Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PROMOSI KESEHATAN

PENGANTAR PENDIDIKAN KESEHATAN, KONSEP, TEORI, AN


DOMAIN BELAJAR MENGAJAR
Dosen Mata Kuliah : Ibu Dedeh Hamdiah, S.Kp.,M.Kep

KELOMPOK 5

Athiya Febrianti (8884200022)


Nadia Widianti (8884200023)
Putri Ayu Fitria (8884200024)
Maulida Nur Amalia (8884200025)
Nur’aeni (8884200026)
Sylva Sherin (8884200027)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

BANTEN

2021
KATA PENGHANTAR

Assalammu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang sudah melimpahkan rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Promosi Kesehatan ini
dengan baik serta tepat waktu.

Makalah yang berjudul “Pengantar Pendidikan Kesehatan, Konsep, Teori, dan Domain
Belajar Mengajar”. Pada kesempatan yang baik ini kami ingin mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini, terutama kepada :

1. Ibu Dedeh Hamdiah, S.Kp.,M.Kep selaku dosen mata kuliah Promosi Kesehatan
2. Kepada para orang tua kami yang selalu mendukung dan mendoakan kami dalam
setiap langkah kami
3. Dan kepada seluruh anggota kelompok 5 yang telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih memiliki banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kritik dan saran membangun sangat kami harapkan demi hasil yang lebih
baik lagi. Kami mohon maaf atas segala kekurangan dari makalah ini.

Serang, 11 Maret 2021

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGHANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................1
C. Tujuan..............................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................2
PEMBAHASAN......................................................................................................2
A. Pendapat Para Ahli Mengenai Pendidikan Kesehatan...............................2-3
B. Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan .......................................................3
C. Pengertian Belajar Menurut Para Ahli.......................................................3-5
D. Konsep Belajar..............................................................................................5
E. Konsep Belajar Menurut Psikologi Humanistik……….………………..5-6

F. Macam-macam Teori Belajar……………………………………………6-8

G. Macam-macam Domain Belajar……………………………………….9-12

BAB III..................................................................................................................13
PENUTUP..............................................................................................................13
A. Kesimpulan.................................................................................................13
B. Saran............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pendidikan kesehatan merupakan aktifitas pembelajaran yang dirancang oleh


perawat sesuai kebutuhan klien. Pencapaian tujuan pendidikan kesehatan akan lebih
mudah dengan penggunaan media pembelajaran yang sesuai dan dapat meningkatkan
kemudahan penerimaan informasi. Menurut Nies dan McEwen (2001) penggunaan
alat bantu berupa tulisan akan lebih menghasilkan peningkatan pengetahuan daripada
dengan kata-kata. Notoatmodjo (2010) menjelaskan bahwa kurang lebih 75% dari
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata, sedang sisanya melalui indera yang
lain. Dengan menggunakan power point dan booklet, informasi yang disampaikan
melalui mata lebih banyak, sehingga informasi akan lebih mudah diterima oleh
keluarga.
Pendidikan kesehatan bertujuan mengubah paradigma individu hingga level
masyarakat bahwa kesehatan merupakan sesuatu yang berharga, mampu secara
mandiri menerapkan pola hidup sehat, serta menggunakan berbagai fasilitas
pelayanan kesehatan dengan tepat.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pendapat para ahli mengenai pendidikan kesehatan?


2. Apakah ruang lingkup pendidikan kesehatan hanya untuk para pasien?
3. Apa pengertian belajar menurut para ahli?
4. Bagaimana konsep belajar?
5. Bagaimana konsep belajar menurut psikologi humanistik?
6. Apa saja macam-macam teori belajar?
7. Apa saja macam-macam domain belajar?

C. Tujuan

 Agar kita lebih memahami apa itu pendidikan kesehatan, karena itu sangat
penting bagi kita untuk mengetahuinya terlebih kepada para calon perawat.
 Mengetahui lebih dalam konsep belajar mengajar.
 Mengetahui apa saja macam-macam domain belajar.

