BAB I...............................................................................................................................................
PENDAHULUAN...........................................................................................................................
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................
1.2 Tujuan.....................................................................................................................................
1.3 Manfaat...............................................................................................................................
BAB II.............................................................................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................................
2.1 Metode Penentuan Titik Pengamatan................................................................................
2.2 A........................................................................................................................................
2.3 A........................................................................................................................................
2.4 A........................................................................................................................................
2.5 A........................................................................................................................................
2.6 Evaluasi Lahan..................................................................................................................
2.6.1 Metode Analisis Kemampuan Lahan.........................................................................
2.6.2 Metode Analisis Kesesuaian Lahan...........................................................................
BAB III..........................................................................................................................................
KONDISI WILAYAH....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................
2
BAB I
PENDAHULUAN
Pada tanggal 29 April 2016 dilakukan survei tanah di kaki gunung Arjuno
bagian selatan oleh tim survei dari mahasiswa Agroekteknologi FP UB angkatan
2014. Survei tanah yang dilakukan di lereng gunung Arjuno, tepatnya berada di desa
Tawang Argo, Kecamatan Karang Ploso, Malang. Pada fieldwork kali ini bertujuan
untuk mengetahui klasifikasi tanah yang ada sehingga dapat dilakukan pembuatan
satuan peta tanah (SPT). Lokasi survei berada tepat di bagian kaki gunung Arjuno,
gunung Arjuno yang telah mengalami letusan lava dan telah menyisakan beberapa
material. Pada umumnya bahan induk tanah berasal dari material letusan dari gunung
Arjuno yang terus mengalami perkembangan hingga menjadi tanah dewasa. Melalui
deskripsi dari profil tanah yang dilakukan, terdapat temuan dimana lapisan tanah
bagian bawah lebih berkembang dari bagian atasnya. Hal ini mengindikasikan bahwa
lahan yang terdapat di daerah tersebut berasal dari tanah yang terbentuk lewat
material letusan gunung sebagai bahan induknya. Lapisan tanah yang masih
mengalami perkembangan seringkali tertimbun bahan induk tanah baru dari material
letusan gunung, sehingga terapat banyak lapisan yang perkembangan tanahnya
berbeda. Penggunaan lahan dilokasi survei di dominasi oleh tanaman pinus, kopi, dan
berbagai macam sayuran seperti; cabai, tomat, sawi, wortel, kubis dll.
3
1.2 Tujuan
Tujuan dari Survei Tanah dan Evaluasi Lahan adalah untuk membuat
informasi spesifik yang penting tentang setiap macam-macam tanah terhadap
penggunaannya dan sifat-sifat lainnya sehingga dapat ditentukan cara
pengelolaannya, serta menyajikan uraian satuan peta sedemikian rupa sehingga dapat
di interpretasikan oleh orang-orang yang memerlukan data mendasar tentang tanah.
Sedangakan secara khusus tujuan evaluasi lahan yang utama adalah menetapkan
tingkat kesesuaian untuk macam penggunaan lahan tertentu di suatu wilayah.
1.3 Manfaat
1. Mampu menentukan kesesuaian lahan dengan kriteria yang ada untuk
tanaman pangan
3. Mampu membuat peta tanah dan peta kesesuaian lahan dengan data yang
telah diperoleh
BAB II
METODOLOGI
Meteran
5
2 Bahan
Air
Untuk menentukan tekstur, struktur, dan konsistensi tanah
Tanah
Sebagai objek yang diamati
Pada metode ini pengamatan lapangan dilakukan seperti pada metode grid
kaku,tetapi jarak jarak pengamatan tidak perlu sama dalam dua arah,metode grid
bebas di terapkan pada surve detail hingga semi-detail,foto udara berkemampuan
terbatas dan di tempat tempat yang berorientasi di lapangan cukup sulit di
lakukan. (Rayes,2007).
a) Gleisol.
7
b) Aluvial.
Tanah Aluvial pada proses pembentukannya sangat tergantung
dari faktor bahan induk asal tanah dan factor topografi. Tanah
Aluvial mempunyai tingkat kesuburan yang dapat seragam (Alam et
al., 1993) atau bervariasi dari rendah sampai tinggi, tekstur dari
sedang hingga kasar, serta kandungan bahan organik dari rendah
sampai tinggi dan pH tanah berkisar masam, netral, sampai alkalin,
kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation juga bervariasi karena
tergantung dari bahan induk (Hardjowigeno, 2003). Tanah Aluvial
yang disawahkan akan berbeda sifat morfologinya dengan tanah
yang tidak disawahkan. Perbedaan yang sangat nyata dapat
dijumpai pada epipedonnya, dimana pada epipedon yang tidak
pernah disawahkan berstruktur granular dan warna coklat tua (10
YR 4/3). Sedangkan epipedon tanah Aluvial yang disawahkan tidak
berstruktur dan warna berubah menjadi kelabu (10 YR5/1) (Munir,
1996).
c) Gambut.
