Anda di halaman 1dari 24

3.

Masalah Kesehatan Masa Remaja dan WUS

Masalah kesehatan remaja adalah masalah yang timbul akibat dari suatu perubahan
atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa dalam rentang usia 10-24 tahun baik
yang mengalami perubahan kematangan alat reproduksi, berpikir, pengetahuan, agama, dan
perilaku sosial remaja yang akan mengganggu kegiatan produktif remaja sehari-harinya.
Sedangkan, masalah kesehatan wanita usia subur merupakan masalah yang diakitbatkan oleh
suatu gangguan kesehatan dalam rentang masa produktifnya sejak usia 15-49 tahun dengan
keadaan organ reproduksi berfungsi dengan baik, baik dengan status belum kawin, kawin,
maupun janda sehingga aktivitas reproduktif terganggu.

3.1 Masalah kesehatan masa remaja

A. Remaja Kurang Zat Besi (Anemia)


Salah satu masalah yang dihadapi remaja Indonesia adalah masalah gizi
mikronutrien, yaitu sekitar 12% remaja laki-laki dan 23% remaja perempuan
mengalami anemia, yang sebagian besar diakibatkan kekurangan zat besi (anemia
defisiensi besi). Kebutuhan zat besi pada remaja perempuan lebih banyak daripada
remaja laki-laki karena untuk mengganti zat besi yang hilang pada saat menstruasi
(Permaesih, 2010). Anemia pada remaja berdampak buruk terhadap penurunan
imunitas, konsentrasi, prestasi belajar, kebugaran remaja dan produktivitas (Depkes
RI).
Anemia dapat dihindari dengan konsumsi makanan tinggi zat besi, asam folat,
vitamin A, vitamin C dan zink, dan pemberian tablet tambah darah (TTD).
Pemerintah memiliki program rutin terkait pendistribusian TTD bagi wanita usia
subur (WUS), termasuk remaja dan ibu hamil. Faktor risiko utama anemia adalah
asupan zat besi yang rendah, penyerapan zat besi yang buruk, dan periode kehidupan
ketika kebutuhan akan zat besi tinggi seperti pada masa pertumbuhan, kehamilan, dan
menyusui (Silalahio, 2016).

B. Remaja Kurus atau Kurang Energi Kronis (KEK)


Kekurangan Energi Kronik (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita
mengalami kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama atau
menahun. Seseorang dikatakan menderita KEK bilamana LILA <23,5 cm. Remaja
usia 15-19 tahun resiko kekurangan energi kronik pada tahun 2007 adalah 30,9%
dan pada tahun 2012 naik menjadi 46,6%. Kondisi remaja KEK meningkatkan
risiko berbagai penyakit infeksi dan gangguan hormonal yang berdampak buruk di
kesehatan. KEK sebenarnya dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan bergizi
seimbang (Riskesdas RI, 2013).

C. Kurang Tinggi Badan (Stunting)


Stunting merupakan keadaan tidak normal berdasarkan umur yaitu tinggi
badan yang berada di bawah minus dua standar deviasi (<-2 2 SD) dari tabel status
gizi WHO child growth standard (WHO, 2006). Stunting pada remaja merupakan
hasil jangka panjang konsumsi asupan makanan yang berkualitas rendah dan
dikombinasikan dengan morbiditas, penyakit infeksi, dan masalah lingkungan
(Semba, 2008; Millennium Challenge Account, 2014). Dampak stunting dapat
menghambat pertumbuhan fungsi kognitif, sehingga menyebabkan IQ rendah dan
potensi ekonomi menjadi berkurang. Konsekuensi jangka panjang dari stunting juga
menyebabkan perawakan yang pendek, mengurangi kapasitas kerja, dan peningkatan
risiko kinerja reproduksi yang buruk. Prevalensi pendek secara nasional di Indonesia
pada remaja usia 13 – 15 tahun adalah 35,1% dengan sangat pendek sebesar 13,8%
dan pendek sebesar 21,3% (Riskesdas 2013). Hasil penelitian di provinsi Jawa
Tengah, prevalensi pendek pada remaja usia 13-15 tahun adalah 30% didapatkan hasil
dengan sangat pendek 11% dan pendek 29% (Riskesdas 2013). Masalah kesehatan
masyarakat dianggap berat bila prevalensi pendek sebesar 30-39% dan serius bila
prevalensi pendek ≥ 40% (WHO, 2010).

D. Kegemukan atau Obesitas


Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa, prevalensi gizi lebih secara
nasional pada remaja umur 13-15 tahun di Indonesia sebesar 10,8%, terdiri dari 8,3%
gemuk dan 2,5% sangat gemuk atau obesitas. Prevalensi gizi lebih pada remaja umur
16-18 tahun mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun 2007 sebesar 1,4%
menjadi 7,3% pada tahun 2013. Berikut adalah penyebab obesitas sebagai berikut:
1) Perilaku makan yang berhubungan dengan faktor keluarga dan
lingkungan
Pola makan menjadi salah satu penyebab utama terjadinya obesitas.
Konsumsi makanan dalam jumlah banyak, makanan tinggi energi, tinggi
lemak, tinggi karbohidrat sederhana (gula), tinggi natrium, dan rendah
serat merupakan ketidakseimbangan pola makan. Di sisi lain, obesitas
juga dipengaruhi oleh faktor lain, yaitu perilaku makan, dan aktivitas
fisik rendah yang berkaitan dengan perubahan gaya hidup.
2) Genetik atau faktor keturunan dan psikologi
Genetik menyumbangkan 80% kemungkinan seorang anak menjadi
obesitas apabila orang tuanya obesitas dan 40% anak beresiko obesitas
jika salah satu orang tua mereka obesitas. Sedangkan, factor psikologi
memengaruhi ketidakstabilan emosi seperti stress dan kekecewaan
sehingga seseorang membutuhkan pelarian dengan mengonsumsi
makanan yang berlebih. Terdapat dua pola makan yang tidak normal,
yaitu makan dengan jumlah sangat banyak dan sindrom makan di malam
hari.
3) Aktivitas fisik yang kurang
Aktivitas fisik dapat berupa kegiatan sehari-hari maupun latihan fisik
yang sudah terstruktur. Aktivitas fisik memengaruhi kapasitas organ
tubuh karena dengan terpeliharanya kapasitas organ tubuh, maka
memperlancar system dalam tubuh khususnya proses metabolism
sehingga penimbunan lemak dan asam laktat berkurang (Sugiharto,
2009).
Hal-hal ini meningkatkan risiko seseorang menjadi gemuk, overweight,
obesitas. Obesitas meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti hipertensi,
penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus, kanker, osteoporosis dan lain-lain yang
berimplikasi pada penurunan produktifitas dan usia harapan hidup (Sugiharto, 2009).
D. Penyalahgunaan NAPZA

