Anda di halaman 1dari 19

LEMBAR PENGESAHAN PORTOFOLIO

ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE (ADHF) DENGAN POST STROKE NON


HEMORHAGIC

Diajukan Oleh :
Nama : dr. Muhammad Mahmud Ansori

Dipresentasikan
Tanggal : 27 Januari 2016

Pembimbing I Pembimbing,

(dr.Ibnoe Soedjarto, M.Si.Med., Sp.S) (dr. Miftahul afandi Sp.jp FIHA)

Pembimbing II,

(dr. Nurindah Isty R, M.Si.Med., Sp. KFR)

1
BORANG PORTOFOLIO
No ID dan Nama Peserta : Muhammad Mahmud Ansori

No. ID dan Nama Wahana : RSUD AM Parikesit

Topik : Acute Decompensata Heart Failure dengan Stroke non hemoragic

Tanggal (kasus) : 16 Desember 2016

Tanggal Presentasi : 17 Januari 2017

Pendamping :

Obyektif Presentasi

√ Keilmuan ○ Keterampilan √ Penyegaran √ Tinjauan Pustaka

√ Diagnostik √ Manajemen ○ Masalah ○ Istimewa

○ Neonatus ○ Bayi ○ Remaja √ Dewasa ○ Lansia ○ Bumil

Deskripsi

Pasien Tn.A usia 56 tahun datang dengan keluahan sesak nafas dan nyeri dada.

Tujuan

Mendiagnosis , mampu melakukan penatalaksanaan awal

Bahan Masalah

√ Tinjauan pustaka ○ Riset √ Kasus ○ Audit

Cara Membahas

○ Diskusi √ Presentasi dan Diskusi ○ Email ○ Pos

2
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Umur : 56 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Agama : Islam
Status pernikahan : Menikah
Tanggal masuk : 16 Desember 2016

B. ANAMNESIS (autoanamnesa dan alloanamnesa pada tanggal 20 desember 2016 pukul


14.00 WITA)
Keluhan Utama : Sesak nafas

Keluhan Tambahan : Mual (+), Nyeri Kepala (+), dada berdebar

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak + 1 hari SMRS, sesak dirasakan pada
saat pasien melakukan aktivitas, seperti berjalan ke kamar mandi yang berjarak 20 meter
pasien juga mengeluh jika malam hari sulit tidur sehingga harus menggunakan dua bantal
.saat sesak terkadang timbul nyeri dada namun tidak menjalar baik ke lengan kiri, leher,
rahang bawah, maupun punggung. Pasien mengaku mengalami perasaan seperti berdebar –
debar. Hal ini tidak membaik walaupun pasien sudah beristirahat. Perasaan lemas, cemas dan
keringat dingin dirasakan oleh pasien daan tidak kunjung membaik walaupun beristirahat.
Pasien mengaku sering mengkonsumsi obat obatan warung apabila nyeri kepala. Pasien
memiliki riwayat hipertensi sebelumnya, riwayat gula dan riwayat alergi obat disangkal oleh
pasien.

3
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengatakan tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya, pasien memiliki riwayat
hipertensi sebelumnya namun pasien pernah ke dirawat dirumah sakit 4 bulan yang lalu
dengan stroke, pasien tidak memiliki riwayat asthma, penyakit paru, darah tinggi, dan
kencing manis. Riwayat alergi obat disangkal oleh pasien.

Riwayat penyakit keluarga :


Pasien mengaku tidak ada keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dan tidak ada
yang mempunyai penyakit kencing manis dan darah tinggi.

