Anda di halaman 1dari 8

MODUL 2 - PRAKTIKUM SURVEI TANAH DAN EVALUASI

LAHAN
Disusun Oleh: (1)Dr. Ir. Sudarto, MS. (2)Christanti Agustina, SP., MP. (3)Sativandi R., SP., M.Sc.
(4)Aditya Nugraha Putra, SP., MP. (5)Yosi Andhika, SP.

Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya


Malang, 2021

Materi : Landform
Tatap Muka : Praktikum Survei Tanah dan Evaluasi Lahan TM 2
Alokasi Waktu : 1 x 100 Menit.

Sasaran Kompetensi
1. Mampu memahami dasar interpretasi foto udara, khususnya terkait pada obyek foto dan
unsur interpretasi foto udara.
2. Mampu melakukan delineasi landform secara digital menggunakan aplikasi pemetaan.
3. Mampu menetapkan nama landform dengan mengacu pada panduan landform Marsoedi.

Bentuk Pembelajaran
1. Penjelasan dasar foto udara dan interpretasi foto udara.
2. Penjelasan pembuatan peta (Lereng, Hillshade, dan Relief).
3. Penjelasan tentang delineasi dan interpretasi foto udara.
4. Pengenalan landform mengacu pada panduan Marsoedi (1997).

MATERI
Pengenalan Foto Udara
Citra foto udara merupakan gambaran berbagai objek yang ada di permukaan bumi yang
diambil menggunakan sebuah wahana seperti drone atau UAV, serta berbagai wahana
lainnya. Pada setiap lembar foto udara terdapat beberapa informasi yang Sangat bermanfaat
bagi pematai foto, agar tujuan yang hendak diperoleh dari pemakaian foto udara dapat
tercapai dengan sebaik – baiknya. Beberapa informasi tersebut beserta fungís dikemukakan
di bawah ini:
1. Tanda fidusial (A dan B), digunakan untuk menentukan ”titik utama” (principal poin) foto
udara.
2. Tanda vertikal (C) ditunjukkan oleh gelembung udara ”water- pass” untuk menunjukkan
ungkitan (tilt). Yaitu kemiringan pesawat terbang (kamera) pada saat pemotretan.
3. Waktu pemotretan (D) untuk mengetahui bayangan obyek.
4. Elevasi (E) menunjukkan ketinggian pesawat dari permukaan laut yang bersama–sama
dengan (F) digunakan untuk menghitung skala foto.
5. Panjang fokus lensa kamera(F) digunakan untuk menghitung skala foto udara.
6. Nomor foto (G) yang terdiri dari nomor garis terbang (run) dan nomor urut foto dalam
garis terbang. Kadang–kadang disertai dengan nama lokasi daerah/proyek dan tanggal
pembuatan foto.