8
Secara lebih terperinci, kelas – kelas kemampuan lahan dapat dideskripsikan sebagai
berikut :
a Kelas I, Merupakan lahan dengan ciri tanah datar, butiran tanah agak halus,
mudah diolah, sangat responsif terhadap pemupukan, dan memiliki sistem
pengairan air yang baik. Tanah kelas I sesuai untuk semua jenis penggunaan
pertanian tanpa memerlukan usaha pengawetan tanah. Untuk meningkatkan
kesuburannya dapat dilakukan pemupukan.
b Kelas II, Merupakan lahan dengan ciri lereng landai, butiran tanahnya halus
sampai agak kasar. Tanah kelas II agak peka terhadap erosi. Tanah ini sesuai
untuk usaha pertanian dengan tindakan pengawetan tanah yang ringan, seperti
pengolahan tanah berdasarkan garis ketinggian dan penggunaan pupuk hijau.
c Kelas III, Merupakan lahan dengan ciri tanah terletak di daerah yang agak
miring dengan sistem pengairan air yang kurang baik. Tanah kelas III sesuai
untuk segala jenis usaha pertanian dengan tindakan pengawetan tanah yang
khusus seperti pembuatan terasering, pergiliran tanaman, dan sistem penanaman
berjalur. Untuk mempertahankan kesuburan tanah perlu pemupukan.
11
d Kelas IV, Merupakan lahan dengan ciri tanah terletak pada wilayah yang miring
sekitar 12-30% dengan sistem pengairan yang buruk. Tanah kelas IV ini masih
dapat dijadikan lahan pertanian dengan tingkatan pengawetan tanah yang lebih
khusus dan lebih berat.
e Kelas V, Merupakan lahan dengan ciri terletak di wilayah yang datar atau agak
cekung, namun permukaannya banyak mengandung batu dan tanah liat. Karena
terdapat di daerah yang cekung tanah ini seringkali tergenang air sehingga
tingkat keasaman tanahnya tinggi. Tanah ini tidak cocok untuk dijadikan lahan
pertanian, tetapi inipun lebih sesuai untuk dijadikan padang rumput atau
dihutankan.
f Kelas VI, Merupakan lahan dengan ciri ketebalan tanahnya tipis dan terletak di
daerah yang agak curam dengan kemiringan lahan sekitar 30-45 %. Lahan kelas
VI ini mudah sekali tererosi, sehingga lahan inipun lebih sesuai untuk dijadikan
padang rumput atau dihutankan.
g Kelas VII, Merupakan lahan dengan ciri terletak di wilayah yang sangat curam
dengan kemiringan antara 45-65 % dan tanahnya sudah mengalami erosi berat.
Tanah ini sama sekali tidak sesuai untuk dijadikan lahan pertanian, namun lebih
sesuai ditanami tanaman tahunan (tanaman keras).
h Kelas VIII, Merupakan lahan dengan ciri terletak di daerah dengan kemiringan
di atas 65 %, butiran tanah kasar, dan mudah lepas dari induknya. Tanah ini
sangat rawan terhadap kerusakan, karena itu lahan kelas VIII harus dibiarkan
secara alamiah tanpa campur tangan manusia atau dibuat cagar alam
(Rayes,2006).
yang digunakan adalah kerangka penilaian lahan CSR/FAO Staff (1983) dalam
Arsyad 2006. Dalam kerangka penilaian lahan ini dikenal kelas – kelas kesesuaian
lahan sebagai berikut :
a S1 = Sangat Sesuai
Lahan tidak mempunyai pembatas yang serius untuk menerapkan pengolahan yang
diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti yang tidak secara nyata
berpengaruh terhadap produksi dan tidak akan menaikkan masukan melebihi yang
biasa.
b S2 = Cukup Sesuai
Lahan mempunyai pembatas – pembatas yang cukup serius untuk mempertahankan
tingkat pengolahan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi atau
kelentingan atau meningkatkan masukan yang diperlukan.
c S3 = Batas Ambang Sesuai
Lahan mempunyai pembatas – pembatas yang cukup serius untuk mempertahankan
tingkat pengolahan yang harus diterapkan, dengan demikian akan mengurangi
produksi dan keuntungan atau penambah masukan yang diperlukan.
d N = Tidak Sesuai
Lahan mempunyai pembatas sangat serius, tetapi masih mungkin diatasi dengan
tingkat pengelolaan yang membutuhkan modal sangat besar; atau lahan yang
mempunyai pembatas permanen yang menutup segala kemungkinan penggunaan
yang berkelangsungan.
