis,
hidrokarbon keratosis, arsenical keratosis, kornu kutanea, penyakit bowen, dan
eritroplasia Queyrat. KSS in situ ini dapat menetap di epidermis dalam jangka
waktu lama dan tak dapat diprediksi, dapat menembus lapisan basal sampai ke
dermis dan selanjutnya bermetastase melalui saluran getah bening regional.
2. KSS invasive
KSS invasive ini dapat berkembang dari KSS in situ dan dapat juga dari kulit
normal, walaupun jarang. KSS invasive yang dini baik yang muncul pada
karsinoma in situ, lesi premaligna atau kulit normal, biasanya adalah berupa nodul
keciol dengan batas yang tidak jelas, berawarna sama dengan warna kulit atau
agak sedikit eritema. Permukaannya mula – mula lembut kemudian berkembang
menjadi verikosa atau papilomatosa. Ulserasi biasanya timbul didekat pusat dari
tumor, dapat terjadi cepat dan lambat, sering sebelum tumor berdiameter 1-2 cm.
permukaan tumor mungkin granular dan mudah berdarah, sedangkan pinggir
ulkus biasanya meninggi dan mengeras. Dapat dijumpai krusta. 38
Gambaran Tumor Risiko Tinggi menurut (NCCN 2012):39
1. Area M ≥10 mm
2. Area H ≥6 mm
3. Poorly defined
4. Rekurensi
5. Imunosupresi
6. Site of prior RT atau proses inflamasi kronis
7. Tumor yang berkembang dengan cepat
8. Gejala neurologi
9. Patologi
a. Moderately or poorly differentiated histology
b. Subtipe akantolitik, adenoskuamosa atau desmoplastic
10. Kedalaman: ≥2 mm atau Clark levels IV,V
11. Keterlibatan perineural atau vaskular
Dikatakan tumor risiko tinggi apabila ada salah satu tanda diatas.
M: “medium” risk -> daerah kening, kulit kepala, pipi, dan leher
H: “High” risk -> wajah bagian tengah, telinga, periaurikular, kelopak mata,
periorbital, hidung, pelipis, dan bibir.39

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis, yaitu :
1 Dermoskopi
Struktur vaskular polimorfik berupa linear ireguler/serpentine, hairpin/looped,
glomerular/coiled dan dotted. Sedangkan struktur keratin berupa white circle, white
pearl/clod central keratin, dan central keratin with blood spot.

Gambar 19. A. Karsinoma sel skuamosa dengan dot dan pembuluh glomerular. B.
KSS dengan hairpin dan pembuluh serpetine39
2 Biopsi
Spesimen diambil pada bagian lesi yang dicurigai infiltrasi lebih dari
superfisial (NCCN kategori 2A). Biopsi kulituntuk pemeriksaan histo – patologis
menunjukan adanya masa sel tumor yang tumbuh ke dermis, terdiri atas sel skuamosa
normal dan atipik. Semakin banyak sel atipik, semakin buruk differensiasi sel. Sel
atipik ini bervariasi bentuk, ukuran, nucleus, hiperplasi, hiperkromasi, jembatan antar
sel menghilang, keratinisasi sel individual dan mitosis atipik.
3. Histopatologi
Pada pemeriksaan harus mencantumkan subtipe perubahan morfologi pada sel,
derajat diferensiasi, dalamnya tumor dalam millimeter, kedalaman invasi, dan
pemeriksaan keterlibatan saraf, vaskular, dan kelenjar getah bening. (NCCN kategori
2A).
4. Computed tomography (CT) dan magnetic resonance imaging (MRI)
Dilakukan bila terdapat kecurigaan perluasan penyakit pada tulang, saraf
maupun jaringan lunak lain (NCCN kategori 2A).1-5 Pemeriksaan kelenjar getah
bening (NCCN kategori2A).39

Klasifikasi dan Diagnosis


Diagnosis KSS ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis,
danpemeriksaan penunjang. Biopsi kulit harus dilakukan pada lesi yang dicurigai. Diagnosis
selalu ditegakkan dengan pemeriksaan biopsi. Alur penegakkan diagnosis KSS terdapat pada
gambar dibawah ini.36
Gambar 20. Algoritma penanganan lesi kulit yang dicurigai KSS36