1
BAB II

PEMBAHSAN

A. Pendapat Para Ahli Mengenai Pendidikan Kesehatan

Beberapa ahli telah memutuskan berbagai macam definisi terkait pendidikan


kesehatan berdasarkan paradigma masing-masing, di antaranya sebai berikut:
1. Wood (1926) (dalam Suliha dkk., 2001) secara garis besar berpendapat bahwa
pendidikan kesehatan adalah serangkaian pengalaman yang mempengaruhi
sikap, pengetahuan, maupun habituasi seorang individu berkaitan dengan
hidup sehat, baik dalam level individu, masyarakat maupun suatu ras.
2. Stuart (1986) secara garis besar berpendapat bahwa pendidikan kesehatan
merupakan bagian dari program kesehatan dan kedokteran. Pendidikan
kesehatan merupakan suatu upaya terencana yang bertujuan memodifikasi
sudut pandang, sikap maupun perilaku suatu individu, kelompok maupun
masyarakat ke arah pola hidup yang lebih sehat, melalui proses promitif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif (Stuart dalam Suliha dkk., 2001).
3. Nyswander (1974) secara garis besar berpendapat bahwa sebenarnya
pendidikan kesehatan bukanlah suatu kumpulan prosedur atau proses
pentransferan materi dari suatu individu ke individu lainnya. Akan tetapi,
pendidikan kesehatan lebih mengarah kepada suatu proses dinamis terkait
perubahan perilaku. Perubahan perilaku yang bersifat dinamis ini yaitu, proses
seseorang akan memilih untuk menolak atau menerima terhadap suatu
informasi maupun aktivitas yang bersifat baru baginya, dengan tujuan untuk
mencapai derajat kesehatan secara optimal (Nyswander dalam Notoatmodjo,
2003).
4. Green (1980) secara garis besar berpendapat bahwa pendidikan kesehatan
merupakan suatu proses yang terencana untuk mencapai tujuan kesehatan
dengan mengombinasikan berbagai macam cara pembelajaran (Green dalam
Notoatmodjo, 2003)

Beberapa definisi tersebut menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan


merupakan suatu proses pembelajaran yang terencana dan bersifat dinamis.
Tujuan dari proses pembelajaran ini adalah untuk memodifikasi perilaku melalui
peningkatan keterampilan, pengetahuan, maupun perubahan sikap yang berkaitan
dengan perbaikan pola hidup ke arah yang lebih sehat. Perubahan yang diharapkan
dalam pendidikan kesehatan dapat diaplikasikan pada skala individu hingga
masyarakat, serta pada penerapan program kesehatan.

2
Proses pembelajaran pada konsep pendidikan kesehatan ini dapat diparaktikan
oleh siapa pun, di mana pun, dan kapan pun. Menurut Mubarak dkk (2007),
adanya perubahan dari tahu menjadi tidak tahu dan dari ridak mampu melakukan
menjadi mampu merupakan ciri perubahan dari seseorang yang sedang melakukan
proses pembelajaran.

B. Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan

Notoatmodjo (2003) memandang ruang lingkup pendidikan kesehatan dari berbagai


dimensi yang dijelaskan sebagai berikut :
1. Sasaran
Terdapat 3 kelompok yang menjadi sasaran dari pendidikan kesehatan, di
antarannya :
a) Individu
b) Kelompok
c) Masyarakat
2. Tempat Pelaksanaan
Menurut dimensi pelaksanaannya, pendidikan kesehatan dapat
diimplementasikan pada berbagai setting (tempat). Perbedaan setting akan
memunculkan beragam karakteristik sasarannya.
a) Sekolah, artinya pendidikan kesehatan diwujudkan pada lingkungan
sekolah. Sasarannya yaitu siswa/siswi. Pelaksanaannya dapat
diintegrasikan ke dalam program Unit Kesehatan Sekolah (UKS).
b) Fasilitas kesehatan, artinya pendidikan kesehatan direalisasikan di
sarana Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Sasarannya
adalah pasien dan keluarganya.
c) Tempat kerja, artinya pendidikan kesehatan diaplikasikan di
lingkungan kerja. Sasarannya adalah buruh, pegawai, atau karyawan.

C. Pengertian Belajar Menurut Para Ahli

1. B.F Skinner
Belajar menurut Skinner adalah menciptakan kondisi peluang dengan
penguatan (reinforcement), sehingga individu akan bersungguh-sungguh dan
lebih giat belajar dengan adanya ganjaran (funnistment) dan pujian (rewards)
dari guru atas hasil belajarnya. Skinner membuat perincian lebih jauh dengan
membedakan adanya dua macam respons. Pertama, respondent response, yaitu
respons yang ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu yang disebut
eliciting stimuli menimbulkan responsrespons yang secara relatif tetap,
misalnya makanan yang menimbulkan keluarnya air liur. Pada umumnya,
perangsang-perangsang yang demikian itu mendahului respons yang
ditimbulkannya. Kedua, operant response, yaitu respons yang timbul dan
berkembangnya diikuti oleh perangsang-perangsang tertentu yang disebut
reinforcing stimuli atau reinforce, karena perangsang-perangsang tersebut