Kelas – kelas kesesuaian lahan di atas dibagi kedalam sub-kelas. Pada tingkat
ini terlihat dari jenis dari pembatas yang terdapat pada suatu satuan peta. Faktor
pembatas yang digunakan dalam metode penilaian kesesuaian lahan ini adalah :
a tc : Suhu (0C), yaitu rerata suhu tahunan.
b wa : Ketersediaan air, meliputi curah hujan (mm) dan lama masa kering
(bulan/tahun).
c oa : Ketersediaan oksigen, yaitu drainase.
d rc : Media perakaran, meliputi tekstur, bahan kasar (%), dan kedalaman tanah
(cm).
e nr : Retensi hara, meliputi KTK liat (C mol), kejenuhan basa (%), pH H2O, dan
C-organik.
f eh : Bahaya erosi, meliputi lereng (%) dan bahaya erosi.
g fh : Bahaya banjir, yaitu genangan.
h lp : Penyiapan lahan, meliputi batuan di permukaan (%) dan singkapan batuan
(%).
13
BAB III
KONDISI WILAYAH
5. Titik 5
Latitude : 0673297
Longitude : 9194206
14
Secara geografis dan geologis Desa Tawangargo terletak pada posisi 7° 53' 35'
Lintang Selatan dan 112° 53' 41' Bujur Timur. Topografi ketinggian desa ini adalah
berupa daratan tinggi yaitu sekitar 700 m – 1000 m di atas permukaan air laut.
Berdasarkan data BPS Kabupaten Malang tahun 2010, selama tahun 2011 curah hujan
di Desa Tawangargo rata-rata mencapai 1500-2.000 mm. Curah hujan terbanyak
terjadi pada bulan Desember hingga mencapai 405,04 mm yang merupakan curah
hujan tertinggi selama kurun waktu 2000-2011. Luas Wilayah Desa Tawangargo
adalah 654 632 Ha. Luas lahan yang ada terbagi ke dalam beberapa peruntukan, yang
dapat dikelompokkan seperti untuk fasilitas umum, pemukiman, pertanian,
perkebunan, kegiatan ekonomi dan lain-lain. Wilayah Desa Tawangargo secara umum
mempunyai ciri geologis berupa lahan tanah hitam yang sangat cocok sebagai lahan
pertanian dan perkebunan. Secara prosentase kesuburan tanah Desa Tawangargo
terpetakan sebagai berikut: sangat subur 105 Ha, subur 95,7 Ha, sedang 3.3 Ha, hal
ini memungkinkan tanaman Hortikultura terutama sayur mayur dan padi sangat cocok
ditanam di sini.
untuk penggunaan lahan pada titik ini yaitu tegalan dengan vegetasi alami yang
dominan yaitu talas dan vegetasi spesifik adalah pisang, kopi, nangka, singkong dan
pinus dengan sistem penanaman monokultur, system irigasi yang digunakan adalah
secara manual dengan sumber air berasal dari sumur/kran air, rezim lengas tanah udik
dan rezim suhu tanah adalah isohipotermik.
Pada titik 3 pengamatan pengamatan dengan latitude 0673161 LS/LU,
longitude 9134285 BT, kondisi lereng 14 %, bahaya erosi percik dengan kelas erosi
ringan, relief makro berombak, relief mikro gilgai, aliran permukaan sedang, drainase
alamis lambat, permebealitas agak cepat dan sangat jarang adanya genangan atau
banjir, untuk penggunaan lahan pada titik ini yaitu kebun dengan vegetasi alami yang
dominan yaitu kopi dan pinus serta vegetasi spesifik adalah pisang, sawi dan cabai
dengan sistem penanaman tumpangsari dan sistem irigasi tadah hujan, rezim lengas
tanah udik dan rezim suhu tanah isohipotermik.
Pada titik 4 pengamatan pengamatan dengan latitude 0673232 LS/LU,
longitude 9134224 BT, kondisi lereng 17 %, bahaya erosi alur dengan kelas erosi
sedang, relief makro berombak, relief mikro gilgai, aliran permukaan cepat, drainase
alami lambat, permebealitas cepat dengan tanpa adanya genangan atau banjir, untuk
penggunaan lahan pada titik ini yaitu perkebunan dengan vegetasi alami yang
dominan yaitu pinus, timun, bawang merah, tomat dan vegetasi spesifik adalah pinus,
dengan rezim lengas tanah udik dan rezim suhu tanah isohipotermik.
Pada titik 5 pengamatan pengamatan dengan latitude 0673297 LS/LU,
longitude 9134206 BT, kondisi lereng 21 %, bahaya erosi percik dengan kelas erosi
ringan, relief makro berombak, relief mikro teras, aliran permukaan cepat, drainase
alamis sangat lambat, permebealitas cepat dan sangat jarang adanya genangan atau
banjir, untuk penggunaan lahan pada titik ini yaitu hutan dengan vegetasi alami yang
dominan yaitu jambu, pinus dan vegetasi spesifik adalah jambu, kopi, lamtoro dengan
system irigasi tadah hujan, rezim lengas tanah udik dan rezim suhu tanah adalah
isohipotermik.