Gambar 21. Penilaian praoperasi. FNA=fine needle aspiration36

Sistem staging TNM merupakan salah satu yang paling banyak digunakan. Sistem ini
sudah lebih dari 20 tahun dikelola oleh American Joint Committee on Cancer (AJCC) dan
International Union Against Cancer (IUAC), yang telah menghasilkan sistem staging untuk
beberapa kanker termasuk karsinoma sel skuamosa pada kulit.36
Staging adalah proses untuk menentukan keberadaan dan perkembangan suatu kanker
dalam tubuh. Terdapat 3 macam staging kanker, yakni:36
1. Staging klinis: untuk menentukan kanker berdasarkan pemeriksaan fisis, pemeriksaan
imaging, dan biopsi.
2. Staging patologik: hanya dilakukan pada pasien yang menjalani pembedahan untuk
mengangkat tumor atau mengeksplorasi perluasan kanker. Tipe staging ini merupakan
kombinasi hasil staging klinis dan hasil pembedahan.
3. Restaging: untuk menentukan perluasan kanker yang rekuren setelah pengobatan.
Staging kanker dapat membantu dokter dalam menentukan pilihan terapi yang tepat,
memprediksi prognosis, dan bermanfaat untuk penelitian. Elemen yang biasanya dipakai pada
sistem staging kanker adalah sebagai berikut:36
1. Lokasi tumor primer dan tipe selnya
2. Ukuran tumor dan/atau perluasannya
3. Keterlibatan KGB regional.
4. Adanya metastasis jauh
Sistem staging TNM merupakan salah satu yang paling banyak digunakan. Sistem ini
sudah lebih dari 20 tahun dikelola oleh American Joint Committee on Cancer (AJCC) dan
International Union Against Cancer (IUAC), yang telah menghasilkan sistem staging untuk
beberapa kanker termasuk karsinoma sel skuamosa pada kulit.

Tabel 3. Definisi staging tumor (T) KSS36

Tabel 4. Definisi staging nodus (N) KSS36

Tabel 5. Definisi metastasis (M) KSS36

Tabel 6. Pengelompokan staging TNM KSS kulit36


Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada sel skuamosa karsinoma adalah:39
1. Keratosis aktinik
2. Penyakit Bowen
3. Karsinoma sel basal
4. Melanoma tipe amelanotik nodular
5. Keratoakantoma
6. Karsinoma sebasea
7. Pioderma gangrenosum atipikal

Tatalaksana
Pada tatalaksana KSS dapat dilakukan berikut ini:
1. Pencegahan pajanan sinar ultraviolet:39
 Konseling kebiasaan dalam pencegahan kanker kulit.
 Penggunaan tabir surya
 Penggunaan tabir surya dengan SPF 15 dapat mengurangi insidens karsinoma
sel skuamosa dalam penilaian 4,5 tahun.
 Pemakaian tabir surya dihubungkan dengan penurunan risiko karsinoma sel
skuamosa pada 8 tahun follow up (rate ratio 0,62 95% CI 0,38-0,99).
2. Pencegahan pada populasi risiko tinggi:39
 Asitretin oral
Mengurangi risiko kanker kulit non-melanoma pada pasien transplantasi
ginjal.
 Tretinoin topikal
Tidak dapat mencegah karsinoma sel skuamosa pada pasien risiko
 Nikotinamid oral
Obat anti-inflamasi non steroid (OAINS)
 Celexocib
Cyclic photodynamic therapy dengan ALA.
3. Pencegahan pada populasi risiko rendah:39
 Obat anti-inflamasi non steroid (OAINS)
 Beta carotene
Penggunaan beta carotene tidak terbukti memiliki manfaat namun tidak
menimbulkan efek samping.
4. Medikamentosa39
Krim imiquimod 5%
5. Tindakan39
 Bedah pisau
Angka rekurensi sebesar 5% pada yang belum metastasis. Merupakan terapi
pilihan pada sebagian besar kasus karsinoma sel skuamosa.
 Mohs micrographic surgery (MMS)
 Superficial ablative techniques
 Kuret dan bedah listrik (BL)
Sekitar 1,7% pasien mengalami rekurensi setelah dilakukan kuret dan BL pada
karsinoma sel skuamosa tipe risiko rendah.
 Bedah beku
Sekitar 0,8% pasien dilaporkan mengalami rekurensi setelah dilakukan
cryotherapy pada karsinoma sel skuamosa risiko rendah.

