Anda di halaman 1dari 4

Syifa Anastasya Aura Sayyida

(X MIPA 2/31)

Ir. Soekarno

Presiden pertama Republik Indonesia, Sukarno, dengan nama asli Kusno Sosrodiharjo, lahir di Blitar,
Jawa Timur, pada 6 Juni 1901, dan meninggal di Jakarta pada 21 Juni 1970. Ayahnya bernama Raden
Soekemi Sosrodihardjo dan istrinya. ibu Ida Ayu Nyoman Rai. Selama hidupnya dia memiliki tiga istri dan
diberkati dengan delapan anak. Dari istri Fatmawati mereka memiliki anak dari Guntur, Megawati,
Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Istri Hartini memiliki Taufan dan Bayu, sedangkan istrinya Ratna
Sari Dewi, nama asli Jepang Naoko Nemoto, memiliki anak Kartika.

Masa Muda Sang Proklamator

Masa kecil Bung Karno tidak tinggal dengan kedua orang tuanya yang tinggal di Blitar. Tapi Bung Karno
tinggal bersama kakek yang bernama Raden Hardjokromo di Kota Tulungagung provinsi Jawa Timur.
Bung Karno muda sempat bersekolah Tulungagung meski tidak bisa menyelesaikan pendidikannya
karena harus ikut bersama dengan orang tuanya pindah ke Kota Mojokerto.

Di Mojokerto, Bung Karno kemudian bersekolah di Eerste Inlandse School yang waktu itu ayahnya juga
bekerja di sekolah tersebut sebagai guru. Namun Bung Karno pindah ke ELS (Europeesche Lagere
School) pada tahun 1911 yang setara sekolah dasar agar bisa dipersiapkan untuk masuk di HBS (Hogere
Burger School) di Surabaya.

Setelah menyelesaikan pendidikan di HBS pada tahun 1915. Soekarno lalu tinggal di rumah seorang
tokoh besar bernama Haji Oemar Said Tjokroaminoto atau biasa dikenal dengan H.O.S Cokroaminoto
yang merupakan sahabat dari ayah Soekarno. H.O.S Cokroaminoto adalah tokoh pendiri Serikat Islam
(SI). Di rumah Cokroaminoto Bung Karno berkenalan dengan para tokoh besar pemimpin Sarekat Islam
(SI) seperti Abdul Muis dan Haji Agus Salim.
Bung Karno dan Persahabatannya

Di mayoritas biografi Bung Karno yang ditulis, dijelaskan bahwa Bung Karni cukup akrab dengan Alimin,
Muso, Semaun dan Darsono yang kelak dikenal sebagai orang-orang berhaluan kiri. Lalu ada
Kartosuwiryo yang nantinya akan mendirikan Darul Islam dan melakukan pemberontakan melawan
sahabatnya sendiri yaitu Soekarno. Pada akhirnya, Bung Karno sendirilah yang terpaksa menandatangani
persetujuan hukuman mati pada Kartosuwiryo yang sudah menjadi sahabatnya ketika masa muda. Para
calon politisi muda itu tinggal di rumah H.O.S Cokroaminoto untuk belajar berorganisasi dan berilmu
melalui Sarekat Islam (SI). Bisa dibilang, rumah H.O.S Cokroaminoto merupakan tempat mendidik para
calon tokoh besar. Disini jiwa nasionalisme Bung Karno pada bangsa Indonesia menjadi sangat besar.

Soekarno juga pernah ikut menjadi anggota organisasi pemuda pada tahun 1918 yang bernama Tri Koro
Darmo. Beberapa saat kemudian berubah nama organisasi berubah menjadi Jong Java. Bung Karno
bahkan sangat aktif sebagai penulis artikel di koran harian Oetoesan Hindia yang dimiliki oleh
Cokroaminoto. Ketika masih tinggal di rumah Cokroaminoto, Bung Karno mulai belajar bagaimana cara
berpolitik dan juga belajar bagaimana berpidato yang baik dan penuh keyakinan. Dia melakukan itu
sendiri di depan cermin di kamarnya. Selain ilmu berpolitik, Bung Karno juga mendapat banyak ilmu di
HBS.

