Anda di halaman 1dari 82

POLA KOMUNIKASI MASYARAKAT PENGUNGSI BURU DI DUSUN

NAHEL, NEGERI AMAHUSU KECAMATAN NUSANIWE

KOTA AMBON

SKRIPSI

Diajukan guna memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana

OLEH:

NAMA: JANSEN WILSON LUHULIMA

NIM: 2013-22-231

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2021

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul ……………………………………………………………..………


i
Daftar Isi ……………………………………………………................................
ii
Lembaran Persetujuuan …………………………………................................
iv
Biodata ………………………………………………………............................ v
Halaman Pernyataan Bersama …………………………………………………
vi
Halaman Pernyataan Keaslian ………………………………………………….
vii
Abstrak ………………………………………………………............................
vii
Abstract ……………………………………………………............................... ix
Moto ………………………………………………………………….……….…..
x
Persembahan ……………………………………………………………………...
xi

Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang ………………………....................................................
1
B. Rumusan Masalah …………………………………..............................
4
C. Pembahasan Masalah ………………………………………………..… 4
D. Tujuan Penelitian ………………………………………………………….
4

ii
E. Manfaat Penelitian …………………………………………………….....
4
F. Sistimatika Penulisan………………………………………………………
5
Bab II Tinjauan Pustaka
A. Uraian Teori …………………………………………..…………….……
7
B. Defenisi Operasional …………………………………………….……..
30
C. Kerangka berpikir …………………………………………………………
31
BAB III Metode Penelitian
A. Lokasi Penelitian ………………………………………………….…….
32
B. Tipe Penelitian ………………………………………………….…..…...
32
C. Informan …………………………………………………………..……….
33
D. Teknik Pengumpulan Data ……………………………………….….…
33
E. Teknik Analisa Data …………………………………………..….……...
34
BAB IV Hasil Penelitian
A. Hasil Penelitian …………………………………...................................
37
B. Pembahasan ……………………………………………………………..
61
BAB V Kesimpulan Dan Saran
A. Kesimpulan ………………………………………………………………..
66

iii
B. Saran ……………………………………………………..………….……
67
C. Daftar Pustaka …………………………………………………….…….
68

LAMPIRAN

iv
v
BIODATA

Identitas Diri
Nama : JANSEN WILSON LUHULIMA
Tempat Tgl Lahir : Ambon, 25 Januari 1996
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat Rumah : Air Salobar
Nomor HP : 081247072475
Alamat E-mail : jansenwilsonluhulima@gmail.com

Riwayat Pendidikan

- Tamatan SD Negeri Teladan Ambon Tahun 2007


- Tamatan SMP Negeri 6 Ambon Tahun 2010
- Tamatan SMA Kristen YPKPM Ambon Tahun 2013

Riwayat Prestasi

- Juara 2 Bola Kaki Gawang Mini Kusu-Kusu

Demikian biodata ini di buat dengan sebenarnya.

vi
HALAMAN PERNYATAAN BERSAMA

Sebagai civitas akademik Fisip Unpatti, saya yang bertanda tangan


dibawah Ini :
Nama : JANSEN WILSON LUHULIMA
NIM : 2013-22-231
Program studi : ILMU KOMUNIKASI
Jenis Karya : SKRIPSI
Menyatakan bahwa demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui
untuk memberikan fisip unpatti hak menyimpan, mengalih media/format,
mengelolanya dalam bentuk pangkalan data (database) mendistribusikan,
menggunakan data dan menampilkan/mempublikasikan di internet atau
media lain untuk kepentingan akademisi tanpa perlu meminta ijin dari saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan
sebagai pemilik hak cipta atas karya ilmiah saya berjudul :
POLA KOMUNIKASI MASYARAKAT PENGUNGSI BURU DI DUSUN
NAHEL, NEGERI AMAHUSU KECAMATAN NUSANIWE KOTA AMBON
Segala tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran hak cipta dalam
karya ilmiah ini menjadi tanggung jawab saya pribadi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebernarnya .

Dibuat di : Ambon

Pada Tanggal : 11 Januari 2021

Yang Menerima Yang Menyatakan

(Ronaldo Alfredo, S.Sos, M.I.Kom) (Jansen Wilson Luhulima)

vii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa penulisan skripsi ini tidak ada
atau tidak sama sebagai karya tulisan yang pernah diajukan untuk
memperoleh derajat keserjanaan (S1) di perguruan tinggi manapun
pengetahuan penulisan, sebagai hasil ini, terkecuali secara tertulis dalam
naskah ini, yang penulis sebutkan dalam lembaran daftar pustaka skripsi
ini.

dengan demikian surat ini saya buat, dan apabila kemudian hari,
ada pihak lain yang merasa karya ini sebagai PLAGIAT, maka saya
bersedia menerima sanksi secara akademik sesuai aturan perundang-
undangan yang berlaku.

Ambon, 11 Januari 2021

Penulis

JANSEN WILSON LUHULIMA


NIM : 201322231

viii
ABSTRAK

Jansen Luhulima: Pola Komunikasi Masyarakat Pengungsi Buru di Dusun


Nahel, Negeri Amahusu, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon. Pembimbing
I: Yustina Sopacua, dan Pembimbing II: Selvianus Salakay

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk


mengetahui komunikasi kelompok masyarakat pengungsi Buru Dusun
Nahel dengan masyarakat Amahusu.

Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Nahel, Negeri Amahusu, Kota Ambon,


Maluku. Pengambilan data primer dilakukan melalui observasi dan
wawancara terhadap sejumlah informan yang dianggap memahami proses
komunikasi yang terjadi antara masyarakat pengungsi Dusun Nahel dengan
masyarakat Amahusu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses interaksi yang terukur lewat


kontak, komunikasi dan akomodasi masyarakat pengungsi Nahel dengan
masyarakat Amahusu mengalami kendala dalam membangun hubungan
sosial diantara kedua kelompok masyarakat tersebut. Adanya
permasalahan akomodasi atau penyesuaian terhadap beberapa
kesepakatan awal kedua masyarakat berimbas pada rendahnya intensitas
kontak dan komunikasi di antara kedua masyarakat tersebut dan
berdampak pada persoalan-persoalan sosial yang justru semakin
menghambat interaksi sosial diantara mereka.

Kata Kunci: Pola Komunikasi, Pengungsi

ix
ABSTRACT

Jansen Luhulima: Communication Patterns of Buru Refugee Communities


in Dusun Nahel, Negeri Amahusu, Nusaniwe District, Ambon. Supervised
by Yustina Sopacua and Selvianus Salakay

This research is a qualitative descriptive study that aims to find out the
group communication of Buru refugee community at Dusun Nahel with
Amahusu community.

The research was conducted in Dusun Nahel, Negeri Amahusu, Ambon,


Maluku. Primary data collection was carried out through observation and
interviews with a number of informants who know about the communication
process that occurred between the refugee community of Dusun Nahel and
the Amahusu community.

The results showed that the interaction process through contact,


communication, and accommodation of the Nahel refugee with the
Amahusu community encountered some obstacles in building social
relations. The problem of accommodation or adjustments to some
agreements between the two communities resulted in the low intensity of
contact and communication and had an impact on social problems which
actually hampered social interaction between them.

Keywords: Communication Patterns, Refugee

x
Moto

“Mazmur 28:7
TUHAN adalah kekuatanku dan perisaiku; kepada-Nya hatiku percaya.
Aku tertolong sebab itu beria-ria hatiku, dengan nyanyikanku aku bersyukur
kepada-Nya”

xi
Persembahan:

Skripsi ini kupersembahkan dan ku ucapkan terima kasih kepada :

 (Almarhum) Papa Samuel Luhulima, Mama Sien Luhulima, adik


Agnes Luhulima, dan keluarga yang penulis cintai dan banggakan,
terutama yang sudah berkorban bagi penulis selama mengikut
proses perkuliahan sampai ditahap penyusunan skripsi ini
 Istri tercinta Mey Loupatty dan anak terkasih Cenzo Samuel
Luhulima
 Almamater tercinta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Pattimura

xii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi merupakan sebuah kegiatan yang kita lakukan sehari
hari kegiatan berkomunikasi mempermudah kita sebagai makluk sosial
untuk bersosialisasi dan mempertahankan hidup kita. Komunikasi
merupakan proses penyampaian pesan dari komunikator kepada
komunikan. Hakikat komunikasi adalah ”proses pernyataan antara manusia
dimana yang dinyatakan itu adalah pikiran, perasaan seseorang kepada
orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya”
(Efendy, 1993:28).
Namun pengertian komunikasi secara entimaulogis, menurut Willbur
Schramm, berasal dari bahasa latin “communication” (pemberitahuan,
pemberian bagian, pertukaran, ikut ambil bagian, pergaulan, persatuan
peran serta atahu kerja sama). Asal katanya sendiri berasal dari kata
”communis” yang berarti ”comman” (bersifat umum, sama atahu bersama-
sama). Sedangkan kata kerjanya “communicare” yang berarti berdialog
berunding atahu bermusyawarah.
Jadi komunikasi terjadi apabila kesamaan makna mengenai sesuatu
pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan.
Pengertian komunikasi yang demikian sangat terbatas karnanikasi
menyangkut banyak tahap, sehingga sifatnya tidak statik akan tetapi
dinamis, yaitu bergerak atahu berkembang dari tahap satu ke tahap
lainnya, karena itu sebuah kegiatan komunikasi disebut sebagai ”proses
komunikasi, komunikasi juga mengacu pada tindakan baik oleh satu orang

1
atahu lebih yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh
gangguan (noise).
Terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh
tertentu dan ada kesepakatan untuk melakukan umpan balik (Jhosep A.
Devito,1997:23) sebagai ilmu, komunikasi merupakan kumpulan
pengetahuan yang disusun secara sistimatis berdasarkan fakta dan riset. Ia
melakukan penyelidikan masalah, kontrol dan pengujian menurut kaidah-
kaidah dan secara normatif hasilnya dapat disajikan dan diterapkan untuk
menciptakan dan membina tatanan dalam pribadi maupun dalam hidup
bermasyarakat. Dari pengertian komunikasi yang telah dikemukakan, maka
jelas bahwa komunikasi antar manusia hanya bisa terjadi, jika ada
seseorang yang menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujugan
tertentu, artinya komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya
sumber, pesan, media, penerima dan efek. Unsur-unsur ini bisa juga
disebut komponen atahu elemen komunikasi.
Kelompok adalah sekumpulan yang mempunyai tujugan bersama
berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujugan bersama, mengenal
satu sama lainnya dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok
tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga,
kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah atahu suatu komite yang
tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan dalam komunikasi
kelompok, juga melibatkan komunikasi antar pribadi. Karena itu
kebanyakan teori komunikasi antar pribadi berlaku juga bagi komunikasi
kelompok.
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara
beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat,
pertemuan, konperensi dan sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael
Burgoon (dalam Wiranto, 2005) Mendefinisikan komunikasi kelompok

2
sebagai interaksi secara tetap muka antara tiga orang atahu lebih, dengan
tujugan yang telah diketahui, seperti berbagai informasi, menjaga diri
pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat
karakteristik pribadi anggota anggota yang lain secara tepat. Kedua defenisi
komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya
komunikasi tatap muka, peserta komunikasi lebih dari dua orang, dan
memilki susunan rencana kerja tertentu untuk mencapai tujugan kelompok.
Nahel merupakan salah satu yang dulunya bermukim di Kecamatan
Namlea Kabupaten Buru Dusun Nametek, namun akibat konflik
kemanusian yang terjadi tahun 1999 memaksa mereka harus keluar
meninggalkan tempat mereka tinggal, setelah direlokasi oleh Pemerintah
Daerah dan mendapat lokasi untuk bermukim di Negeri Amahusu sejak
tahun 2004, namun pembangunan yang berbeda sehingga tidak semua
kepala keluarga dapat membangun rumah mereka secara bersamaan,
dikarenakan sebagian besar kepala keluarga memiliki latar belakang
sebagai petani. Selain ditempatkan di Negeri Amahusu sebagian pengungsi
dari Kabupaten Buru ini juga ada yang mendapat tempat untuk bermukim
Dusun Airlow Kecamatan Nusaniwe. Namun 33 kepala keluarga lebih
memilih untuk menetap di Negeri Amahusu, mereka tergabung dalam 1
rukun tetangga, dalam mempermudah masyarakat untuk menuju tempat
mereka bermukim sehingga mereka harus bahu-membahu membuat jalan
setapak dengan bantuan dari Pemerintah Daerah. Dalam melakukan
penelitian 19 Agustus 2018 di Negeri Amahusu penulis menemukan
beberapa kendala yang dihadapi masyarakat Nahel antara lain :
1. Kurangnya komunikasi antara Pemerintah Negeri Amahusu dengan
masyarakat Nahel sehingga mereka harus meminta bantuan dari
pemerintah daerah untuk memfasilitasi akses jalan menuju lokasi
tempat tinggal mereka.

3
2. Pola komunikasi kelompok antara pemuda Negeri Amahusu dengan
pemuda masyarakat Nahel yang berjalan kurang baik dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Dalam aktivitas setiap harinya masyarakat Nahel juga belum diterima
oleh masyarakat Negeri Amahusu dengan berbagai alasan, antara
lain Nahel merupakan masyarakat yang mengungsi akibat konflik
sosial dan lain sebagainya sehingga kehidupan sosial masyarakat di
Negeri Amahusu tidak sepenuhnya berjalan dengan baik.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis mengangkat judul yang
akan diteliti adalah sebagai berikut : Pola Komunikasi Masyarakat
Pengungsi Buru Di Dusun Nahel, Negeri Amahusu Kecamatan
Nusaniwe Kota Ambon

B. Rumusan Masalah
Beranjak dari uraian latar belakang masalah diatas maka di
rumuskan permasalahan pokok sebagai berikut : Bagaimana Pola
Komunikasi Masyarakat Pengungsi Buru Di Dusun Nahel, Negeri
Amahusu Kecamatan Nusaniwe Kota Ambon.

C. Pembatasan Masalah
Dalam rangka menyelesaikan penelitian ini dan sekaligus memberi batasan
sebagai akibat dari permasalahan yang diteliti, maka perlu memberikan
suatu batasan permasalahan yaitu pola komunikasi kelompok yang terjadi
pada masyarakat Dusun Nahel di Negeri Amahusu.

D. Tujugan Penelitian

4
Penelitian ini dilakukan dengan tujugan mengetahui bagaimana
komunikasi kelompok yang terjadi pada masyarakat Dusun Nahel di Negeri
Amahusu.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki dua manfaat yaitu secara teoritis dan secara
praktis.
1. Secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumbangan
penelitan dalam kajian ilmu komunikasi, khususnya terkait dengan
komunikasi kelompok.
2. Secara praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi
mahasiswa Ilmu Komunikasi di kemudian hari.