3
memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organisme. Jadi, seorang akan
menjadi lebih giat belajar apabila mendapat hadiah sehingga responsnya
menjadi lebih intensif atau kuat.
Belajar menurut pandangan Skinner adalah kesempatan terjadinya
peristiwa yang menimbulkan respons belajar, baik konsekuensinya sebagai
hadiah maupun teguran atau hukuman. Dengan demikian, pemilihan stimulus
yang deskriminatif dan penggunaan penguatan dapat merangsang individu
lebih giat belajar, sehingga belajar merupakan hubungan antara stimulus
dengan respons (S-R).

2. Robert M. Gagne
Gagne sebagai yang dikutip oleh Sagala memandang bahwa belajar adalah
perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar secara
terus-menerus yang bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja.
Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan
memengaruhi individu sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari
waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu setelah ia mengalami situasi
tadi.
Pandangan Gagne di atas menunjukkan bahwa belajar adalah adanya
stimulus yang secara bersamaan dengan isi ingatan memengaruhi perubahan
tingkah laku dari waktu ke waktu. Karena itu, belajar dipengaruhi oleh faktor
internal berupa isi ingatan dan faktor ekternal berupa stimulus yang bersumber
dari luar diri individu yang belajar.
Gagne membagi segala sesuatu yang dipelajari individu yang disebut the
domains of learning itu menjadi lima kategori. Pertama, keterampilan motoris
(motor skill), yaitu koordinasi dari berbagai gerakan badan. Kesua, informasi
verbal, yaitu menjelaskan sesuatu dengan berbicara, menulis, dan
menggambar. Ketiga, kemampuan intelektual, yaitu menggunakan simbol-
simbol dalam mengadakan interaksi dengan dunia luar. Keempat, strategi
kognitif, yaitu belajar mengingat dan berpikir memerlukan organisasi
keterampilan yang internal (internal organized skill). Kelima, sikap, yaitu
sikap belajar yang penting dalam proses belajar.
Berdasarkan uraian di atas, Gagne memandang bahwa belajar dipengaruhi
oleh faktor dalam diri dan faktor dari luar diri individu belajar yang saling
berintekasi, sehingga kondisi eksternal berupa stimulus dari lingkungan
belajar dan kondisi internal yang berupa keadaan internal dan proses kognitif
individu yang saling berinteraksi dalam memperoleh hasil belajar yang
dikategorikan sebagai keterampilan motoris (motorik skill), informasi verbal,
kemampuan intelektual, strategi kognitif, dan sikap.

4
3. Jerume S. Bruner
Bruner beranggapan bahwa belajar merupakan pengembangan kategori-
kategori yang saling berkaitan sedemikian rupa hingga setiap individu
mempunyai model yang unik tentang alam dan pengembangan suatu sistem
pengodean (coding). Sesuai dengan model ini, belajar baru dapat terjadi
dengan mengubah model yang terjadi melalui pengubahan kategori-kategori,
menghubungkan kategori-kategori dengan suatu cara baru, atau dengan
menambahkan kategori-kategori baru.

D. Konsep Belajar

Belajar dalam arti luas merupakan suatu proses yang memungkinkan timbulnya
atau berubahnya suatu tingkah laku baru yang bukan disebabkan oleh kematangan dan
sesuatu hal yang bersifat sementara sebagai hasil dari terbentuknya respons utama.
Belajar merupakan aktivitas, baik fisik maupun psikis yang menghasilkan perubahan
tingkah laku yang baru pada diri individu yang belajar dalam bentuk kemampuan
yang relatif konstan dan bukan disebabkan oleh kematangan atau sesuatu yang
bersifat sementara.
Perubahan kemampuan yang disebabkan oleh kematangan, pertumbuhan, dan
perkembangan seperti anak yang mampu berdiri dari duduknya atau perubahan fisik
yang disebabkan oleh kecelakaan tidak dapat dikategorikan sebagai hasil dari
perbuatan belajar meskipun perubahan itu berlangsung lama dan konstan. Menurut
Slameto bahwa belajar ialah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil
dari pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Perubahan tingkah laku yang baru sebagai hasil dari perbuatan belajar terjadi
secara sadar, bersifat kontinu dan fungsional, bersifat positif dan aktif, bersifat
konstan, bertujuan atau terarah, serta mencakup seluruh aspek tingkah laku. Ciri-ciri
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari perbuatan belajar tersebut tampak dengan
jelas dalam berbagai pengertian belajar menurut pandangan para ahli pendidikan dan
psikolog.

