Anda di halaman 1dari 32

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB 1. PENDAHULUAN.....................................................................................................4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................6
2.1 Definisi..........................................................................................................................6
2.2 Anatomi dan Fisiologi..................................................................................................6
2.2.1 Anatomi..................................................................................................................6
2.2.2 Fisiologi Aquos Humor.........................................................................................9
2.3 Epidemiologi...............................................................................................................14
2.4 Etiologi........................................................................................................................14
2.5 Patofisiologi................................................................................................................15
2.6 Faktor Resiko.............................................................................................................16
2.7 Klasifikasi...................................................................................................................16
2.8 Gejala Klinis dan Diagnosis.......................................................................................18
2.9 Diagnosis Banding......................................................................................................20
2.10 Penatalaksanaan.......................................................................................................22
2.10.1 Terapi Medis......................................................................................................22
2.10.2 Terapi Bedah.....................................................................................................29
2.11 Follow up..................................................................................................................30
2.12 Prognosis...................................................................................................................31
2.13 Komplikasi................................................................................................................31
BAB 3. PENUTUP..............................................................................................................32
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................33

1
BAB 1. PENDAHULUAN

Glaukoma adalah neuropatik optik yang disebabkan oleh tekanan intra okuler
yang (relatif) tinggi ditandai oleh kelainan lapang pandang yang khas dan atrofi papil
saraf optik. Pada keadaan ini TIO tidak harus selalu (absolut) tinggi, tetapi TIO relatif
tinggi untuk individu tersebut. Glaukoma merupakan penyebab kebutaan peringkat
kedua di Indonesia setelah katarak. Kebutaan yang terjadi pada glaukoma bersifat
menetap, tidak sepeti katarak yang bisa dipulihkan dengan pembedahan. [6,7]

Glaukoma kongenital merupakan penyebab utama kebutaan pada anak-anak.


Glaukoma kongenital terjadi karena saluran pembuangan tidak terbentuk dengan baik
atau bahkan tidak terbentuk sama sekali. Meskipun kejadian glaukoma kongenital ini
rendah (1:10.000 kelahiran). Glaukoma kongenital primer dihitung kira kira 50-70%
dari glaukoma kongenital, Glaukoma kongenital primer merupakan glaukoma
kongenital tersering yang terjadi dan menyumbang 0,01-0,04 % dari kebutaan total.
Sebagian besar pasien pada glaukoma kongenital (60%) didiagnosis pada umur 6
bulan dan 80% didiagnosis pada tahun pertama kehidupan. [3,16]

Glaukoma kongenital primer atau infantile terjadi saat lahir atau dalam tahun
pertama kehidupan. Sedangkan glaukoma juvenil adalah istilah yang digunakan untuk
menunjukkan kasus dimana kenaikan tekanan intra okuler meningkat pada usia 3-16
tahun. Kondisi ini terjadi karena abnormalitas pada perkembangan anterior chamber
angle yang menghambat aliran aqueous pada ketiadaan anomaly sistemik atau
malforasi ocular lainnya. Glaukoma infantile sekunder berhubungan dengan
inflamasi, neoplstik, hemartomatous, metabolic dan gangguan kongenital lainnya.
[11,18,24]

Kebanyakan kasus glaukoma kongenital primer ini terjadi secara sporadik.


Kira- kira 10 % dari kasus yang ditemukan berhubungan dengan gen autosomal

2
resesif. Pada keadaan ini, kedua orang tua bisa carier heterozigot. Penelitian lain juga
menunjukkan bahwa glaukoma kongenital ini dapat diturunkan melalui pola
poligenetik. Penyakit ini dapat diturunkan secara dominan, walaupun ada kasus-kasus
sporadic. Glaukoma timbul pada sekitar 50% dari mata dengan kelainan tersebut dan
sering belum muncul sampai usia anak lebih tua. [2,7,11]

3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Glaukoma kongenital adalah suatu glaukoma yang terjadi pada bayi dan anak-
anak akibat penutupan bawaan dari sudut iridokorneal oleh suatu membrane yang
menghambat aliran dari humor aquous sehingga dapat meningkatkan tekanan intra
okuler. [9]
Glaukoma kongenital adalah kelompok penyakit heterogen dengan klasifikasi
berdasarkan usia sebagai berikut :[2]
 Glaukoma kongenital : glaukoma yang terjadi pada saat kelahiran.
 Glaukoma infantil : glaukoma pada awal masa anak-anak (< 3 tahun).
 Glaukoma juvenil : glaukoma yang terjadi pada masa anak anak usia lanjut
(>3 tahun).
2.2 Anatomi dan Fisiologi
2.2.1 Anatomi Sudut Filtrasi

Gambar 1. Sistem aliran humor aquos yang normal 9

4
Sudut filtrasi merupakan bagian yang penting dalam pengaturan drainase
humor aqueous. Sudut ini terdapat didalam limbus kornea. Limbus adalah bagian
yang dibatasi oleh garis yang menghubungkan akhir dari membrane descemet dan
membrane bowman, akhir dari membrane descemet disebut garis schwalbe.
Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabecular, yang terdiri dari :
1. Trabekula korneoskleral
Serabut yang berasal dari lapisan stroma kornea dan menuju kebelakang

mengelilingi kanalis Schlem untuk berinsesi pada sclera.

2. Trabekula uveal
Serabut yang berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke scleral
spur (insersi dari M.Ciliaris) dan sebagian ke M.Ciliaris meridional.
Serabut yang berasal dari akhir membrane descemet (garis schwalbe)
Serabut ini menuju ke jaringan pengikat M.Ciliaris radialis dan sirkularis .
3. Ligamentum pegtinatum rudimenter
Ligamentum ini berasal dari dataran depan iris menuju ke depan
trabekula.