Menurut UU No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika, yang disebut napza


adalah narkotika, psikotoprika, dan zat adiktif lainnya (yaitu obat – obat terlarang,
minuman keras, dan rokok). Narkotika adalah suatu zat atau obat-obatan yang berasal
dari tanaman maupun bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang
menyebabkan penurunan dan perubahan kesadaran, mengurangi, dan menghilangkan
rasa nyeri serta dapat menimbulkan ketergantungan secara fisik maupun secara
psikologis, misalnya heroin, morfin, kodein. Psikotropika adalah setiap bahan baik
alami ataupun buatan bukan narkoba yang memiliki khasiat psikoaktif mempunyai
pengaruh pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku, misalnya ekstasi, nikotin, sekobarbital, fenobartial, dan
sebagainya. Sedangkan Zat Adiktif adalah bahan lain dimana bukan narkotika
ataupun psikotropika yang penggunaanya dapat menimbulkan ketergantungan,
misalnya lem, thiner, aceton, dan sebagainya. (BNN, 2012).

Usia remaja rentan terhadap penyalahgunaan NAPZA karena tingkat emosi


dan mental masih sangat labil sehingga mudah terpengaruh ke dalam perilaku
menyimpang. Remaja memiliki kecenderungan ingin tahu sehingga akan mencari
informasi mengenai NAPZA, dan memiliki potensi memakai narkoba misalnya
dimulai dengan sekedar coba-coba. Rasa ingin tahu terhadap narkotika dan
psikotropika merupakan salah satu pendorong bagi seseorang untuk melakukan
perbuatan yang menyimpang termasuk keingintahuan terhadap NAPZA (Restacendi,
2017).

Salah satu dampak dari NAPZA yaitu menyerang fungsi otak yang dapat
mengakibatkan daya ingat menurun, sulit berkonsentrasi, menimbulkan perasaan
khayal, dan kemampuan belajar. Keadaan seperti itulah yang menyebabkan pelajar
bermalas-malasan sehingga prestasi belajar akan menurun. Pelajar merupakan
generasi penerus bangsa. Penyalahgunaan NAPZA pada pelajar dapat merusak satu
generasi yang akan berdampak pada hilangnya satu generasi kepemimpinan
merosot (BNN RI, 2012).

NAPZA merupakan zat yang sangat menimbulkan adiksi. Menurut BNN RI


(2007), adiksi merupakan suatu kondisi ketergantungan fisik maupun psikologis
terhadap suatu hal yang dapat menimbulkan perubahan perilaku pada orang yang
mengalaminya. Adiksi dapat membuat seseorang untuk menggunakan secara terus
menerus dengan peningkatan dosis serta terdapat ketidakmampuan dalam
menghentikan konsumsi NAPZA.

Menurut Sumiati (2009), ketergantungan dibagi menjadi dua yaitu


ketergantungan fisik yaitu suatu keadaan jika penyalahguna mengurangi dosis yang
biasa digunakan akan mengalami gejala putus zat sedangkan ketergantungan secara
psikologis yaitu suatu keadaan bila berhenti menggunakan NAPZA penyalahguna
akan mengalami kerinduan yang sangat kuat untuk menggunakannya walaupun ia
tidak mengalami gejala fisik.

Jenis – jenis NAPZA :

1. Opiat atau opium (candu)

Merupakan golongan narkotika alami yang sering digunakan dengan cara


dihisap (Kumalasari, 2012).

 Menimbulkan rasa kesibukan (rushing sensation)


 Menimbulkan semangat
 Merasa waktu berjalan lambat.
 Pusing, kehilangan keseimbangan/mabuk.
 Merasa rangsang birahi meningkat (hambatan seksual hilang).
 Timbul masalah kulit di sekitar mulut dan hidung.

2.   Morfin
Merupakan zat aktif (narkotika) yang diperoleh dari candu melalui pengolahan
secara kimia. Umumnya candu mengandung 10% morfin. Cara pemakaiannya
disuntik di bawah kulit, ke dalam otot atau pembuluh darah (Kumalasari, 2012).

 Menimbulkan euforia.
 Mual, muntah, sulit buang hajat besar (konstipasi).
 Kebingungan (konfusi).
 Berkeringat.
 Dapat menyebabkan pingsan, jantung berdebar-debar.
 Gelisah dan perubahan suasana hati.
 Mulut kering.

3.  Heroin atau putaw

Merupakan golongan narkotika semisintetis yang dihasilkan atas pengolahan


morfin secara kimiawi melalui 4 tahapan sehingga diperoleh heroin paling murni
berkadar 80% hingga 99%. Heroin murni berbentuk bubuk putih sedangkan heroin
tidak murni berwarna putih keabuan. Zat ini sangat mudah menembus otak
sehingga bereaksi lebih kuat dari pada morfin itu sendiri. Umumnya digunakan
dengan cara disuntik atau dihisap (Kumalasari, 2012).

 Denyut nadi melambat.


 Tekanan darah menurun.
 Otot-otot menjadi lemas/relaks.
 Diafragma mata (pupil) mengecil (pin point).
 Mengurangi bahkan menghilangkan kepercayaan diri.
 Membentuk dunia sendiri (dissosial) : tidak bersahabat.
 Penyimpangan perilaku : berbohong, menipu, mencuri, kriminal.
 Ketergantungan dapat terjadi dalam beberapa hari.
 Efek samping timbul kesulitan dorongan seksual, kesulitan membuang hajat
besar, jantung berdebar-debar, kemerahan dan gatal di sekitar hidung,
timbul gangguan kebiasaan tidur.

4. Ganja atau kanabis


Berasal dari tanaman kanabis sativa dan kanabis indica. Pada tanaman ini
terkandung 3 zat utama yaitu tetrahidrokanabinol, kanabinol dan kanabidiol. Cara
penggunaannya dihisap dengan cara dipadatkan menyerupai rokok atau dengan
menggunakan pipa rokok (Kumalasari, 2012).