Pada tahun 1921 setelah lulus dari, Bung Karno muda kemudian pindah ke Bandung. Dia hidup di rumah
Haji Sanusi. Di Haji Sanusi ini, Bung Karno mulai akrab dengan tokoh-tokoh besar yang lain seperti
Douwes Dekker, Ki Hajar Dewantara dan Cipto Mangunkusumo. Dari HBS, Bung Karno lalu masuk ke
Technische Hoogeschool atau disingkat THS jurusan teknik sipil. THS inilah yang kelak berubah menjadi
ITB atau kepanjangannya Institut Teknologi Bandung seperti sekarang.

Pada tahun yang sama ketika kelulusannya yakni 1921, Bung Karno menikah anak sulung dari H.O.S
Cokroaminoto yang bernama Siti Oetari. Bung Karno pernah berhenti kuliah setelah dua bulan resmi
menjadi mahasiswa THS tapi di tahun 1922 dia mencoba mendaftar lagi dan diterima. Dia mulai kuliah
dan lulus empat tahun kemudian pada tanggal 25 Mei 1926 dengan gelar Insinyur.

Setelah lulus dari THS, Soekarno memulai organisasi bernama Biro Insinyur tahun pada tahun 1926
bersama Ir. Anwari. Ir. Anwari adalah insinyur yang mengerjakan rancang bangunan dan desain. Dia juga
dengan Ir. Rooseno yang ahli merancang dan membangun rumah. Ketika di Bandung, Soekarno juga
mendirikan Algemeene Studie Club atau ASC. ASC inilah yang kemudian berubah menjadi Partai Nasional
Indonesia dan berdiri pada tanggal 4 Juli 1927. Di titik inilah Bung Karno mulai mempraktikkan ajaran
Marhaenisme. Bung Karno mendirikan partai Nasional Indonesia supaya bangsa Indonesia bisa lepas dan
merdeka dari masa penjajahan.

Era Penjajahan Jepang

Belanda terpaksa hengkang dari Indonesia karena Jepang datang. Kini penjajahan Jepang dimulai. Di saat
Jepang mulai terdesak, Jepang menunjuk Soekarno sebagai pemimpin tim untuk mempersiapkan
kemerdekaan bangsa Indonesia. Timnya bernama BPUPKI dan PPKI yang dibentuk setelah Jepang
berjanji memberikan peluang kemerdekaan bagi Indonesia. Bung Karno terbang ke Jepang agar bisa
bertemu dengan Kaisar Hirohito.

Bung Karno melakukan pendekatan dengan Jepang agar Indonesia segera diberi kemerdekaan. Segala
persiapan kemerdekaan Indonesia diupayakan Bung Karno contohnya merumuskan Pancasila dan UUD
45. Dua rumusan itu sebagai ideologi dan dasar negara. Selain itu juga merumuskan teks proklamasi
kemerdekaan bersama Ahmad Soebarjo dan Muhammad Hatta.

Sebelum memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, Bung Karno dan Mohammad Hatta dan para
tokoh-tokoh Indonesia yang lain terbang ke Dalat di Vietnam untuk bertemu dengan pemimpin tertinggi
kekaisaran Jepang di Asia Tenggara yang bernama Marsekal Terauchi. Ketika momen sudah mendekati
proklamasi kemerdekaan muncullah perbedaan pendapat antara golongan tua dan golongan muda.
Golongan Tua ingin agar kemerdekaan Indonesia dipersiapkan secara matang terlebih dahulu dan
golongan muda ingin agar kemerdekaan Indonesia diproklamasikan secepat mungkin. Karena perbedaan
pendapat antara dua golongan ini, golongan muda menculik Soekarno dan Mohammad Hatta di tanggal
16 agustus 1945.

Dua tokoh besar ini kemudian diculik ke daerah Rengasdengklok. Tujuannya agar memproklamirkan
kemerdekaan Indonesia secepat mungkin serta menjauhkannya dari pengaruh buruk mulut-mulut
Jepang. Peristiwa inilah yang dikenal dengan nama Peristiwa Rengasdengklok. Ahmad Subarjo segera
menjemput Bung Karno dan Muhammad Hatta setelah mengetahui kabar bahwa mereka dibawa ke
Rengasdengklok. Sutan Syahrir pun marah dan menyuruh golongan muda untuk mengembalikan Bung
Karno dan Muhammad Hatta.