F. Sistimatika Penulisan
Penelitian ini akan disusun dalam bentuk skripsi dengan sistimatika
penulisan sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah
2. Rumusan Masalah
3. Pembatas Masalah
4. Tujugan Penelitian
5. Manfaat Penelitian
6. Sistimatika Penelitian
Bab II Tinjauan Pustaka
1. Uraian Teori
2. Defenisi Operasional

5
3. Kerangka Berpikir
Bab III Metode Penelitian
1. Objek Penelitian
2. Tipe atahu Jenis Penelitian
3. Populasi dan Sampel
4. Teknik Pengumpulan Data
5. Teknik Analisis Data
Bab IV Hasil Penelitian Dan Pembahasan
1. Hasil Penelitian
2. Pembahasan
Bab V Penutup
1. Kesimpulan
2. Saran

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Teori
1. Konsep Komunikasi
Komunikasi pada umumnya diartikan sebagai hubungan atahu
kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan masalah hubungan atahu
diartikan pula sebagai saling tukar menukar pendapat. Komunikasi juga
bisa diartikan hubungan kontak manusia baik induvidu maupun kelompok.
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara
beberapa orang dalam satu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, dan
sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael Boorgon (dalam Wirianto, 2005).
Mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka
antara tiga orang atahu lebih, dengan tujugan yang telah diketahui, berbagi
informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-
anggotanya mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain
secara tepat. Kedua definisi komunikasi kelompok diatas mempunyai
kesamaan yakni adanya komunikasi tatap muka, dan memiliki susunan
kerja tertentu untuk mencapai tujugan kelompok.
Komunikasi kelompok merupakan hubungan antar manusia dengan
masyarakat secara dialektis dalam eksternalisasi, objektivitas dan
internalisasi. Eksternalisasi adalah pencurahan kehadiran manusia, baik
dalam aktivitas maupun mentalitas. Melalui eksternalisasi, manusia
mengekspresikan dirinya dengan membangun dunianya. Objektivitas
adalah disandangnya produk-produk aktivitas suatu realitas yang
berhadapan dengan para produsennya (manusia) dalam suatu kefaktaan
yang eksternal terhadap yang lain, dari pada produsennya sendiri.
Internalisasi adalah peresapan kembali realitas oleh manusia dan

7
mentranformasikannya sekali lagi struktur-struktur dunia objektif kedalam
struktur-struktur kesadaran subjektif. Komunikasi kelompok dapat dikatakan
sebagai disiplin karena komunkisi ini mempunyai ruang lingkup,
menunjukan kemajugan dalam pengembangan teori serta mempunyai
metodologi reset, kritik dan menerapkan.
Dan B. Curtis, James J. Floyd, dan Jerril L. Winsor (2005, h. 149)
menyatakan komunikasi kelompok terjadi ketika tiga orang atahu lebih
bertatap muka, biasanya dibawah pengarahan seorang pemimpin untuk
mencapai tujugan atahu sasaran bersama dan mempengaruhi satu sama
lain.
 Interaksi tatap muka
Konsep komunikasi kelompok yang pertama adalah interaksi tatap muka.
Konsep interaksi tatap muka ini terjadi pada saat komunikator dan suatu
kelompok kecil (komunikan) berada di ruang dan waktu yang sama,
sehingga interaksi dilakukan dengan berhadap-hadapan. Komunikasi
kelompok secara tatap muka biasanya dilakukan oleh kelompok kecil.
Kelompok kecil terdiri lebih dari dua atahu tiga orang.
 Jumlah pelaku komunikasi lebih dari dua orang.
Michael Burgoon dan Michael Ruffner mendefenisikan komunikasi
kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atahu
lebih. Pengertian komunikasi kelompok dari Burgoon menyatakan bahwa
komunikasi kelompok terdiri atas tiga orang atahu lebih. Ini merupakan
konsep terpenting dalam komunikasi kelompok.
 Memiliki tujugan yang telah disepakati
Komunikasi kelompok dilakukan untuk mendiskusikan suatu masalah
atahu diskusi untuk mendapatkan strategi-strategi untuk mencapai tujugan
bersama. Setiap anggota kelompok memiliki gagasan-gagasan atahu ide-
ide yang kemudian disatukan dalam diskusi kemudian digabungkan oleh

8
pemikiran-pemikiran yang lain. Kemudian anggota-anggota kelompok
menyepakati suatu tujugan untuk dicapai bersama.
 Memiliki komunikasi yang sistematis
Konsep memiliki komunikasi yang sistematis artinya setiap kelompok
memiliki berbagai tahapan untuk mencaoai suatu tujugan bersama.
Komunikasi kelompok lebih mempedulikan susunan atahu tahapan-tahapan
untuk mencapai tujugan bersama. Misalnya, suatu kelompok mengadakan
rapat pada suatu acara komunitas maka hal yang diperhatikan untuk
mencapai kesuksesan acara tersebut adalah melakukan tahapan-tahapan
mulai dari perencanaan sampai pencapaian tujugan.
 Komunikasi dipimpin oleh satu orang
Komunikasi kelompok biasa dipimpin oleh seorang pemimpin komunikasi.
Seorang pemimpin dalam kelompok disebut sebagai mauderator. Dengan
adanya peran seorang pemimpin maka komunikasi kelompok dapat
berjalan dengan baik dan dalam waktu yang efisien.
 Umpan balik komunikasi secara langsung
Komunikasi kelompok yang dilakukan secara tatap muka memberikan
umpan balik secara langsung, sehingga komunikasi sangat efektif. Umpan
balik yang cepat mencegah permasalahan-permasalahan komunikasi yang
sering terjadi seperti salah paham.
 Pertukaran informasi
Konsep ini menjadi konsep penting berikutnya karena dalam proses
komunikasi bertujugan untuk memperoleh informasi. Komunikasi kelompok
memiliki proses pertukaran informasi yang lebih detail dan menarik karena
terdiri dari beberapa gagasan atahu ide dari masing-masing anggota
kelompok.

9
 Komunikasi yang terbuka
Komunikasi yang terbuka menjadi konsep yang penting yang ada dalam
komunikasi kelompok. Komunikasi terbuka memudahkan seorang anggota
kelompok untuk memahami karakter anggota kelompok lainnya agar
komunikasi yang efektif dapat tercipta.
2. Komunikasi Antarbudaya
Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara
orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik
atahu sosioekonomi, atahu gabungan dari semua perbedaan ini).
Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh
sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi (Tubbs,
Mauss:1996). Komunikasi antarbudaya memiliki akarnya dalam bahasa
(khususnya sosiolinguistik), sosiologi, antropologi budaya, dan psikologi.
Dari keempat disiplin ilmu tersebut, psikologi menjadi disiplin acuan utama
komunikasi lintas budaya, khususnya psikologi lintas budaya.
Pertumbuhan komunikasi antarbudaya dalam dunia bisnis memiliki
tempat yang utama, terutama perusahaan–perusahaan yang melakukan
ekspansi pasar ke luar negaranya notabene negara–negara yang ditujunya
memiliki aneka ragam budaya. Berbicara mengenai komunikasi
antarbudaya, maka kita harus melihat dulu beberapa defenisi yang diikuti
oleh Ilya Sunarwinadi ( 1993: 7-8 ) berdasarkan pendapat para ahli antara
lain :
 Sitaram ( 1970 )
Seni untuk memahami dan saling pengertian antara khalayak yang
berbeda kebudayaa
 Samauvar L Porter ( 1972 )
Komunikasi antarbudaya terjadi manakala bagaian yang terlibat
dalam kegiatan komunikasi tersebut membawa serta latar belakang

10
budaya pengalaman yang berbeda yang mencerminkan nilai yang dianut
oleh kelompoknya berupa pengalaman, pengetahuan, dan nilai
Komunikasi antarbudaya merupakan peristiwa yang terus
berkembaang sepanjang kehidupan masyarakat. Dalam konteks teori
komunikasi, hubungan antarbudaya menjadi substansi interaksi antar
manusia, baik sebagai individu maupun sosisal, politik, ekonomi, dan bisnis
antarnegara. Untuk melengkapi pemahaman mengenai pengertian
komunikasi antarbudaya, berikut adalah beberapa definisi yang dapat
dijadikan rujukan, yaitu sebagai berikut:
a. Komunikasi antarbudaya (intercultural communication) adalah proses
pertukaran pikiran dan makna antara berbeda budaya ketika
komunikasi terjadi antara orang-orang berbeda bangsa, kelompok ras,
atahu komunitas bahasa, komunikasi tersebut disebut komunikasi
antarbudaya.
b. Komunikasi antarbudaya adalah penyartaan diri antarpribadi yang
paling efektif antara dua orang yang saling berbeda latar belakang
budaya.
c. Komunikasi antarbudaya adalah pengalihan informasi seorang yang
berkebudayaan tertentu kepada orang yang berkebudayaan lain.
Dalam komunikasi antarmanusia dan budaya, berkenan dengan
bahasa, ada bahasa lisan, bahasa tulisan, bahasa isyarat, bahasa jarak,
dan sebagainya. Menurut Ohoiwutun (1997), bahasa dalam konteks
masyarakat dan kebudayaan dipelajari dalam dua dimensi, yaitu dimensi
penggunaan dan dimensi struktur .
Dalam dimensi penggunaan bahwa yang dimaksudkan dengan yang
di tuturkan oleh mereka adalah sebagai berikut:

11
a. Bahasa merupakan cara khusus kata-kata diseleksi dan di gabung
menjadi ciri khas seseorang, satu kelompok, atahu masyarakat
tertentu.
b. Dimensi struktur, bahasa diberi defenisi dan bergantung pada
pendekatan yang dilakukan.
3. Teori Akomodasi komunikasi
Teori Akomodasi Komunikasi adalah salah satu teori komunikasi
yang dikemukakan oleh Howard Giles beserta teman-temannya berkaitan
dengan penyesuaian interpersonal dalam sebuah interaksi komunikasi.
Mereka mengemukakan teori ini pada tahun 1973, berawal dari pemikiran
Giles mengenai maudel “maubilitas aksen” yang didasarkan pada berbagai
aksen yang dapat didenganar pada sebuah situasi wawancara.Mereka
mengamati bahwa dalam sebuah wawancara, dengan pewawancara dan
narasumber yang memiliki perbedaan latar belakang budaya, ada
kecenderungan seseorang yang diwawancarai akan cenderung
menghormati orang dari institusi tertentu yang sedang mewawancarainya.
Dalam kondisi tersebut orang yang sedang diwawancarai akan cenderung
mengikuti alur pembicaraan dari pewawancara. Pada saat itulah orang
yang sedang diwawancarai sedang melakukan akomodasi komunikasi.
Dengan kata lain teori ini erat kaitannya dengan masalah kebudayaan.
Akomodasi adalah sebuah kemampuan untuk menyesuaikan,
memodifikasi, atahu mengatur perilaku seseorang ketika merespons
komunikasi atahu perilaku orang lain. Akomodasi lebih sering dilakukan
secara tidak sadar. Manusia cenderung memiliki asumsi-asumsi kognitif
internal sebagai pedoman yang kita gunakan ketika kita berbicara dengan
orang lain. Akan tetapi karena kita memiliki kultur yang berbeda dengan
orang lain, bisa jadi asumsi kebudayaan yang kita bawa juga tidak
sepenuhnya dapat mengakomodasi harapan dari lawan bicara kita.

12
Substansi dari teori akomodasi sebenarnya adalah adaptasi, yaitu
mengenai bagaimana seseorang menyesuaikan komunikasi mereka
dengan orang lain. Teori ini berpijak pada premis bahwa ketika seseorang
berinteraksi dalam sebuah komunikasi, mereka akan menyesuaikan
pembicaraan, vokal, dan atau tindak tanduk mereka untuk mengakomodasi
orang lain yang terlibat di dalam komunikasi tersebut. Sebenarnya, teori ini
terinspirasi dari sebuah penelitian yang dilakukan di dalam bidang ilmu
psikologi sosial. Oleh karena itu untuk memahami teori ini dengan utuh, kita
tidak bisa melepaskan teori ini dari asumsi psikologi sosial yang menjadi
inspirasi dari teori ini.
Menurut Stephen Worchel, pembicaraan dalam bidang ilmu psikologi
sosial biasanya berkaitan dengan aktivitas mencari akibat dari perilaku dan
sebab dari akibat tersebut dalam ranah interaksi sosial. Salah satu konsep
utama dalam psikologi sosial adalah identitas. Menurut Jessica Abrams,
Joan O’Cronnor dan Howard Giles, akomodasi merupakan salah satu
elemen yang mendasar dan sangat berpengaruh terhadap konstruksi
identitas. Sementara itu menurut Henri Tajfel dan John Turner, Teori
Identitas Sosial mengatakan bahwa identitas seseorang ditentukan oleh
kelompok tempat ia tergabung. Hipotesis yang mendasar teori identitas
menyebutkan bahwa dorongan yang kuat untuk mengevaluasi kelompok
seseorang secara positif dengan perbandingan terhadap kelompok lain baik
di dalam atau luar menuntun kelompok sosial tersebut untuk membedakan
diri mereka satu sama lain. Dari Teori Identitas Sosial ini, Giles
mendapatkan inspirasi bahwa akomodasi seseorang tidak hanya pada
orang tertentu saja tetapi juga pada seseorang yang dianggap merupakan
bagian dari kelompok lain.
Teori Akomodasi Komunikasi banyak didasari oleh asumsi-asumsi
yang ada di dalam Teori Identitas Sosial. Misalnya, apabila anggota dari

13
kelompok yang berbeda sedang berkumpul bersama, mereka akan
membandingkan dari mereka. Jika perbandingan itu bagi mereka adalah
sesuatu yang positif, maka akan muncul identitas sosial yang positif pula.
Giles memperluas gagasan ini dengan mengatakan bahwa hal yang sama
juga terjadi tidak hanya pada identitas, akan tetapi juga pada gaya bicara
(nada, aksen, kecepatan, pola interupsi) seseorang terhadap lawan
bicaranya.
Mengingat bahwa akomodasi dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu,
maka implikasinya dalam komunikasi pun faktor-faktor yang sama juga
akan mempengaruhi seseorang. Beberapa asumsi dasar yang dibangun
dalam Teori Akomodasi Komunikasi antara lain adalah:
1. Persamaan dan perbedaan dalam berbicara dan berperilaku terdapat
di dalam semua percakapan. Pengalaman dan latar belakang yang
bervariasi pada pelaku komunikasi akan menentukan sejauh mana
orang dapat melakukan akomodasi terhadap orang lain. Semakin
mirip perilaku dan keyakinan kita, semakin membuat kita tertarik
untuk melakukan akomodasi terhadap orang lain.
2. Cara kita memersepsikan tuturan dan perilaku orang lain akan
menentukan bagaimana kita mengevaluasi sebuah percakapan yang
kita lakukan. Persepsi dan evaluasi oleh karenanya berpengaruh
besar dalam akomodasi. Orang pertama-tama akan melakukan
persepsi atas apa yang terjadi di dalam percakapan, seperti gaya
bahasa dan kata-kata yang dipilih, sebelum mereka memutuskan
bagaimana mereka akan merespons kondisi tersebut.
3. Bahasa dan perilaku pelaku pembicara memberikan informasi
mengenai status sosial dan keanggotaan subjek tersebut terhadap
kelompok tertentu. Artinya dari bahasa dan perilaku dalam
komunikasi dapat dilakukan identifikasi terhadap posisi pelaku

14
komunikasi tersebut dalam strata sosial apakah termasuk kelas
bawah atau kelas atas dan selainnya.
4. Akomodasi akan bervariasi dalam hal tingkat kesesuaian terhadap
pelaku pembicara dan norma-norma sosial akan mengarahkan
proses akomodasi. Maksud dari asumsi ini adalah, akomodasi dapat
bervariasi dalam hal kepantasan sosial, sehingga akan terdapat
saat-saat ketika melakukan akomodasi tidak pantas untuk dilakukan.
Sementara itu norma-norma sosial memiliki peran yang penting
karena memberikan batasan dalam tingkatan yang bervariasi
terhadap perilaku akomodatif yang dipandang sebagai hal yang
diinginkan dalam sebuah komunikasi.