Pengobatan Non-Kimia Lain


a. Herbacetin.
Herbacetin adalah senyawa flavonol yang ditemukan pada tumbuhan; Ia
memiliki kapasitas antioksidan yang kuat dan memberikan efek antikanker
pada usus besar dan kanker payudara. Baru-baru ini penelitian in vivo dan in
vitro tentang pertumbuhan sel cSCC dan melanoma telah dilakukan untuk
mengidentifikasi herbacetin sebagai homolog onkogen virus (AKT) murine
thymoma ganda dan inhibitor ornithine dekarboksilase (ODC). Untuk
mengevaluasi efek herbacetin pada viabilitas sel, dilakukan pada sel kulit
normal N / TERT dengan herbacetin. Hasil menunjukkan bahwa herbacetin
(konsentrasi 50 μM) memiliki sedikit pengaruh pada viabilitas sel N / TERT.
Untuk menguji efek herbacetin pada pertumbuhan sel yang diinduksi TPA, sel
JB6 diobati bersama dengan herbacetin dan TPA selama 48 jam. Hasil
menunjukkan bahwa herbacetin secara signifikan menekan pertumbuhan sel
yang diinduksi TPA serta SCC kutukan dan pertumbuhan sel melanoma.
Selain itu, untuk menentukan efek herbacetin pada transformasi sel neoplastik
yang diinduksi TPA, sel-sel dirawat bersama dengan TPA dan herbacetin dan
hasilnya menunjukkan bahwa herbacetin secara nyata menekan transformasi
neoplastik yang diinduksi TPA dari sel epidermis JB6. Selain itu, herbacetin
sangat menghambat pertumbuhan sel yang tidak bergantung pada usia pada sel
SCC atau melanoma kulit. Sel diobati dengan herbacetin selama 3 jam dan
ekspresi proteinnya dianalisis dengan Western blotting. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa herbacetin menekan fosforilasi GSK3β, tetapi tidak
mempengaruhi fosforilasi ERK dan ekspresi protein ODC. Selain itu,
ditentukan apakah aktivitas ODC diatur oleh herbacetin dalam sel SCC atau
melanoma kulit. Hasil menunjukkan herbacetin itu secara signifikan
menghambat aktivitas ODC. Selanjutnya, sel-sel tersebut diobati dengan
herbacetin selama 48 jam untuk menentukan pengaruhnya terhadap aktivitas
reporter AP1 atau NF-κB. Kedua aktivitas reporter secara signifikan dihambat
oleh pengobatan herbacetin di SCC kulit dan sel melanoma.40