E. Konsep Belajar Menurut Psikologi Humanistik

Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk
kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, teori belajar
humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori
kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori
humanistik lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk
membentuk manusia yang dicitacitakan, serta tentang proses belajar dalam bentuknya
yang paling ideal. Contoh dalam pelaksanaannya bisa diambil dari teori kognitifnya
Ausubel tentang belajar bermakna atau meaningful learning yang mengatakan bahwa
belajar merupakan asimilasi bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan
dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Faktor motivasi

5
dan pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab tanpa
motivasi dan keinginan dari pihak si pembelajar, maka tidak akan terjadi asimilasi
pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimilikinya. Budiningsih
(dalam Sri Hayati, 2017 : 63).
Pandangan humanistik ini merupakan antitesa pandangan behavioristik. Dalam
pandangan ini, belajar dapat dilakukan sendiri oleh siswa, siswa diharapkan
senantiasa menemukan sendiri mengenai sesuatu tanpa banyak campur tangan dari
guru. Peranan guru dalam mengajar dan belajar demikian relatif rendah. Kedaulatan
siswa dalam belajar demikian relatif tinggi, sementara kedaulatan guru relatif rendah.
Belajar dilakukan dengan cara memberikan kebebasan yang sebesar-besarnya kepada
individu. Imron (dalam Sri Hayati, 2017 : 63).
Irawan (dalam Sri Hayati, 2017 : 63) teori humanistik menekankan pentingnya
“isi” yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri. Teori humanistik bersifat
eklektik, artinya memanfaatkan teori apapun asal tujuannya memanusiakan manusia
yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang
belajar, secara optimal.
Tokoh psikologi humanistik adalah Carl Rogers, Benjamin Bloom dan David
Krathwohl (taksonomi Bloom), Kolb (belajar empat tahap), Honey dan Mumford
(macam-macam siswa),dan Habermas (tiga macam tipe belajar).

F. Macam-macam Teori Belajar

1. Teori Ilmu Jiwa Daya


Ahli-ahli Ilmu Jiwa Daya mengemukakan suatu teori bahwa jiwa manusia
mempunyai daya-daya seperti daya mengenal, daya mengingat, daya berpikir,
daya fantasi, dan sebagainya. Daya-daya ini adalah kekuatan yang tersedia.
Manusia hanya memanfaatkan semua daya itu dengan cara melatih sehingga
ketajamannya dirasakan ketika dipergunakan untuk sesuatu hal.
Implikasi dari teori belajar menurut Ilmu Jiwa Daya ini adalah belajar
hanyalah sebatas melatih semua daya itu. Untuk melatih daya ingat seseorang
harus melakukan dengan cara menghafal kata-kata atau angka, istilah-istilah
asing, dan sebagainya, melatih ketajaman berpikir seseorang dengan cara
memecahkan masalah dari yang sederhana sampai yang kompleks,
meningkatkan daya fantasi seseorang dengan membiasakan diri merenungkan
sesuatu. Dengan usaha tersebut, maka dayadaya itu dapat tumbuh dan
berkembang di dalam diri seseorang. Oleh karena itu, menurut para ahli Ilmu
Jiwa Daya, hasil belajar diperoleh dengan cara melatih semua daya yang ada
dalam diri.
Efek teori belajar menurut Ilmu Jiwa Daya terhadap ilmu pengetahuan
yang didapat hanyalah bersifat hafalan-hafalan belaka yang biasanya jauh dari
pengertian dan pemahaman. Walaupun demikian, teori belajar ini dapat
digunakan untuk menghafal rumus, dalil, peristiwa sejarah, dan sebagainya.