 Denyut jantung atau nadi lebih cepat.


 Mulut dan tenggorokan kering.
 Merasa lebih santai, banyak bicara dan bergembira.
 Sulit mengingat sesuatu kejadian.
 Kesulitan kinerja yang membutuhkan konsentrasi, reaksi yang cepat dan
koordinasi.
 Kadang-kadang menjadi agresif bahkan kekerasan.
 Bilamana pemakaian dihentikan dapat diikuti dengan sakit kepala, mual
yang berkepanjangan, rasa letih/capek.
 Gangguan kebiasaan tidur.
 Sensitif dan gelisah.
 Berkeringat.
 Berfantasi.
 Selera makan bertambah.

5. LSD / Lysergic Acid atau Acid, Trips, Tabs

Termasuk sebagai golongan halusinogen (membuat khayalan) yang biasa


diperoleh dalam bentuk kertas berukuran kotak kecil sebesar ¼ perangko dalam
banyak warna dan gambar. Ada juga yang berbentuk pil atau kapsul. Cara
menggunakannya dengan meletakkan LSD pada permukaan lidah dan bereaksi
setelah 30-60 menit kemudian dan berakhir setelah 8-12 jam (Kumalasari, 2012).

 Timbul rasa yang disebut tripping yaitu seperti halusinasi tempat, warna
dan waktu.
 Biasanya halusinasi ini digabung menjadi satu hingga timbul obsesi
terhadap yang dirasakan dan ingin hanyut di dalamnya.
 Menjadi sangat indah atau bahkan menyeramkan dan lama kelamaan
membuat perasaan khawatir yang berlebihan (paranoid).
 Denyut jantung dan tekanan darah meningkat.
 Diafragma mata melebar dan demam.
 Depresi.
 Pusing
 Panik dan rasa takut berlebihan.
 Flashback (mengingat masa lalu) selama beberapa minggu atau bulan
kemudian.
 Gangguan persepsi seperti merasa kurus atau kehilangan berat badan

6. Kokain

Kokain disalahgunakan dengan cara menghirup yaitu membagi setumpuk


kokain menjadi beberapa bagian berbaris lurus di atas permukaan kaca dan benda
yang mempunyai permukaan datar. Kemudian dihirup dengan menggunakan
penyedot atau gulungan kertas. Cara lain adalah dibakar bersama tembakau yang
sering disebut cocopuff. Menghirup kokain berisiko luka pada sekitar lubang
hidung bagian dalam (Kumalasari, 2012).

 Menimbulkan keriangan, kegembiraan yang berlebihan (ecstasy).


 Hasutan (agitasi), kegelisahan, kewaspadaan dan dorongan seks.
 Penggunaan jangka panjang mengurangi berat badan.
 Timbul masalah kulit.
 Kejang-kejang, kesulitan bernafas.
 Sering mengeluarkan dahak atau lendir.
 Merokok kokain merusak paru (emfisema).
 Memperlambat pencernaan dan menutupi selera makan.
 Merasa seperti ada kutu yang merambat di atas kulit (cocaine bugs).
 Gangguan penglihatan (snow light).
 Kebingungan (konfusi).
 Bicara seperti menelan (slurred speech).

7. Amfetamin

Berupa bubuk warna putih dan keabu-abuan. Ada 2 jenis amfetamin yaitu
MDMA (metil dioksi metamfetamin) dikenal dengan nama ekstasi. Metamfetamin
bekerja lebih lama dibanding MDMA (dapat mencapai 12 jam) dan efek
halusinasinya lebih kuat. Nama lainnya shabu, SS, ice. Cara penggunaan dalam
bentuk pil diminum. Dalam bentuk kristal dibakar dengan menggunakan kertas
alumunium foil dan asapnya dihisap melalui hidung, atau dibakar dengan memakai
botol kaca yang dirancang khusus. Dalam bentuk kristal yang dilarutkan dapat juga
melalui suntikan ke dalam pembuluh darah (Kumalasari, 2012).

 Jantung terasa sangat berdebar-debar.


 Suhu badan naik/demam.
 Tidak bisa tidur.
 Merasa sangat bergembira (euforia).
 Menimbulkan hasutan (agitasi).
 Menjadi lebih berani/agresif.
 Kehilangan nafsu makan.
 Mulut kering dan merasa haus.
 Berkeringat.
 Tekanan darah meningkat.
 Mual dan merasa sakit.
 Sakit kepala, pusing, tremor/gemetar.
 Timbul rasa letih, takut dan depresi dalam beberapa hari.

8. Sedatif-hipnotik (benzodiazepin/bdz)

Sedatif (obat penenang) dan hipnotikum (obat tidur). Cara pemakaiannya


dapat diminum, disuntik intravena, dan melalui dubur. Ada yang minum ini
mencapai lebih dari 30 tablet sekaligus. Dosis mematikan/letal tidak diketahui
dengan pasti. Bila dicampur dengan zat lain seperti alkohol, putaw bisa berakibat
fatal karena menekan sistem pusat pernafasan. Umumnya dokter memberi obat ini
untuk mengatasi kecemasan atau panik serta pengaruh tidur sebagai efek utamanya
(Kumalasari, 2012).

 Akan mengurangi pengendalian diri dan pengambilan keputusan.


 Menjadi sangat acuh atau tidak peduli dan bila disuntik akan menambah
risiko terinfeksi HIV/AIDS dan hepatitis B & C akibat pemakaian jarum
bersama.
 Terjadi gangguan konsentrasi dan keterampilan yang berkepanjangan.
 Menghilangkan kekhawatiran dan ketegangan (tension).
 Perilaku aneh atau menunjukkan tanda kebingungan proses berpikir.
 Nampak bahagia dan santai.
 Bicara seperti sambil menelan (slurred speech).
 Tidak bisa memberi pendapat dengan baik.

9. Alkohol

Merupakan suatu zat yang paling sering disalahgunakan manusia. Alkohol


diperoleh atas peragian/fermentasi madu, gula, sari buah atau umbi-umbian. Dari
peragian tersebut dapat diperoleh alkohol sampai 15% tetapi dengan proses
penyulingan (destilasi) dapat dihasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi bahkan
mencapai 100%. Kadar alkohol dalam darah maksimum dicapai 30-90 menit.
Setelah diserap, alkohol/etanol disebarluaskan ke suluruh jaringan dan cairan
tubuh. Dengan peningkatan kadar alkohol dalam darah orang akan menjadi euforia,
namun dengan penurunannya orang tersebut menjadi depresi (Kumalasari, 2012).