3.3 Karakteristik Tanah
16
Tekstur yang diambil dari setiap horizon pada titik pengamatan menunjukkan
rata-rata yang hampir seragam. Lempung berdebu merupakan tekstur yang hampir
terdapat di seluruh horizon yang teramati. Hal ini didapat setelah melakukan
pengulangan pengujian tekstur yang pada awalnya diduga pasir namun pada faktanya
berupa pasir semu.
Data yang seragam juga ditemukan pada pori tanah. Pada pengamatan lapang
ditemukan hampir di seluruh horizon di tiap titik banyak pori mikro yang ditandai
dengan adanya perakaran halus yang berjumlah sedikit. Sedikitnya jumlah perakaran
yang ditemukan salah satunya disebabkan oleh tempat pengamatan yang jauh dari
pohon dengan perakaran dalam, namun hanya dikelilingi tanaman semak yang
memiliki perakaran pendek.
Pada saat fieldwork kondisi lahan yang kami amati di 5 titik memiliki beberapa
penggunaan lahan Pada titik pertama, lahan yang kami amati didominasi oleh semak
belukar yang berada di pinggir lereng, lahan ini termasuk dalam lahan semak. Pada
titik pertama tanaman yang ada di titik tersebut adalah semak belukar dengan rincian
tanaman semak belukar dan talas. Pada titik kedua merupakan lahan tegalan yang
didominasi oleh tanaman talas semntara itu untuk rinciannya yaitu terdapat tanaman
pisang, kopi, singkong dan pakcoi. Pada titik ketiga termasuk lahan agroforestry yang
didominasi oleh pinus dan kopi untuk spesifiknya terdapat tanaman kopi, pinus ,
pisang dan cabai. Pada titik keempat termasuk ke dalam lahan agroforestry yang
didominasi oleh tanaman tomat dan pinus untuk spesifiknya terdapat tanaman tomat,
pinus dan bawang merah. Pada titik kelima termasuk kedalam lahan agroforestry
yang didominasi oleh tanaman jambu dan pinus untuk spesifiknya terdapat tanaman
jambu, pinus, kopi dan lamtoro.
Pada umumnya pada daerah survey kami yang menggunakan metode grid
bebas ini 85% lebih titik survey diklasifikasikan kedalam Humic Dystrudepts. Dan
selebihnya masuk kedalam Typic Dystrudepts, Andic Dystrudepts, Typic
Hapludands,Typic Hapludalfs dan typic Melanudands. Sebaran SPT untuk daerah
Utara didominasi oleh Typic Dystrudepts dan Humic Dystrudepts. Kemudian untuk
daerah sebaran Utara didapati persebaran klasifikasi SPT yang lebih beragam, namun
masih didominasi oleh Humic Dystrudepts. Untuk bagian Timur dan Barat juga
didominasi oleh Humic Dystrudepts serta Typic Dystrudepts. Sehingga dapat
18
disimpulkan bahwa pada daerah survey kami didominasi oleh Konsosiasi Humic
Dystrudepts dan Asosiasi Humic Dystrudepts dan Typic Dystrudept.
19
BAB IV
PEMBAHASAN
Nama
Horiso
Titi Kedalama Warn Kelas
n Struktur Konsistensi Pori pH
k n (cm) a Tekstur
Geneti
k
Pori
Mikro,
gembur;
0 -13/ 16 10YR Lempung Perakaran
1 A Granular agak plastis; 6
cm 3/2 berdebu halus,
agak lekat
Jumlah
Sedikit
Pori
Mikro,
gembur;
16 - 50 10YR Lempung Gumpal Perakaran
Bw agak plastis;
cm 3/4 berdebu bersudut halus,
agak lekat
Jumlah
Sedikit
Pori
Mikro,
gembur;aga
10YR Lempung Perakaran
2 Ap 0-16/21cm Granular k plastis; 6
2/1 berdebu halus,
agak lekat
Jumlah
Sedikit
Pori
gembur;aga Mikro,
Gumpal
21- 10YR Lempung k Perakaran
Bw1 membula
33/35cm 2/2 berdebu plastis;agak halus,
t
lekat Jumlah
Sedikit
20
Pori
Mikro,
Lempung agak
10YR Gumpal Perakaran
Bw2 35-50cm liat teguh;plasti
3/3 bersudut halus,
berdebu s;lekat
Jumlah
Sedikit
Pori
Mikro,
Gumpal gembur;
10YR Lempung Perakaran
3 Ap 0-25cm membula agak plastis; 6
2/1 berdebu halus,
t agak lekat
Jumlah
Sedikit
Pori
Mikro,
gembur;aga
10YR Lempung Gumpal Perakaran
AB 25-50cm k plastis;
2/2 berdebu bersudut halus,
agak lekat
Jumlah
Sedikit
Pori
gembur; Mikro,