6
2. Teori Gestalt
Teori belajar Gestalt lahir di Jerman pada tahun 1912 yang dipelopori dan
dikembangkan oleh Max Wertheimer yang diikuti oleh Koffka dan Kohler
yang berpandangan bahwa keseluruhan lebih penting dari bagian-bagian,
sebab keberadaan bagian-bagian itu didahului oleh keseluruhan. Hal
terpenting dalam belajar adalah penyesuaian pertama, yaitu mendapatkan
respons atau tanggapan yang tepat, bukan mengulangi hal-hal yang harus
dipelajari, tetapi mengerti atau memperoleh insight.
Teori belajar menurut Ilmu Jiwa Gestalt seringkali disebut field theory atau
insight full learning yang memandang manusia yang bukan hanya sekedar
makhluk reaksi yang hanya berbuat atau beraksi jika ada perangsang yang
memengaruhinya. Menurut para ahli Ilmu Jiwa Daya, manusia adalah individu
yang merupakan kebulatan jasmani dan rohani (psiko-fisik) yang berinteraksi
dengan dunia luar menurut kepribadiannya yang unik dan dengan caranya
yang unik pula. Tidak ada dua orang yang mempunyai pengalaman yang
benar-benar sama atau identik terhadap objek atau realita yang sama.
Singkatnya, belajar menurut Ilmu Jiwa Gestalt bahwa faktor pemahaman
atau pengertian (insight) merupakan faktor yang penting dalam
menghubungkan antara pengetahuan dan pengalaman. Pribadi atau organisme
memegang peranan penting dalam belajar karena belajar tidak hanya
dilakukan secara reaktif-mekanistis, tetapi dilakukan dengan sadar, bermotif,
dan bertujuan.

3. Teori Asosiasi
Teori belajar menurut Ilmu Jiwa Asosiasi disebut juga teori Sarbond, yaitu
stimulus (rangsangan), respons (tanggapan), dan bond (dihubungkan).
Rangsangan diciptakan untuk memunculkan tanggapan kemudian
dihubungkan antara keduanya dan terjadilan asosiasi. Teori ini berprinsip
bahwa keseluruhan itu sebenarnya terdiri atas penjumlahan bagian-bagian atau
unsur-unsurnya.

4. Teori Connectionism
Teori Connectionism ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L.
Thorndike berdasarkan eksperimen yang ia lakukan dengan menggunakan
hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar. Seekor kucing
yang lapar ditempatkan dalam sangkar berjeruji besi yang dilengkapi dengan
pengungkit, gerendel pintu, dan tali yang menghubungkan pengungkit dengan
gerendel. Peralatan tersebut ditata sedemikian rupa sehingga memungkinkan
kucing tersebut memperoleh makanan yang ada di depan pintu. Berdasarkan
hasil eksperimennya, Thorndike menyimpulkan bahwa belajar adalah
hubungan antara stimulus dan respons.

7
Menurut Thorndike, belajar berproses melalui trial and error (mencoba-
coba dan mengalami kegagalan) dan law of effect yang berarti bahwa segala
tingkah laku yang berakibatkan suatu keadaan yang memuaskan (cocok
dengan tuntutan siatuasi) akan diingat dan dipelajari dengan sebaik-baiknya.
Teori Connectionism memandang bahwa organisme (juga manusia)
sebagai mekanismus yang hanya bergerak atau bertindak jika ada perangsang
yang memengaruhi dirinya. Terjadinya otomatisasi dalam belajar disebabkan
adanya law of effect tersebut. Karena adanya law of effect terjadilah hubungan
(connection) atau asosiasi antara tingkah laku atau reaksi yang dapat
mendatangnya sesuatu hasil (effect).

5. Teori Conditioning
Teori Conditioning ini dipelopori oleh Pavlov, seorang ahli psikologi-
refleksologi dari Rusia yang menggunakan anjing dalam melakukan
eksperimen. Seekor anjing dimasukkan ke dalam kamar gelap yang hanya
tersedia satu lubang yang terletak di depan moncongnya sebagai tempat
menyodorkan makanan atau menyorotkan cahaya pada saat diadakan
percobaan. Dengan demikian, dapat diketahui keluar tidaknya air liur dari
moncong anjing itu pada saat diadakan percobaan.
Pada percobaan-percobaan yang dilakukan terhadap anjing itu, Pavlov
mendapatkan kesimpulan bahwa gerakan-gerakan refleks dapat dipelajari dan
dapat berubah karena mendapat latihan. Terdapat dua macam refleks, yaitu
refleks wajar (unconditioned reflex) sebagaimana air liur anjing yang keluar
ketika melihat makanan yang lezat, dan refleks bersyarat atau refleks yang
dipelajari (conditioned reflex) sebagaimana air liur anjing yang keluar karena
menerima atau bereaksi dengan warna sinar tertentu atau terhadap suatu bunyi
tertentu.
Penganut teori Conditioning ini memandang bahwa segala tingkah laku
manusia tidak lain adalah hasil dari conditioning, yaitu hasil dari latihan-
latihan atau kebiasaan-kebiasaan mereaksi terhadap perangsang-perangsang
tertentu yang dialami di dalam kehidupannya.
Setiap teori belajar menurut pandangan Ilmu Jiwa merupakan hasil
eksperimen para ahli yang dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran
dengan memperhatikan kelebihan dan kekurangan teori masing-masing. Teori
belajar menurut Ilmu Jiwa Daya dapat diterapkan dalam pembelajaran yang
menuntut hafalan, sedangkan teori belajar menurut Ilmu Jiwa Gestalt tepat
diterapkan dalam pembelajaran yang memerlukan pemahaman. Adapun teori
belajar menurut Ilmu Jiwa Asosiasi tepat digunakan dalam pembelajaran yang
menuntut penerapan.