4. Teori Fungsional Struktural


` Seperti kita ketahui bersama, bahwa di dalam setiap
bentuk komunitas manusia pasti mempunyai suatu struktur atahu tatanan
baku di dalamnya dan yang paling penting adalah disertai fungsi yang
melekat pada setiap bagian struktur tersebut, entah itu menyangkut
kedudukan dalam masyarakat, atahu menyangkut pada hukum atahu hal
hal lain yang bisa diaplikasikan dalam bentuk tatanan baku. Karena dalam
suatu komunitas perlu adanya pattern yang berfungsi sebagai pengatur
tingkah laku anggota komunitasnya, atahu bersama membawa dalam satu
arah yang bersamaan ke tujugan yang lebih baik.
Dalam struktur sosial di suatu komunitas, individu ditempatkan
dalam suatu posisi yang mempunyai suatu fungsi yang sudah pasti
melekat padanya. Fungsi itu secara alamiah akan menempel pada individu
yang ada dalam suatu komunitas. Masing masing strata dalam manyarakat
akan menerima secara otomatis fungsi dari strata tersebut. Seorang ahli
ilmu sosial yang mendeskripsi struktur dan fungsi soaial dalam

15
masyarakat pada dimensi diadik atahupun pada dimensi differensial, serta
maurfologi sosial atahupun fisiologi sosialnya, dapat dimengerti latar
belakang kekerabatan, ekonomi, religi, mitologi, dan sector-sektor lain
dalam kehidupan masyarakat yang menjadi pokok perhatiannya. Struktur
dan fungsi sosial juga dapat dipakai sebagai kriterium untuk
menentukan batas dari suatu system sosial atahu suatu system kesatuan
masyarakat sebagai suatu organisma. Karena itu ilmu antropologi
diciptakan salah satunya bertujugan untuk menganalisa struktur-struktur
serta fungsi-fungsi sosial dari sebanyak mungkin masyarakat, sebagai
kesatuan-kesatuan, dan membandingkannya dengan metode analisa
komparatif untuk mencari azas-azasnya. Dengan demikian dapat
dikembangkan suatu klasifikasi besar dari semua jenis struktur sosial yang
ada di dunia, ke dalam beberapa tipe dan sub-tipe struktur sosial yang
terbatas.
Dalam penelitian masyarakat di lapangan, seorang peneliti
jangan hanya mengobservasi wujud dari struktur sosial, tetapi analisanya
harus sampai kepada pengertian bentuknya yang bersifat abstrak.
Bentuk struktur sosial dapat dideskripsi dalam dua keadaan. Seorang ahli
ilmu sosial dapat mendskripsikan bentuk dari suatu struktur sosial
dalam keadaan seolah-olah berhenti menjadi maurfologi sosial, tetapi
juga berproses menjadi fisiologi sosial.
Dalam hal ini Radcliffe Brown berpendapat bahwa suatu struktur dan
fungsi sosial di dalamnya merupakan total dari jaringan hubungan antar
individu-individu, dan kelompok-kelompok individu, yang mempunyai dua
dimensi, yaitu:1) hubungan pihak kesatu (individu atahu kelompok individu)
dengan pihak kedua 2) hubungan differensial yang artinya hubungan antara
satu pihak dengan beberapa pihak lainnya yang berbeda-beda, atahu
sebaliknya. Bentuk dari struktur sosial adalah tetap, dan apabila

16
mengalami perubahan, proses itu akan berjalan sangat lambat. Sedangkan
realitas struktur sosial, yaitu individu-individu dan kelompok-kelompok
individu yang ada di dalamnya selalu berubah dan berganti seiring
bergulirnya waktu. Tentunya ada beberapa peristiwa yang bisa mengubah
struktur sosial secara mendadak atahu bisa dikatakan hanya butuh waktu
yang relatif singkat. Peristiwa itu misalnya perang yang disebabkan
karena keinginan suatu kaum untuk mengadakan perubahan, peristiwa
kedua adalah revolusi, seperti yang kita ketahui bersama revolusi
pasti menginginkan perubahan dari struktur yang mendominasi
sebelumnya.
Teori fungsionalisme struktural adalah suatu bangunan teori yang
paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang. Tokoh-tokoh
yang pertama kali mencetuskan fungsional yaitu August Comte, Emile
Durkheim dan Herbet Spencer. Pemikiran structural fungsional sangat
dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai
organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang saling
ketergantungan, ketergantungan tersebut merupakan hasil atahu
konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup. Sama
halnya dengan pendekatan lainnya pendekatan structural fungsional ini
juga bertujugan untuk mencapai keteraturan sosial.
Teori struktural fungsional ini awalnya berangkat dari pemikiran
Emile Durkheim, dimana pemikiran Durkheim ini dipengaruhi oleh Auguste
Comte dan Herbert Spencer. Comte dengan pemikirannya mengenai
analogi organismik kemudian dikembangkan lagi oleh Herbert Spencer
dengan membandingkan dan mencari kesamaan antara masyarakat
dengan organisme, hingga akhirnya berkembang menjadi apa yang disebut
dengan requisite functionalism, dimana ini menjadi panduan bagi analisa
substantif Spencer dan penggerak analisa fungsional. Dipengaruhi oleh

17
kedua orang ini, studi Durkheim tertanam kuat terminology organismik
tersebut.
Durkheim mengungkapkan bahwa masyarakat adalah sebuah
kesatuan dimana didalamnya terdapat bagian–bagian yang dibedakan.
Bagian-bagian dari sistem tersebut mempunyai fungsi masing–masing yang
membuat sistem menjadi seimbang. Bagian tersebut saling interdependensi
satu sama lain dan fungsional, sehingga jika ada yang tidak berfungsi maka
akan merusak keseimbangan sistem. Pemikiran inilah yang menjadi
sumbangsih Durkheim dalam teori Parsons dan Merton mengenai struktural
fungsional. Selain itu, antropologis fungsional-Malinowski dan Radcliffe
Brown juga membantu membentuk berbagai perspektif fungsional maudern.
Selain dari Durkheim, teori struktural fungsional ini juga dipengaruhi
oleh pemikiran Max Weber. Secara umum, dua aspek dari studi Weber
yang mempunyai pengaruh kuat adalah :
a) Visi substantif mengenai tindakan sosial dan
b) Strateginya dalam menganalisa struktur sosial.
Pemikiran Weber mengenai tindakan sosial ini berguna dalam
perkembangan pemikiran Parsons dalam menjelaskan mengenai tindakan
aktor dalam menginterpretasikan keadaan.
a. Perkembangan Teori Struktural Fungsional
Hingga pertengahan abad, fungsionalisme menjadi teori yang
dominan dalam perspektif sosiologi. Teori fungsional menjadi karya Talcott
Parsons dan Robert Merton dibawah pengaruh tokoh–tokoh yang telah
dibahas diatas. Sebagai ahli teori yang paling mencolok di jamannya,
Talcott Parson menimbulkan kontroversi atas pendekatan fungsionalisme
yang ia gulirkan. Parson berhasil mempertahankan fungsionalisme hingga
lebih dari dua setengah abad sejak ia mempublikasikan

18
The Structure of Social Action pada tahun 1937. Dalam karyanya ini
Parson membangun teori sosiologinya melalui “analytical realism”,
maksudnya adalah teori sosiologi harus menggunakan konsep-konsep
tertentu yang memadai dalam melingkupi dunia luar. Konsep-konsep ini
tidak bertanggungjawab pada fenomena konkrit, tapi kepada elemen-
elemen di dallamnya yang secara analitis dapat dipisahkan dari elemen-
elemen lainnya. Oleh karenanya, teori harus melibatkan perkembangan dari
konsep-konsep yang diringkas dari kenyataan empiric, tentunya dengan
segala keanekaragaman dan kebingungan-kebingungan yang
menyertainya.
Dengan cara ini, konsep akan mengisolasi fenomena yang melekat
erat pada hubungan kompleks yang membangun realita sosial. Keunikan
realism analitik Parson ini terletak pada penekanan tentang bagaimana
konsep abstrak ini dipakai dalam analisis sosiologi. Sehingga yang di dapat
adalah organisasi konsep dalam bentuk sistem analisa yang mencakup
persoalan dunia tanpa terganggu oleh detail empiris.
Sistem tindakan diperkenalkan parson dengan skema AGILnya yang
terkenal. Parson meyakini bahwa terdapat empat karakteristik terjadinya
suatu tindakan, yakni Adaptation, Goal Atainment, Integration, Latency.
Sistem tindakan hanya akan bertahan jika memeninuhi empat criteria ini.
Dalam karya berikutnya, The Sociasl System, Parson melihat aktor sebagai
orientasi pada situasi dalam istilah mautivasi dan nilai-nilai. Terdapay
berberapa macam mautivasi, antara lain kognitif, chatectic, dan evaluative.
Terdapat juga nilai-nilai yang bertanggungjawab terhadap sistem sosial ini,
antara lain nilai kognisi, apresiasi, dan maural. Parson sendiri menyebutnya
sebagai maudes of orientation. Unit tindakan olehkarenaya melibatkan
mautivasi dan orientasi nilai dan memiliki tujugan umum sebagai

19
konsekuensi kombinasi dari nilai dan mautivasi-mautivasi tersebut terhadap
seorang aktor.
Karya Parson dengan alat konseptual seperti empat sistem tindakan
mengarah pada tuduhan tentang teori strukturalnya yang tidak dapat
menjelaskan perubahan sosial. Pada tahun 1960, studi tentang evolusi
sosial menjadi jawaban atas kebuntuan Parson akan perubahan sosial
dalam bangunan teori strukturalnya. Akhir dari analisis ini adalah visi
metafisis yang besar oleh dunia yang telah menimpa eksistensi manusia.
Analisis parson merepresentasikan suatu usaha untuk
mengkategorisasikan dunia kedalam sistem, subsistem, persyaratan-
persyaratan system, generalisasi media dan pertukaran menggunakan
media tersebut. Analisis ini pada akhirnya lebih filosofis daripada sosiologis,
yakni pada lingkup visi meta teori.
Pembahasan mengenai fungsionalisme Merton diawali pemahaman
bahwa pada awalnya Merton mengkritik beberapa aspek ekstrem dan
keteguhan dari structural fungsionalisme, yang mengantarkan Merton
sebagai pendorong fungsionalisme kearah marxisme. Hal ini berbeda dari
sang guru, Talcott Parson mengemukakan bahwa teorisi structural
fungsional sangatlah penting.Parson mendukung terciptanya teori yang
besar dan mencakup seluruhnya sedangkan parson lebih terbatas dan
menengah.
Seperti penjelasan singkat sebelumnya, Merton mengkritik apa yang
dilihatnya sebagai tiga postulat dasar analisis fungsional hal ini pula seperti
yang pernah dikembangkan oleh Malinowski dan Radcliffe brown. Adapun
beberapa postulat tersebut antara lain:
a) Kesatuan fungsi masyarakat, seluruh kepercayaan dan praktik sosial
budaya standard bersifat fungsional bagi masyarakat secara keseluruhan
maupun bagi individu dalam masyarakat, hal ini berarti sistem sosial yang

20
ada pasti menunjukan tingginya level integrasi. Dari sini Merton
berpendapat bahwa, hal ini tidak hanya berlaku pada masyarakat kecil
tetapi generalisasi pada masyarakat yang lebih besar.
b) Fungsionalisme universal, seluruh bentuk dan stuktur sosial memiliki
fungsi positif. Hal ini di tentang oleh Merton, bahwa dalam dunia nyata tidak
seluruh struktur, adat istiadat, gagasan dan keyakinan, serta sebagainya
memiliki fungsi positif. Dicontohkan pula dengan stuktur sosial dengan adat
istiadat yang mengatur individu bertingkah laku kadang-kadang membuat
individu tersebut depresi hingga bunuh diri. Postulat structural fungsional
menjadi bertentangan.
c) Indispensability, aspek standard masyarakat tidak hany amemiliki fungsi
positif namun juga merespresentasikan bagian bagian yang tidak
terpisahkan dari keseluruhan. Hal ini berarti fungsi secara fungsional
diperlukan oleh masyarakat. Dalam hal ini pertentangn Merton pun sama
dengan parson bahwaada berbagai alternative structural dan fungsional
yang ada didalam masyarakat yang tidak dapat dihindari.
Argumentasi Merton dijelaskan kembali bahwa seluruh postulat yang
dijabarakan tersebut berstandar pada pernyataan non empiris yang
didasarakan sistem teoritik. Merton mengungkap bahwa seharusnya
postulat yang ada didasarkan empiric bukan teoritika. Sudut pandangan
Merton bahwa analsisi structural fungsional memusatkan pada organisasi,
kelompok, masyarakat dan kebudayaan, objek-objek yang dibedah dari
structural fungsional harsuslah terpola dan berlang, merespresentasikan
unsure standard.
Awalnya aliran fungsionalis membatasi dirinya dalam mengkaji
makamirakat secara keseluruhan, namun Merton menjelaskan bahwa dapat
juga diterapkan pada organisasi, institusi dan kelompok. Dalam penjelasan
ini Merton memberikan pemikiran tentang the middle range theory. Merton

21
mengemukakan bahwa para ahli sosiologi harus lebih maju lagi dalam
peningkatan kedisiplinan dengan mengembangkan “teori-teori taraf
menengah” daripada teori-teori besar. Teori taraf menengah itu
didefinisikan oleh Merton sebagai : Teori yang terletak diantara hipotesa
kerja yang kecil tetapi perlu, yang berkembang semakin besar selama
penelitian dari hari ke hari, dan usaha yang mencakup semuanya
mengembangkan uato teori terpadu yang akan menjelaskan semua
keseragaman yang diamati dalam perilaku social. Teori taraf menengah
pada prinsipnya digunakan dalam sosiologi untuk membimbing penelitian
empiris. Dia merupakan jembatan penghubung teori umum mengenai istem
social yang terlalu jauh dari kelompok-kelompok perilaku tertentu,
organisasi, ddan perubahan untuk mempertanggungjawabkan apa yang
diamati, dan gambaran terinci secara teratur mengenai hal-hal tertentu
yang tidak di generaliasi sama sekali. Teori sosiologi merupakan kerangka
proposisi yang saling terhubung secara logis dimana kesatuan empiris bisa
diperoleh.
The middle range theory adalah teori-teori yang terletak pada minor
tetapi hipotesis kerja mengembangkan penelitian sehari-hari yang
menyeluruh dan keseluruhan upaya sistematis yang inklusif untuk
mengembangkan teori yang utuh. The middle range theory Merton ini
memiliki berbagai pemahaman bahwa secara prinsip digunakan untuk
panduan temuan-temuan empiris, merupakan lanjutan dari teori system
social yang terlalu jauh dari penggolongan khusus perilaku social,
organisasi, dan perubahan untuk mencatat apa yang di observasi dan di
deskripsikan, meliputi abstraksi, tetapi ia cukup jelas dengan data yang
terobservasi untuk digabungkan dengan proposisi yang memungkinkan tes
empiris dan muncul dari ide yang sangat sederhana. Dalam hal ini Merton
seakan melakukan tarik dan menyambung, artinya apa yang dia kritik

22
terhadap fungsionalis merupakan jalan yang dia tempuh untuk
menyambung apa yang dia pikirkan. Atahu dianalogikan, Merton
mengambil bangunan teori kemudian di benturkan setelah itu dia perbaiki
lagi dengan konseptual yang menurut kami sangat menarik.
Para stuktural fungsional pada awalnya memustakan pada fungsi
dalam struktru dan institusi dalam amsyarakat. Bagi Merton hal ini tidaklah
demikian, karrena dalam menganalis hal itu , para fungsionalis awal
cenderung mencampur adukna mautif subjektif individu dengan fungsi
stuktur atahu institusi. Analisis fungsi bukan mautif individu. Merton sendiri
mendefinisikan fungsi sebagai konsekuensi-konsekuensi yang didasari dan
yang menciptakan adaptasi atahu penyesuian, karena selalu ada
konsekuensi positif. Tetapi , Merton menambahkan konsekuensi dalam
fakta sosial yang ada tidaklah positif tetapi ada negatifnya. Dari sini Merton
mengembangkan gagasan akan disfungsi. Ketika struktur dan fungsi dpat
memberikan kontribusi pada terpeliharanya sistem sosial tetapi dapat
mengandung konsekuensi negative pada bagian lain.Hal ini dapat
dicontohkan, struktur masyarakat patriarki c memberikan kontribusi positif
bagi kaum laki-laki untuk memegang wewenang dalam keputusan
kemasyarakatan, tetapi hal ini mengandung konsekuensi negative bagi
kaum perempuan karena aspirasi mereka dalam keputusan terbatas.
Gagasan non fungsi pun, dilontarkan oleh Merton. Merton mengemukakan
nonfungsi sebagai konsekuensi tidak relevan bagi sistem tersebut. Dapat
konsekuensi positif dimasa lalu tapi tidak dimasa sekarang.Tidaklah dapat
ditentukan manakah yang lebih penting fungsi-fungsi positif atahu disfungsi.
Untuk itu Merton menambahkan gagasan melalui keseimbangan mapan
dan level analisis fungsional.
Dalam penjelasan lebih lanjut, Merton mengemukakan mengenai
fungsi manifest dan fungsi laten.Fungsi manifest adalah fungsi yang