Dikenal 3 golongan minuman berakohol yaitu golongan A; kadar etanol 1%-


5% (bir), golongan B; kadar etanol 5%-20% (minuman anggur/wine) dan golongan
C; kadar etanol 20%-45% (Whiskey, Vodca, TKW, Manson House, Johny Walker,
Kamput).

Pada umumnya alkohol :

 Akan menghilangkan perasaan yang menghambat atau merintangi.


 Merasa lebih tegar berhubungan secara sosial (tidak menemui masalah).
 Merasa senang dan banyak tertawa.
 Menimbulkan kebingungan.
 Tidak mampu berjalan.

10. Inhalansia atau solven

Adalah uap bahan yang mudah menguap yang dihirup. Contohnya aerosol,
aica aibon, isi korek api gas, cairan untuk dry cleaning, tinner, uap bensin.
Umumnya digunakan oleh anak di bawah umur atau golongan kurang
mampu/anak jalanan. Penggunaan menahun toluen yang terdapat pada lem dapat
menimbulkan kerusakan fungsi kecerdasan otak (Kumalasari, 2012).
 Pada mulanya merasa sedikit terangsang.
 Dapat menghilangkan pengendalian diri atau fungsi hambatan.
 Bernafas menjadi lambat dan sulit.
 Tidak mampu membuat keputusan.
 Terlihat mabuk dan jalan sempoyongan
 Halusinasi.
 Pemakaian yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan syaraf otak
menetap, keletihan otot, gangguan irama jantung, radang selaput mata,
kerusakan hati dan ginjal dan gangguan pada darah dan sumsum tulang.
Terjadi kemerahan yang menetap di sekitar hidung dan tenggorokan.

E. Psikologis

Psikologi Remaja adalah salah satu masalah psikologi yang rentan terkena
gangguan. Berikut ini beberapa gangguan psikologis yang sering menyerang jiwa
seorang remaja (Muawanah dan Pratikto: 2012) :

1. Kecemasan

Menurut Muawanah dan Pratikto (2012), cemas bukanlah rasa takut di


fase ini adalah seseorang mengalami perasaan gelisah yang berkaitan erat dengan
antisipasi terhadap suatu bahaya. Cemas sebenarnya adalah penyakit yang umum
dan rentan dialami oleh remaja namun secara psikiatrik dan gangguan medis,
cemas bisa diartikan secara berbeda. Cemas menjadi gangguan psikjologis remaja
yang berbahaya apabila cemas sudah sangat mendominasi diri dan berubah
menjadi rasa tertekan yang amat dalam. 

Gejala-gejala cemas antara lain :

1. Kenaikan tekanan darah ringan

2. Nafas pendek dan cepat

3. Kulit tamapak merah dan temperaturnya kadang berubah-ubah sehingga sering


juga menyebabkan jerawat.

4. Ketegangan dan kekejangan otot

5. Diare, nyeri perut, sakit kepala , nyeri dada, kewaspadaan yang berlebihan,
insomnia, pusing, pingsan, dan sering buang air kecil.
6. Seringkali merasa takut, tegang, gugup, marah, stres, rewel, gelisah, panik
merasa akan mati, tidak dapat berpikir dan sering pula mengalami mimpi
buruk

7. Tampak sebagai orang yang tidak berdaya, selalu lekat dan tergantung pada
orang lain, pemalu, menarik diri dan mengalami kesulitan dalam situasi sosial

2. Depresi

Depresi merupakan gangguan kesehatan mental yang serius dan ditandai


dengan kehilangan minat terhadap sesuatu, gangguan tidur, gangguan nafsu makan,
penurunan konsentrasi, perasaan cemas, sedih, dan selalu merasa bersalah. Gangguan
ini biasanya dapat hilang dalam beberapa hari tetapi dapat juga berkelanjutan yang
akan memengaruhi aktivitas sehari-hari (National Institute of Mental Health, 2010).
Faktor yang menyebabkan depresi pada remaja adalah genetik, biologis, lingkungan,
dan psikologik. Peristiwa kehidupan yang penuh tekanan seperti kehilangan orang
yang dicinta, putus hubungan, sakit fisik, kesulitan ekonomi, dan tekanan dari
lingkungan sekitar merupakan penyebab depresi pada umumnya (Tasmil, 2013).

3. Gangguan Psikosomatik

Gejala gangguan psikosomatik antara lain (Muawanah dan Pratikto : 2012) :

1. Keluhan gejala fisik yang berulang seperti keluhan gangguan sakit perut,
kembung, berdahak, mual , muntah
2. Keluhan pada kulit seperti perasaan gatal, rasa terbakar, kesemutan, baal,
pedih dan sebagainya.
3. Mengidap depresi yang nyata
4. Lebih sering terjadi pada wanita

F. Pergaulan Remaja

Pergaulan remaja adalah hubungan yang dibangun oleh kaum remaja, dimana
setiap orang memiliki sifat dan sikap yang berbeda maka hal itu tentunya juga berlaku
bagi para remaja. Hal itu mengakibatkan pergaulan remaja dapat berdampak baik dan
buruk bagi remaja itu sendiri. Pergaulan remaja juga memiliki berbagai hal yang dapat
mendidik tetapi saat ini pergaulan remaja sering bersifat negatif. Sehingga
mendatangkan remaja yang buruk sehingga berdampak bagi bangsa dan negara karena
remaja atau generasi muda merupakan penerus masa depan bangsa. Contoh masalah
dari pergaulan remaja yaitu adanya pergaulan bebas. Pergaulan bebas merupakan cara
berteman tanpa batas, baik dalam berbicara dan berperilaku dan sebagainya.
Sayangnya, cara ini lebih sering mendatangkan dampak negatif pergaulan bebas yang
lebih banyak terjadi pada laki-laki dan perempuan (Tim Penulis Poltekkes Depkes
Jakarta I : 2012).