8
G. Macam-macam Domain Belajar

Pembelajaran dapat dilihat dalam domain atau dimensi yang berbeda. Domain atau
dimensi pembelajaran pada umumnya terdiri atas dimensi kognitif, dimensi afektif,
dan dimensi psikomotor. Masing-masing domain pun terdiri atas tingkatan berbeda
yang bergantung pada tingkat kemampuan yang dapat ditampilkan. Tingkatan
pembelajaran dari masing-masing domain ini diperkenalkan oleh Bloom pada tahun
1956 yang dikenal dengan Bloom’s taxonomy (Eldemen & Mandle, 2006).

1. Domain kognitif, merupakan domain belajar yang berkaitan dengan


pemikiran rasional yang terkait fakta-fakta dan konsep-konsep. Domain
kognitif merujuk kepada pengetahuan dan bergerak dari konsep yang
sederhana menuju konsep yang kompleks (Rankin & Stallings, 2001). Domain
kognitif inilah yang biasa digunakan untuk mengukur kemampuan intelektual
pembelajar karena domain kognitif juga mencakup kemampuan mengingat
kembali materi pembelajaran yang telah diberikan. Tingkatan dari domain
kognitif terdiri atas :
a) Mengetahui (Know)
Mengetahui meliputi kemampuan untuk mengenali dan mengingat
kembali peristilahan, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metedologi,
prinsip dasar, dll terkait hal yang baru diketahuinya. Tahap ini dapat
ditandai pembelajar yang dapat menjawab dan melaksanakan
pertanyaan atau kegiatan yang menggunakan kata kerja seperti
mengidentifikasi, menentukan, merangkai, memasangkan dan
seterusnya (Rankin & Stallings, 2001).
b) Memahami (Comprehend)
Memahami meliputi kemampuan untuk menangkap arti dari sesuatu
hal yang telah dipelajari. Kemampuan ini dinyatakan dalam
menguraikan isi pokok dari suatu bacaan. Tahap ini dapat ditandai
pembelajar yang dapat menjawab dan melaksanakan pertanyaan atau
kegiatan yang menggunakan kata kerja seperti mendeskripsikan,
mendiskusikan, menjelaskan, merangkum, dan seterusnya (Rankin &
stalling 2021 ).
c) Aplikasi (Application)
Pada tingkat pengaplikasian, seseorang sudah mampu untuk
menerapkan kaidah atau teori dan teknik yang telah dipelajarinya
untuk menyelesaikan masalah yang ada pada kehidupan nyata atau
pada kasus atau problem yang ditemuinya. Bentuk hal yang
diaplikasikan terdiri atas gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dll.
Tahap ini dapat ditandai pembelajar yang dapat menjawab dan
melaksanakan pertanyaan atau kegiatan yang menggunakan kata kerja
seperti mendeskripsikan, mendiskusikan, menjelaskan, merangkum, dll
(Rankin & Stallings, 2001).