10YR Lempung agak Perakaran
4 Ap 0 - 27cm Granular 7
2/1 berdebu plastis;agak halus,
lekat Jumlah
Sedikit
Pori
gembur Mikro,
Gumpal
10YR Lempung ;agak Perakaran
Bw 27-50cm membula 6
3/6 berdebu plastis;agak halus,
t
lekat Jumlah
Sedikit
Pori
gembur;aga Mikro,
Grumpal
0 - 10YR Lempung k Perakaran
5 A membula 6
16/18cm 2/1 berdebu plastis;agak Halus,
t
lekat Jumlah
Sedang
Bw1 18-35cm 10YR Lempung Gumpal gembur;aga Pori
3/2 berdebu membula k lekat;agak Mikro,
t plastis Perakaran
21
halus,
Jumlah
Sedikit
Pori
Mikro,
gembur;aga
10YR Lempung Gumpal Perakaran
Bw2 34-50cm k lekat;agak
3/4 berdebu bersudut halus,
plastis
Jumlah
Sedikit
Morfologi Titik 1
Pada Minipit 1 di temukan 2 horizon dengan masing-masing
morfologi, horizon satu kedalamannya 0 -13/ 16 cm, memiliki warna tanah
10YR 3/2, bertekstur lempung berdebu, dan strukturnya granular. Konsistensi
yang ditemukan dalam keadaan lembab adalah gembur , dalam keadaan basah
agak plastis dan agak lekat. Pori yang di temukan adalah pori mikro dengan
perakaran halus, jumlah sedikit. Horizon 1 ini dapat di golongkan kedalam
horizon genetik A.
Pada horizon dua memiliki kedalaman 16 - 50 cm, memiliki warna
10YR 3/4, teksturnya lempung berdebu dan struktunya gumpal bersudut,
konsistensi lembabnya gembur dan konsistensi basah agak plastis serta agak
lekat. Pada horizon ini di temukan pori mikro, dengan perakaran halus, jumlah
sedikit. Horizon 2 ini dapat di golongkan kedalam horizon genetik Bw. Titik 1
ini ber pH 6.
Morfologi Titik 2
Pada Minipit 2 di temukan 3 horizon dengan masing-masing
morfologi, horizon satu kedalamannya 0-16/21cm, memiliki warna tanah
10YR 2/1, bertekstur lempung berdebu, dan strukturnya granular. Konsistensi
yang ditemukan dalam keadaan lembab adalah gembur , dalam keadaan basah
agak plastis dan agak lekat. Pori yang di temukan adalah pori mikro dengan
perakaran halus, jumlah sedikit. Horizon 1 ini dapat di golongkan kedalam
horizon genetik Ap.
Pada horizon dua memiliki kedalaman 21-33/35cm, memiliki warna
10YR 2/2, teksturnya lempung berdebu dan struktunya gumpal membulat,
konsistensi lembabnya gembur dan konsistensi basah agak plastis serta agak
lekat. Pada horizon ini di temukan pori mikro, dengan perakaran halus, jumlah
sedikit. Horizon 2 ini dapat di golongkan kedalam horizon genetik Bw 1.
22
Morfologi Titik 3
Pada Minipit 3 di temukan 2 horizon dengan masing-masing
morfologi, horizon satu kedalamannya 0-25cm, memiliki warna tanah 10YR
2/1, bertekstur lempung berdebu, dan strukturnya gumpal membulat.
Konsistensi yang ditemukan dalam keadaan lembab adalah gembur , dalam
keadaan basah agak plastis dan agak lekat. Pori yang di temukan adalah pori
mikro dengan perakaran halus, jumlah sedikit. Horizon 1 ini dapat di
golongkan kedalam horizon genetik Ap.
Pada horizon dua memiliki kedalaman 25-50cm, memiliki warna
10YR 2/2, teksturnya lempung berdebu dan struktunya gumpal bersudut,
konsistensi lembabnya gembur dan konsistensi basah agak plastis serta agak
lekat. Pada horizon ini di temukan pori mikro, dengan perakaran halus, jumlah
sedikit. Horizon 2 ini dapat di golongkan kedalam horizon genetik Ab 2. Titik
2 ini ber pH 6.
Morfologi Titik 4
Pada minipit 4 di temukan 2 horizon dengan masing-masing
morfologi, horizon satu kedalamannya cm 0 - 27cm, memiliki warna tanah
10YR 2/1, bertekstur Lempung berdebu, dan strukturnya granular.
Konsistensi yang ditemukan dalam keadaan lembab adalah gembur , dalam
keadaan basah agak plastis dan agak lekat. Pori yang di temukan adalah pori
mikro dengan perakaran halus, sumlah sedikit. Horizon 1 ini dapat di
golongkan kedalam horizon genetik Ap.