b. Wol Hidrolisat.
Bentuk SCC prakanker yang paling umum adalah keratosis aktinik yang
terhubung ke parsial transformasi keratinosit karena paparan UV kronis dan
kumulatif dan kerusakan DNA. AK seiring waktu dapat berkembang menjadi
transformasi lengkap, hilangnya diferensiasi keratinosit, dan kemampuan
untuk menyerang dermis. Pada saat ini tidak ada garis sel yang tersedia secara
komersial sesuai dengan fase keratosis aktinik dan sulit untuk
mendapatkannya dari kulit rusak akibat sinar matahari, karena ini tidak
dipotong secara preventif. Tetapi berdasarkan hasil kami, kami berhipotesis
bahwa hidrolisat wol dapat dianggap sebagai pengobatan topikal untuk
keratosis aktinik untuk mencegah keratinosit displastik dari perkembangan dan
transformasi menjadi karsinoma sel skuamosa, berdasarkan sifat bioaktif dan
selektifitasnya seperti yang ditunjukkan oleh hasil in vitro kami.41
c. Ekstrak Etanol Bonggol Nanas
Nanas (Ananas comosus (L.) Merr) adalah buah tropis dengan daging buah
berwarna kuning yang telah lama digunakan sebagai tanaman obat oleh
beberapa kebudayaan lokal. Nanas memiliki kandungan air 90% dan kaya
akan kalium, kalsium, iodium, sulfur dan khlor. Selain itu juga kaya asam,
biotin, vitamin B12, vitamin E, serta enzim bromelain. Bromelain dikenal
secara kimia sejak tahun 1876 dan mulai diperkenalkan sebagai bahan
terapeutik saat ditemukan konsentrasinya yang tinggi pada bonggol nanas
tahun 1957. Bromelain, yang diperoleh dari ekstrak mentah dari tanaman
nanas (Ananas comosus (L.) Merr), mengandung beberapa jenis proteinase.
Bromelain memiliki aksi terapeutik antara lain sebagai penghambat agregasi
platelet, memiliki aktivitas fibrinolisis, antiinflamasi, antitumor, modulasi
sitokin dan imunitas, sifat pembersihan kulit, meningkatkan absorbsi obat lain,
sifat mukolitik, membantu proses pencernaan, mempercepat penyembuhan
luka dan mampu meningkatkan kondisi kardiovaskular serta sistem
sirkulatoria. Pada perawatan kanker, bromelain dilaporkan mampu
menghambat proliferasi dan diferensiasi sel tumor. Pada perlakuan dengan
bromelain terjadi penurunan viabilitas biakan sel melanoma tikus in vitro.
Penelitian in vitro lainnya menunjukkan kemampuan bromelain untuk
mengurangi kemampuan sel untuk migrasi dan invasi pada sel glioma dan
penurunan metastasis pada kanker paru-paru. Pada penelitian in vivo, efek
penghambatan tumor pada papiloma kulit tikus yang diinduksi menggunakan
bahan kimia [7,12-dimethylbenz(a)anthracene (DMBA) dan 12-O-
tetradecanoylphorbol-13-acetaten (TPA)] menunjukkan efek penghambatan
proses tumorigenesis melalui induksi p53, pengaturan rasio Bax/Bcl-2, induksi
cysteine-containing aspartate-directed proteases/caspase, menurunkan ekspresi
Cox-2 dan penghambatan jalur nuclear factor-kappa B (NFκB) dengan
mengatur jalur mitogen-activated protein kinase (MAPK) and Akt/Protein
kinase B (PKB). Kejadian resistensi terhadap apoptosis umumnya terjadi
karena hilangnya fungsi p53 sebagai tumor supressor gene. Bromelain secara
sistemis berfungsi sebagai immunomodulator yang memperbaiki aktivitas
immunositotoksisitas dari monosit untuk melawan sel kanker. Kemampuan
induksi sitokin ini menjelaskan kemampuan antitumor dari konsumsi enzim
per-oral termasuk bromelain. Selain itu, pemberian bromelain bersamaan
dengan obat kemoterapi seperti 5-fluorouracil dan vincristine, dapat
menurunkan volume tumor. Bonggol nanas yang sudah dihilangkan daging
buahnya dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 45 °C selama 48 jam.
Bonggol nanas yang sudah kering dijadikan serbuk. Pembuatan ekstrak ini
menggunakan cara maserasi, yaitu dengan merendam serbuk simplisia bonggol
nanas dalam etanol 96% selama 24 jam, disaring dan diulang 3 kali.
Selanjutnya ampas dan filtrat dipisahkan. Filtrat yang diperoleh diuapkan
dengan vacuum rotary evaporator pemanas waterbath suhu 70 °C. Proses ini
untuk menguapkan etanol sehingga diperoleh ekstrak yang kental. Hasil
penelitian membuktikan bahwa ekstrak etanol bonggol nanas mampu
meningkatkan apoptosis. Berdasarkan uji korelasi Pearson dan grafik
hubungan antara konsentrasi ekstrak etanol bonggol nanas dan persentase
apoptosis menunjukkan bahwa terjadi peningkatan apoptosis pada biakan sel
karsinoma skuamosa seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak etanol
bonggol nanas.42