9
d) Analisis (Analysis)
Dalam tingkat analisis, seseorang sudah mampu menjabarkan suatu
materi atau objek yang kompleks ke bagian yang lebih sederhana atau
menyelesaikan sesuatu materi atau masalah yang kompleks ke bagian
yang lebih sederhana. Tahap ini dapat ditandai pembelajar yang dapat
menjawab dan melaksanakan pertanyaan atau kegiatan yang
menggunakan kata kerja seperti mendeskripsikan, membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya (Kholid, 2012).
e) Sintesis (Synthesis)
Pada tingkat sintesis seseorang mampu mengumpulkan komponen
yang sama guna membentuk satu pola pemikiran baru. Tahap sintesis
ini ditandai dengan kemampuan untuk membuat sesuatu,
mengintegrasikan ide-ide menjadi solusi atas masalah yang ditemui,
merancang rencana tindakannya dan merumuskan sebuah skema
klasifikasi baru.
f) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi adalah kemampuan untuk membuat pendapat mandiri
berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan. Kriteria tersebut dapat
berupa kriteria internal maupun eksternal. Tingkatan tertinggi ini
ditandai dengan kemampuan menilai sesuatu berdasarkan nilai, logika
dan fungsinya sesuai dengan pengetahuan yang telah diketahui
sebelumnya. Tahap ini dapat ditandai pembelajar yang dapat
menjawab dan melaksanakan pertanyaan atau kegiatan yang
menggunakan kata kerja seperti membandingkan, membedakan,
menguji, memberikan argument dan lainnya (Rankin & Stallings,
2001).

2. Domain afektif merupakan domain belajar dengan berkaitan dengan perasaan


dan reaksi pembelajar terhadap hal-hal yang dipelajarinya dan akan memicu
terjadinya perubahan perilaku dan nilai. Domain afektif merujuk kepada sikap
atau perilaku pembelajar (Rankin & Stallings, 2001). Domain afektif
menjelaskan secara singkat mengenai pengakuan nilai, kepercayaan spiritual
dan agama, dan sikap individu yang dapat mempengaruhi keputusan dan
kemajuan dalam menyelesaikan masalah. (Eldemen & Mandle, 2006). Domain
afektif dibagi menjadi lima subkategori , yaitu :
a) Penerimaan (Receiving)
Penerimaan meliputi kesediaan untuk menerima fenomena yang terjadi
di lingkungannya. Contohnya ialah menerima pendapat orang lain.
b) Pemberian Tanggapan (Responding)
Tanggapan memberikan reaksi terhadap fenomena yang terjadi
lingkungannya. Tanggapan tersebut dapat berupa persetujuan, dan
kesediaan. Contohnya ialah memberikan reaksi terhadap suatu suatu
pemicu yang diberikan baik secara verbal maupun nonverbal.

10
c) Pemberian Nilai (Valuing)
Pemberian nilai berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan
pada suatu objek, fenomena, atau tingkah laku. Contoh dari tahap
memberi nilai adalah ketika seseorang memberikan nilai pada suatu
objek atau perilaku yang ditunjukkan kepadanya.
d) Pengorganisasian (Organization)
Pengorganisasian bermakna kemampuan memadukan nilai-nilai yang
berbeda, menyelesaikan konflik, dan membentuk suatu sistem untuk
menyelesaikan masalah.
e) Karakterisasi (Characterization)
Pengarakteristikan bermakna kemampuan untuk menghayati nilai
kehidupan sedemikian rupa, sehingga menjadi milik pribadi dan
menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur kehidupan sendiri.
kemampuan ini juga didukung dengan mampu bereaksi dan merespon
sistem nilai yang ditemuinya.

3. Domain psikomotor merujuk pada kemampuan motorik individu dalam


mengaplikasikan pengetahuannya. Domain psikomotor merupakan domain
belajar yang melibatkan perolehan keterampilan yang membutuhkan integerasi
aktivitas otot dan pikiran seperti kemampuan berjalan atau kemampuan
mengggunakan alat makan (Redman, 2007 dalam Potter & Perry, 2009). Tidak
seperti kedua domain lainnya yang dibuat oleh Bloom, domain psikomotor ini
dibuat oleh para ahli psikologi yang terdiri atas Dave (1967), Simpson (1972),
dan Harrow (1972) (Widodo, Suryanti & Mintohardi). Berikut ialah kategori
tingkatan dalam domain psikomotorik :
a) Imitasi
Kategori ini merupakan tingkat pertama dari tingkat pembelajaran
psikomotor. Tahap imitasi ini ditandai dengan proses peniruan hal
yang dipelajari oleh pembelajar. Contoh kata kerja yang mencirikan
tahap imitasi ini adalah mengamati, mencoba, mengikuti, mengulang
dan lain-lain.
b) Manipulasi
Tingkatan selanjutnya ialah manipulasi. melakukan keterampilan atau
menghasilkan produk berdasarkan petunjuk umum yang diberikan
bukan berdasarkan hasil observasi mandiri. Contoh kata kerja yang
sesuai dengan kategori ini ialah mengikuti petunjuk, melengkapi,
memainkan, dan lain-lain.