Trabekular terdiri dari jaringan kolagen, homogen, elastis dan seluruhnya


diliputi oleh endotel. Keseluruhannya merupakan sponge yang tembus pandang,
sehingga bila ada darah didalam kanalis schlem, dapat terlihat dari luar.
Kanalis schlem merupakan kapiler yang dimodofikasi, yang mengelilingi

kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel, diameternya 0,5mm. pada dinding

sebelah dalam, terdapat lubang-lubang sehingga terdapat hubungan langsung anatar

trabekula dan kanalis schlem. Dari kanalis schlem keluar saluran kolektor 20-30

buah, yang menuju ke plexus vena didalam jaringan schlera dan episklera dan vena

Ciliaris anterior di badan siliar. [4,5]

5
2.2.2 Fisiologi Aquos Humor
Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan aqueous humor
dan tahapan terhadap aliran keluarnya dari mata12
a. Volume
Aqueous humor adalah cairan jernih yang mengisi anterior chamber (0,25 m) dan
posterior chamber (0,06 m) pada bola mata.12
b. Fungsi 7
Fungsi dari aqueous humour antara lain :
- Mempertahankan tekanan intraokular
- Berperan penting dalam metabolisme dengan menyediakan substrat dan
mengeluarkan metabolit dari kornea dan lensa avaskular.
- Mempertahankan kejernihan pengelihatan
c. Komposisi
Komponen aqueous humour normal antara lain air sebanyak 99,9% dan 1% nya
terdiri dari :
- Protein yang merupakan komponen koloid. Kandungan protein dari bood
aqueous barrier (5-16 gm%) jauh lebih sedikit dibandingkan dengan plasma
(6-7 gm%). Dalam peradangan uvea (iridocyclitis) blood aqueous-barrier
rusak dan kandungan protein dari aqueous meningkat (plasmoid aqueous).
- Asam amino kira-kira 5mg/kg air
- Komponen non-colloid dalam milimol/kg air antara lain gukosa (0,6), urea
(7), askorbat (0,9), asam laktat (7,4), inositol (0,1), Na + (144), K+ (4,5), Cl-
(10), dan HCO3- (34)
- Oksigen juga terdapat dalam aqueous.
Jadi, komposisi aqueous mirip dengan plasma tetapi plasma memiliki askorbat,
piruvat dan laktat dalam konsentrasi yang tinggi dan protein, urea juga glukosa

6
dalam konsentrasi yang rendah. Komposisi aqueous humour pada anterior
chamber dan posterior chamber berbeda dikarenakan pertukaran metabolik,
perbedaan utamanya yaitu:
- HCO3- pada posterior chamber lebih tinggi dibandingkan dengan anterior
chamber.
- Cl- pada posterior chamber konsetrasinya lebih rendah dibandingkan anterior
chamber
- Konsentrasi askorbat pada posterior aqueous sedikit lebih tinggi daripada
aqueous anterior chamber.12
d. Produksi
Aqueous humour di produksi oeh corpus ciliare. Ultrafiltrat plasma yang
dihasilkan di stroma prosessus ciliares dimodifikasi oleh fungsi barier dan
prosessus sekretorius epitel siliaris.setelah masuk ke bilik mata depan, aqueous
humour mengalir melaui pupil ke bilik mata depan lalu ke anyaman trabecular di
sudut bilik mata depan. Selama itu, terjadi pertukaran diferensial komponen-
komponen aqueous dengan darah di iris.12
Aqueous humour diproduksi dalam dua tahap 12 :
1. Pembentukan filtrat plasma dalam korpus ciliare
2. Pembentukan aqueous dari fitrat tersebut dengan melewati blood-aqueous
barrier.
Ada dua mekanisme 12 yaitu :
1. Sekresi aktif
Sekresi aktif diperankan sebagian besar oleh epitel bersilia yang tidak
berpigmen, dan proses tersebut bergantung pada sistem enzim terutama
pompa Na+/K+ ATPase yang menyekresi ion Na+ ke posterior chamber. Hal
ini menyebabkan perbedaan tekanan osmotik yang melewati sel epitel
bersilia sehingga air berjalan mengikuti gradien osmotik secara pasif.
Sekresi Cl- pada permukaan sel yang tidak berpigmen mungkin merupakan

7
faktor penting untuk membatasi kecepatannya. Karbonik anhidrase juga
berperan tetapi mekanismenya belum diketahui dengan tepat. Sekresi
aqueous dapat dikurangi oleh faktor yang menghambat metabolism aktif,
contohnya hipoksia dan hipotermia dan pengurangan sekresi tersebut tidak
bergantung pada derajat tekanan intraokular.
2. Sekresi pasif
Sekresi pasif ini diperankan oleh ultrafitrasi dan difusi yang bergantung pada
derajat tekanan hidrostatik kapiler. Tekanan onkotik dan derajat tekanan
intraokular berperan kecil dalam pembentukan aqueous humour.

e. Hal yang mempengaruhi pembentukan aqueous


- Variasi diurnal tekanan intraocular
Variasi diurnal merupakan perubahan keadaan tekanan intraokular setiap hari.
Pada orang normal tidak melebihi 4 mmhg antara terendah dan tertinggi,
sedang pada penderita glaukoma dapat lebih tinggi. Umumnya tekanan
intraokular meninggi pada siang hari terutama pagi hari dan lebih rendah pada
malam hari. Ini dihubungkan dengan variasi diurnal kadar kortisol plasma,
dimana puncak tekananintraokular sekitar tiga sampai empat jam setelah
kortisol plsama.
- Vasopressin dan adenyl-cycase sudah diutarakan mempengaruhi pembentukan
aqueous dengan mempengaruhi transport aktif dari natrium.
- Ultrafiltrasi dan difusi yang merupakan mekanisme pasif pembentukan
aqueous, tergantung pada derajat tekanan darah di kapiler ciliari, tekanan
osmotik plasma dan tekanan intraokular. 12
f. Faktor yang mempengaruhi sekresi aqueous12
- Obat-obatan, contohnya beta bloker, simpatomimetik, carbonic anhydrase
inhibitor
- Prosedur Siklodestriktif seperti cyclocryotherapy dan ablasi laser.