Gambar 1. Bagian-bagian dari Foto Udara


Penetapan Basis Mata, Basis Obyek, dan Garis Terbang
A. Penggunaan streoskop saku dan penentuan basis mata
Untuk mengetahui persepsi ’kedalaman’ praktikan/pemakai stereoskop dan
meningkatkan kemampuan melihat gambaran tiga dimensi pada stereoskop saku maka
perlu dilakukan uji persepsi kedalaman. Untuk melakukan pekerjaan ini alat dan bahan
yang digunakan adalah: 1). Stereoskop saku, 2). Stereogram contoh, 3). Stereogram Isian.
Adapun tahapan pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
1. Dalam menentukan basis-mata anda, dapat mengukur jarak antara ’pupil’ mata
sebelah kiri dan kanan. Mintalah teman atau orang lain untuk mengukur jarak kedua
pupil mata dengan penggaris
2. Dalam steroskop saku, terdapat lensa yang dapat disesuaikan jarak basis mata anda.
3. Letakkan stereoskop saku di atas stereogram contoh berupa kertas dengan dua
lingkaran yang terdapat gambar, letakkan steroskop saku tepat ditengah foto
4. Amati gambar pada stereogram tersebut. Usahakanlah untuk mendapatkan persepsi
kedalaman dari obyek-obyek pada citra tersebut. Atur okuler yang terdapat disteroskop
saku.
5. Tentukan tingkat kedalaman obyek sesuai dengan pertanyan pada kartu isian.
Perhatikan Lingkaran 1 tentukan obyek mana yang terdekat, dan mana yang terjauh.
Obyek yang dekat dengan Anda ditulis pada tabel sebelah kiri hingga yang terjauh
berada di sebelah kanan. Dalam lingkaran, ring sebelah luar (1), segi empat (2), segitiga
(3) dan titik (4). Apabila terdapat obyek dengan tinggi yang sama, gunakan angka yang
sama. Contoh lainnya terdapat 8 buah lingkaran, tentukan lingkaran dengan bayangan
yang terdekat dan yang terjauh, bayangan yang terdekat ditulis disebelah kiri dan
bayangan yang terjauh ditulis disebelah kanan.
B. Penggunaan Stereoskop Cermin
Berikut merupakan langkah untuk menggunakan stereoskop cermin dengan cara
yang benar, untuk menghindari kerusakan alat maupun mencegah ketegangan pada
mata, serta agar terbiasa dengan sistim optis yang digunakan untuk pengamatan
stereoskopis dan pengukuran pada foto udara. Untuk melakukan pekerjaan ini alat dan
bahan yang digunakan adalah:
1). Stereoskop cermin, 2). Pasangan Stereo, 3). Mistar 50 cm, 4). Pensil, 5). Selotip.
Adapun tahapan pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
1. Setiap stereoskop cermin terdiri tidak lebih dari 2 mahasiswa
2. Sesuaikanlah jarak antara masing-masing okuler terhadap basis mata.
3. Buatlah garis pada kertas HVS-folio, sepanjang 40 cm atau sepanjang bagian
terpanjang kertas, dan letakkanlah di bawah stereoskop. Garis tidak boleh terlihat
memiliki bayangan hanya satu garis, bila tidak dapat meluruskan kertas anda hingga
searah meja praktikum.
4. Buatlah titik A pada sisi kiri 3 cm tepat diatas garis, di tengah–tengah lapangan
pandang (field of view). Letakkan jari telunjuk tangan sebelah kiri dan jari telunjuk
tangan kanan diatas. Lalu tarik telunjuk tangan kanan ke arah kanan pada garis
(field of view) hingga bayangan telunjuk kanan menutupi telunjuk kiri. Buatlah titik B
dibagian sebelah kanan tepat pada jari telunjuk tangan kanan. Sehingga titik A dan
B terlihat terimpit. Jika tidak, buatlah agar kedua titik itu berimpit. Pada keadaan
demikian jarak AB adalah basis-alat dari stereoskop tersebut, yang sesuai dengan
basis mata Anda.

A B

(b
)