23
dikehendaki, laten adalah yang tidak dikehendaki.Maka dalam stuktur yang
ada, hal-hal yang tidak relevan juga disfungso laten dipenagruhi secara
fungsional dan disfungsional. Merton menunjukan bahwa suatu struktur
disfungsional akan selalu ada. Dalam teori ini Merton dikritik oleh Colim
Campbell, bahwa pembedaan yang dilakukan Merton dalam fungsi manifest
dan laten, menunjukan penjelasan Merton yang begitu kabur dengan
berbagari cara. Hal ini Merton tidak secara tepat mengintegrasikan teori
tindakan dengan fungsionalisme. Hal ini berimplikasi pada ketidakpasan
antara intersionalitas dengan fungsionalisme structural. Kami rasa dalam
hal ini pun Merton terlalu naïf dalam mengedepankan idealismenya tentang
struktur dan dengan beraninya dia mengemukakan dia beraliran
fungsionalis, tapi dia pun mengkritik akar pemikiran yang mendahuluinya.
Tetapi, lebih jauh dari itu konsepnya mengenai fungsi manifest dan laten
telah membuka kekauan bahwa fungsi selalu berada dalam daftar menu
struktur. Merton pun mengungkap bahwa tidak semua struktur sosial tidak
dapat diubah oleh sistem sosial. Tetapi beberapa sistem sosial dapat
dihapuskan. Dengan mengakui bahwa struktur sosia dapat membuka jalan
bagi perubahan sosial.
Analisi Merton tentang hubungan antara kebudayaan, struktur, dan
anomi. Budaya didefinisikan sebagai rangkaian nilai normative teratur yang
mengendalikan perilaku yang sama untuk seluruh anggota masyarakat.
Stuktur sosial didefinisikans ebagai serangkaian hubungan sosial teratur
dan memeprnagaruhi anggota masyarakat atahu kelompok tertentu dengan
cara lain. Anomi terjadi jika ketika terdapat disjungsi ketat antara norma-
norma dan tujugan cultural yang terstruktur secara sosial dengan anggota
kelompok untuk bertindak menurut norma dan tujugan tersebut. Posisi
mereka dalam struktur makamirakat beberapa orang tidak mampu
bertindakm menurut norma-norma normative . kebudayaan menghendaki

24
adanya beberapa jenis perilaku yang dicegah oleh struktur sosial. Merton
menghubungkan anomi dengan penyimpangan dan dengan demikian
disfungsi antara kebudayan dengan struktur akan melahirkan konsekuensi
disfungsional yakni penyimpangan dalam masyarakat. Anomi Merton
memang sikap kirits tentang stratifikasi sosial, hal ini mengindikasikan
bahwa teori struktural fungsionalisme ini harus lebih kritis dengan stratifikasi
sosialnya. Bahwa sturktur makamirakat yangselalu berstratifikasi dan
masing-masing memiliki fungsi yang selama ini diyakini para fungsionalis,
menurut dapat mengindikasikan disfungsi dan anomi. Dalam hal ini kami
setuju dengan Merton,dalam sensory experiences yang pernah kami
dapatkan, dimana ada keteraturan maka harus siap dengan
ketidakteraturan, dalam struktur yang teratur, kedinamisan terus berjalan
tidak pada status didalamnya tapi kaitan dalama peran. Anomi atahu
disfungsi cenderung hadir dipahami ketika peran dalam struktu berdasarkan
status tidak dijalankan akibat berbagai factor. Apapun alasannya anomi
dalam struktur apalagi yang kaku akan cenderung lebih besar.
Dari sini, Merton tidak berhenti dengan deskripsi tentang struktur,
akan tetapi terus membawa kepribadian sebagai produk organisasi struktur
tersebut. Pengaruh lembaga atahu struktur terhadap perilaku seseorang
adalah merupakan tema yang merasuk ke dalam karya Merton, lalu tema
ini selalu diilustrasikan oleh Merton yaitu the Self Fullfilling Prophecy serta
dalam buku Sosial structure And Anomie. Disini Merton berusaha
menunjukkan bagaimana struktur sosial memberikan tekanan yang jelas
pada orang-orang tertentu yang ada dalam masyarakat sehingga mereka
lebih, menunjukkan kelakuan non konformis ketimbang konformis. Menurut
Merton, anomie tidak akan muncul sejauh masyarakkat menyediakan
sarana kelembagaan untuk mencapai tujugan-tujugan kultur tersebut.

25
Dari berbagai penajabaran yang ada Pemahaman Merton membawa
pada tantangan untuk mengkonfirmasi segala pemikiran yang telah ada.
Hal ini terbukti dengan munculnya fungsionalisme gaya baru yang lebih
jauh berbeda dengan apa yang pemikiran Merton. Inilah bukti kedinamisan
ilmu pengetahuan, tak pelak dalam struktural fungsionalisme.
Teori Fungsional-struktural adalah sesuatu yang urgen dan sangat
bermanfaat dalam suatu kajian tentang analisa masalah social. Hal ini
disebabkan karena studi struktur dan fungsi masyarakat merupakan sebuah
masalah sosiologis yang telah menembus karya-karya para pelopor ilmu
sosiologi dan para ahli teori kontemporer.
Oleh karena itu karena pentingnya pembahasan ini maka kami dari
kelompok 3 mengangkat tema ini. Mudah-mudahan dapat bermanfaat.
b. Tinjauan singkat tentang Teori Fungsional Struktural
Pokok-pokok para ahli yang telah banyak merumuskan dan
mendiskusikan hal ini telah menuangkan berbagai ide dan gagasan dalam
mencari paradigma tentang teori ini, sebut saja George Ritzer (1980),
Margaret M.Poloma (1987), dan Turner (1986). Drs. Soetomau (1995)
mengatakan apabila ditelusuri dari paradigma yang digunakan, maka teori
ini dikembangkan dari paradigma fakta social. Tampilnya paradigma ini
merupakan usaha sosiologi sebagai cabang ilmu pengetahuan yang baru
lahir agar mempunyai kedudukkan sebagai cabang ilmu yang berdiri
sendiri.
Secara garis besar fakta sosial yang menjadi pusat perhatian
sosiologi terdiri atas dua tipe yaitu struktur sosial dan pranata sosial.
Menurut teori fungsional structural, struktur sosial dan pranata sosial
tersebut berada dalam suatu system social yang berdiri atas bagian-bagian
atahu elemen-elemen yang saling berkaitan dan menyatu dalam
keseimbangan.

26
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teori ini (fungsional–
structural) menekankan kepada keteraturan dan mengabaikan konflik dan
perubahan-perubahan dalam masyarakat. Asumsi dasarnya adalah bahwa
setiap struktur dalam system sosial, fungsional terhadap yang lain,
sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atahu
hilang dengan sendirinya. Dalam proses lebih lanjut, teori inipun kemudian
berkembang sesuai perkembangan pemikiran dari para penganutnya. Emile
Durkheim, seorang sosiolog Perancis menganggap bahwa adanya teori
fungsionalisme-struktural merupakan suatu yang ‘berbeda’, hal ini
disebabkan karena Durkheim melihat masyarakat maudern sebagai
keseluruhan organisasi yang memiliki realitas tersendiri. Keseluruhan
tersebut menurut Durkheim memiliki seperangkat kebutuhan atahu fungsi-
fungsi tertentu yang harus dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi
anggotanya agar dalam keadaan normal, tetap langgeng. Bilamana
kebutuhan tertentu tadi tidak dipenuhi maka akan berkembang suatu
keadaan yang bersifat “ patologis “. Para fungsionalis kontemporer
menyebut keadaan normal sebagai ekuilibrium, atahu sebagai suatu
system yang seimbang, sedang keadaan patologis menunjuk pada
ketidakseimabangan atahu perubahan social.
Robert K. Merton, sebagai seorang yang mungkin dianggap lebih
dari ahli teori lainnya telah mengembangkan pernyataan mendasar dan
jelas tentang teori-teori fungsionalisme, (ia) adalah seorang pendukung
yang mengajukan tuntutan lebih terbatas bagi perspektif ini. Mengakui
bahwa pendekatan ini (fungsional-struktural) telah membawa kemajugan
bagi pengetahuan sosiologis.
Merton telah mengutip tiga postulat yang ia kutip dari analisa fungsional
dan disempurnakannya, diantaranya ialah :

27
1. postulat pertama, adalah kesatuan fungsional masyarakat yang dapat
dibatasi sebagai suatu keadaan dimana seluruh bagian dari system sosial
bekerjasama dalam suatu tingkatan keselarasan atahu konsistensi internal
yang memadai, tanpa menghasilkan konflik berkepanjangan yang tidak
dapat diatasi atahu diatur. Atas postulat ini Merton memberikan koreksi
bahwa kesatuan fungsional yang sempurna dari satu masyarakat adalah
bertentangan dengan fakta. Hal ini disebabkan karena dalam kenyataannya
dapat terjadi sesuatu yang fungsional bagi satu kelompok, tetapi dapat pula
bersifat disfungsional bagi kelompok yang lain.
2. postulat kedua, yaitu fungionalisme universal yang menganggap bahwa
seluruh bentuk sosial dan kebudayaan yang sudah baku memiliki fungsi-
fungsi positif. Terhadap postulat ini dikatakan bahwa sebetulnya disamping
fungsi positif dari sistem sosial terdapat juga dwifungsi. Beberapa perilaku
sosial dapat dikategorikan kedalam bentuk atahu sifat disfungsi ini. Dengan
demikian dalam analisis keduanya harus dipertimbangkan.
3. postulat ketiga, yaitu indispensability yang menyatakan bahwa dalam
setiap tipe peradaban, setiap kebiasaan, ide, objek materiil dan
kepercayaan memenuhi beberapa fungsi penting, memiliki sejumlah tugas
yang harus dijalankan dan merupakan bagian penting yang tidak dapat
dipisahkan dalam kegiatan system sebagai keseluruhan. Menurut Merton,
postulat yang kertiga ini masih kabur ( dalam artian tak memiliki kejelasan,
pen ), belum jelas apakah suatu fungsi merupakan keharusan.
c. Pengaruh Teori ini dalam Kehidupan Sosial
Talcott Parsons dalam menguraikan teori ini menjadi sub-sistem yang
berkaitan menjelaskan bahwa diantara hubungan fungsional-struktural
cenderung memiliki empat tekanan yang berbeda dan terorganisir secara
simbolis :
1. pencarian pemuasan psikis

28
2. kepentingan dalam menguraikan pengrtian-pengertian simbolis
3. kebutuhan untuk beradaptasi dengan lingkungan organis-fisis, dan
4. usaha untuk berhubungan dengan anggota-anggota makhluk manusia
lainnya.
Sebaliknya masing-masing sub-sistem itu, harus memiliki empat
prasyarat fungsional yang harus mereka adakan sehingga bias
diklasifikasikan sebagai suatu istem. Parsons menekankan saling
ketergantungan masing-masing system itu ketika dia menyatakan : “secara
konkrit, setiap system empiris mencakup keseluruhan, dengan demikian
tidak ada individu kongkrit yang tidak merupakan sebuah organisme,
kepribadian, anggota dan sistem sosial, dan peserta dalam system cultural
“. Walaupun fungsionalisme struktural memiliki banyak pemuka yang tidak
selalu harus merupakan ahli-ahli pemikir teori, akan tetapi paham ini benar-
benar berpendapat bahwa sosiologi adalah merupakan suatu studi tentang
struktur-struktur social sebagai unit-unit yang terbentuk atas bagian-bagian
yang saling tergantung.
Fungsionalisme struktural sering menggunakan konsep sistem ketika
membahas struktur atahu lembaga sosial. System ialah organisasi dari
keseluruhan bagian-bagian yang saling tergantung. Ilustrasinya bisa dilihat
dari system listrik, system pernapasan, atahu system sosial. Yang
mengartikan bahwa fungionalisme struktural terdiri dari bagian yang sesuai,
rapi, teratur, dan saling bergantung. Seperti layaknya sebuah sistem, maka
struktur yang terdapat di masyarakat akan memiliki kemungkinan untuk
selalu dapat berubah. Karena system cenderung ke arah keseimbangan
maka perubahan tersebut selalu merupakan proses yang terjadi secara
perlahan hingga mencapai posisi yang seimbang dan hal itu akan terus
berjalan seiring dengan perkembangan kehidupan manusia.

29
B. Defenisi Operasional
Defenisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang
dijadikan ukuran dalam penelitian. Sedangkan cara pengukuran adalah
dimana variabel dapat diukur dan ditentukan karakteristiknya
Variabel adalah segala sesuatu yang dijadikan objek pengamatan
penelitian dalam penelitian ini variabel penelitian yaitu komunikasi pada
pola komunikasi kelompok. Adapun indikator yang di ukur antara lain:
a. Kontak sosial
b. Komunikasi
c. Akomodasi

30
C. Kerangka Berpikir

POLA KOMUNIKASI
KELOMPOK

MASYARAKAT NAHEL MASYARAKAT AMAHUSU

31
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji tentang pola komunikasi
kelompok yang terjadi pada masyarakat Nahel di Negeri Amahusu
Kecamatan Nusaniwe.
B. Tipe Penelitian
Dasar penelitian adalah kualitatif untuk mendapatkan data yang lebih
akurat mengenai fenomena-fenomena komunikasi pemasaran. Penelitian
kualitatif mengacu kepada berbagai cara pengumpulan data yang berbeda,
yang meliputi penelitian lapangan, observasi partisipan, dan wawancara
mendalam (Bungin, 2010:78). Tipe penelitian yang dipergunakan adalah
tipe penelitian deskriptif analisis, yaitu penelitian yang digunakan untuk
menggambarkan secara rinci mengenai objek penelitian serta menganalisa
fenomena-fenomena sosial, dalam hal ini adalah pola komunikasi
masyarakat pengungsi dengan masyarakat asli. Penelitian deskriptif
bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai
situasi, atau berbagai fenomena realitas yang ada dalam masyarakat
sebagai objek penelitian, serta berupaya menarik realitas tersebut
kepermukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau
gambaran mengenai suatu kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu
(Bungin, 2010:68). Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dimana
hasil penelitian yang diperoleh dilapangan akan diuraikan dalam bentuk
penjelasan-penjelasan sehingga dapat diuraikan dalam bentuk sebuah
kesimpulan.

32
C. Informan
Pemilihan Informan Purposive samping sesuai dengan jenis
penelitian di atas maka yang menjadi informan penelitian sebanyak 8 orang
antara lain:
1. Penjabat Negeri Amahusu
2. Ketua RT 003 / RW 004
3. Masyarakat Nahel 3 orang
4. Masyarakat Amahusu 3 orang
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dalam dua teknik
antara lain:
1. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk
mengumpulkan data penelitian. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa
wawancara (interview) adalah suatu kejadian atau suatu proses interaksi
antara pewawancara (interviewer) dan sumber informasi atau orang yang di
wawancarai (interviewee) melalui komunikasi langsung (yusuf, 2014).
Metode wawancara/interview juga merupakan proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab sambil
bertatap muka antara pewawancara dengan responden/ orang yang di
wawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)
wawancara. Dalam wawancara tersebut biasa dilakukan secara individu
maupun dalam bentuk kelompok, sehingga di dapat data informatik yang
orientik.
2. Observasi
Selain wawancara, observasi juga merupakan salah satu teknik
dalam pengumpulan data yang sangat lazim dalam metode penelitian

33
kualitatif. Observasi adalah bagian dalam pengumpulan data. Observasi
berarti mengumpulkan data langsung dari lapangan (Semiawan, 2010).
Sedangkan menurut Zainal Arifin dalam buku (Kristanto, 2018) observasi
adalah suatu proses yang didahului dengan pengamatan kemudian
pencatatan yang bersifat sistematis, logis, objektif, dan rasional terhadap
berbagai macam fenomena dalam situasi yang sebenarnya, maupun situasi
buatan.
Adapun salah satu teknik yang dapat digunakan untuk mengetahui
atau menyelidiki tingkah laku nonverbal yakni dengan menggunakan teknik
observasi. Metode observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian
manusia dengan menggunakan panca indera mata dan dibantu dengan
panca indera lainya. Kunci keberhasilan observasi sebagai teknik
pengumpulan data sangat banyak ditentukan pengamat sendiri, sebab
pengamat melihat, mendengar, mencium, atau mendengarkan suatu onjek
penelitian dan kemudian ia menyimpulkan dari apa yang ia amati itu.
Pengamat adalah kunci keberhasilan dan ketepatan hasil penelitian (yusuf,
2014).