Penyebab Pergaulan Bebas:

1. Orang Tua

Faktor yang memengaruhi remaja memilih pergaulan bebas bisa diakibatkan


oleh orang tua, seperti konflik antar orang tua ataupun kebiasaan orang tua yang
kurang baik. Tak sedikit orang tua yang sibuk bekerja dan melupakan waktu
bersama anak. Hubungan yang kaku antara orang tua dan anak membuat anak
bertanya-tanya dan tak sedikit di antara mereka mencari perhatian dengan
melakukan hal-hal yang dilarang bahkan bisa saja anak mengikuti gaya hidup
orang tuanya yang memang sudah terlibat dalam pergaulan bebas.

2. Lingkungan

Lingkungan akan memengaruhi anak untuk melakukan hubungan bebas.


Lingkungan yang tidak sehat akan mendukung anak untuk melakukan hal-hal yang
negatif. Apabila lingkungannya sehat, anak akan malu melakukan hal negatif
karena terdapat hukum atau norma yang tidak tertulis di lingkungan tersebut.
Maka, terciptalah budaya malu yang penting untuk diterapkan.

3. Media Massa

Pengaruh media massa yang terus menjamur seiring semakin terbukanya


kebebasan berekspresi. Peran media dalam mengampanyekan pergaulan bebas
melalui budaya pacaran dan berganti-ganti pasangan sangat besar.

4. Kurangnya Pendidikan Kesehatan Reproduksi

Pendidikan kesehatan reproduksi sering dianggap tabu untuk dibicarakan di


rumah maupun di sekolah. Sehingga akhirnya anak remaja tersebut mencari tahu
sendiri. Padahal, informasi tentang kesehatan reproduksi yang dicarinya rata-rata
tidak dengan sumber yang dapat dipercaya.

5. Keagamaan dan Lunturnya Adat Ketimuran

Religiusitas memang tidak menjamin seseorang untuk tidak melakukan


pergaulan bebas. Tetapi, dengan arahan yang tepat rasa keagamaan dapat
menjauhkan seseorang dari perbuatan yang tidak bermanfaat. Selain itu, adat
ketimuran seperti sopan santun, ramah tamah, dan etika menjadi hal yang langka.

Dampak negatif pergaulan bebas pada remaja:

Ada beberapa dampak negatif pergaulan bebas yang ditimbulkan ketika muda-
mudi berkumpul dalam satu ruangan. Dampak negatif pergaulan bebas tersebut antara
lain (Muawanah dan Pratikto : 2012).

1. Kehamilan yang Tidak Diinginkan

Ini merupakan salah satu dampak negatif pergaulan bebas akibat hamil di luar
pernikahan. Biasanya, remaja yang mengalami ini akan mencari cara untuk
menggugurkan (aborsi) kandungannya yang lebih banyak dilakukan oleh bukan
tenaga kesehatan. Akibatnya, terjadi masalah kesehatan seperti sulit memiliki anak
ketika menikah nanti ataupun kematian.

2. Putus Sekolah

Hal ini merupakan dampak negatif pergaulan bebas. Karena mereka lebih
mengutamakan ego ketimbang akal sehat dan realita yang ada. Akibatnya,
meningkatnya kemiskinan karena kurangnya pendidikan dan semakin bodohnya
masyarakat menjadi hal yang sering terjadi.

3. Kriminalitas

Tentu saja dampak negatif pergaulan bebas ini memicu angka kriminalitas.
Pendidikan yang rendah, kemiskinan, dan kebutuhan akan hal-hal kesenangan
seperti penggunaan narkoba dan zat adiktif memicu seseorang untuk melakukan
kriminalitas seperti mencuri, merampok, memperkosa, atau membunuh seseorang.

4. Penyakit Sosial
Dampak negatif pergaulan bebas selanjutnya adalah meningkatnya penyakit
sosial. Rasa empati dan belas kasih sudah tidak dianggap ada lagi. Diganti dengan
rasa egoisme, tidak peduli asalkan senang, sifat hedonisme, dan melakukan segala
cara buruk untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

5. Masalah Kesehatan Secara Global

Dampak negatif pergaulan bebas selanjutnya adalah terjadinya masalah


kesehatan. Penyakit menular seperti HIV/AIDS, Hepatitis, dan penyakit kelamin
menjadi pemandangan yang dapat dijumpai. Padahal, hingga saat ini, penyakit ini
tidak ada obatnya dan menimbulkan masalah kesehatan lain seperti kemandulan
atau bahkan kematian.

G. Gangguan Makan

Remaja masa kini terutama pada wanita banyak yang memiliki perilaku makan
menyimpang. Perilaku makan menyimpang adalah masalah emosi dan fisik yang
dihubungkan dengan obsesi terhadap makanan, berat badan, dan bentuk tubuh.
Berikut beberapa gangguan makan pada remaja (Tim Penulis Poltekkes Depkes I:
2012).

1. Anoreksia Nervosa (AN)

Anoreksia nervosa (AN) adalah gangguan pola makan dengan cara membuat
dirinya merasa tetap lapar atau takut akan kegemukan. Hal ini biasanya terjadi pada
remaja wanita dengan tujuan mereka membuat dirinya lapar adalah agar mereka
memiliki penampilan fisik yang ramping dan menarik perhatian lawan jenisnya.
Anoreksia nervosa yaitu sebuah gangguan makan yang ditandai dengan penolakan
untuk mempertahankan berat badan yang sehat dan rasa takut yang berlebihan
terhadap peningkatan berat badan akibat pencitraan diri yang menyimpang.
Seseorang yang menderita AN disebut sebagai anoreksik atau (lebih tidak umum)
anorektik (Ratnawati dan Sofiah: 2012).

Kriteria anorexia nervosa menurut Diagnostic and Statistical Manual of


(DSM-IV: American Psychiatric Assosiation, 1994) ada 4 kriteria diagnostik untuk
anorexia nervosa, yaitu : 1) Sangat takut menjadi gemuk walaupun sebenarnya
berat badan telah berada dibawah normal. 2) Mengalami gangguan dalam
menerima berat badan atau bentuk tubuhnya yang pada akhirnya mempengaruhi
penilaian terhadap berat badan atau bentuk badannya. Gangguan dalam menerima
berat badan atau bentuk badan juga mempengaruhi penilaian penderita anorexia
nervosa terhadap resiko yang akan muncul apabila berat badannya tetap berada
dibawah normal (keseriusan penyakitnya). 3) Menolak untuk pempertahankan
berat badan sesuai dengan umur dan tinggi badannya. 4) Perempuan mengalami
gangguan pada siklus menstruasinya yang biasanya terjadi sebelum adanya
penurunan berat badan drastis. Gangguan ini ditandai dengan tidak hadirnya
menstruasi minimal 3 kali sesuai siklusnya (Ratnawati dan Sofiah: 2012).