Gambar 1. (A) basis alat (B) kedudukan garis terbang pesawat pada pasangan
stereo yang harus berimpit dengan basis
Gambar 2. Pembuatan garis batas interpretasi (match line)(atas); dan daerah efektif
pada foto (bawah)
Unsur Interpretasi Foto Udara
Interpretasi foto udara (IFU) dapat didefinisikan sebagai kegiatan dalam mengkaji obyek
dan fenomena pada permukaan bumi, melalui foto udara dan menentukan maknanya (dengan
jalan deduksi), sesuai dengan tujuan interpretasinya. Bagian yang terpenting dalam melakukan
interpretasi foto udara adalah menyeleksi kenampakan- kenampakan yang diutamakan dari
citra foto dan mengenyampingkan kenampakan-kenampakan yang kurang (tidak) penting
untuk tujuan pengkajian tertentu yang sedang dilakukan. Hal ini perlu diperhatikan karena
citra penginderaan jauh menyajikan data-data lapangan yang lengkap dan utuh.
Kegiatan interpretasi foto udara dapat dilakukan dengan mengenali unsur-unsur
interpretasi dari suatu obyek, seperti: rona, warna, bentuk, ukuran, tekstur, pola, bayangan,
tinggi, situs dan asosiasinya. Umali (1983) melakukan interpretasi dengan menggunakan
urutan: 1) memisahkan dan mendeteksi rona/warna; 2) selanjutnya mendelineasi dan
mengklasifikasi kelompok rona/warna; 3) mengenali hubungan spasial, seperti: ukuran,
bentuk, tekstur dan pola; 4) menemukan pola, seperti: bentuk lahan, kultural, aliran, penutupan
lahan, dan penggunaan lahan. Selanjutnya digunakan untuk interpretasi disipliner seperti:
geolofi, penggunaan lahan, kehutanan, lingkungan, pertanian, tanah, hidrologi, dan
sebagainya.
Kegiatan interpretasi udara menurut Lo (1976), menyajikan proses interpretasi citra
dengan urutan: 1) deteksi; 2) merumuskan identitas obyek dan elemen, berdasarkan
karakteristik foto seperti: ukuran, bentuk, bayangan, rona, tekstur, pola, dan situs; 3) mencari
arti melalui proses analisis dan deduksi; 4) klasifikasi: melalui serangkaian keputusan,
evaluasi, dan sebagainya berdasarkan kriteria yang ada; serta 5) deduksi, dengan menyusun
atau menggunakan teori yang ada pada disiplin yang bersangkutan. Berikut merupakan tabel
unsur interpretasi foto udara.
Tabel 1. Unsur Interpretasi Foto Udara
NO UNSUR KETERANGAN
1. Tingkat kegelapan/kecerahan obyek, menggunakan
Rona spektrum
lebar 0.4-0.7 µm (Hitam – Putih)
2. Wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan
Warna spektrum
sempit, lebih sempit dari spektrum tampak.
3. Bentuk Wujud spesifik suatu obyek
4. Ukuran Atribut obyek yang berupa: jarak, tinggi, lereng, dan volume
5. • Frekuensi perubahan rona pada citra
Tekstur • Pengulangan rona kelompok obyek terlalu kecil untuk
dibedakan secara individual.
6. • Susunan Keruangan
Pola
• Susunan yang berulang
7+8 Bayangan +
Bersifat menyembunyikan detil obyek
Tinggi
9. Letak obyek dalam hubungannya dengan lingkungan
Situs
sekitarnya
10. Asosiasi Keterkaitan obyek satu dengan yang lainnya

Delineasi dan Interpretasi Foto Udara


A. Pengenalan Foto Udara Menggunakan Data Digitasl Elevation Model (DEM)
Peta kelerengan
Peta Kelerengan atau Kemiringan Lahan adalah perbandingan antara beda tinggi
(jarak vertikal) suatu lahan dengan jarak mendatarnya. Besar kemiringan lereng dapat
o
dinyatakan dengan beberapa satuan, diantaranya adalah dengan % (persen) dan
(derajat). Informasi spasial kelerengan mendeskripsikan kondisi permukaan lahan, seperti
datar, landai, atau kemiringannya curam.

Gambar. 3 Peta Kelerengan


Peta Hillshade
Hillshade merupakan sebuah metode yang digunakan untuk mempresentasikan
gambaran relief sebuah wilayah pada sebuah data raster yang masih dalam format 2-D (2
Dimensi) dengan cara memberikan kesan 3-D (3 Dimensi) pada data raster tersebut.
Secara umum pembuatan hillshade sebuah menggunakan data Digital Elevation Model
(DEM), dimana dengan pemberian teknik pencahayaan dan bayangan yang tepat akan
menghasilkan kesan tampilan 3-D dari data DEM tersebut. Berikut merupakan contoh peta
hillshade.

Gambar 4. Peta Hillshade


Peta Relief
Peta relief merupakan peta yang secara 3-D dan menunjukan bentuk permukaan
bumi yang sebenarnya. Pembuatan peta relief dilakukan dengan cara menggabungkan
peta kelerengan dengan peta hillshade.