E. Teknik Analisis Data


Untuk menganalisis data penelitian yang diperoleh di lapangan,
maka teknik analisa yang digunakan adalah metode Interaktif dari Miles dan
Huberman yang terdiri dari 3 tahapan analisa data. Hal yang perlu
dilakukan terlebih dahulu memilah dan memilih data yang dianggap
penting kemudian penyajian dengan menyusun data sehingga tersusun
secara sistematis dan kemudian diuraikan secara lengkap sehingga dapat
ditarik kesimpulan yang logis. Ada tiga tahap teknik analisis data yang
dilakukan yakni :

34
1. Tahap Reduksi Data
Pertama, meringkaskan data kontak langsung dengan orang, kejadian dan
situasi di lokasi penelitian. Pada langkah pertama ini termasuk pula memilih
dan meringkas dokumen yang relevan.
Kedua, Pengkodean. Pengkodean hendaknya memperhatikan setidak-
tidaknya 4 (empat) hal :
a. Digunakan simbol atahu ringkasan.
b. Kode dibangun dalam suatu struktur tertentu.
c. Kode dibangun dengan tingkat rinci tertentu
d. Keseluruhannya dibangun dalam suatu sistem yang integratif.
2. Tahap Penyajian Data
Pada tahap ini peneliti banyak terlibat dalam kegiatan penyajian
atahu penampilan (display) dari data yang dikumpulkan dan dianalisis
sebelumnya, mengingat bahwa peneliti kualitatif banyak menyusun teks
naratif. Display adalah format yang menyajikan informasi secara tematik
kepada pembaca. Miles dan Huberman (1984) memperkenalkan dua
macam format, yaitu : diagram konteks (context chart) dan matriks.
3. Tahap Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Langkah selanjutnya adalah tahap penarikan kesimpulan
berdasarkan temuan dan melakukan verifikasi data. Seperti yang dijelaskan
di atas bahwa kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat
sementara dan akan berubah bila ditemukan bukti-bukti buat yang
mendukung tahap pengumpulan data berikutnya. Proses untuk
mendapatkan bukti-bukti inilah yang disebut sebagai verifikasi data. Apabila
kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti
yang kuat dalam arti konsisten dengan kondisi yang ditemukan saat peneliti

35
kembali ke lapangan maka kesimpulan yang diperoleh merupakan
kesimpulan yang kredibel.

36
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
1) GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Letak Geografis
Negeri Amahusu terletak di kecamatan nusaniwe, secara geografis
Negeri Amahusu berada di sebelah barat Kota Ambon. Negeri Amahusu
secara geografis berbatasan dengan;
a. Selatan berbatasan dengan daerah petuanan Negeri Urimessing
b. Utara berbatasan dengan Teluk Ambon
c. Timur berbatasan denganen Kelurahan Nusaniwe
d. Barat berbatasan dengan Negeri Latuhalat.

B. Demografi
1) Komposisi Penduduk Berdasarkan Jumlah Penduduk Negeri
Amahusu
Jumlah penduduk Negeri Amahusu secara keseluruhan berjumlah
6524 jiwa. Jumlah kepala keluarga sebanyak 1352 orang, Jumlah
penduduk yang belum berkeluarga berdasarkan jenis kelamin terdiri atas
2431 orang laki-laki, dan penduduk perempuan sebanyak 2493 orang.
Tabel 1
Jumlah Penduduk Amahusu Secara Keseluruhan

Jumlah Kepala Keluarga 1352


Jumlah Perempuan Janda 52
Keluarga Dengan Ekonomi Rendah 177
Jumlah Penduduk Laki-Laki 2431 Sumber
data :
Jumlah Penduduk Perempuan 2493 Kantor
Desa
Jumlah Masyarakat Pendatang 10 Amahusu
Jumlah Masyarakat Yang Keluar 9
Jumlah 6524

37
2) Komposisi Penduduk Berdasarkan Jumlah Tingkatan Usia
Banyaknya penduduk Negeri Amahusu terdiri dari tingkatan usia.
Usia merupakan identitas penting yang mereka miliki selama
melangsungkan hidup dalam kehidupan sehari-hari. Negeri Amahusu
memiliki tingkatan taraf usia mulai dari 1 tahun hingga >65 tahun yang
keseluruhannya berjumlah 4396 orang. Masing-masing tingkatan usia
memiliki jumlah yang berbeda-beda. Mulai dari usia 1- 4 tahun berjumlah
144 orang, 5 – 14 berjumlah 370 orang, dari jumlah tersebut sudah dapat
diketahui bahwa ada tingkatan jumlah pada usia 1 – 14 tahun. Kemudian
usia 15 – 39 tahun berjumlah 2.259 orang, 40 – 64 tahun 1.338 orang dan
yang terakhir kisaran usia >65 tahun yang makin menurun jumlahnya yaitu
258 orang. Dapat dilihat antara usia 1- 39 tahn ada tingkatan jumlah
penduduk berdasarkan usia. Namun pada usia 40 – >65 tahun terdapat
penurunan jumlah . Jumlah penduduk terbanyak adalah kisaran usia 15 –
39 tahun dengan jumlah 2.259 orang. Yang secara keseluruhan jumlah
penduduk berdasarkan usia sebanyak 4.396 orang.
Tabel 2
Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia
Umur Jumlah

1 – 4 tahun 144 orang


5 – 14 tahun 370 orang
15- 39 tahun 2.259 orang
40-64 tahun 1.338 orang
>65 tahun 285 orang
Jumlah 4396 orang
Sumber data : Kantor Desa Amahusu

3) Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

38
Pekerjaan adalah hal yang sangat penting dilakukan agar kita dapat
menyambung hidup, jenis pekerjaan juga sangat penting untuk
mengetahui sampai dimana kemampuan masyarakat untuk
menopang hidup keluarga masing – masing. Untuk mengetahui
seberapa banyak jumlah masyarakat Amahusu yang memiliki
pekerjaan, berikut adalah uraian tingkat jenis pekerjaan yang dimiliki
oleh masyarakat Negeri Amahusu :
Tabel 3
Jumlah penduduk berdasarkan pekerjaan

Jenis kelamin
Pekerjaan

Laki – laki Perempuan


Petani 39 10
Nelayan 37 -
PNS 252 235
Pegawai swasta 200 251
Wiraswasta 25 80
TNI 15 -
Polri 17 2
Dokter swasta/honor 22 2
Bidan 6 -
Perawat 8 5
Lainnya 20 235
Jumlah 641 820
TOTAL 1.461 orang 1.680 orang
Sumber data : Kantor Desa Amahusu

Masyarakat Negeri Amahusu memiliki pekerjaan mulai dari petani,


perawat dan lainnya yang memiliki jumlah sekitar 1.461 orang. Di mulai dari
pekerjaan sebagai petani yang berjumlah sekitar 39 orang laki - laki dan 10
perempuan. Kemudian pekerjaan sebagai nelayan sekitar 39 orang yang
hanya digeluti oleh laki - laki saja. Pekerjaan sebagai pegawai Negeri sipil
dengan jumlah 252 orang laki – laki dan 235 orang perempuan. Pekerjaan

39
sebagai pegawai swasta dengan jumlah 200 orang laki - laki , dan 251
orang perempuan. Pekerjaan sebagai wiraswasta sejumlah 25 orang laki-
laki dan 80 orang perempuan. Pekerjaan sebagai TNI sejumlah 15 orang
laki - laki saja . Pekerjaan sebagai POLRI sebanyak 17 orang laki-laki dan 2
orang perempuan. Pekerjaan sebagai dokter/ honor sejumlah 22 orang laki-
laki, dan 2 orang perempuan. Pekerjaan sebagai Bidan 6 orang laki-laki
saja, sedangkan Perawat 8 orang laki-laki dan 5 perempuan. Dan yang
terakhir adalah pekerjaan lainnya berjumlah 20 orang laki-laki dan 235
orang perempuan. Pekerjaan yang mendominasi adalah pekerjaan sebagai
PNS dan Pegawai Swasta. Jumlah keseluruhan pekerja laki-laki sebanyak
641 orang, dan pekerja perempuan sebanyak 820 orang. Total keduanya
adalah 1.461 orang yang memiliki pekerjaan.

40
C. Jumlah Penduduk Dusun Nahel
1) Komposisi jumlah penduduk dusun Nahel
Penduduk Dusun Nahel yang berasal dari Namlea menempati
wilayah Negeri Amahusu yaitu Dusun Nahel dengan jumlah
keseluruhan sebanyak 41 orang. Dengan jumlah kepala keluarga
sebanyak 33 orang, janda sebanyak 2 keluarga dan keluarga dengan
ekonomi menengah 6 keluarga. Yang mendominasi adalah jumlah
kepala keluarga. Sangat wajar apabila jumlah masyarakat Dusun
Nahel sangat sedikit dibandingkan dengan masyarakat asli Negeri
Amahusu.
Tabel 4
Jumlah Penduduk dusun Nahel

Penduduk Buru Jumlah


Kepala keluarga 33 orang
Janda 2 keluarga
Keluarga ekonomi menegah 6 keluarga
Jumlah keseluruhan 41 keluarga

Sumber data : Kantor Desa Amahusu

2) Komposisi jumlah penduduk dusun Nahel berdasarkan usia


Masyarakat Nahel yang pada dasarnya adalah pendatang yang
menempati Negeri Amahusu memiliki jumlah warga dalam skala kecil
yang memiliki kisaran angka usia yang tentunya dengan jumlah sebagai
berikut :

41
Tabel 5
Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia

Umur Banyak

5 – 14 tahun 5 orang
15- 39 tahun 63 orang
40-64 tahun 54 orang
65 tahun > 20 orang
Jumlah 142 orang

Sumber data : Kantor Desa Amahusu


Jenjang umur antara usia 5 – 14 tahun berjumlah 2 orang, 15-39 berjumlah
63 orang, 40 – 64 berjumlah 54 orang, >65 tahun berjumlah 20 orang.
Jumlah keseluruhan sebanyak 142 orang.

3) Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan Dan Agama


Masyarakat Buru yang bermukim di Dusun Nahel ketika tiba dari
namlea, mereka mengupayakan kelangsungan hidup dengan bekerja,
dengan berbagai macam mata pencaharian yaitu yang pertama pekerjaan
sebagai nelayan sejumlah 7 orang laki-laki dan 5 perempuan. Petani
sejumlah 7 orang laki-laki dan perempuan 11 orang. Wirausaha 1 orang
perempuan. Pekerjaan sebagai PNS sejumlah 7 orang laki-laki dan 6 orang
perempuan. Pekerjaan sebagai guru 5 orang laki-laki , 4 orang perempuan.
Dan pekerjaan di bidang Kesehatan ada 2 orang perempuan, seorang
Suster dan seorang Bidan, dan 2 orang laki-laki yang bekerja sebagai
Mantri. Jumlah keseluruhan pekerja laki-laki adalah 28 orang dan
perempuan sejumlah 29 orang total keseluruhan adalah 57 orang.
Mayoritas masyarakat Negeri Amahusu terutama Dusun Nahel beragama
Kristen Protestan, masyarakat Buru sejak dari Namlea sudah menganut
agama Kristen Protestan.

42
Tabel 6.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Laki-laki Agama Perempuan Agama


Nelayan 7 Kristen 5 Kristen
Petani 7 Kristen 11 Kristen
Wirausaha - - 1 Kristen
Pns 7 Kristen 6 Kristen
Guru 5 Kristen 4 Kristen
Bidan - - 1 Kristen
Suster - - 1 Kristen
Mantri 2 Kristen - -
Jumlah 28 Kristen 29 Kristen
Jumlah Keseluruhan 57 orang
Sumber data : Kantor Desa Amahusu

D. Pengungsi Buru kampung Nametek


1. Sekilas catatan exodus ke Ambon:
Asal muasal kedatangan kami mulai dari awal kerusuhan Ambon
terjadi sebelum natal pada bulan desember 1999. Mereka dari kampunya
Nametek sedang melakukan persiapan natal seperi berbelanja dan lain-lain
sebagainya, di tengah perjalanan pulang, mereka dihadang dan ada yang
terbunuh, separuh dari gerombolan orang Nametek menyelamatkan diri
hingga datang para tentara yang bertugas mengamankan korban
kerusuhan, yang hendak menyelamatkan mereka dan orang-orang
Nametek dengan orang Namlea lainnya diungsikan dengan kapal feri
menuju ke Negeri Amahusu dan tiba pada awal bulan Januari tahun 2000.
2. Deskripsi Informan
Tabel 7
Karakteristik Informan
Nama Pekerjaan Umur Agama Kelompok
Jonly Siahaya Penjabat Negeri 32 Tahun Kristen Amahusu
Amahusu
Opus Patandian Ketua Rukun 56 Tahun Kristen Nahel

43
Tetangga
Bertha Silooy 48 Tahun Bidan Kristen Amahusu

Arnold Maulle 53 Tahun PNS PU Kristen Amahusu

Rina Silooy 45 Tahun Pengusaha Kristen Amahusu


Air PAM
Dominggus 48 tahun Guru SMA Kristen Nahel
Uneputty 6
Anet Lasatira 47 tahun Pengusaha Kristen Nahel
BBM
Lambert Tasaney 49 tahun Wirausaha Kristen Nahel

Sumber data penelitian


 Jonly . E Siahaya, S.STP, M.Si (Selaku Penjabat Negeri Amahusu)
Jonnly Siahaya yang lahir di Ambon, pada tanggal 18 april 1987 (32
tahun), pendidikan di IPDN Jakarta yang dilanjutkan dengan S1 Ilmu
Komunikasi dan S2 Ilmu Psikology. yang saat ini menjabat selaku
Penjabat Negeri Amahusu yang baru, guna menggantikan penjabat
yang lama. Selaku Penjabat Bpk Jonly termasuk penjabat Negeri yang
tegas dan adil menurut hasil wawancara warga Negeri Amahusu dan
Dusun Nahel. Beliau termasuk orang yang adil dalam menyelesaikan
masalah konflik antara masyarakat Negeri Amahusu dan Dusun Nahel
yang sering terjadi.
 Opus Patandian (Selaku Ketua Rukun Tetangga)
Bapak Opus Patandian lahir di Toraja tanggal 18 April 1983, bekerja di
Buru pada saat sebelum kerusuhan dan ikut merasakan kerusuhan
1999, dan ikut dengan pengungsi Buru lainnya menuju Ambon dengan
kapal Feri. Sampai di Negeri Amahusu menjabat sebagai ketua rukun
tetangga yang mempunyai usaha bengkel las hingga saat ini.
 Ibu Bertha Silooy (Bidan)

44
Ibu Bertha Silooy yang merupakan orang Negeri Amahusu asli lahir di
Ambon tanggal 27 mei 1971 (48 tahun),biasa di sapa Etha, yang saat ini
bekerja sebagai Bidan di Pukesmas Amahusu. Beliau termasuk orang
sangat sensitiv terhadap keberadaan orang Buru, karena persoalan yang
terjadi dan juga rumah beliau terletak paling pertama sebelum Dusun
Nahel, rumahnya berpapasan dengan jalan yang dibangun orang Buru. Jadi
jika terjadi hal yang tidak diinginkan terjadi di jalan setapak tersebut
tentunya orang yang akan mengetahuinya duluan adalah ibu Etha.
 Bpk. Arnold Maulle
Bapak Arnold Maulle lahir di Haruku, tanggal 5 januari 1966 (53
tahun), dan biasa disapa dengan Bapak Anol, merupakan seorang PNS
Dinas Pekerjaan Umum (PU), beliau adalah orang Negeri Amahusu yang
menutup jalan akibat kegaduhan yang ditimbulkan oleh orang Buru yang
mabuk-mabukan saat berkendara mautor menuju Dusun Nahel.
 Ibu Rina Silooy
Ibu Rina Silooy yang lahir di Ambon tanggal , 15 Maret 1974 (45
tahun) merupakan pengusaha air PAM , biasa disapa ibu Ina, beliau ini
adalah satu-satu nya orang Negeri Amahusu yang dulu tinggal di Dusun
Nahel seorang diri hanya dengan keluarganya , hanya satu rumah saat itu,
dan satu kepala keluarga. Pasca kerusuhan barulah masyarakat Buru
datang dan tinggal tepat disamping rumah Ibu Ina. Ibu Ina juga yang
membantu fasilitasi pembuatan jalan dari Dusun Nahel menuju Negeri
Amahusu yang kemudian menjadi masalah besar karena orang Dusun
Nahel salah pergunakan dan menimbulkan kegaduhan.
 Opus Patandian (Selaku Ketua Rukun Tetangga)
Bapak Opus Patandian lahir di Toraja tanggal 18 April 1983, bekerja di
Buru pada saat sebelum kerusuhan dan ikut merasakan kerusuhan 1999,
dan ikut dengan pengungsi Buru lainnya menuju Ambon dengan kapal Feri.