Daftar Pustaka
1. Bolognia J, Schaffer JV, Cerroni L.Pathogensis BCC. Dermatology. 3rd ed. Vol. 1.
China: Elsevier; 2018.hal.1767-69.
2. Tanese K, Nakamura Y, Hirai I, Funakoshi T. Updates on the Systemic Treatment of
Advanced Non-melanoma Skin Cancer. Frontiers in Medicine. 2019;[Cited 10 July
2019] 6. Available from https://doi.org/10.3389/fmed.2019.00160.
3. Fahradyan A, Howell A, Wolfswinkel E, Tsuha M, Sheth P, Wong A. Updates on the
Management of Non-Melanoma Skin Cancer (NMSC). Healthcare. 2017[Cited 1
November 2017] 5(4):82. Available from doi:10.3390/healthcare5040082.
4. Didona D, Paolino G, Bottoni U, Cantisani C. Non-Melanoma Skin Cancer
Pathogenesis Overview. Biomedicines. 2018 [Cited 2 Jannuary 2018];6(1):6.
Available from doi:10.3390/biomedicines6010006.
5. Khazaei Z., Ghorat F., Jarrahi A. M., Adineh H. A., Sohrabivafa M.,  Goodarzi E.
Global incidence and mortality of skin cancer by histological subtype and its
relationship with the human development index (HDI); an ecology study in 2018.
WCRJ 2019[Cited 17 Apr 2019]; 6: e1265. Available from doi:
10.32113/wcrj_20194_1265.
6. Cancer today [Internet]. Global Cancer Observatory. [dikunjungi 14 Agustus 2020].
Diambil dari: http://gco.iarc.fr/today
7. Wibawa LP, Andardewi MF, Krisanti IA, Arisanty R. The epidemiology of skin
cancer at Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital from 2014 to
2017. Journal of General-Procedural Dermatology & Venereology Indonesia.
2019;4(1):11–6. Available from http://dx.doi.org/10.19100/jdvi.v4i1.162 .
8. Samarasinghe V, Madan V, Lear JT. Focus on Basal Cell Carcinoma. Journal of Skin
Cancer. 2011[Cited 24 October 2010]; 2011:1–5. Available from
https://doi.org/10.1155/2011/328615.
9. Peris K, Fargnoli MC, Garbe C, Kaufmann R, Bastholt L, Seguin NB, et al. Diagnosis
and treatment of basal cell carcinoma: European consensus–based interdisciplinary
guidelines. European Journal of Cancer. 2019[Cited 6 July 2019]; 118:10–34.
Available from https://doi.org/10.1016/j.ejca.2019.06.003.
10. Marks JG, Miller JJ. Lookingbill and Marks' principles of dermatology. Philadelphia:
Elsevier; 2019. hal. 44-47
11. C.Herman, A.SD.Suriadiredja. Tumor kulit. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. In:
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2016. hal. 262-76.
12. Kang S., Neoplasia.Fitzpatrick’s dermatology. 8th ed.New York: McGraw-Hill
Education; 2012. hal.1294-98
13. Miryana W, Reza NR, dkk. Gambaran histopatologi karsinoma sel basal. MDVI.
2013;40(3):138-144. Last update: November 2018. Diakses pada 13 Agustus 2020.
Diambil dari: http://www.perdoski.or.id/doc/mdvi/fulltext/28/179/138-144.pdf
14. Pramuningtyas R, Mawardi P. Gejala klinis sebagai prediktor pada karsinoma sel
basal. Biomedika. 2012;4(1):35. Last update: Februari 2012. Diakses pada 13 Agustus
2020. Diambil dari:
https://www.researchgate.net/publication/331404365_GEJALA_KLINIS_SEBAGAI_PREDI
KTOR_PADA_KARSINOMA_SEL_BASAL
15. Lily L, Durry LM. Basalioma. Jurnal Biomedik (JBM). 2013;5(3):S21-26. Last
update: November 2013. Diakses pada 13 Agustus 2020. Diambil dari:
https://docplayer.info/41618524-Basalioma-lily-l-loho-meilany-f-durry.html
16. Fakhrosa I, Sutedja EK, dkk. Tinjauan pustaka: manifestasi klinis dan gambaran
dermoskopi pada karsinoma sel basal. MEDIKA. 2018;8(2):55-65. Last update: Maret
2018. Diakses pada 13 Agustus 2020. Diambil dari:
https://www.semanticscholar.org/paper/Tinjauan-Pustaka%3A-Manifestasi-Klinis-dan-
Gambaran-Fakhrosa-Sutedja/3ca25a8809f798142fc55dd6d855ba54a0bf7e68
17. Carucci JA, Leffell DJ, Pettersen JS. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick`s Dermatology In General Medicine.
Edisi ke lapan; Amerika Serikat: 2012. h.1298-1302.
18. Leslak A. Czuwara J, Kaminska-Wnclorek G, Kiprian D, Maj J, Owczarek W et al.
Basal cell carcinoma. Diagnostic and therapeutic recommendations of the polish
dermatological society. Dermatol Rev. 2019; 106: 107-126.
19. Chren MM, Linos E, Torres JS, Stuart S,Parvataneni R, Boscardin WJ. Tumor
recurrence 5 years after treatment of cutaneous basal cell carcinoma and squamous
cell carcinoma. Journal of Investigative Dermatology. 2013; 133: 1188-1196
20. Tokachjov SN, Brodland DG, Coldiron BM, Fazio MJ, Hruza GJ, Roenigk RK et al.
Understanding mohs micrographic surgery: a review and practical guide for the
nondermatologist. Mayo Clinic Proc. 2017; 92(8): 1261-1271
21. Madan V, Lear JT, Szeimies RM. Non-melanoma skin cancer. Lancet. 2010; 375:
673-685.
22. Witmanowski H, Lewandowicz E, Sobieszek D, Rykala J, Luczkowska M. Facial skin
cancers: general information and an overview of treatment methods. Postep Derm
Alergol. 2012; 29 (4): 240-255.
23. Reuter J, Merrfort I, Schempp CM. Botanicals in dermatology an evidence based
review. Am J Clin Dermatol. 2010; 11 (4):247-267
24. Millsop JW, Sivamani RK, Fazel N. Review article botanical agents for the treatment
of nonmelanoma skin cancer. Hindawi Publishing Corporation Dermatology Research
and Practice. 2013: 1-9
25. Cozzi SJ, Ogbourne SM, James C, Rebel HG, de Gruji FR, Ferguson B, et al. Ingenol
mebutate field-directed treatment of uvb-damaged skin reduces lesion formation and
removes mutant p53 patches. The Society for Investigate Dermatology. 2012; 132:
1263–1271.
26. Bettencourt MS. Treatment of superficial basal cell carcinoma with ingenol mebutate
gel, 0.05%. Clinical, Cosmetic and Investigational Dermatology. 2016; 9: 205–209.
27. Euphoria Peplus. (Diunduh pada 20 Agustus 2020) Didapat dari: URL:
https://plants.ces.ncsu.edu/plants/euphorbia-peplus-l/
28. Li JY, Kampp JT. Review of common alternative herbal “remedies” for skin cancer.
The American Society for Dermatology Surgery. 2018; 45: 58-67
29. Zimmerman C. Herbs for low-risk skin cancers and precancers. Mary Ann Liebert,
Inc. 2019; 25 (3): 162-66
30. St. John's Wort (Hypericum perforatum). (Diunduh pada 20 Agustus 2020) DIdapat
dari : URL: https://www.taprootnurseryky.com/medicinal-plants/st-johnswort-hypericum-
perforatum
31. Nichols JA, Katiyar SK. Skin photoprotection by natural polyphenols: anti-
inflammatory, antioxidant and DNA repair mechanisms. Arch Dermatol Res. 2010;
302: 71-83.
32. George J, Songh M, Srivasta AK, Bhui K, Roy P, Kumar P et al. Resveratrol and
black tea polyphenol combination synergistically suppress mouse skin tumors growth
by inhibition of activated mapks and p53. Plos One. 2011; 6 (8): 1-12
33. Camellia sinensis. (Diunduh pada 20 Agustus 2020) Didapat dari: URL:
https://id.wikipedia.org/wiki/Camellia_sinensis
34. Bharadwaj R. Das PJ. Pal P, Mazumer B. Topical delivery of paclitaxel for treatment
of skin cancer. Drug Development and Industrial Pharmacy. 2016; 42 (9): 1482-1494
35. Taxus brevifolia. (Diunduh pada 20 Agustus 2020) Didapat dari: URL:
https://ngoosen.fotki.com/taxaceae/taxus/taxus-brevifolia.html