8
Kerusakan korpus ciliare yang disebabkan karena lepasnya korpus ciliare,
inflamasi epitel sekresi ciliare yang bergabung dengan iridosiklitis, lepasnya
retina
g. Aliran aqueous humor
Aqueous humour mengalir dari posterior chamber ke anterior chamber
melalui pupil melawan sedikit resistesi phisiologis.dari anterior chamber, aqueous
diairkan keluar melalui dua jalan, yaitu
1. Trabecular outflow (conventional)
Trabekular meshwork merupakan jalan utama untuk aqueous dari bilik mata
depan. Sekitar 90% dari total aqueous dikeluarkan melalui jalan ini. 10Aqueous
mengalir melalui trabekula ke kanal Schlemm dan diairkan oleh vena
episkleral. Aliran yang besar ini sensitif terhadap tekanan, maka dari itu
peningkatan tekanan kepala akan meningkatkan airannya juga. Aliran
trabecular dapat juga ditingkatkan dengan obat-obatan (miotik,
simpatomimetik), laser trabekuloplasti dan bedah filtrasi.16
2. Uveoscleral outflow (unconventional)
Bertanggung jawab atas sekitar 10 persen dari total aliran aqueous. Aqueous
berjalan keluar melewati permukaan korpus ciliare menuju ke ruang
suprakoroid dan dialirkan oleh sirkulasi vena pada korpus ciliare, koroid dan
sclera. Aliran uveoskleral dapat diturunkan oleh miotik dan ditingkatkan oleh
atropine, simpatomimetik, prostaglandin. Sedikit aqueous juga mengalir
melalui iris.12

Ringkasan aliran aqueous humour 12


Prosessus ciliare

Aqueous pada posterior chamber

9
(melalui pupil)

Anterior chamber

Trabecular meshwork corpus ciliari

Kanal Schlemm ruangsuprachoroidal

Collector channels sirkulasi vena pada


corpusciliari, choroiddan
sklera

trabecular (conventional) uveoscleral


(uncenvetional)
outflow = 90% outflow = 10%

10
Gambar 2. Anatomi sudut bilik mata depan1

2.3 Epidemiologi
Kongenital glaukoma primer merupakan penyakit bilateral sekitar 75% kasus,
dengan perhitungan laki-laki sekitar 65%. Glaukoma pada anak bersifat heterogen,
glaukoma primer kongenital kira-kira 50-70% dari glaukoma kongenital dan terjadi
kurang 1:10.000 dari kelahiran. Dari glaukoma pediatric, 60 % didiagnosa pada umur
6 bulan dan 80% dalam tahun pertama kehudupan. Perkiraan 65% pasien adalah laki-
laki dan terjadi bilateral dalam 70 % kasus.[2,3]

2.4 Etiologi
Glaukoma kongenital primer terbatas pada kelainan perkembangan yang
mempengaruhi trabekulum meshwork. Glaukoma kongenital terjadi karena saluran
pembuangan tidak terbentuk dengan baik atau bahkan tidak terbentuk sama sekali.
Glaukoma kongenital dibagi menjadi 2 tipe, yaitu tipe infantile dan glaukoma yang
berhubungan dengan glaukoma lainnya.[10]
Kelainan ini akibat terdapatnya membrane kongenital yang menutupi sudut bilik
mata pada saat perkembangan bola mata, kelainan pembentukkan kanal schlemm dan
saluran keluar cairan mata yang tidak sempurna terbentuk. Glaukoma kongenital juga
berhubungan dengan penyakit kongenital lainnya, seperti include sturge webber
sindrom, neurofibromatosis, lowe sindrom, pierre robin sindrom, marfan sindrom,
homocistinuria, aniridia, axenfeld anomaly, dan reiger sindrom.[7]

2.5 Patofisiologi

11
Tabel 1: pathogenesis glaucoma kongenital primer 2
Glaukoma kongenital primer terbatas pada kelainan perkembangan
yang mempengaruhi trabekulum meshwork. Glaukoma kongenital terjadi karena
saluran pembuangan tidak terbentuk dengan baik atau bahkan tidak terbentuk sama
sekali. Glaukoma kongenital dibagi menjadi 2 tipe, yaitu tipe infantile dan glaukoma
yang berhubungan dengan glaukoma lainnya.[10]
Kelainan ini akibat terdapatnya membrane kongenital yang menutupi sudut bilik
mata pada saat perkembangan bola mata, kelainan pembentukkan kanal schlemm dan
saluran keluar cairan mata yang tidak sempurna terbentuk. Glaukoma kongenital juga
berhubungan dengan penyakit kongenital lainnya, seperti include sturge webber
sindrom, neurofibromatosis, lowe sindrom, pierre robin sindrom, marfan sindrom,
homocistinuria, aniridia, axenfeld anomaly, dan reiger sindrom.[7]

12
2.6 Faktor Resiko
1. Bila ada riwayat penderita glaukoma pada keluarga
2. Riwayat anggota keluarga yang terkena glaukoma
Untuk glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita glaukoma
mempunyai risiko 6 kali lebih besar mengalami glaukoma. Risiko terbesar
adalah kakak-beradik kemudian hubungan orang tua dan anak-anak.
3. Obat-obatan
Pemakai steroid secara rutin misalnya: Pemakai obat tetes mata yang
mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler
untuk penderita asthma, obat steroid untuk radang sendi dan pemakai
obat yang memakai steroid secara rutin lainnya. Bila anda mengetahui
bahwa anda pemakai obat-abatan steroid secara rutin, sangat dianjurkan
memeriksakan diri anda ke dokter spesialis mata untuk pendeteksian
glaucoma.
4. Riwayat trauma (luka kecelakaan) pada mata2

2.7 Klasifikasi
Glaukoma infantil atau kongenital primer tampak jelas pada saat lahir atau
dalam tahun pertama kehiupan. Keduanya disebabkan oleh displasia sudut bilik
anterior tanpa kelainan sistemik okular lainnya. Glaukoma infantil sekunder
berhubungan dengan inflamasi, neoplastik, hamartomatous, metabolik atau kelainan
lainnya pada mata. Glaukoma juvenil belakangan ditemukan pada anak-anak sesudah
umur 3 tahun atau pada dewasa muda.4

Istilah glaukoma developmental termasuk glaukoma kongenital primer dan glaukoma


yang berhubungan dengan anomali perkembangan lainnya, baik okular maupun
sistemik. Glaukoma yang berhubungan dengan abnormalitas sistemik atau okular bisa
bersifat herediter atau didapat. Istilah buphtalmos (Cow’s eye) mengarah pada
pembesaran bola mata. Kondisi ini terlihat pada onset peningkatan IOP yang terjadi

13
sebelum umur 2 tahun pada glaukoma atau pada glaukoma pediatrik berhubungan
dengan kelainan okular dan atau sistemik lainnya.4