45
Sampai di Negeri Amahusu menjabat sebagai ketua rukun tetangga yang
mempunyai usaha bengkel las hingga saat ini.
 Bpk Dominggus Uneputty
Bapak Dominggus Uneputty lahir di Waiputi tanggal 28 Februari tahun
1971 (48 tahun). Biasa di sapa bpk. Dommy, beliau kini bekerja sebagai
guru di SMA 6. Sebagai seorang guru beliau lebih memilih menanggapi
persoalan konflik ini dengan kepala dingin. Karena beliau bekerja dibidang
pendidikan dan selalu bersikap positive dan ramah kepada warga Negeri
Amahusu yang belum tentu bersikap sebaliknya terhadap beliau. Bpk
dommy berusaha melupakan masa lalu sebagai seorang pengsungsi, dan
lebih memilih untuk berbaur dengan cara yang positive juga agar tidak
menimbulkan hal – hal sensitive.
 Ibu Anet Lasatira
Ibu Aneth Lasatira lahir di , Namlea 17 Mei 1971 (47 tahun)
Bekerja sebagai pengusaha minyak tanah, berjugalan minyak tanah adalah
kesehariannya. Sama seperti Bpk Dommy, Ibu Aneth juga berusaha
menjauhkan diri dari konflik. Tidak ingin ikut campur akan masalah yang
terjadi karena sudah hidup aman di lokasi Dusun Nahel sudah lebih dari
cukup menurutnya.

 Bpk Lambert Tasaney


Bapak Lambert Tasaney lahir di Namlea tanggal 7 Juni 1970, mata
pencaharian beliau adalah pemilik bengkel mautor. Sama dengan bapak
Dommy dan ibu Aneth beliau sudah tidak mempersoalkan soal masalah
yang terjadi dikarenakan sanak saudara beliau dinikahi laki-laki yang
berasal dari Negeri Amahusu. Hal tersebut dapat menghilangkan stikma
Buruk yang selama ini melekat pada hidup pengungsi Buru.

46
2) Analisa Hasil Penelitian
 Kontak Sosial
Kontak sosial adalah hubungan yang terjadi antara individu dengan
individu lain yang merupakan syarat dari sebuah interaksi. Kontak sosial
yang terjadi dapat berupa sebuah percakapan, tatap muka, berjabatangan,
dan lain sebagainya. Kontak sosial merupakan proses awal dari sebuah
interaksi, Tanpa adanya kontak sosial atahu hubungan antara individu
maka interaksi tidak akan pernah terjadi.
Kontak sosial merupakan aspek utama dalam berinteraksi antar
sesama masyarakat dalam sebuah kumpulan sekelompok orang yang
hidup menetap disuatu tempat, kontak sosial antara masyarakat Negeri
Amahsu dan Dusun Nahel sangat menarik untuk diketahui karena adanya
selisih pendapat yang terjadi, hal tersebut juga memungkinkan
terhambatnya kontak sosial dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang
diungkapkan oleh Penjabat Negeri Amahusu Jonly . E Siahaya, S.STP,
M.Si. Bagaimana kontak sosial yang terjadi sehari-hari :
“Dari masyarakat Negeri Amahusu ada yang bilang kalau mereka
belum terlalu berkontribusi dalam artian susah bersosialisasi. Kalau
dari masanya raja yang lama itu ada kesalah pahaman, mereka juga
tidak menurut untuk menjadi jemaat Amahusu waktu itu. Sehingga
surat tanah milik mereka di tahan sehingga ada yang belum punya
sertifikat dari berbagai masalah ini. Kita bisa menarik kesimpulan
sejak awal bahwa memang komunikasi antara mereka dan
pemerintah Negeri atahupun masyarakat kurang efektif.”

Dari ungkapan Penjabat Negeri Amahusu bisa digambarkan telah


adanya miskomunikasi antara masyarakat Negeri Amahusu dan
masyarakat Buru dalam kegiatan sehari-hari yang sangat menghambat
timbulnya kontak sosial maka tidak ada interaksi sosial sama sekali.
Kurang berkontribusi dalam artian susah bersosialisasi, jelas – jelas
mempengaruhi kehidupan sehari-hari antara kedua masyarakat tersebut ,

47
ketua rukun tetangga Bpk. Opus Patandian juga mengungkapkan
bagaimana kontak sosial terjadi antara warga Buru dan warga Negeri
Amahusu bahwa :
“Kegiatan seperti bakti sosial itu ada bakti, kerjasama dalam Negeri
atahu kegiatan-kegiatan apa, sesuai permintaan yang di berikan
pemerintah Amahusu terhadap kami, dan kami pun sama-sama
melibatkan diri untuk ikut serta dalam kegiatan sosial yang
dimaksud.”

Lain halnya dengan jawaban Penjabat Negeri, dari pernyataan ketua


RT tersebut ternyata beliau memberikan jawaban, terhadap masyarakat
Buru yang bermukim di Negeri Amahusu yaitu Dusun Nahel. Penjelasan
beliau yang menggambarkan adanya kontak sosial antara masyarakat Buru
dan masyarakat Negeri Amahusu, dimana masyarakat Buru selalu terlibat
dalam kegiatan apapun yang Negeri Amahusu adakan.
Kontak sosial yang digambarkan oleh ketua RT tersebut menimbulkan
perbedaan pendapat antara beliau dan Penjabat Negeri Amahusu.
Kontak sosial merupakan Aspek yang menimbukan interaksi antara
masyarakat desa yang saling mendukung dan saling menerima pesan
anara satu dengan yang lain agar tercapainya tujugan mereka masing
masing (penyatuan makna) . berikut adalah pernyataan Ibu Bertha Silooy
selaku masyarakat Negeri Amahusu tentang kontak sosial yang terjadi :
“Mereka yag datang kemari mengungsikan diri, telah menyepakati
surat perjanjian sebagai masyarakat Negeri Amahusu, otomatis
mereka memang sudah hakikatnya harus berbaur dengan
masyarakat Negeri Amahusu . Awal kedatangan mereka ,
komunikasi yang terjalin cukup baik, namun tidak semua dari
masyarakat Buru menyetujui kesepakatan yang Negeri Amahusu
berikan, separuh dari mereka memutuskan untuk membangun jemaat
yang terpisah dari kami, sehingga jarak pun ada. Dari awal
kedatangan mereka memang sudah terdeteksi adanya pemikiran
yang bertolak belakang dari masyarakat Negeri Amahusu”.

48
Kontak sosial yag digambarkan pada awal kedatangan masyarakat
Buru memang masih tergolong pengenalan antara masyarakat Negeri
Amahusu dan masyarakat Buru itu adalah hal baik, namun terjadi masalah
yang menghambat terjadinya kontak sosial adalah masing-masing
masyarakat Buru punya pemahaman yang berbeda-beda , sehingga
sebagian dari masyarakat Buru menyetujui untuk masuk sebagai
masyarakat Negeri Amahusu, namun berbeda pandangan dengan
sebagiannya lagi yang menolak untuk menjadi masyarakat Negeri
Amahusu. Disini sudah jelas sekali adanya perbedaan pendapat dan
miskomunikasi, tanggapan masyarakat Negeri Amahusu selaku
masyarakat yang turun temurun telah menetap sangat geram dengan
masalah yang terjadi seperti yang diungkapkan Bpk. Arnold Maulle selaku
masyarakat Negeri Amahusu yang berprofesi sebagai pegawai Dinas
Pekerjaan Umum:
“Saya selaku masyarakat Negeri Amahusu pada awal kedatangan
masyarakat Buru pada saat kerusuhan 99, menerima dengan baik
program pemerintah Negeri Amahusu untuk menerima warga Buru
untuk tinggal disini, namun semakin kesini pemahaman mereka
ternyata bertolak belakang dengan maksud baik pemerintah Negeri
Amahusu sehingga menyebabkan masalah yang sangat panjang .
menolak seluruh pelayanan yang kami tetapkan disini menjadi akar
masalah utama dari pihak mereka yang tidak setuju untuk di legalkan
sebagai masyarakat Negeri Amahusu. Hal tersebut dapat kita lihat
pada saat masalah penutupan jalan , diakibatkan karena kurang
tertibnya mereka dalam berkendara sehingga saya harus mengambil
tindakan agar ada efek jera.”
Pernyataan dari Bapak Arnold diatas menunjukan bahwa masyarakat
Buru telah memberontak terhadap semua pelayanan yang diberikan
masyarakat Negeri Amahusu untuk mereka sehingga terkesan tidak
menghormati dan membiarkan masyarakat Negeri Amahusu untuk
mengatur tempat tinggal , status pengungsi agar ditiadakan, dan tempat
beribadah. Sehingga kehidupan masyarakat Buru lebih terlindungi, namun

49
mereka tidak memperdulikan hal tersebut. Bpk Arnold juga menindak lanjuti
sikap mereka yang mabuk dan tidak tertib dalam berkendara saat melewati
jalan dari Negeri Amahusu menuju Dusun Nahel.
Tidak hanya itu saja kontak sosial yang tidak sehat juga berdampak Buruk
dalam semua aspek kehidupan kelompok masyarakat yang hidup tidak
saling menghormati satu sama lain, seperti yang akan di ungkapkan oleh
ibu Rina Silooy selaku pengusaha air PAM :
“Saya adalah satu-satunya orang Negeri Amahusu yang tinggal
berdampingan dengan masyarakat Buru di Dusun Nahel ini. Awal
kedatangan mereka kemari, dikarenakan musibah kerusuhan tahun
99 yang memakan banya korbam di Namlea, beruntungnya mereka
dapat tiba di Negeri Amahusu dengan selamat. Selama menempati
Dusun Nahel saya menuntun mereka agar lebih mengenal Negeri
Amahusu khususnya Dusun Nahel lebih dalam lagi. Ada masyarakat
yang tertarik menjadi masyarakat Negeri Amahusu namun separuh
dari mereka menolaknya dan membangun jemaat sendiri untuk
beribadah. Jarak yang ada menjadikan masyarakat Buru di cap
sebagai pembuat onar. Ketidak tertiban yang dilakukan masyarakat
Buru saat berkendara pada jalan yang baru saja dibangun, membuat
masyarakat Negeri Amahusu geram dan menutup jalan tersebut.”

Maksud dari pernyataan ibu Rina Silooy yaitu, beliau betul-betul


mengalami kontak sosial, karena tempat tinggal beliau adalah Dusun Nahel
otomatis setiap hari setiap saat beliau berpapasan, berkomnikasi dan
berinteraksi dengan masyarakat Buru sudah menjadi hal biasa baginya.
Justru karena adanya kontak sosial antara ibu Ina dan masyarakat Buru,
ibu Ina akhirnya membangun jalan menuju Negeri Amahusu melalui Dusun
Nahel dengan bantuan beberapa masyarakat Buru. Jalan tersebut yang
kemudian akan ditutup oleh Bpk. Arnold Maulle. Sebagian dari warga Nahel
pun ada yang tidak ingin ikut campur oleh masalah tersebut memilih untuk
menjalani hidup seperti biasa tanpa harus merugikan orang Negeri
Amahusu. Seperti pandangan Bpk Dominggus Uneputty mengenai kontak
sosial :

50
“Kontak sosial memang baik saja, karena di lokasi sini kan hanya
beberapa kepala keluarga saja yang memang benar-benar asli
Negeri Amahusu, sedangkan kita jauh daripada orang Negeri
Amahusu itu adakala di kampunya bawah boleh di RT yang lain.
Kalau kesan awal ya kami baik saja setelah sudah menyatu, sudah
membangun hubungan yang baik jadi kesannya baik-baik saja.
Biasa kegiatan yang sering dilakukan mungkin, dari desa palingan
bakti sosial ada kebersamaan dari RT, disini RT 003 RW 004
menjalankan program pemerintah dari Dinas Sosial itu saja. Artinya
untuk kegiatan lainnya mungkin kita masih kurang dilibatkan dan
kalau dampaknya positive, dan memang ada keluarga-keluarga
tertentu yang berkomunikasi dengan baik, ada juga yang kurang
bersahabat, namun kadang menerima kekurangan dan keadaan ini
agar baik-baik saja.”

Jawaban dari Bpk Dommi menggambarkan kerendahan hatinya dalam


menjalani hidup sebagai seorang pengungsi Buru, yang profesi beliau saat
ini menjadi seorang guru dimana beliau juga harus mengimplementasikan
pemahaman dan mental seorang guru dalam kehidupan bermasyarakat.
Sehingga terlihat dari kalimat beliau yang mengatakan bahwa sudah bisa
melalukan kontak sosial dengan masyarakat Negeri Amahusu dengan
sangat baik dan berpikir positive.
 Komunikasi
Manusia dalam hidupnya pasti akan menghadapi peristiwa
kebudayaan dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda yang dibawa
serta dalam melangsungkan proses komunikasi. Setiap orang yang
memasuki lingkungan baru berarti melakukan kontak dan komunikasi
antarbudaya. Orang tersebut juga akan berhadapan dengan orang-orang
dalam lingkungan baru yang ia kunjungi, maka komunikasi antarbudaya
menjadi tidak dapat terhindarkan. Komunikasi merupakan hal paling
esensial dalam hubungan antarmanusia, khususnya hubungan
interpersonal, maupun kelompok dalam masyarakat. Faktor keberadaan

51
tempat juga merupakan salah satu instrumen atau sebagai wadah seluruh
masyarakat untuk saling berinteraksi satu sama lainnya.
Konten dari interaksi adalah komunikasi. Masyarakat akan
berinteraksi menggunakan komunikasi. Komunikasi pada umumnya
diartikan sebagai hubungan atahu kegiatan-kegiatan yang berkaitan
dengan masalah hubungan atahu diartikan pula sebagai saling tukar
menukar pendapat. Komunikasi juga bisa diartikan hubungan kontak
manusia baik induvidu maupun kelompok.Komunikasi kelompok adalah
komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam satu kelompok
“kecil” seperti dalam rapat, dan sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael
Boorgon (dalam Wirianto, 2005)
Negeri Amahusu sebagai tempat atau lingkungan baru bagi
masyarakat Nahel. Sebagai mahkluk social tentunya mengharuskan
mereka melakukan sebuah komunikasi dalam berbagai hal kegiatan sehari-
hari. Apapun Bentuk komunikasi yang dilakukan baik interpersonal maupun
kelompok sedemikian rupa harus diarahkan untuk membangun komunikasi
yang efektif diantara masyarakat Nahel dengan masarakat Amahusu.
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat kutpan waawncara tentang
bagaimana keberlangsungan proses komunikasi antara masyarakat Nahel
dengan masyarakat Amahusu. Berikut kutipan wawancara dengan Penjabat
Negeri Amahusu Jonly . E Siahaya, S.STP, M.Si terhadap
masyarakatnya :
“Saya kumpul kedua belah pihak yang bermasalah, saya dengarkan
kesaksiannya, lalu kita sama-sama berkomunikasi, saya juga
mauhon keter bukaan waktu itu dari kedua belah pihak dan saat itu
mereka saling jujur teradap semua hal yang suka maupun tidak suka,
pro – kontranya kemudian saya lakukan mediasi kedunya, sehingga
masalah selesai”.