11
c) Presisi
Kategori ini merupakan kategori mandiri dimana pembelajar sudah
mampu melakukan keterampilan atau menghasilkan produk dengan
akurasi, proporsi, dan ketepatan yang sesuai. Contoh kata kerja yang
sesuai dengan kategori ini ialah ahli, mahir, terampil, mengontrol,
mempraktikkan dan lain-lain.
d) Artikulasi
Kategori artikulasi merupakan kategori dimana pembelajaran mampu
memodifikasi keterampilan yang dimilikinya sesuai dengan situasi
baru yang dihadapi atau menggabungkan beberapa keterampilan dalam
bentuk dan urutan yang harmonis dan konsisten. Contoh kata kerja
yang sesuai dengan kategori ini ialah membangun, mengembangkan,
memodifikasi, meningkatkan, dan lain-lain.
e) Naturalisasi
Tingkatan tertinggi dalam domain psikomotorik ini ditandai dengan
kemampuan pembelajar untuk menyelesaikan satu atau lebih
keterampilan dengan mudah dan membuat keterampilan otomatis
dengan tenaga fisik atau mental yang dimiliki. Contoh kata kerja yang
mencirikan kategori ini ialah mendesain, menentukan, mengatur,
menemukan, mengelola, dan lain-lain.

12
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :


 Proses pembelajaran pada konsep pendidikan kesehatan ini dapat diparaktikan
oleh siapa pun, di mana pun, dan kapan pun. Menurut Mubarak dkk (2007),
adanya perubahan dari tahu menjadi tidak tahu dan dari ridak mampu
melakukan menjadi mampu merupakan ciri perubahan dari seseorang yang
sedang melakukan proses pembelajaran.
 Mengacu pada uraian tentang belajar menurut pandangan para ahli pendidikan
dan psikologi di atas, secara singkat dapat disimpulkan bahwa belajar
merupakan aktivitas psiko dan fisik yang menghasilkan perubahan atas
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang relatif bersifat konstan. Meskipun
para ahli sepakat bahwa inti dari perbuatan belajar adalah perubahan tingkah
laku, tetapi terdapat bermacammacam cara untuk mendapatkan perubahan itu.
Setiap perbuatan belajar mempunyai ciri masing-masing sesuai dengan sudut
pandang masing-masing ahli.
 Belajar dalam arti luas merupakan suatu proses yang memungkinkan
timbulnya atau berubahnya suatu tingkah laku baru yang bukan disebabkan
oleh kematangan dan sesuatu hal yang bersifat sementara sebagai hasil dari
terbentuknya respons utama.
 Teori belajar memilki beberapa macam, diantaranya :
 Teori Ilmu Jiwa Daya
 Teori Gestalt
 Teori Asosiasi
 Teori Connectionism
 Teori Conditioning

B. Saran

Berdasarkan materi yang sudah kelompok 5 bahas. Bahwa di dalam makalah ini
terdapat pengertian mengenai apa itu pendidikan kesehatan, konsep belajar, teori
belajar yang di kemukakan oleh para ahli,dan macam-macam domain belajar. Dengan
ini kami seluruh anggota kelompok 5 sekaligus tim penulis ingin menyampaikan
saran kepada pembaca untuk memahami isi dari makalah kami, supaya kita para calon
perawat dapat memperaktikkannya dengan baik sehingga ketika suatu saat kita
melakukan pendidikan kesehatan kepada pasien atau masyarakat umum, mereka dapat
memahami dengan baik.

13
DAFTAR PUSTAKA
Hanafy, Muh Sain. 2021. Konsep Belajar dan Pembelajaran.
https://media.neliti.com/media/publications/145621-ID-konsep-belajar-dan-pembelajaran.pdf.
(1 Juni 2014).

Hayati, Sri. 2017. Belajar dan Pembelajaran Berbasis Cooperative Learning. Magelang :
Graha Cendekia.

Nurmala, Iren, dkk. 2018. Promosi Kesehatan. Surabaya : Airlangga University Press.

Radiah, Roma. 2021. Domain Belajar Promosi Kesehatan.


https://id.scribd.com/doc/244557720/Domain-Belajar-Promosi-Kesehatan.

(27 Oktober 2014).

14

Anda mungkin juga menyukai