Menjadi Presiden Pertama Indonesia

Bung Karno dan Muhammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajahan
Jepang dimana pada tanggal 17 Agustus 1945. Hingga hari ini juga diperingati sebagai Hari kemerdekaan
bangsa Indonesia. Proklamasi inilah yang membuat Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat menjadi
Presiden dan Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia.

Presiden Soekarno memimpin Indonesia sebagai negara yang baru berdiri. Waktu itu Indonesia bertahan
dari banyak permasalahan yang sering mengacaukan stabilitas negara Indonesia. Cukup banyak konflik
yang melanda Indonesia. Pertama kali adalah agresi militer pertama dan kedua yang dilakukan oleh
Belanda yang berusaha kembali menjajah Indonesia. Kemudian meletuslah pemberontakan komunis
yang dipimpin oleh Muso yang dulunya adalah sahabat Bung Karno dan Amir Syarifudin. Tidak hanya
komunis, ada lagi Pemberontakan Republik Maluku Selatan, pemberontakan Permesta dan
Pemberontakan yang dipimpin oleh Westerling. Yang paling ironis adalah pemberontakan Darul Islam
atau DI/TII yang dipimpin oleh Kartosuwiryo karena dulu adalah sahabat Bung Karno semasa muda.

Meskipun sering dilanda konflik di awal berdirinya Republik Indonesia, Indonesia mulai terkenal di mata
Internasional di bawah kepemimpinan Bung Karno. Cukup banyak tokoh dan pemimpin dunia yang
menaruh hormat pada Bung Karno. Contohnya seperti John F. Kennedy presiden Amerika ketika itu. Dan
tokoh-tokoh penting dari Blok Timur seperti Nikita Khurschev dari Uni Soviet, Kim Il Sung dari Korea
Utara, Mao Zedong dari China dan Fidel Castro yaitu presiden Kuba. Tokoh revolusioner dari Kuba yaitu
Che Guevara pernah bertemu dengan Bung Karno.

Meskipun Indonesia waktu itu mengklaim sebagai negara non blok, tapi pernah berhubungan erat
dengan Blok Timur. Hubungan ini ditandai dengan pembelian senjata secara besar-besaran dari Uni
Soviet dan juga ketika sedang melakukan upaya pembebasan Irian Barat. Selain pembelian senjata, Bung
Karno juga membentuk poros Jakarta-Beijing-Moskow. Tentu poros ini membuat hubungan politik
dengan barat semakin memanas. Haluan Indonesia pun semakin mengarah ke kiri setelah Bung Karno
mencetuskan Nasionalis Agama Komunis atau biasa disebut dengan NASAKOM. Hingga puncaknya
meletuslah pergolakan politik oleh PKI pada tanggal 30 September 1965.

Akhir Masa Jabatan

Meletusnya peristiwa PKI ini menandai akhir dari era Bung Karno. Jabatannya sebagai Presiden berakhir
dan Soeharto diangkat sebagai Presiden. Anda perlu mengetahui tentang biografi soeharto. Bung Karno
kemudian menghabiskan akhir waktunya di istana Bogor. Kesehatan Bung Karno semakin menurun.
Sehingga Bung Karno memperoleh perawatan oleh dokter khusus kepresidenan. Tapi sayangnya, tepat
pada tanggal 21 Juni 1970, Bung Karno meninggal dunia di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta.

Kepergian sang founding father ke pangkuan Tuhan menyisakan luka dan duka yang sangat mendalam
untuk rakyat Indonesia di waktu itu. Jasad dari Bung Karno dibawa di Wisma Yaso Jakarta. Lalu
jenazahnya kemudian dibawa ke Blitar, untuk dikuburkan dekat dengan pusara ibunya tercinta yaitu Ida
Ayu Nyoman Rai.

Anda mungkin juga menyukai