52
Itulah yang disebut komunikasi, menyatukan perbedaan, menyatukan
makna dan memperoleh tujugan. Seperti yang dilakukan oleh bpk. RT, Bpk
Opus Patandian :
“Saat terjadi masalah dengan masyarakat Negeri Amahusu selalu
jadi point penting untuk saya karena kondisi kami yang memang
bukan masyarakat asli di sini, jadi memang sangat terhambat dalam
kegiatan sehari – hari kalau jalan yang kami lalui ditutup, saya
hanya himbau untuk sema anak-anak muda ini untuk kepentingan
bersama, jika kita tidak ingin konflik terjadi lagi tolong hargai orang
lain.”

Tujuan komunikasi juga untuk meredakan konflik seperti yang dilakukan


Bpk. Opus selaku ketua RT yang bertanggung jawab atas tindakan
masyarakat Buru. Sama halnya dengan beberapa masyarakat Negeri
Amahusu :
“Kami bisa berbicara secara baik-baik, namun hal yang sangat saya
tidak suka adalah ketika saya ke Dusun Nahel , hendak menemui
sanak saudara, ternyata saya menjadi bahan pembicaraan setelah
saya pergi dari Dusun Nahel. Hal tersebut terjadi karena adanya
sensitifitas dari mereka terhadap saya. Namun ada seorang dari
Dusun Nahel yang menjadi guru di SMA 6 tempat anak saya
bersekolah, dan telah berkomunikasi dengan baik selama ini juga.”

Ibu Bertha Silooy mengaku anaknya bersekolah di SMA 6 dan disana ada
seorang guru yang tinggal di Dusun Nahel dari situlah komunikasi terjalin
dengan baik, sama halnya dengan Bpk. Arnold Maulle :
“Memang masih ada beberapa keluarga yang fanatik tidak suka
orang Buru. Sedangkan orang Negeri Amahusu yang tidak
mempersoalkan orang Buru, kehadiran ada juga yang
berkomunikasi , berteman, kenal baik, hidup berdampingan ,ada
yang menikah dan berkeluarga dan membangun rumah tangga.”

Komunikasi yang terjalin baik dapat menimbulkan hal yang baik juga seperti
terjalinnya hubungan pernikahan antara masyarakat Dusun Nahel dan
Negeri Amahusu. Begitu juga dengan Ibu Rina Silooy yang mengatakan :
“ Komunikasi yang saya jalani dengan masyarakat Buru selalu baik,
tidak pernah tidak, karena sayalah orang pertama yang selalu

53
menjembatani masalah antara masyarakat Buru dan Negeri
Amahusu”.

Negeri Amahusu sudah memiliki kontak sosial dan komunikasi yang baik
sehingga sekitar 7 pasangan Negeri Amahusu dan Buru telah menikah ,
membangun rumah tangga. Ada yang tingal di Negeri Amahusu dan ada
juga yang tinggal di Dusun Nahel, dengan akomodasi yang baik tentunya
dapat terjadi adaptasi yang sangat baik juga.
Akomodasi
Akomodasi adalah sebuah kemampuan untuk menyesuaikan,
memodifikasi, atahu mengatur perilaku seseorang ketika merespons
komunikasi atahu perilaku orang lain. Akomodasi lebih sering dilakukan
secara tidak sadar. Manusia cenderung memiliki asumsi-asumsi kognitif
internal sebagai pedoman yang kita gunakan ketika kita berbicara dengan
orang lain. Akan tetapi karena kita memiliki kultur yang berbeda dengan
orang lain, bisa jadi asumsi kebudayaan yang kita bawa juga tidak
sepenuhnya dapat mengakomodasi harapan dari lawan bicara kita.
Substansi dari teori akomodasi sebenarnya adalah Adaptasi, yaitu
mengenai bagaimana seseorang menyesuaikan komunikasi mereka
dengan orang lain.
Akomodasi adalah suatu usaha yang dilakukan untuk tercapainya
penyelesaian sebuah masalah atau pertikaian oleh pihak-pihak yang
bertikai dan mengarah pada keadaan atahu situasi selesainya pertikaian
atahu masalah tersebut. Biasanya akomodasi diawali dengan berbagai
upaya dari pihak-pihak yang mempunyai pertikaian untuk saling
mengurangi konflik yang terjadi dari masing-masing pihak agar masalah
yang terjadi cepet selesai.
Dari hasil wawancara hanya ketua RT dan masyarakat Dusun Nahel
yang menjalankan akomodasi karena yang berpindah ke Negeri Amahusu

54
adalah masyarakat Dusun Nahel seperti yang di ungkapkan Ketua RT Bpk.
Opus Patandian :
“Saya bukan orang Buru , saya adalah orang Toraja yang mengadu
nasib di Namlea saat sebelum kerusuhan, dan ikut merasakan
imbasnya saat kerusuhan terjadi, kemudian saya kemari bersama
rombongan lainnya. kalau soal gaya dan bahasa Ambon saya
memang paham, namun kalau berbicara sudah sejauh ini
semenjak kerusuhan saya sudah pasti logat Ambon tanpa aksen
Buru.”
Begitu komentar Bpk Opus patandian yang hampir sama dengan komentar
Bpk . Dominggus sebagai berikut :
“Komunikasi yang kami bangun secara langsung dengan
masyarakat diluar RT dengan dialek aksen ambon sejak dari Buru.
Dengan begitu kami tetap memperhatikan etika dalam berinteraksi ,
bahkan kami mengajarkan ke anak-anak bagaimana beretika verbal
dan non verbal. Komunikasi pengungsi Buru dan Negeri Amahusu
yang di latarbelakangi oleh Pemerintah Negeri. Kalau aksen logat
Buru itu antara sesama kami orang Buru saja, tapi sejak awal kami
tiba disini kami ikut menyesuaikan. Kami juga alami saat
beradaptasi, apalagi dalam proses penyelesaian masalah dan
terlibat dalam kegiatan Negeri banyak respon yang kami diharuskan
untuk menerima karena kami sudah bermukim di Negeri Amahusu.”

Dari hasil komentar yang diberikan Bpk. Opus Patandian selaku RT


dan Bpk. Dominggus dapat digambarkan bahwa akomodasi yang terjadi di
Negeri Amahusu adalah sepenuhnya dari pihak masyarakat Buru yang ada
di Dusun Nahel, dimana harus mengupayakan agar komunikasi ini dapat
terjalin dengan baik, menggunakan aksen khas dari daerah mereka,
maupun mengupayakan untuk mengenal logat Ambon dengan cepat.
Seperti penjelasan yang disampaikan Bpk Dominggus, Ibu Bertha
Silooy sebagai masyarakat asli desa Amahusu mengatakan :
“ pengungsi Buru tidak sulit untuk menyesuaikan diri saat tiba di
Amahusu karena bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa
Ambon yang yang membedakan hanya aksennya,tapi sejauh ini tak
ada masalah mengenai cara berbicara”

55
Dari pernyataan Ibu Bertha Silooy sebagai masyarakat Amahusu
yang telah ada sebelum pengungsi Buru hadir dapat dilihat bahwa
masyrakat dari Buru mampu beradaptasi dengan masyrakat sekitar dengan
tidak mengalami kesulitan apapun,untuk mengartikan maksud dari lawan
bicara.
Ibu Rina Silooy yang merupakan masyarakat Amahusu juga
menambahkan bahwa :
“ komunikasi yang telah dilakukan oleh pengungsi Buru dan
Masyarakat Amahusu mengenai bahasa atahu dialeg yang dilakukan
tidak menjadi masalah, namun karena kebiasaan yang berbeda
mengakibatkan terkadang menimbulkan kesalah pahaman”

Dari pernyataan Ibu Rina sebagai masyarakat Amahusu adalah saat


melakukan komunikasi yang menjadi hambatan adalah watak dari kedua
belah pihak yang tidak sama kemudian melakukan interaksi komunikasi
akhirnya menjadi masalah-masalah kecil yang mengakibatkan kesenjangan
sosial.
 Masyarakat Nahel 2
“ Masyarakat Nahel melakukan adaptasi penyesuaian dengan
kondisi sosial budaya yang artinya kalau bicara adat memang kami
belum terlalu lihat kondisi adat rakyat Amahusu yang seperti
bagaimana kebanyakan hampir sama lah dengan kami budaya.
Sebenarnya secara keseluruhan, kalau partisipatif ya kami kalau
namanya program pemerintah dari desa ya kami harus partisipatif.
Tapi kalau memang ada kegiatan lain, kami agak sedikit mengambil
jarak, sehingga sebenarnya bukan kami yang mengambil jarak tapi
kami yang kurang dilibatkan oleh pemerintah Negeri. Kalau pejabat
sekarang dia sangat disiplin dan tegas dia tidak pernah menimbang
sebelah pihak. Dengan adanya pejabat baru ini baru keadilan tu ada.
Tidak membuang yang lain tapi kalau pejabat yang lama, adoh
mental minta ampun tidak bisa proses karena terlalu memihak dan
setelah pergantian pejabat baru, baru kami bisa melihat keadilan,
masyarakat Nahel bisa merasakan keadilan”.
 Masyarakat Nahel 3

56
“Dimana pun manusia berada pasti banyak proses adaptasi yang
tidak sedikit menguras hati, pikiran dan tenaga, itu yang kami alami
saat beradaptasi, apalagi dalam proses penyelesaian masalah dan
terlibat dalam kegiatan desa banyak respon yang kami diharuskan
untuk menerima karena kami sudah bermukim di Amahusu. Kadang
paling sering kegiatan bakti sosial untuk kebersihan, karena kami
jarak tempat tinggal jauh dari lokasi jalan yang biasanya dipakai
sebagai media informasi pengumuman yang jarak nya itu memang
jauh dan biikin kami tidak dapat dengar suara informan itu. Dan
biasanya itu jadi peran RT untuk membantu panjang tangan dalam
penyampaian untuk kami supaya kami tahu dan paham par informasi
dan kami bikin apa yang diinformasikan dan kami bisa sama-sama
berpartsipasi. Itu sebabnya kami ada yang kurang berpartisipasi
karena akang informasi tidak sampe di kami lokasi. Kalau konflik
saat kami tiba tahun 2000-2004, masih terjadi perbedaan pendapat
yaitu, pola pikir dari pemuda-pemuda yang membuat konflik akin
menjadi jadi, kemudian ada konflik yang sama yang terjad di RT juga
mengenai jalan , tapi itu semua su berakhir su lama tidak terjadi
juga.kalau konflik sesama warga RT hanya masalah jalan, masalah
sarana mum yang kami pake sa. Tapi mereka pagari, mereka tutup
supaya jang kami pake beraktivitas. Tapi untuk sarana umum jalan
dia su 4-5 tahun lalu berlalu.”

 Hasil wawancara kepala desa Negeri Amahusu :


“Kalau dari masukan beberapa teman, kemudian juga waktu
penyelesaian masalah antara mereka diatas dapat di katakan kontak
yang terjadi diantara mereka kurang begitu baik. Ada beberapa
contoh masalah dari kondisi tersebut seperti jalan di tutup dengan
masyarakat dibawah, lalu kami bantu fasilitasi untuk buka mereka
fasilitas jalan. Dari beberapa kali kami ketemu dua diantara pihak itu
ada keluhan bahwa mereka kadang-kadang kalau mereka tamu
datang acara pesta begitu buat ribut, dan susah tegur orang. Itu
berarti mereka punya komunikasi tidak terlalu bagus. Kemudian ada
yang bilang kalau mereka belum terlalu berkontribusi dalam artian
susah bersosialisasi. Kalau dari masanya bapa raja yang lama itu
ada pokoknya tidak enak lah , mereka juga menurut jadi jemaat
Amahusu waktu itu. Sehingga mereka punya surat tanah di tahan
sehingga ada yang belum punya sertifikat dari berbagai masalah ini.
Bisa sa kami tarik kesimpulan dari awal bahwa memang mereka
komunikasi kurang bagus dengan pemerintah Negeri atahupun
masyarakat. Pertama kali mereka datang juga saya tidak tahu.
Karena saya baru tinggal disini tahun 2014. Berdasarkan hasil
wawancara dengan kepala desa setempat, yang mengatakan
bahwa orang-orang Buru yang tinggal didusun Nahel Amahusu, tidak

57
tertib dan susah bersosialisasi dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan
tida berkontribuai sama sekali”.

Dari konteks hasil wawancara diatas mengindikasikan adanya masalah


yang mempengaruhi kontak social antara masyarakat Nahel dan Amahusu.
Berbagai kejadian yang terjadi dalam aktifitas keseharian masyarakat serta
merta akan mempengaruhi perilaku komunikasi di antara mereka. Kontak
social tidak akan terjadi secara efektif, hal ini akan mempengaruhi proses
komunikasi diantara mereka.
 Masyarakat Nahel 1
“ Kontak sosial memang baik saja, karena di lokasi sini kan hanya
beberapa kepala keluarga saja yang memang benar-benar asli
Amahusu, sedangkan kami jah daripada orng Amahusu itu ada.
Kalau di kampung bawah boleh di RT yang lain. Kalau kesan awal
ya kami baik saja to, setelah sudah menyatu, sudah membangun
hubungan yang baik jadi kesannya baik-baik saja. Biasa kegiatan
yang sering mungkin, dari desa palingan bakti sosial itu kami ada
kebersamaan dari RT, disini RW 003 RW 004 menjalankan program
pemerintah dari dinas sosial, itu saja. Artinya untuk kegiatan lainnya
mungkin kami masih kurang dilibatkan dan kalau dampaknya
positive, dan memang ada keluarga-keluarga tertentu yang ketika
kami kontak mereka, mereka kurang bersahabat, namun kami
menerima kekurangan dan keadaan ini agar baik-baik saja.
Komunikasi yang kami bangun secara langsung dengan masyarakat
diluar RT dengan dialeg aksen ambon sejak dari Buru. Dengan
begitu kami tetap memperhatikan etika dalam berinteraksi , bahkan
kami mengajarkan ke anak-anak bagaimana beretik verbal dan non
verbal. Komunikasi pengungsi Buru dan Amahusu yang
dilatarbelakangi oleh pemerintah desa , kalau ada persoalan kami
serahkan pinpinan desa untuk proses. Tapi masalah yang terjadi dan
masalahnya tergantung pemerintah desa sendiri. Agar bisa
memutskan yang salah dan benar pada tempatnya”.
Berbeda dengan pendapat kepala Desa Amahusu, pendapat warga
masyarakat Nahel mengisahkan hubungan kontak social mereka dengan
masyarakat Amahusu berlangsung baik. Mereka sering terlibat dalam
berbagai kegiatan desa seperti kerja bakti bersama walaupun dalam

58
pengakuannya ada kegiatan-kegiatan tertentu kadang mereka tidak
dilibatkan.

 Hasil wawancara dengan RT 004/003 :


“ Aktifitas bersama selalu berjalan. Ada kegiatan dari desa seperti
bakti social kami selalu diminta. Kegiatan bakti sosial ada
kerjasama di Negeri atau berbagai kegiatan-kegiatan apa saja,
ketika memang dari Negeri ada minta untuk kami ada sama-sama
tetap kami ada didalam kegiatan sosial maupun kemasyarakatan”.