Glaukoma kongenital dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu:15

1. Glaukoma kongenital primer yang menunjukkan kelainan perkembangan terbatas


pada sudut kamera anterior. Glaukoma kongenital primer dibagi menjadi tiga
yaitu glaukoma kongenital primer yang terjadi pada tahun pertama kelahiran,
glaukoma kongenital primer yang terjadi pada usia lebih dari 1 tahun sampai 3
tahun dan glaukoma juvenil yang terjadi pada usia lebih dari 3 tahun sampai usia
remaja.
2. Glaukoma kongenital yang berhubungan dengan anomali perkembangan
segmen anterior yaitu sindrom Axenfeld, anomali Peter dan sindrom Rieger.
Disini perkembangan iris dan kornea juga abnormal. 4 Penyakit-penyakit ini
biasanya diwariskan secara dominan, walaupun dilaporkan ada kasus-kasus
sporadik. Glaukoma timbul pada sekitar 50% dari mata dengan kelainan
tersebut dan sering belum muncul sampai usia anak lebih tua atau dewasa
muda.
3. Glaukoma kongenital yang berhubungan dengan kelainan lain termasuk
aniridia, sindrom Sturge-Weber, neurofibromatosis, sindrom Lowe dan
rubella kongenital.15

2.8 Gejala Klinis dan Diagnosis


Pada glaukoma infantil ditemukan 3 gejala klasik: epiphora, photophobia dan
blepharosme. Diagnosis glaukoma infantil tergantung pada penelitian klinis yang
cermat, termasuk ukuran IOP, diameter kornea, gonioscopy, ukuran panjang axial
dengan ultrasonografy, dan ophtalmoscopy.4,14
Pemeriksaan mata luar mungkin menampakkan buphtalmos dengan pelebaran
diameter kornea lebih daari 12 mm sepanjang tahun pertama kehidupan (Normalnya
diameter horizontal dari kornea adalah 9,5-10,5 mm pada bayi cukup bulan dan lebih

14
kecil pada bayi prematur). Edema kornea bisa terjadi mulai dari kekaburan yang
ringan sampai berat pada stroma kornea karena peninggian IOP, 25% edema kornea
terjadi pada saat lahir dan 60% pada usia 6 bulan. 25 Penurunan ketajaman visual bisa
akibat atropi optik, pengawanan kornea, astigmat, amblyopia, katarak, dislokasi
lensa, pemisahan retina. Amblyoma mungkin disebabkan oleh opacity kornea itu
sendiri atau kesalahan refraksi. Pembesaran mata menyebabkan myopia, dan robekan
pada descemen membran bisa menyebabkan astgmat yang luas. Langkah tepat untuk
pencegahan dan pengobatan amblyopia harus dilakukan secepat mungkin. Robekan
membran Descement disebut Haab’s striae dapat terjadi karena regangan kornea dan
peningkatan kedalaman kamera anterior disertai oleh disertai oleh peningkatan
generalisata segmen anterior mata) serta edema dan kekeruhan stroma kornea.15,16
Gambar 3. Gambaran buftalmos pada anak.15

Seorang dokter dapat mengukur IOP pada anak dibaawah 6 bulan tanpa
general anestesi atau sedasi dengan melakukan pengukuran pada saat anak makan
atau pada saat anak tidur. Bagaimanapun bisa terjadi keadaan yang kurang baik bila
pemeriksaan menggunakan anestesi umum. Kebanyakan bahan anestesi umum
dengan sedatif menurunkan IOP. Dan lagi, bayi bisa mengalami dehidrasi dalam
persiapan anestesi. Satu-satunya pengecualian dalam hal ini adalah ketamin, yang
bisa meningkatkan IOP. Normalnya IOP pada bayi dibawah pengaruh anestesi umum
adalah antara 10-20 mmHg, tergantung pada tonometer. Peningkatan IOP yang
signifikan mungkin terjadi pada 1 mata banyak pada 25-30% kasus.4,10
Gonioscopy dengan anestesi, menggunakan lensa gonioscopy direk lebih
direkomendasikan. Pada glaukoma anak tersendiri yang khas adalah bilik anterior
dalamnya dengan struktur yang normal. Penemuan lainnya dalah inersi iris yang
tinggi dan datar, tidak adanya sudut reses, hipoplasia peripheral iris, epitel pigmen
peripheral iris tenting dan perkabutan neural trabekular meshwork. Bagian sudut
terbuka dengan inersi tinggi dan iris yang membentuk suatu garis bergelombang yang

15
disebabkan jaringan abnormal yang terlihat berkilau-kilau. Jaringan ini menahan
peripheral iris dibagian anterior. Bagian sudut selalu avaskuler, tetapi aliran
pembuluh darah dari arteri besar mungkin bisa terlihat di sekitar dasar iris.
Normalnya sudut bilik anterior antara anak-anak dan dewasa berbeda. Kebanyakan
penemuan yang telah ada tidak spesifik, dan ini bisa menyulitkan untuk membedakan
hasil gonioscopy antara glaukoma infantil dengan yang normal. Jika edema kornea
menghalangi pandangan sudut secara adekuat, epitelium bisa dipindahkan dengan
menggunakan pisau scalpel atau cotton-tippod applicator yang direndam dalam
alkohol 70% untuk meningkatkan jarak penglihatan.4,14,15
Gambaran ketajaman penglihatan mungkin bisa dimudahkan dengan menggunakan
ophthalmoscope langsung dan gonioscopyc langsung atau fundus lensa pada kornea.
Normalnya nervus optikus pada anak berwarna merah muda dengan mangkok
fisiologis kecil. Glaukomatous cuping pada anak-anak mirip dengan orang dewasa,
dengan keistimewaan hilangnya jaringan neural pada poles superior dan inferior.
Pada anak-anak kanal sclera mempunyai respon lebih besar untuk peningkatan IOP,
karena pelebaran mangkok. Cuping mungkin bisa reversibel jika IOP jadi lebih
rendah dan progresivitas cuping mengindikasikan jeleknya kontrol IOP. Disini
dokumentasi foto optik dianjurkan.4,10