2. Bulimia Nervosa

Menurut Tim Penulis Poltekkes Depkes Jakarta I (2012) bulimia nervosa


adalah gangguan pola makan yang ditandai dengan usaha untuk memuntahkan
kembali secara terus-menerus apa yang telah dimakan sebelumnya. Bulimia nervosa
yaitu sebuah kelainan cara makan yang terlihat dari kebiasaan makan berlebihan yang
terjadi secara terus menerus, sering terjadi pada wanita. Kelainan tersebut biasanya
merupakan suatu bentuk penyiksaan terhadap diri sendiri. Yang paling sering
dilakukan oleh lebih dari 75% orang dengan bulimia nervosa adalah membuat dirinya
muntah, kadang-kadang disebut pembersihan; puasa, serta penggunaan laksatif,
enema, diuretik, penggunaan obat pencahar sehingga dapat merangsang seorang
penderita bulimia untuk memuntahkan makanan yang telah ia makan dan olahraga
yang berlebihan juga merupakan ciri umum.
Jadi, masalah kesehatan yang terjadi pada remaja yaitu kekurangan zat besi (anemia),
kurus atau kurang energi kronis (KEK), stunting, obesitas, penyalahgunaan NAPZA,
pergaulan bebas, dan gangguan makan pada remaja.

3.2 Masalah kesehatan Wanita Usia Subur (WUS)


A. Amenore
Amenore adalah tidak terjadinya abnormalitas siklus menstruasi pada wanita
usia subur. Menstruasi merupakan tanda penting maturitas organ seksual seorang
wanita. Secara umum, amenore dibagi menjadi dua yaitu amenore primer dan
amenore sekunder. Amenore primer adalah tidak terjadinya menstruasi pada pertama
kali pada usia tiga belas tahun dengan pertumbuhan seks sekunder normal (telah
melalui perubahan pubertas saat usia remaja). Amenore sekunder adalah amenore
yang terjadi pada wanita usia subur merupakan berhentinya siklus menstruasi yang
teratur selama tiga bulan atau berhentinya siklus menstruasi yang tidak teratur selama
enam bulan (Ira, 2015). Faktor yang menyebabkan amenore pada wanita usia subur
adalah gangguan psikologis (stres atau emosi), gangguan nutrisi yang berat (kelaparan
atau anoreksia nervosa), penurunan berat badan (karena penyakit medis atau
gangguan psikologis), dan aktivitas yang berat, contohnya pelari maraton atau penari
balet (Susanti, 2014).

B. Anemia
Menurut Riskesdas 2013, prevalensi anemia pada wanita usia subur adalah
35,3%. Data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2012 menyatakan
bahwa prevalensi anemia pada balita sebesar 40,5%, ibu hamil sebesar 50,5%, ibu
nifas sebesar 45,1%, remaja putri usia 10-18 tahun sebesar 57,1% dan usia 19- 45
tahun sebesar 39,5%.
Faktor risiko anemia pada wanita usia subur umumnya terjadi karena kurang
zat besi akibat dari konsumsi makanan yang monoton yang kaya akan zat
penghambat penyerapan zat besi. Anemia dapat dihindari dengan konsumsi
makanan tinggi zat besi, asam folat, vitamin A, vitamin C, dan zink dan
pemberian tablet tambah darah (TTD) (Permaesih, 2010).

C. Obesitas
Obesitas merupakan masalah kesehatan yang sering dialami oleh wanita usia
subur karena pola makan yang tidak seimbang sehingga status gizi seseorang
berlebihan. Obesitas terjadi karena penimbunan lemak di dalam tubuh sehingga
meningkatkan risiko terjadinya berbagai gangguan kesehatan. Faktor lain yang
menyebabkan obesitas pada wanita usia subur adalah kurangnya aktivitas fisik.
Terlebih dengan asupan makanan yang berlebih namun kurangnya aktivitas fisik,
maka akan terjadi penimbunan lemak berlebih (Kawengian dkk, 2013).
Berdasarkan Riskesdas tahun 2013, pada wanita dewasa terjadi kenaikan
prevalensi obesitas yang sangat ekstrim mencapai 18,1 %, yaitu dari 14,8% pada
tahun 2007 menjadi 32,9 % pada tahun 2013. Kemudian, penderita obesitas
abdominal pada wanita lebih tinggi (44,3%) daripada pria (4,7%). Prevalensi
obesitas meningkat dari 12,7% menjadi 18,3%, hiperglikemia dari 7,9% menjadi
11,3% dan hiperkolesterol dari 6,5% menjadi 12,9%.

D. Kurang Energi Kronis (KEK)


Kekurangan energi kronik tengah menjadi salah satu perhatian pemerintah dan
tenaga kesehatan sekarang ini. Hal tersebut disebabkan bila seorang wanita usia
subur (WUS) memiliki KEK, maka anak yang dilahirkan akan menderita KEK
pula nantinya. Akibatnya, dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia suatu
bangsa bahkan menjadi ancaman kelangsungan hidup bangsa. Pengertian KEK itu
sendiri adalah keadaan dimana seseorang menderita kekurangan makanan yang
berlangsung dalam jangka waktu lama atau menahun yang mengakibatkan
timbulnya gangguan kesehatan dengan tanda – tanda atau gejala sepeerti badan
lemah dan muka pucat (Suparyanto, 2011).
Seseorang dikatakan menderita KEK bila LILA < 23,5 cm. Berdasarkan
data Riskesdas 2013 proporsi wanita usia subur KEK usia 15-19 tahun
sebanyak 46,6%, pada usia 20-24 tahun sebanyak 30,6%. Selain itu, pada usia
25-29 tahun sebanyak 19,3% serta 13,6% pada usia 30-34 tahun.