Pada horizon dua memiliki kedalaman 27-50 cm, memiliki warna
10YR 3/6, teksturnya Lempung berdebu dan struktunya gumpal membulat,
konsistensi lembabnya gembur dan konsistensi basah agak plastis serta agak
lekat. Pada horizon ini di temukan pori mikro, dengan perakaran halus, jumlah
sedikit. Horizon 2 ini dapat di golongkan kedalam horizon genetik Bw. Titik 4
memiliki pH 6.
Morfologi Titik 5
23
Titik 1.1
Epipedon Okrik
Karena epipedon tersebut tidak memenuhi definisi salah satu
dari tujuh epipedon yang lain, Epipedon tersebut mencakup
satu horizon A atau AP yang memiliki value warna dan kroma
rendah
Endopedon Kambik
Karena mempunyai tekstur lempung berpasir, ciri-ciri antara
lain penciri utama warna atau tekstur dan tidak memenuhi
persyaratan Epipedon Molik atau Umbrik, tidak mempunyai
kombinasi akuik di dalam 50 cm dari permukaan tanah
Titik 1.2
Epipedon Umbrik
24
Titik 1.3
Epipedon Umbrik
Karena epipedon umbrik mempunyai value warna 3 atau kurang
jika lembab,dan 5 atau kurang jika kering.kedalaman epipedon
umbrik setebal ≥ 18 cm.
Endopedon Kambik
Karena mempunyai tekstur lempung berpasir, ciri-ciri antara lain
penciri utama warna atau tekstur dan tidak memenuhi
persyaratan Epipedon Molik atau Umbrik, tidak mempunyai
kombinasi akuik di dalam 50 cm dari permukaan tanah
Titik 1.4
Epipedon Umbrik
Karena epipedon umbrik mempunyai value warna 3 atau kurang
jika lembab,dan 5 atau kurang jika kering.kedalaman epipedon
25
Endopedon
Titik 1.4
Epipedon Umbrik
Karena epipedon umbrik mempunyai value warna 3 atau kurang
jika lembab,dan 5 atau kurang jika kering.kedalaman epipedon
umbrik setebal ≥ 18 cm.
Endopedon Kambik
Karena mempunyai tekstur lempung berpasir, ciri-ciri antara lain
penciri utama warna atau tekstur dan tidak memenuhi
persyaratan Epipedon Molik atau Umbrik, tidak mempunyai
kombinasi akuik di dalam 50 cm dari permukaan tanah
26
Epipedon
Endopedon Kambik
Karena mempunyai tekstur lempung berpasir, ciri-ciri antara lain
penciri utama warna atau tekstur dan tidak memenuhi
persyaratan Epipedon Molik atau Umbrik, tidak mempunyai
kombinasi akuik di dalam 50 cm dari permukaan tanah
Titik 1.1
Ordo Inseptisol
Tanah lain yang mempunyai epipedon umbrik, mollik atau
plagen atau mempunyai endopedon kambik.
Sub-Ordo Udepts
Inceptisols lain yang mempunyai rezim kelembaban tanah udik
Grup Dystrudepts
Udepts yang lain
Sub-Grup Typic Dystrudepts
Dystrudepts yang lain
Rezim Udic
Lengas Karena merupakan suatu rejim kelembaban di mana
penampang kontrol kelembaban tanahnya tidak kering di
sebarang bagian selama 90 hari kumulatif dalam tahun-tahun
normal.
27
Titik 1.2
Ordo Inseptisol
Tanah lain yang mempunyai epipedon umbrik, mollik atau
plagen atau mempunyai endopedon kambik.
Sub-Ordo Udepts
Inceptisols lain yang mempunyai rezim kelembaban tanah udik
Grup Dystrudepts
Udepts yang lain
Sub-Grup Humic Distrudepts
Dystrudepts yang mempunyai epipedon umbrik dan
molik
Rezim Udic
Lengas Karena merupakan suatu rejim kelembaban di mana
penampang kontrol kelembaban tanahnya tidak kering di
sebarang bagian selama 90 hari kumulatif dalam tahun-tahun
normal.
28
Ordo Inseptisol
Tanah lain yang mempunyai epipedon umbrik, mollik atau
plagen atau mempunyai endopedon kambik.
Sub-Ordo Udepts
Inceptisols lain yang mempunyai rezim kelembaban tanah udik
Grup Dystrudepts
Udepts yang lain
Sub-Grup Humic Distrudepts
Dystrudepts yang mempunyai epipedon umbrik dan
molik
Rezim Udic
Lengas Karena merupakan suatu rejim kelembaban di mana
penampang kontrol kelembaban tanahnya tidak kering di
sebarang bagian selama 90 hari kumulatif dalam tahun-tahun
normal.
29
30
Titik 1.4
Inseptisol
Tanah lain yang mempunyai epipedon umbrik, mollik atau
plagen atau mempunyai endopedon kambik.