Gambar 4. Gambaran Haab’s striae16

16
2.9 Diagnosis Banding
Air mata yang berlebihan bisa disebabkan oleh onstruksi sistem drainase
lakrimal. Abnormalitas okular berhubungan dengan pelebaran kornea termasuk
megalokornea kongenital X-linked tanpa glaukoma. Robekan membran descemet
disebabkan trauma lahir, sering dihubungkan dengan tindakan forseps, biasanya
vertikal atau oblik. Perkabutan kornea bisa disebabkan banyak hal:4,15
- Trauma lahir
- Disgenesis (patern anomali dan sklerokornea)
- Distropi (distropi endotelia herediter kongenital dan distropi poli morpous
posterior)
- Choristhomas (choristhoma dermoid dan dermis like)
- Inflamasi intra uteri (syphilis dan rubella kongenital)
- Kelainan metabolik bawaan (mukopolisakaridosis dan cystinosis)
- Keratomalasia
- Penyakit kulit yang mempengaruhi kornea (ikhthyosis dan koretosis
kongenital).
Tabel 1. Pertimbangan Diagnosis Untuk Gejala dan Tanda dari Glaukoma
Kongenital Primer14,15
 Kondisi mata merah dan epifora
- Obstruksi duktus nasolakrimalis kongenital
- Defek epitel kornea atau abrasi
- Konjungtivitis
- Inflamasi okuler (uveitis/trauma)
 Kondisi dari edema kornea atau ipasifikasi
- Distropi kornea (distropi endotelial herediter kongenital, distropi polimorfik
posterior)
- Obsetriki birh trauma with descemet’s tears
- Storage disease (mukopolisakarida, sistinisis)
- Anomali kongenital (sklero kornea, anomali peter)

17
- Keratitis (keratitis rubela maternal, herpetik, pliktenular)
- idiopatik
 Kondisi dari pembesaran kornea
- Aksial miopia
- megalokornea
 Kondisi abnormalitas nervus optik
- Optic atrophy
- Optic nerve coloboma
- Optic nerve hypoplasia
- Optic nerve malformation
- Physiologic cupping
2.10 Penatalaksanaan
2.10.1 Terapi Medis
1. Beta bloker [19]
- Contoh obat :
a. Non selektif : timolol, carteolol, levobunolol
b. Beta1 selektif : betaxolol
- Mekanisme kerja : menurunkan produksi aqueous
- Efek samping :
Gejala iritasi ocular, kelainan epitel kornea, mata kering, konjungtivitis
alergika, dermatitis kontak, blefaroptosis, asthma attacks, bradikardi, aritmia,
palpitasi, hipotensi, gagal jantung, metabolism lipid yang abnormal, sakit
kepala, depresi.
- Kontraindikasi
a. Non selektif
 Pasien dengan asma bronkial, pasien dengan bronkospasme atau
penyakit paru obstruktif kronis (mungkin karena induksi atau
diperburuk dengan serangan asma akibat kontraksi otot polos
bronkial yang disebabkan oleh blockade reseptor beta)

18
 Pasien dengan gaga jantung yang tidak terkontrol, sinus brodikardi,
blockade ventrikualr (grade II, III), cardiogenic syok.
 Pasien dengan riwayat hipersensitivitas pada beberapa komposisi
obat
b. Beta1 selektif
 Pasien dengan riwayat hipersensitivitas pada beberapa komposisi
obat
 Pasien dengan gagal jantung tidak terkontrol
 Wanita yang hamil ( peningkatan embrionik atau mortaitas fetal
dilaporkan pada penilitian pada hewan)
- Diberikan dengan pengecualian pada kasus berikut:
a. Non selektif
 Gagal jantung kanan dikarenakan hipertensi pulmoner
 Congestive heart failure
 Diabetes ketoasidosis atau glaucoma asidosis
 Diabetes tidak terkontrol
b. Beta1 selektif
 Sinus bradikardi, blockade ventricular (grade II, III), syok
kardiogenik, gagal jantung kongestif
 Diabetes tidak terkontrol
 Asma, bronkospasme, atau penyakit paru obstruktif tidak terkontrol.
Timolol adalah beta bloker yang paling banyak digunakan dalam penurunan
tekanan glaucoma pada anak-anak. Namun dalam penelitian melaporkan
hanya sepertiga bahwa timolol sebagai obat tunggal maupun ajuvan dapat
menurunkan tekanan intaokular. Penurunan denyut jantung, eksaserbasi asma,
dan apnea telah dilaporkan yang merupakan efek samping pada 4-13% anak-
anak yang dirawat. Perlu dilakukan evaluasi terutama jantung dan paru-paru
sebelum obat ini diberikan pada anak-anak dan bayi. Pemberian pada

19
glaucoma dan bayi glaucoma perlu dihindari karena dapat menyebabkan sleep
apnea. Jika diperlukan, timolol gel yang membentuk solusio lebih disuka
karena diharapkan dapat mengurangi efek samping dari obat akibat
penyerapan sistemiknya lebih rendah. [18].
2. Inhibitor karbonik anhydrase
a. Tetes mata
- Nama obat : dorzolamide, brinzolamide
- Mekanisme kerja : menurunkan produksi aqueous
- Efek samping
Gejala iritasi ocular, konjungtiva hiperemi, mata kabur mendadak
setelah instilasi, konjungtivitis alergi, blefaritis dan keratitis
- Kontraindikasi
 Pasien dengan hipersensitifitas pada beberapa komposisi obat
 Pasien dengan obstruksi renal yang berat.

- Diberikan dengan pengecualian pada kasus berikut :


 Pasien dengan kelainan fungsi hati
b. Sediaan oral atau injeksi
- Contoh obat : acetazolamide
- Mekanisme kerja : penurunan produksi aqueous
- Efek samping
Transien myopia, kelemahan pada ekstremitas, dysgeusia, asidosis
glaucoma, hipokalemi, hiperurisemia, anoreksia, kelainan GI tract,
nausea, vomiting, diare, konstipasi, polyuria, polakisuria, batu ginjal
atau batu ureter, gagal ginjal akut, malaise sistemik, mengantuk,
pusing, meurunkan libido, depresi, anemia aplastic, anemia hemolysis,
agranulositosis, erupsi obat, mucocutaneous ocular syndrome