Gambar 5. Peta Relief


B. Penetapan Landform Utama Mengacu pada Panduan Landform Marsoedi.
Berdasarkan Marsoedi, et al (1997) Landform / bentuk lahan diklasifikasikan ke
dalam 9 grup atau kelompok utama yang sesuai dengan sifat masing-masing Landform.
Sistem klasifikasi ini berdasar pada proses geomorfik dalam penentuan grup, pada kategori
lebih rendah selanjutnya menggunakan relief, lereng, litologi (bahan induk), dan tingkat
torehannya. Pembagian grup Landform utama tersebut, antara lain:
1. Alluvial (Alluvial Landform)
Simbol: A
Landform muda (resen atau sub resen) yang terbentuk akibat adanya proses
fluvial (aktivitas sungai) atau gabungan dari proses alluvial dan koluvial.
2. Marin (Marine Lanform)
Simbol: M
Landform yang terbentuk akibat pengaruh dari proses marin, baik proses yang
bersifat konstruktif (pengendapan) maupun destruktif (abrasi). Umumnya daerah
dengan landform marin dalam pembentukannya dipengaruhi oleh air asin ataupun
daerah yang mengalami pasang surut.
3. Fluvio-Marin (Fluvio-Marine Landform)
Simbol: B
Landform yang terbentuk oleh adanya gabungan antara proses fluvial dan
proses marin. Keberadaan landform ini dapat terbentuk pada lingkungan laut berupa
delta atau muara sungai yang dipengaruhi langsung oleh aktivitas laut.
4. Gambut (Peat Landform)
Simbol: G
Landform yang terbentuk di daerah rawa (daerah rawa pedalaman maupun rawa
pantai) dengan akumulasi bahan organik yang cukup tebal. Landform ini dapat berupa
kubah (Dome) maupun bukan kubah.
5. Eolin (Aeolian Landform)
Simbol: E
Landform yang terbentuk oleh poses pengendapan bahan halus (pasir dan
debu). Pengendapan terjadi akibat terbawa oleh angin.
6. Karts (Karts Landform)
Simbol: K
Landform yang didominasi oleh bahan berupa batuan gamping. Pada umumnya
keadaan morfologi daerah ini tidak teratur. Landform ini dicirikan dengan adanya
proses pelarutan bahan batuan penyusun seperti terjadinya sungai bawah tanah, gua-
stalagtit, stalagmit, dll.
7. Vulkanik (Volcanic Landform)
Simbol: V
Landform yang terbentuk akibat aktivitas gunung berapi (resen / subresen).
Landform dicirikan oleh adanya kerucut vulkan, aliran lahar, lava atau proses lainnya
yang terjadi akibat adanya akumilasi bahan-bahan vulkan. Landform dari bahan volkan
yang mengalami proses patahan dan lipatan (proses sekunder) tidak termasuk
kedalam landform vulkanik.
8. Tektonik dan Struktural
Simbol: T
Landform yang terbentuk akibat adanya proses tektonik (orogenesis dan
epirogenesis) angkatan, lipatan, dan patahan. Umumnya landform ini mempunyai
bentukan yang ditentukan oleh proses-proses tersebut dan karena sifat litologinya
(struktural).
9. Aneka (Miscellaneous Landform)
Simbol: X
Bentukan alam atau hasil kegiatan manusia yang tidak termasuk grup yang telah
diuraikan diatas, contohnya: lahan rusak dan bangunan buatan manusia.

KEGIATAN MAHASISWA
Mahasiswa akan mengikuti kegiatan delineasi menggunakan aplikasi pemetaan yaitu
“Arc GIS” yang akan dipandu oleh asisten dan akan mengikuti video tutorial cara menentukan
basis mata dan interpretasi foto udara menggunakan alat stereoskop.

LEMBAR KERJA MAHASISWA


1. Tentukan Landform berdasarkan penetapan Marsoedi, et al (1997) yang terdapat pada
peta hillshade yang akan di berikan oleh asisten menggunakan aplikasi pemetaan “Arc
GIS”.
2. Berikan alasan pada setiap landform yang saudara tentukan!

Anda mungkin juga menyukai