Ordo
Sub-Ordo Udepts
Inceptisols lain yang mempunyai rezim kelembaban tanah udik
Grup Dystrudepts
Udepts yang lain
Sub-Grup Humic Distrudepts
Dystrudepts yang mempunyai epipedon umbrik
dan molik
Rezim Udic
Lengas Karena merupakan suatu rejim kelembaban di mana
penampang kontrol kelembaban tanahnya tidak kering di
sebarang bagian selama 90 hari kumulatif dalam tahun-tahun
normal.
31
Titik 1.5
Ordo Inseptisol
Tanah lain yang mempunyai epipedon umbrik, mollik atau
plagen atau mempunyai endopedon kambik.
Sub-Ordo Udepts
Inceptisols lain yang mempunyai rezim kelembaban tanah udik
Grup Dystrudepts
Udepts yang lain
Sub-Grup Typic Distrudepts
Dystrudepts yang lain
Rezim Udic
Lengas Karena merupakan suatu rejim kelembaban di mana
penampang kontrol kelembaban tanahnya tidak kering di
sebarang bagian selama 90 hari kumulatif dalam tahun-tahun
normal.
32
Aktual Potensial
Kopi Pinus Kopi Pinus
33
Dari tabel data kesesuaian lahan aktual tanaman kopi dan tanaman pinus pada
titik 1.1 diatas dapat dilihat bahwa kondisi aktual tanaman kopi yaitu termasuk dalam
kelas S3 dengan faktor pembatas adalah erosi lereng, sedangkan pada tanaman pinus
kondisi aktualnya termasuk dalam kelas S3 dengan faktor pembatas erosi lereng dan
ketersediaan air.
Kematangan - - - -
Ketebalan (cm) - - - -
Retensi Hara -
KTK tanah - - - -
PH tanah S1 S1 S1 S1
C-Organik (%) - - - -
Kegaraman (c)
Salinitas (mmhos/cm) - - - -
Toksisitas (x)
Kejenuhan Al (%) - - - -
Kedalamansulfidi (cm) - - - -
Hara tersedia (n)
Total N - - - -
P2O5 - - - -
K2O - - - -
Kemudahanpengolahan (p)
Terrain/Potensi Mekanisasi
(s/m)
Lereng (%) S3 S3 S2 S2
Batuan permukaan (%) S1 S1 S1 S1
Singkapanbatuan (%) - - -
Tingkat Bahaya Erosi (e) S2 S1 S1 S1
Bahaya banjir (h) S1 S1 S1 S1
- - - -
Ordo S S S S
Kelas S3 S3 S2 S2
S2eh,tc,wa,o
Sub Kelas S3 S3eh S2 a
Dari tabel data kesesuaian lahan aktual tanaman kopi dan tanaman pinus pada
titik 1.2 diatas dapat dilihat bahwa kondisi aktual tanaman kopi termasuk dalam kelas
S3 dengan faktor pembatas adalah lereng, sedangkan pada tanaman pinus pada
kondisi aktualnya termasuk dalam kelas S3 dengan faktor pembatas erosi lereng.
36
Titik 1.3
Persyaratan Penggunaan Aktual Potensial
Kopi Pinus Kopi Pinus
Suhu/ Temperature (Tc)
Rata-rata tahunan S1 S2 S1 S2
Ketersediaan Air (w)
Bulan Kering (<75) S1 S1 S1 S1
Curah Hujan (mm/th) S2 S2 S2 S2
LGP (hari) - - - -
Media Perakaran
Drainase tanah S1 S1 S1 S1
Tekstur S1 S1 S1 S1
Kedalaman Efektif (cm) S1 S1 S1 S1
Gambut
Kematangan - - - -
Ketebalan (cm) - - - -
Retensi Hara
KTK tanah - - - -
37
PH tanah S1 S1 S1 S1
C-Organik (%) - - - -
Kegaraman (c)
Salinitas (mmhos/cm) - - - -
Toksisitas (x)
Kejenuhan Al (%) - - - -
Kedalamansulfidi (cm) - - - -
Hara tersedia (n)
Total N - - - -
P2O5 - - - -
K2O - - - -
Kemudahanpengolahan (p)
Terrain/Potensi Mekanisasi
(s/m)
Lereng (%) S2 S2 S1 S1
Batuan permukaan (%) S1 S1 S1 S1
Singkapanbatuan (%) - - - -
Tingkat Bahaya Erosi (e) S1 S1 S1 S1
Bahaya banjir (h) S1 S1 S1 S1
Ordo S S S S
Kelas S2 S2 S2 S2
Sub-Kelas S2eh,wa S2eh,tc,wa S2wa S2tc,wa
Dari tabel data kesesuaian lahan aktual tanaman kopi dan tanaman pinus pada
titik 1.3 diatas dapat dilihat bahwa kondisi aktual tanaman kopi termasuk dalam kelas
S2 dengan faktor pembatas adalah lereng dan ketersediaan air, sedangkan pada
tanaman pinus pada kondisi aktual termasuk dalam kelas S2 dengan faktor pembatas
erosi lereng, suhu dan ketersediaan air.