20
(Stevens-Johnson syndrome), Toxic epidermal necrolysis (Lyell
syndrome), syok.
- Kontraindikasi
 Tidak boleh diberikan pada pasien berikut :
 Pasien dengan riwayat hipersensitivitas pada komposisi obata
atau sediaan sulfonamide
 Pasien dengan anuria atau gagal ginjal akut (efek samping
menjadi bertambah parah karna tertundanya ekskresi obat)
 Pasien dengan asidosis hiperkloremia, penurunan natrium atau
kalium pada cairan tubuh, insufisiensi adrenal atau Addison’s
disease
 Pasien yang sedang dalam pengobatan dengan terfenadine atau
astemizole (pemanjangan QT atau ventricular aritmia dapat
terjadi )
 Tidak boleh diberikan dalam waktu jangka panjang pada pasien
berikut:
 Pasien dengan glaukoma sudut tertutup kronis.
- Diberikan dengan pengecualian pada kasus berikut :
 Pasien dengan riwayat sirosis hepatis
 Pasien dengan sclerosis coroner berat atau arterosklerosis
serebral
 Pasien dengan obstruksi renal berat
 Pasien dengan penyakit liver atau kelainan fungsi liver
 Pasien dengan hiperkapnia berat yang membutuhkan respirator
 Pasien yang sedang dalam pengobatan digitalis, hormone
adrenokortikal, atau ACTH
 Pasien dengan diet rendah garam
 Pasien usia tua

21
 Bayi
Inhibitor karbonik anhydrase seperti acetazolamide telah
direkomendasikan dengan dosis 5-10 mg/kg/hari dalam dosis terbagi untuk
mengurangi tekanan glaucoma dan edema kornea sebelum operasi dilakukan.
Penggunaan acetazolamide dalam jangka panjang dihubungkan dengan
adanya hambatan pertumbuhan dan asidosis glaucoma pada anak-anak. [6,8,20]
Efek samping yang lainnya yaitu idiosinkrasi obat dan supresi bone
marrow, dan meghindari penggunaan acetazolamide oral adalah pilihan
terbaik. Inhibitor karbonik anhydrase seperti dorzolamide 2% efektif
mengurangi tekanan bola mata pada anak-anak. Dorzolamide laucom lebih
disukai sebagai agen penurun tekanan glaucoma dan merupakan obat piihan
untuk anak-anak dan bayi, juga dapat diberikan dua sampai tiga kali sehari
karena obat ini tidak memiliki efek samping sistemik yang serius dari timolol
dan acetazolamide oral. Pada anak-anak yang lebih dewasa dan tanpa
kontraindikasi, terapi timolol dan dorzolamide dapat digunakan dan
memberikan keuntungan dengan penggunaan dua obat tetapi dengan
menyederhanakan dosis.[20,22]
3. Analog prostaglandin [23]
- Contoh obat : unoprostone dan latanoprost
- Mekanisme kerja : meningkatkan aliran uveoskleral
- Efek samping
a. Unoprostone : gejala mata kering yang transien, kelainan epitel
kornea, konjungtiva hiperemi, dan yang jarang yaitu deposisi pigmen
iridial.
b. Latanoprost : konjungtiva hiperemi, gejala iritasi mata, kelainan epitel
kornea, blefaritis, hipertrikosis kelopak mata atau bulu mata, uveitis,
cystoid macular edema ( pada mata afakia atau mata dengan
implantasi lensa glaucoma)

22
- Kontraindikasi
a. Unaprostone : tidak ada
b. Latanoprost : pasien dengan riwayat hipersensitivitas pada beberapa
komposisi obat
- Diberikan dengan pengecualian pada kasus berikut :
a. Latanaprost
 Mata afakia atau mata dengan implantasi lensa glaucoma.
 Asma bronkial
 Iritis, uveitis
 Pasien dengan kemungkinan menderita herpes virus yang laten
 Wanita hamil, wanita melahirkan dan menyusui.
Penggunaan prostaglandin dan keberhasilannya pada anak-anak dengan
glaucoma kongenital belum diteliti. Bahkan pada anak-anak remaja dengan
sindrom Struge Weber hanya sepertiga yang diobati dengan latanoprost
memberikan respon positif saat terapi. Penggunaan latanoprost atau salah satu
analog prostaglandin untuk anak-anak dengan glaucoma saat ini tidak
dianjurkan.
4. Alfa receptor agonist
- Digunakan untuk mencegah peningkatan tekanan glaucoma yang transien
sebelum dilakukan bedah laser.
- Mekanisme kerja : menurunkan produksi aqueous
- Efek samping :
Konjungtiva pucat, midriasis, elevasi kelopak mata, haus, rasa kering pada
hidung, dan pada penggunaan jangka panjang dapat tejadi blefaro-
konjungtivitis alergika.
- Kontraindikasi
a. Pasien dengan riwayat hipersensitivitas dengan obat ini atau clonidine

23
b. Pasien yang sedang dalam pengobatan dengan monoamine oksidase
(MAO) inhibitor.
- Diberikan dengan pengecualian pada kasus berikut :
a. Pasien dengan penyakit kardiovaskular yang berat
b. Pasien dengan hipertensi unstable
c. Pasien dengan riwayat vasovagal attack.
Agonist reseptor alfa merupakan obat tambahan penting dalama pengobatan
glaukoma pada dewasa. Agonis reseptor spesifik alfa 2 seperti brimonidine
banyak digunakan dalam penatalaksanaan glaukoma kronis. Namun, karena
brimonidine ini dapat melewati blood-brain glaucom yang belum mature pada
anak-anak dan menyebabkan efek yang merugikan glauco saraf pusat seperti
mengantuk dan bahkan depresi glauco pernafasan. Selain kelelahan yang
ekstrim (extreme fatigue), pada bayi yang diberikan obat brimonidine ini
dapat berkembang menjadi episode unresponsiveness berulang, hipotensi,
hipitonia, hipotermia dan bradikardia. Kegagalan pemulihan dari anastesi dna
kemtian bayi premature dikaitkan dengan penggunan dari brimonidine.
Penggunaan brimonidine dan agonis reseptor alfa lainnya pemberiannya tidak
dianjurkan untuk anak-anak kurang dari 18 tahun.
5. Cholinergic drugs (pilocarpine)
- Mekanisme kerja : meningkatkan aliran aqueous melalui kanal Schlemm.
- Efek samping
Kelainan akomodasi akibat kontraksi muskulus ciliaris, miopi, nyeri pada
alis mata, blefaritis, pemfigoid ocular, katarak, diare, mual, muntah,
kontraksi otot uterus, berkeringat dan berliur.
- Kontraindikasi
Pasien dengan iritis ( memungkinkan terjadinya iridial sinekia
dikarenakan kontraksi pupil)
- Diberikan dengan pengecualian pada beberapa kasus:

24
a. Pasien dengan asma bronkial
b. Pasien dengan resiko lepasnya retina
c. Pada kasus glaukoma maligna, kontraksi otot ciliaris mungkin
memperparah blok ciliaris
d. Di samping itu, glaukoma yang disebabkan karena leksa yang
subluksasi, mungkin tekanan intraokularnya meningkat jadi
pengecualian diperlukan.
Obat-obatan kolinergik contohnya pilokarpin tampaknya tidak memiliki
peranan yang berguna dalam pengobatan glaukoma kongenital. Meskipun
miotik membantu meningkatkan pengeluaran dari aqueous, mengurangi
tekanan glaucoma menjadi normal dan membuka sudut. Obat-obatan ini tidak
efektif dalam mata dengan glaukoma kongenital dengan perkembangan
abnormal sudut dan insersi anterior otot ciliaris ke trabecular meshwork.
Pilokarpin, berguna pada anak-anak glaukoma afakia dan pseudofaki dengan
sudut iridocorneal yang terbuka.

2.10.2 Terapi Bedah


Terapi medis digunakan sebagai ukuran untuk membantu mengontrol tekanan
glaucoma dan membersihkan kornea sebelum dilakukan bedah. Terapi medis ini
dilakukan jika operasi tidak mungkin dilaksanakan dengan alasan medis atau operasi
tidak memadai. Dan hambatan pengobatan medis ini adalah sebagian besar obat yang
relevan justru tidak bisa untuk digunakan kepada anak-anak. Pilihan pengobatan
utama adalah dengan bedah, rencana pembedahan dimulai dengan anastesi yang
komprehensif dan pemeriksaan seperti dilihat kejernihan dari korneanya. Bedah yang
menjadi pilihan antara lain:[8,19]
1. Goniotomy
Goniotomi dilakukan jika kejernihan kornea cukup dan sudut dapat
divisualisasikan. Prosedurnya dengan membuat insisi pada titik tengan lapisan

25
permukaan trabecular meshwork. Meskipun goniotomi perlu diulang, tetapi angka
keberhasilannya sebanyak 85%. Namun hasilnya buruk jika diameter kornea
adalah 14 milimeter atau lebih karena pada mata yang seperti itu kanal
Schlemmnya menghilang.8
2. Trabeculotomy
Pada prosedur ini, ketebalan dari sclera dapat terlihat, kanal Schlemm ditemukan
dan trabeculotome di masukkan ke dalam kanal Schlemm kemudian diputar ke
dalam anterior chamber.[8,23]
Trabeculotomy ini dilakukan jika kornea buram atau berwarna putih (opaque) dan
ketika goniotomy berulang gagal. Prosedur ini memiliki tingkat keberhasilan yang
tinggi yaitu sampai 90%. Kebanyakan bayi dengan glaucoma kongenital primer
yang berusia 3 bulan sampai 1 tahun, tekanan intraokularnya dapat di kendalikan
dengan satu atau dua operasi sudut. Jika pengendalian tekanan glaucoma tidak
dapat dilakukan dengan operasi pertama, paling tidak operasi sudut yang lainnya
dicoba sebelum mencoba operasi yang lain. Jika operasi sudut gagal dan terapi
medis juga tidak adekuat, pilihan lain dapat diambil contohnya seperti tube
implant procedures, trabeculectomy, dan cryoablation.8,16
3. Trabeculectomy, sering berhasil dan terutama jika dikombinasikan dengan
antimetabolite.8
4. Combined trabeculotomy-trabeculectomy, sudah digunakan tapi masih dalam
perdebatan. Hanya operasi ini sekarang ebih disukai dan hasilnya lebih
memuaskan.8

2.11 Follow up
- Pasien harus ditinjau satu bulan setelah operasi awal.
- Tekanan glaucoma dan diameter kornea harus dipantau secara berkala
karena pembesaran kornea yang progresif merupakan tanda penting pada

26
glaukoma kongenital yang tidak terkontrol yang juga dapat menyebabkan
kehilangan pengelihatan yang progresif seperti glaucoma pada dewasa.
- Refraksi cycloplegio harus dilakukan pada interval 6 bulanan.15

2.12 Prognosis
Prognosis dari glaukoma congenital primer bergantung pada usia dan onset.
Glaukoma yang terjadi saat lahir lebih sulit diobati, namun apabila tidak ditatalaksana
akan menjadi kebutaan. Demikian juga glaukoma yang diameter kornea nya 14 mm
atau lebih memiliki prognosis yang sama buruknya. Sedangkan glaukoma yang
terjadi dari usia 3-12 bulan memiliki prognosis yang lebih baik dengan 80-90% kasus
mencapai terkontrolnya tekanan intraokuler yang baik. Penglihatan visus pada
glaukoma bersifat multifaktorial yang bergantung pada saraf optiknya. Akibatnya,
anak anak pada penderita glaukoma dampaknya mengalami miopi dari elongasi aksial
pada bola mata. Astigmatisme, pembesaran kornea, adanya jaringan parut bahkan ada
dislokasi lensa dari pembesaran segmen anterior yang berlebihan. [1,23]

2.13 Komplikasi
Komplikasi paling umum yang terjadi setelah operasi adalah tidak terkontrolnya
tekanan intraocular yang buruk. Tingkat keberhasilan operasi sudut sekitar 80%
setelah prosedur 1 dan prosedur 2, sedangkan prosedur lainnya melaporkan tingkat
keberhasilannya 33-80%. Komplikasi lainnya setelah operasi meliputi hyphema,
kerusakan pada Kristal lensa yang mengakibatkan katarak dan infeksi, termasuk
endophtalmitis. Komplikasi setelah dilakukan trabekulotomi adalah hipotensi,
kebocoran, erosi shunt, migrasi shunt dan endophtalmitis. Komplikasi akhirnya
kemungkinan terjadi kebutaan.[1,2]