E. Poli Cycstic Ovary Syndrome (PCOS) dan Endrometriosis


Masalah ketidaksuburan pada wanita biasanya juga timbul akibat adanya
sindrom ovarium polisistik atau Poli Cycstic Ovary Syndrome (PCOS) dan
Endometriosis. PCOS merupakan gangguan dimana folikel (kantung sel telur)
tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak terjadi ovulasi. Wanita yang
mengalami PCOS ini menjadi infertile (tidak subur) karena tidak ada sel telur yang
matang, sehingga tidak akan terjadi pembuahan. Gejala yang timbul dari PCOS ini
biasanya adalah siklus haid yang tidak teratur (terlambat, tidak haid, atau haid 2 – 3
kali dalam sebulan) (Kumulasari, 2012)
Sementara Endometriosis merupakan suatu keadaan patologi pada system
reproduksi wanita dimana jaringan selaput lendir rahim (endometrium) yang
seharusnya berada dalam rahim, malah tumbuh di luar rongga rahim (saluran
telur /tuba falopi, indung telur, atau pada rongga pinggul). Hal ini dapat
mengganggu kesuburan wanita sehingga akan menghambat terjadinya kehamilan.
Diperkirakan sekitar 30 – 40 % wanita dengan keluhan endometriosis sulit
memiliki keturunan (Kumulasari, 2012).

F. Kista
1. Kista ovarium
Merupakan suatu tumor, baik kecil maupun yang besar, kistik atau padat, jinak
atau ganas yang berada di ovarium. Kista ovarium yang bersifat ganas disebut
juga kanker ovarium. Kanker ovarium merupakan penyebab kematian dari
semua kanker ginekologi. Di Amerika Serikat pada tahun 2009 diperkirakan
jumlah penderita kanker ovarium sebanyak 23 .400 dengan angka kematian
sebesar 13.900 orang. Tingginya angka kematian karena penyakit ini sering
tanpa gejala dan tanpa menimbulkan keluhan, sehingga tidak diketahui dimana
2 sekitar 60% - 70% penderita datang pada stadium lanjut. (Brunner &
Suddarth, 2001)
2. Kista Payudara
Kista payudara merupakan benjolan di payudara. Timbulnya benjolan
pada payudara dapat merupakan indikasi adanya jenis tumor/kanker payudara.
Namun, untuk memastikannya perlu dilakukan pemeriksaan patologis. Kanker
payudara adalah keganasan yang berasal dari sel kelenjar, saluran kelenjar dan
jaringan penunjang payudara yang ditandai dengan adanya benjolan di
payudara, dan pada stadium lanjut terasa sakit. Meskipun ilmu pengetahuan
semakin canggih akan tetapi hingga saat ini belum diketahui secara pasti faktor
penyebab utama penyakit tumor/kanker payudara, diperkirakan
multifaktorial.1,2 Dari beberapa studi diketahui faktor faktor yang berhubungan
dengan tumor/kanker payudara antara lain umur tua (aging), perempuan 100
kali lebih berisiko dibandingkan dengan lakilaki, adanya faktor genetik seperti
riwayat keluarga menderita tumor/kanker payudara terutama ibu dan saudara
perempuan, riwayat menstruasi dini, usia makin tua saat menopause, hamil
pertama di usia tua, menggunakan kontrasepsi hormonal, obesitas dan asupan
rendah serat, tinggi lemak khususnya lemak jenuh.3,4.

G. Kanker Serviks
Kanker serviks adalah suatu proses keganasan yang terjadi pada leher rahim
sehingga jaringan di sekitarnya tidak dapat melaksanakan fungsinya. Menurut
WHO tahun 2013, kanker serviks merupakan kasus kanker terbanyak kedua pada
wanita di seluruh dunia. Faktor risiko terjadinya kanker serviks pada wanita salah
satunya adalah hubungan seksual pertama kali di usia dini karena karsinoma
serviks adalah penyakit yang ditularkan melalui seksual. Selain itu, sering berganti
pasangan seksual dapat memicu kanker serviks menjadi sepuluh kali lipat.
Rendahnya cakupan deteksi dini pada wanita usia subur merupakan alasan
semakin berkembangnya kanker serviks (Darmawati, 2010).
Metode deteksi dini untuk kanker serviks antara lain; pap smear yaitu
mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel rahim yang abnormal (hanya sebatas
skrining), biopsi yaitu test yang dilakukan untuk melengkapi pap smear untuk
mengetahui kelainan yang ada pada serviks, dan Inspeksi Visual Asam Asetat
(IVA) merupakan test alternatif skrining untuk kanker serviks yang memiliki
prosedur sangat sederhana yakni mengolesi permukaan leher rahin dengan asam
asetat yang akan tampak bercak-cak putih pada permukaan serviks yang tidak
normal (Darmawati, 2010).