Berbagai aktifitas atau kegiatan desa seperti bakti social yang diadakan
menurut ketua RT 004/003 selalu melibatkan masyarakat Nahel juga,
mengindikasikan adanya kerjasama atau bakti bersama di antara mereka.
Proses social akan terjadi disitu dimana akan terjadi saling kontak dan
komunikasi diantara kedua masyarakat tersebut. Berdasarkan hasil
wawancara dengan masyarakat Buru yang tinggal didusun Nahel. Mereka
mengaku bahwa sering bersosialisasi dengan baik tanpa merugikan orang
lain, namun mereka sering tidak dilibatkan dalam pelaksanaan program
desa seperti kegiatan bakti sosial dan lainya juga.
 Masyarakat Amahusu 1
“ Mereka datang mengugsi kan? kan mereka su sepakat, yang
tarima mereka ni kan orang Amahusu kan?, jadi memang mereka
harus berbaur dengan orang Amahusu. Lalu yang saya dengar yang
mereka ini masuk jemaat Amahusu, dan ternyata mereka su tanda
tangan perjanjian kesepakatan itu. Dan yang mereka sudah
tandatangan i tu tidak terlaksana, jadi akhirnya cuma beberapa
rumah saja yang masuk jemaat Amahusu, masuk Negeri Amahusu
samua. Itu su terdaftar. Sedangkan yang separuh ni mereka tetap
pertahankan mereka punya jemaat. Makanya disini ni akang bertolak
belakang dengan negri. Jadi mereka disini yang su tanda tangan
perjanjian par masuk jemaat Amahusu dapa sertifikat” .

 Masyarakat Amahusu 2

59
“Iya setahu saya Yang tidak jemaat Amahusu tidak bersertifikat. Lalu
kalau seandainya ada kegiatan bakti sosial dibawah begitu, ada
yang mereka tidak turun lai. Karna memang su bertolak belakang.
Akhirnya segala sesatu mereka ini ni paskali jang ada masalah. Itu
sa yang saya bilang, lalu samua pertanyaan yang kamu kasi tu saya
memang tidak bisa jawab. Nanti ada bahasa yang bilang dia itu
tinggal di atas dengan Nahel la dia tolong-tolong mereka”.
 Masyarakat Amahusu 3
“ Jadi para pendatang ini, mereka tidak tahu diri juga. Tidak tahu
trima kasih, sekarang kami macam anak negri ni kami stenga mati.
Karena negri tidak perhatikan kami.jadi kami mau pergi mana? Mau
ceritakan untuk siapa? Tidak bisa, nanti ada pembahasan kalau
mereka diatasi tu ada apa-apa dengan Amahusu,dan sebaliknya
akan jadi bagitu, jadi memang saya tidak bisa ceritakan par kamu
mereka, jadi bagitu sudah mereka disini ni mereka dengar mereka ,
tidak dengar kami. Kalau kamu ke desa juga nanti mereka bilang
begini seperti yang saya bilang. Masa bisa jemaat di dalam jemaat ?
Satu jemaat la bale jemaat ada di dalam lai tidak masuk akal.
Padahal yang Amahusu sudah pertahankan, yang kalian orang dari
sana itu datang dari namlea ni bukan sinode yang trima,kalau sinode
yang terima ok ok saja. Tapi ini yang tarima kami Amahusu,jadi
kondisi sangat bertolak belakang. Terus yang tutup jalan tu mereka
pintar tapi saya dalam arti begini, sekarang kalau misalnya mereka
pele jalan begitu, lalu tidak ada kami yang mendukung tidak mungkin
jalan tu dia terbuka, jadi saya untung punya transportasi ada lagi,
kalau tidak saya berjalan kaki lewat mereka. Jadi setiap
permasalahan harus ada orang Amahusu yang tampil didepan, kalau
tidak pasti tidak dapat apa-apa, karena mereka sudah buat
kesalahan begitu banyak”.

Berdasarkan bukti wawancara terhadap masyarakat Amahusu ,


ternyata mereka sangat sensitif terhadap kehadiran masyarakat Buru
dusun Nahel hingga saat ini dan komuikasi yang dijalani sehrai-hari tidak
efektif .Terjadi penyimpangan terhadap keberadaan jemaat di dalam jemaat

60
dikarenakan masyarakat Buru di dusun Nahel sebagian besar tidak
menyetujui perjanjian yang telah di sepakati bersama Negeri Amahusu
sehingga surat tanah mereka ditahan oleh pihak desa Amahusu hingga
saat ini. Hal tersebut menimbulkan adanya jarak sensitivitas
(miskomunikasi) yang terjadi antara Negeri Amahusu dan masyarakat Buru
di dusun Nahel pada semua kegiatan dalam Negeri Amahusu yang
melibatkan kedua masyarakat tersebut.

B. Pembahasan
I. Kontak sosial
Berdasarkan hasil penelitian terkait dengan judul, terdapat kontak sosial
yang terjadi pada Masyarakat Amahusu dan Masyarakat Buru yaitu kontak
sosial berdasarkan sifat hubungan yaitu kelompok dengan kelompok
contohnya saat masyarakat Amahusu menerima masyarakat Buru yang
datang dari Namlea dan terjadi kontak sosial juga saat melakukan bakti
sosial bersama.
Menyikapi hal tersebut dapat dikemukakan bahwa kontak sosial
antara masyarakat Amahusu dan masyarakat Buru pada awalnya terjalin
baik pada saat penerimaan masyarakat Buru pasca kerusuhan tahun 99
dari Namlea ke Amahusu. Hal tersebut berjalan baik karena masyarakat
Amahusu diundang secara langsung untuk serah terima keberadaan
masyarakat Buru menjadi masyarakat Amahusu yang legal secara hukum,
pengakuan dan penempatan wilayah tempat tinggal yang bermukim di
salah satu dusun Negeri Amahusu yaitu dusun Nahel. Namun masyarakat
Buru tidak secara keseluruhan yang menyetujui perjanjian serah terima
yang diadakan pemerintah Negeri Amahusu. Mereka memang dapat
menempati dusun Nahel namun tanpa sertifikat tanah. Dusun Nahel pada
saat itu belum ditempati banyak keluarga, hanya ditempati satu keluarga

61
orang Amahusu. Keberadaan satu-satunya orang Amahusu di dusun Nahel
menjadi stimulan bagi masyarakat Buru, agar mampu beradaptasi dengan
suasana dan lingkungan yang baru. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari
antara masyarakat Buru dan keluarga orang Amahusu yang menempati
dusun Nahel, berjalan dengan baik karena saling berdampingan. Hal
tersebut tidak sebaik kontak sosial dengan masyarakat Amahusu di dalam
Negeri Amahusu, yang memiliki rasa sensitive dikarenakan masyarakat
Buru yang sebagian besar tidak menyetujui untuk dilegalkan menjadi
masyarakat Amahusu memilih untuk membangun jemaat untuk beribadah
di dalam jemaat yang sudah dimiliki Negeri Amahusu,
Disisi lain orang Amahusu yang menempati dusun Nahel membantu
masyarakat Buru untuk membangun jalan turun dan naik dari arah dusun
Nahel ke bawah (Negeri Amahusu), saat jalan tersebut sudah selesai
dibuat dan dapat digunakan, masyarakat Buru yang khususnya anak muda
mengendarai kendaraan bermotor mereka secara ugal-ugalan yang jelas
jelas merugikan orang Amahusu yang sedang beristirahat, karena merasa
terganggu salah satu masyarakat Amahusu yang bekerja pada dinas
pekerjaan umum memfasilitasi agar jalan tersebut ditutup. Penutupan jalan
tersebut membuat konflik semakin menjadi jadi akibat hal tersebut
komunikasi antara kedua belah pihak tidak seefektif awal kedatagan
masyarakat Buru ke Amahusu, komunikasi yang dijalani bersifat searah
tanpa feedback , sebatas penyelesaian masalah tidak ada timbal balik
atahu sebelah pihak terkesan bahwa masyarakat Buru dikucilkan tidak
diizinkan mengemukakan pendapat dan kurangnya jangkauan informasi
sampai ke dusun Nahel, dan jarang dilibatkab dalam kegiatan
kemasyarakatan. Sebaliknya pandangan masyarakat Amahusu ,
masyarakat Buru kurang berkontribusi dalam kegiatan di dalam Negeri ,
padahal infrastruktur sudah memadai untuk menjangkau informasi. Merasa

62
malu, warga Amahusu yang tinggal didusun Nahel yang memfasilitasi
pembangunan jalan tersebut turun ke Negeri Amahusu untuk
menyelesaikan masalah karena sudah terjadi miskomunikasi yang sangat
parah. Akhirnya pemerintah Negeri Amahusu memfasilitasi penyelesaian
masalah. Yang menurut masyarakat Buru tidak seperti pemerintahan yang
lama , yang menganak tirikan masyarakat Buru. Pemerintaham kali ini mau
mendenganar keluahan kedua belah pihak dan menakomaudir dengan cara
meditasi antara dua belah pihak dan menyelesaikan secara kekeluargaan ,
adil dan tidak berat sebelah.

II. Komunikasi
Proses interaksi social antara kelompok social yang ada dalam sistem
sosial/masyarakat akan berjalan efektif tatkala terjalinnya komunikasi yang
baik dalam masyarakat tersebut. Konten dari interaksi adalah komunikasi,
komunikasi yang berlangsung baik akan mempengaruhi proses interaksi
yang terjadi. Berdasarkan hasil penelitian menunjuan bahwa proses
komunikasi antara kelompok masyarakat Nahel dan masyarakat Amahusu
tidak berlangsung baik, dan kondisi ini diakibatkan dari adanya kesalahan
sikap dan perilaku masyarakat yang tidak memperhatikan atau
mengutamakan rasa respek atau hormat terhadap system norma dan nilai
yang dihidupi oleh masyarakat baik nilai-nilai social maupun nilai-nilai
agama.
Dari hasil penelitian terkait indikator komunikasi dapat dilihat bahwa
masyarakat Amahusu berniat untuk membantu masyarakat Buru yang
bermukim di Amahusu tepatnya di dusun Nahel, dalam menyelesaikan
masalah mereka pasca kerusuhan, maksud dari masyarakat Amahusu
adalah untuk memberikan keamanan pada masyarakat Buru, agar dapat
tinggal dan diakui sebagai masyarakat Amahusu dan jemaat Amahusu.

63
Namun hanya beberapa kepala keluarga yang menyetujui perjanjian untuk
menjadi masyarakat Amahusu dan masuk jemaat Amahusu juga.
Sebenarnya semua masyarakat Buru sudah dapat masuk sebagai
masyarakat Amahusu, hanya saja sebagian dari masyarakat Buru membuat
keputusan sendiri, yaitu membangun jemaat baru yang diatur oleh mereka
sendiri, dan diolah oleh mereka, dan dijalankan oleh mereka sendiri juga.
Namun hal tersebut termasuk tindakan penyimpangan karena tidak ada
jemaat didalam jemaat kecuali jemaat induk. Dikarenakan terdapat jemaat
lain di luar jemaat Amahusu, pemerintah desa Amahusu menindak lanjuti
hal tersebut dengan tidak memberikan sertifikat tanah kepada masyarakat
Buru yang membangun jemaat lain diluar jemaat Amahusu. Hanya
masyarakat Buru yang telah masuk jemaat Amahusu saja yang berhak
mendapatkan sertifikat tanah mereka.
III. Akomodasi
Dapat disimpulkan bahwa akomodasi Pola Komunikasi Masyarakat
Pengungsi Buru Di Dusun Nahel, Negeri Amahusu Kecamatan Nusaniwe
Kota Ambon termasuk dalam jenis akomodasi Mediasi yang adalah proses
akomodasi yang merupakan penyelesaian pertikaian antara dua kelompok
atahu lebih yang kedua belah pihak.menghadirkan pihak ketiga agar konflik
terselesaikan. Mediasi berbeda dengan arbitrasi karena dalam mediasi,
pihak ketiga tidak berhak mengambil keputusan atahu dengan kata lain
bersifat netral. Hal ini menyangkut dengan pimpinan desa yang saat ini
menjabat, pada saat menyelesaikan masalah tidak bertimbang sebelah,
memutuskan penyelesaian masalah, secara netral menyetarakan, tanpa
merendahkan.

64
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan analisis yang dilakukan mengenai Pola
Komunikasi Masyarakat Pengungsi Buru di Dusun Nahel, Negeri Amahusu

65
Kecamatan Nusaniwe Kota Ambon, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1) Masyarakat Negeri Amahusu menganggap masyarakat Buru
kurang berkontribusi dalam kehidupan sehari – hari sehingga tidak
ada kontak sosial yang dirasakan, pernah dilakukan dari
masyarakat Buru.
2) Komunikasi yang terjadi antara masyarakat Negeri Amahusu dan
masyarakat Buru begitu juga yang dirasakan oleh salah seorang
warga Negeri Amahusu yang hidup berdampingan dengan warga
Buru di Dusun Nahel, komunikasi juga menyatukan paham yang
berbeda antara masyarakat Negeri Amahusu dan Buru yang
disatukan oleh Penjabat Negeri Amahusu dalam penyelesaian
masalah penutupan jalan.
3) Akomodasi komunikasi yang terjadi pada kelompok Nahel
merupakan tindakan penyesuaian atau adaptasi dalam proses
komunikasi dengan kelompok masyarakat Amahusu, bahasa yang
di pakai adalah bahasa dialek Ambon, yang berbeda hanyalah
aksen, lain dari pada itu mudah di serap dengan cepat oleh
mereka.

B. SARAN
1) Agar masyarakat Buru secara keseluruhan dapat berkontribusi
dengan baik, pemerintah harus melakukan pengadaan sarana
infrastruktur yang dapat mendukung kekurangan yang ada
pada Dusun Nahel seperti peralatan untuk mendapatkan
informasi dengan cepat dan baik dan kontak sosial, komunikasi,

66
dan akomodasi yang terjadi dapat bertahan lama agar tidak
akan ada konflik antara kedua belah pihak.
2) Persoalan perbedaan tempat ibadah sebenarnya tidak perlu
dipersoalkan, warga Negeri Amahusu tidak perlu memberikan
sanksi seberat itu, komunikasikan dengan baik, dan melibatkan
warga Buru dalam kegiatan Ibadah Natal misalnya, atahu
kegiatan gereja yang membutuhkan tenaga ibu-ibu rumah
tangga dari Dusun Nahel dan Negeri Amahusu untuk
membuatksn makanan pada acara makan patita bersama
misalnya, banyak hal yang bisa dikomunikasikan bersama
untuk menyatukan paham yang berbeda, karena lebih baik
memikirkan solusi, dari pada harus memikirkan seberapa jauh
masalah ini akan dilanjutkan atahu dibesar-besarkan.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar Arifin. 1984. Strategi Komunikasi. PT Amrico


Burgoon Michael. 1978. Human Communication. Newyork : Holt, R Inehart and
Winston.

67
Devitto A Jhosep. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Tanggerang : Karisma
Publishing Group.
Effendi. 1993. Ilmu komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Floyd James dan Winsor Jerry, L. 1996. Komunikasi Bisnis. Jakarta : Rosda
Jayaputra
Ohoiwutun. 1997.Sosioliguistik:Memahami Bahasa Dalam Konteks Masyarakat
Dan Kebudayaan,Jakarta: Kesaint Blanc.
Mulyana Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Miles, M.B & Huberman A.M. 1984, Analis Data Kualitatif . Terjemahan
OlehTjetjep Rohendi Rohidi. 1992. Jakarta : Penerbit Umiversitas Indonesia.
Ritzer,George 2005. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Predana Media
Samovar, L., Porter. Komunikasi Lintas Budaya. Jakarta: Salemba Humanika.
Stewart L. Tubbs.1996. Human Communication:Perinsip-Perinsip Dasar. PT
Remaja Rosdakarya.
Wiryanto. 2005. Pengantar ilmu Komunikasi. Grasindo.

Lampiran :

68
69
70

Anda mungkin juga menyukai