27
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Glaukoma adalah suatu neuropati optik yang disebabkan oleh peningkatan dari
tekanan intra okuler (TIO) yang tinggi yang ditandai oleh kelainan lapang pandang
yang khas dan atrofi papil saraf optik. Sedangkan glaukoma kongenital adalah
glaukoma yang terjadi pada anak dan merupakan penyebab penting kebutaan pada
anak.
Glaukoma kongenital terjadi karena pembungan yang tidak terbentuk dengan baik
atau bahkan tidak terbentuk sama sekali. Glaukoma kongenital dibagi menjadi 3
berdasarkan kelainan organ yaitu glaukoma kongenital primer, anomali
perkembangan segmen anterior dan berbagai kelainan lain.
Gejala yang sering dijumpai adalah epifora,photophobia, dan blefarospasme (tiga
tanda klasik). Dan ada tanda – tanda lain seperti pencekungan diskus optikus, gejala
kornea dan bisa muncul gejala di lensa berupa kedataran pada lensa.Pemeriksaan

28
klinis dilakukan dalam anastesi berupa pemeriksaan luar, tajam penglihatan,
tonometry, gonioskopy, oftalmoskopi, ultrasonografi.
Komplikasi yang terjadi sudah kami jelaskan sebelumnya yaitu adalah kebutaan,
hal ini jika tidak segera ditangani. Dan komplikasi yang muncul akibat intervensi
operasi berupa hifema, infeksi,uveitis.Prognosis untuk glaukoma kongenital ini jika
ditangani atauditerapi lebih awal prognosis baik. Akan tetapi jika terlambat dalam
penanganan bisa menyebabkan kebutaan dini.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Plager A. David. 2015. Kongenital Glaukoma Europe. Journal of Pediatric


Ophtalmology New Orleans. American Academy of Ophtalmology New
Orleans.Vol (1) Page: 65-70.

2. A., Clark., Robert. 2017. Glaukoma, Kongenital Or Infantile. American Academy


of Ophtalmology Core Ophthalmic Knowledge San Franscisco

3. Giampiani, Jiar., Andriana S., 2012. Kongenital Glaukoma. Journal


Ophthalmology of Mato Grosso. Federal University of Mato Grosso
Brazil. Vol (6) Page : 2-5

4. American Academy of Ophthalmology. 2014. Glaukoma. In: Basic and Clinical


Science Course. Last Major Revision. Section 10., The Eye M.D
Association. United States of America.

5. Dunitz, M. 2003. Anatomy, Physiology, and Patophysiology : Handbook of


Glaukoma. Second Edition. Taylor and Francis: London; 2003.p.3-10.

6. Glaukoma In : Basic and Clinical Science Course. Last Mayor Revision 2011.
Section 10. American Academy of Ophtalmology, The Eye M.D
Association. United State of America

7. Joel S., Shuman., Viki., C et all., Rapid Diagnosis in Ophthalmology Lens and
Glaukoma. Edisi 1. 2008

8. Choplin., Neil T and C Laundy., Diana. Atlas of Glaukoma. Second Edition.2008.


Informa UK healthcare. Library of Congress Cataloging-in-Publication
Data.

9. Snell., S Richard., Lemp., A Michael. 2008. Clinical Anatomy Of The Eye.


Second Edition. Publishing The George Washington School of Medicine
and Health Science : Washington DC.

10. Suharjo, Hartono. 2007. Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta : Bagian Ilmu
Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gajah mada.

11. Liesegang TJ., Sakulta GL. 2005. Childhood Glaucoma in Glaucoma. American
Academy of Ophthalmology. Section 10. USA. 2005; Page 147-151.

30
12. Levin, Leonard A., Nilsson, Siv F.E., Ver Hoeve, James., Wu, Samuel M. 2011.
Adler’s Physiology of The Eye. Penerbit : Saunder Elsevier.

13. Soeroso, Ahmadi., 2008. Patogenesis Glaukoma Sudut Terbuka Primer dan
Usaha Pencegahannya. Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Penyakit
Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

14. Ilyas S. 2003. Glaukoma, dalam: Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi II. Jakarta:
Penerbit FK-UI.

15. Vaughan DG, Asbury. 2000. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Penerbit
Widya Medika

16. Blanco AA, Wilson RP, Costa VP. 2002. Pediatric Glaukoma and Glauoma
Associated with Developmental Disorders. In Textbook: Handbook of
Glaukoma. Martin Dunitz Ltd;10: 147-51.

17. Chakrabarti D, Mandal AK. Update on congenital glaukoma. Indian Journal


Ophtamology. 2011;59 (7):148-57.

18. Quaranta L, Elena Biagoli. 2016. Latanoprost and Dorzolamide for Treatment of
Pediatric Glaucoma; The Glaukoma Italian Pediatric Study (Gipsy)
Design and Baseline Charateristics. Departement of Medical Surgical
Section of Ophthalmology, University of Brescia, Italia. Vol : (6) No (1).
Page: 11-17.

19. Shakir M, Syeda AB, Kamil Z et all. 2012. Combined trabeculotomy and
Augmented Trabeculotomy in Primary Congenital Glaucoma.
Department of Ophthalmology L.R.B.T. Free Base Eye Hospital,
Karachi. Journal of the College of Physicians and Surgeous Pakistan. Vol
23 (2):116-119.

20. Denniston AK. Glaucoma in Oxford Handbook of Ophthalmology thirth edition.


UK. Oxford University. 2014. Page : 345-3-405.

21. Adam T. Michael P. Rabinowitz. The Will Eye Manual Office and Emergency
Room Diagnosis and Treatment of Eye Disease. Sixth Edition. Page :
204-240.

22. Chang T, Cavuto M.K. 2015. A Review: Surgical Management in Primary


Congenital Glaucoma : Debate. Vol 2013, Article ID 612708. Diakses
pada 10 Desember 2017.

31
23. Qayyum A, Ahmed R. 2014. Trabeculotomy in Primary Congenital Glaucoma.
Pakistan Journal Of ophthalmology. Vol 30 No .

24. Rebecca F, Neustin. 2017. Circumferential Trabeculotomy Versus Conventional


Angle Surgery:Comparing Long-term Surgical Success and Clinical
Outcomes in Children with Primary Congenital Glaucoma. Departement
of Ophthalmology Emory University School of Medicine, Georgia.
American Journal of Ophthalmology. Vol 2 (1). Page :223.

25. Gupta, Viney D. 2016. Differences in Optic Disc Charateristics of Primary


Congenital Glaucoma, Juvenile and Adult Onset Open Angle Glaucoma
Patient. Journal of Glaucoma Insitute of Medical Sciences. New Delhi.
Vol 25 Issue 2: Page 239-243.

32

Anda mungkin juga menyukai