36. Widiawaty, A., Rihatmadja, R., & Djurzan, A. Metode Pemeriksaan pada Sistem
TNM untuk Karsinoma Sel Skuamosa Kulit. Jurnal Ilmu Kedokteran. 2017;10(1):5-
16.
37. Kallini, J. R., Hamed, N., & Khachemoune, A. (2015). Squamous cell carcinoma of
the skin: epidemiology, classification, management, and novel trends. International
journal of dermatology, 54(2), 130-140.
38. Partogi D. Karsinoma Sel Skuamosa. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FK.USU/RSUP H. Adam Malik RS.Pirngadi.
Medan.2008.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3431/1/08E00856.pdf .
Dikunjungi 18 Agustus 2020
39. Widaty,S. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan kelamin Indonesia (PERDOSKI).2017.
“Panduan Praktik Klinis: Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia”.
https://www.perdoski.id/uploads/original/2017/10/PPKPERDOSKI2017.pdf . dikunjungi 14
Agustus 2020
40. Kim DJ, Lee MH, Liu KD, dkk. Herbacetin suppresses cutaneous squamous cell
carcinoma and melanoma cell growth by targeting AKT and ODC. Carcinogenesis,
2017:38(11):1141-2.
41. Damps T, Laskowska AK, Kowalkowski T. The effect of wool hydrolysates on
squamous cell carcinoma cells in vitro. Possible implications for cancer treatment.
PLOS ONE 12 (8):14,15
42. Naritasari F., Susanto H., Supriatno. Pengaruh konsentrasi ekstrak etanol bonggol
nanas (ananas comosus (l.) merr) terhadap apoptosis karsinoma sel skuamosa lidah
manusia. Majalah Obat Tradisional. 2010;15(1):16–25.

Anda mungkin juga menyukai