H. Kanker Payudara
Kanker payudara adalah pertumbuhan yang tidak normal dari sel-sel jaringan
tubuh yang berubah menjadi ganas. Penyebab timbulnya kanker payudara belum
diketahui secara pasti, namun bersifat multifaktorial. Beberapa hal yang dapat
menjadi penyebab kanker payudara, yaitu adanya kelemahan genetik pada sel
tubuh sehingga mempermudah timbulnya sel kanker, iritasi dan inflamasi kronis
yang selanjutnya dapat berkembang menjadi kanker, radiasi sinar-x, senyawa
kimia, seperti asbestos, nikel, arsen, arang, tarr, asap rokok, kontrasepsi oral, dan
sebagainya, serta makanan yang bersifat karsinogenik, misalnya makanan kaya
karbohidrat yang diolah dengan digoreng, ikan asin, dan sebagainya
(Suryaningsih, 2009). Gejala yang timbul pada wanita usia subur yang menderita
kanker adalah terdapat benjolan pada payudara yang diraba dan semakin
mengeras, kerutan pada kulit payudara, adanya cairan tidak normal berupa darah
atau nanah, dan timbul rasa nyeri pada payudara. Deteksi dini kanker payudara
dapat dilakukan dengan berbagai pemeriksaan, misalnya dengan menggunakan
prosedur pemeriksaan berupa thermografi payudara, mamografi, biopsi payudara,
duktografi , dan ultrasonography (USG) payudara (Suryaningsih, 2009).
I. MMR (Measles, Mumps, Rubella)
Measles dikenal sebagai campak disebabkan oleh virus RNA genus Morbilivirus
family paramyxovirus. Mumps atau gondongan adalah penyakit akibat virus genus
paramyxovirus yang ditandai dengan pembesaran kelenjar ludah, terutama kelenjar
parotis. Rubella disebabkan oleh virus Rubella (Saragih, 2016).
Measles atau campak menyebabkan berbagai gejala diantaranya demam, batuk,
pilek, serta mata merah dan berair yang umumnya diikuti dengan ruam yang merata di
seluruh permukaan tubuh. Campak dapat menyebabkan infeksi telinga, diare, dan
infeksi paru (Saragih, 2016).
Mumps atau gondongan menyebabkan demam, sakit kepala, nyeri otot, rasa lelah,
hilangnya nafsu makan, serta pembengkakan dan nyeri tekan pada kelenjar ludah di
bawah telinga, baik satu sisi ataupun keduanya. Gondongan dapat menyebabkan
ketulian, pembengkakan selaput otak dan/atau saraf tulang belakang (ensefalitis atau
meningitis), pembengkakan testis atau ovarium yang terasa nyeri, dan, kendati sangat
jarang, dapat pula menyebabkan kematian (Saragih, 2016).
Rubella menyebabkan demam, radang tenggorok, ruam, sakit kepala, dan iritasi
mata. Rubella dapat menyebabkan artritis (peradangan struktur sendi) pada wanita
usia subut. Jika seorang wanita terjangkit rubella saat sedang hamil, ia dapat
mengalami keguguran atau bayinya dapat mengalami cacat lahir yang serius. Penyakit
ini dapat menyebar dengan mudah dari satu orang ke orang yang lain. Penyakit
rubella bahkan dapat menular tanpa kontak langsung. Usaha pencegahan yang
dilakukan untuk terhindar dari penyakit ini dengan memberi vaksin MMR. Usaha ini
penting bagi wanita yang belum hamil ataupun ingin hamil, supaya dikemudian hari
bayi yang dikandungnya sehat (tidak keguguran) dan tidak memiliki penyakit sindrom
rubella kongenital yang akan bermanifestasi menjadi penyakit jantung bawaan,
katarak, dan lainnya (Saragih, 2016).

Jadi, beberapa masalah kesehatan yang terjadi pada Wanita Usia Subur (WUS)
amenore, anemia, obesitas, KEK, Poli Cycstic Ovary Syndrome (PCOS) & Endrometriosis,
kista, kanker payudara, kanker serviks, dan MMR.
Daftar Pustaka

Arista, Ronny Aruben. 2017. "Hubungan Pengetahuan, Sikap, Tingkat Konsumsi Energi,
Protein, dan Indeks Massa Tubuh/Umur dengan KEK pada Remaja Putri". Jurnal
Kesehatan Masyarakat Vol. 5 No. 4

Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. 2012. Buku Pedoman Penggolongan


Narkotika Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Jakarta: Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia.

Darmawati. 2010. Kanker Serviks Wanita Usia Subur. Banda Aceh.

Ira, Pirsa HN. 2015. Analisis Sitogenetika pada Pasien dengan Amenore Primer.
Semarang:UNDIP

Kawengian, dkk. 2013. Hubungan Antara Aktivitas Fisik dengan Obesitas pada Wanita Usia
Subur. Sulawesi Utara:UNSRAT

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. "Buku Ajar Kesehatan Ibu dan Anak".
Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan.

Kementerian Kesehatan RI. 2013. “Riset Kesehatan Dasar”


http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf
diakses pada 29 Agustus 2018

Kumalasari, Intan. 2012. Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Salemba Medika.

Muawanah, Lis dan Herlan Pratikto. (2012). “Kematangan Emosi, Konsep Diri Dan
Kenakalan Remaja”. Jurnal Psikologi. Volume 7, No. 1, April 2012.

Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.

Novitasari, Meiriyani D. 2013. "Hubungan antara aktivitas fisik dengan obesitas pada
wanita usia subur peserta Jamkesmas di puskesmas wawonasa kecamatan Singkil
Manado". Manado: Universitas Sam Ratulangi.

Permaesih, D. 2010. Faktor Anemia pada Remaja. Jakarta. Diakses dari


http://ejournal.litbang.kemkes.go.id

Pinem, Saroha. 2009. Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Jakarta: Trans Info Media.
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2013. Situasi Kesehatan Reproduksi
Remaja. Jakarta.

Ratnawati, Vivi dan Diah Sofiah. (2012). “Percaya Diri, Body Image dan Kecenderungan
Anorexia Nervosa Pada Remaja Putri”. Jurnal Psikologi Indonesia. Vol. 1, No. 2,
September 2012.

Restacendi, Maydiya. (2017). “Karakteristik Pelajar Penyalahguna NAPZA dan jenis


NAPZA yang digunakan di Kota Surabaya”. The Indonesian Journal of Public
Health. Vol. 12 No. 1, Juli 2017

Saragih, Restuti Hidayani. 2016. Imunisasi pada dewasa. Sumatra Utara:USU.

Silalahio, Verarica. (2016). “Potensi Pendidikan Gizi Dalam Meningkatkan Asupan Gizi
Pada Remaja Putri yang Anemia di Kota Medan”. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
Volume 2. No. 2. Januari 2016.

Sudikno, Sandjaja. 2016 "Prevalensi dan Faktor Anemia pada Wanita Usia Subur di Rumah
Tangga". Jurnal kesehatan masyarakat Vol. 7 No. 2

Sugiharto. 2009. “Obesitas dan Kesehatan Reproduksi Wanita. Jurnal Kesehatan


Masyarakat” http://journal.unnes.ac.id/ diakses pada 25 Agustus 2018

Sumiati. 2009. Kesehatan Jiwa Remaja dan Konseling. Jakarta: Trans Info Media.

Suparyanto. 2011. Wanita Usia Subur (WUS). Jakarta.

Suryaningsih. 2009. Kupas Tuntas Kanker Payudara. Yogyakarta: Paradigma Indonesia.

Susanti, Evi. 2014. Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Siklus Menstruasi pada
Wanita Usia Subur. Sumatra Barat

Tasmil, AM. 2013. Gambaran Tingkat Depresi pada Mahasiswa. Sumatra Utara: USU.

Tim Penulis Poltekkes Depkes Jakarta I. 2012. Kesehatan Remaja Problem dan Solusinya.
Jakarta: Salemba Medika.

Universitas Indonesia. 2007. Buku Pedoman Petunjuk Pelaksanaan Dan Penanggulangan


KEK Pada Ibu Hamil. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat. U.I.

Anda mungkin juga menyukai