38
Titik 1.4
Persyaratan Penggunaan Aktual Potensial
Kopi Pinus Kopi Pinus
Suhu/ Temperature (Tc)
Rata-rata tahunan S1 S2 S1 S2
Ketersediaan Air (w)
Bulan Kering (<75) S1 S1 S1 S1
Curah Hujan (mm/th) S2 S2 S2 S2
LGP (hari) - - - -
Media Perakaran
Drainase tanah S2 S2 S2 S2
Tekstur S1 S1 S1 S1
Kedalaman Efektif (cm) S1 S1 S1 S1
Gambut
Kematangan - - - -
Ketebalan (cm) - - - -
Retensi Hara
KTK tanah - - - -
PH tanah S1 S1 S1 S1
C-Organik (%) - - - -
Kegaraman (c)
39
Salinitas (mmhos/cm) - - - -
Toksisitas (x)
Kejenuhan Al (%) - - - -
Kedalamansulfidi (cm) - - - -
Hara tersedia (n)
Total N - - - -
P2O5 - - - -
K2O - - - -
Kemudahanpengolahan (p)
Terrain/Potensi Mekanisasi
(s/m)
Lereng (%) S3 S3 S2 S2
Batuan permukaan (%) S1 S1 S1 S1
Singkapanbatuan (%) - - - -
Tingkat Bahaya Erosi (e) S2 S2 S1 S1
Bahaya banjir (h) S1 S1 S1 S1
Ordo S S S S
Kelas S3 S3 S2 S2
Sub-Kelas S3eh S3eh S2eh,wa,oa S2eh,tc,wa
Dari tabel data kesesuaian lahan aktual tanaman kopi dan tanaman pinus pada
titik 1.4 diatas dapat dilihat bahwa kondisi aktual tanaman kopi termasuk dalam kelas
S3 dengan faktor pembatas adalah lereng, sedangkan pada tanaman pinus pada
kondisi aktual termasuk dalam kelas S3 dengan faktor pembatas erosi lereng.
40
Kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan yang akan dicapai setelah
dilakukan usaha-usaha perbaikan lahan. Kesesuaian lahan potensial merupakan
kondisi yang diharapkan sesudah diberikan masukan sesuai dengan tingkat
pengelolaan yang akan diterapkan, sehingga dapat diduga tingkat produktivitas dari
suatu lahan serta hasil produksi per satuan luasnya. Kesesuaian lahan potensial
menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha
perbaikan. Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar atau
tidak produktif, atau lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan tetapi
masih memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan
tanaman yang lebih sesuai (Ritungdkk., 2007).
Sedangkan menurut (Rayes,2007) kesesuaian lahan potensial menunjukkan
kesesuaian terhadap penggunaan lahan yang ditentukan dari satuan lahan dalam
keadaan yang dicapai, setelah diadakan usaha-usaha perbaikan tertentu yang
diperlukan, terhadap faktor-faktor yang diperlukan, terhadap faktor-faktor
pembatasnya. Dalam hal ini hendaklah diperinci faktor-faktor ekonomis yang
disertakan dalam menduga biaya yang diperlukan untuk perbaikan-perbaikan
tersebut. Jenis usaha perbaikan karakteristik kualitas lahan yang akan dilakukan
42
Berdasarkan data dari kelas kesesuaian lahan actual, dari massing masing titik
memiliki factor lereng sebagai factor penghambat yang dominan pada setiap kelas
kesesuaian lahan. Rekomendassi perbaikan dapat dilakukan pada faktor kelerengan
dengan memberikan pengolahan lahan berupa pembuatan terasering. Hal ini
dikarenakan titik pengamatan kami cukup landai (berkisar 14-22%) sehingga
memungkinkan dilakukannya pengunaan terasering. Teras berfungsi mengurangi
panjang lereng dan menahan air, sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran
permukaan, dan memungkinkan penyerapan air oleh tanah. Dengan demikian erosi
berkurang. (Arsyad, 1989).
Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lamor Ramananda dkk
(2014), dimana Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesesuaian lahan untuk
tanaman kopi Robusta pada kemiringan 13% kesesuaian lahan aktual termasuk kelas
cukup sesuai dengan faktor pembatas kemiringan lereng (S2s). Pada kemiringan 25%
dan kemiringan 35% termasuk kelas yaitu sesuai marginal dengan faktor pembatas
kemiringan lereng (S3s). Kualitas buah kopi lebih tinggi pada kemiringan 35% dan
43
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, T. S., 1993. Survei Tanah dan Evaluasi Lahan. Penebar Swadaya,
Jakarta. 273 Hal
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB-Press. Bogor.