Riwayat Sosio Ekonomi


Pasien tinggal bersama anak dan istrinya. Pasien berobat dengan BPJS

C. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 20 desember 2016)


1. Status generalis
a. Keadaan umum : tampak sakit berat
b. Tanda vital :
 Tekanan darah : 150/90 mmHg
 Nadi : 120 x/menit
 Pernafasan : 24 x/menit
 Suhu : 36.6oC
c. Kepala :
 Bentuk : normocephal
 Simetris : simetris
 Nyeri tekan : tidak ada
d. Mata:
Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-
e. Leher :
 Sikap : normal
 Gerakan : bebas
 Pulsasi a. carotis : teraba
4
 Tekanan Vena jugularis : 5 + 2 cm H2O
 Limfanodi : tidak teraba membesar
f. Thorax : normochest
g. Jantung :
 Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga V garis axillaries anterior kiri.
 Perkusi Batas jantung :
o Batas atas jantung : sela iga III garis parasternalis kiri
o Batas kiri jantung : sela iga V garis axillaries anterior kiri 2
cm linea mid clavikula
o Batas kanan jantung : sela iga V linea parasternalis kanan
 Auskultasi : BJ S1 dan S2 murnii regular, murmur sistolik (-), gallop (-).
h. Paru : bunyi nafas vesikular, ronki -/- ,
i. Abdomen : Bu (+) normal, CVA -/-
 Hepar : tidak teraba pembesaran hepar
 Lien : tidak teraba pembesaran lien
j. Ekstremitas : akral hangat, capillary refill time kurang dari 2
detik, edema (+).

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Hematologi Rutin
a. WBC : 4.500 /mm3 (5000-10000)
b. HGB : 14.7 g/dl (11 - 17 g/dl)
c. HCT : 43 vol% (35 - 55%)
d. PLT : 259.000 (150 – 400 103 /μL)
e. Hitung jenis :
 Basofil : 0.3
 Eusinofil : 1.1
 Batang : 84.6

5
 Segmen
 Limfosit :15.9
 Monosit : 8.9
Elektrolit

a. Na : 136 g/dl (135-155 q/L)


b. KA : 3.3 g/dl (3.4-5.3 q/L)
c. CL : 104 g/dl (96-106 q/L)

Fungsi Ginjal

a. Ureum : 45 mg/dl (10-50 mg/dl)


b. Kreatinin :1.4 mg/dl (0.5-1.5 mg/dl)

Hematologi

 APTT : 30.7 detik


 INR : 0.98

Serologi

 PT : 12.3 detik

ALBUMIN 2.21 mg/dl

GDS : 150 mg/dl

EKG

Tanggal 15 Desember 2016

6
Hasil EKG

 Irama : Sinus
 Frekuensi : 102x/m
 Aksis : Normoaksis
 Nilai gelombang P : Normal
 PR Interval : normal
 Nilai gelombang Q : Normal
 QRS Kompleks : Normal
 Nilai ST Segmen : Normal
 Nilai Gelombang T : inverted
 Kesan : OMI anterior

RO Thorax

CTR > 50 %

7
Kesan kardiomegali

Echocardiografi

Hasil
Katup : Mitral regurgitasi, Ruang jantung :LA-LV dilatasi thrombus ,fungsi sistolik menurun 32
% ,Terdapat LVH eksentrik
Kesan :CAD + thrombus LV + ejection fraction menurun

E. Diagnosa
 Acute Decompensata Heart Failure
F. Diagnosa Banding

G. Penatalaksanaan

Terapi di ruangan
- IVFD RL 10 tpm
- Atrovastatin 1x20 mg
- Warfarin 2 mg
- Ramipril 1x2.5
- Bisoprolol 1x2.5 mg
- Clopidogrel 1x1
- Furosemid 0,5-0-0
- Vip albumin 3x2 sachet

8
H. Prognosis
 Ad vitam : dubia ad bonam
 Ad fungsionam : dubia ad malam
 Ad sanationam : dubia ad malam

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Gagal jantung akut dapat didefinisikan  sebagai suatu sindroma klinis dimana pasien
memiliki beberapa gambaran antara lain gejala khas gagal jantung (sesak napas saat aktifitas fisik
atau saat istirahat, kelelahan, keletihan, pembengkakan pada tungkai) dan tanda khas gagal jantung
(takikardia, takipnea, pulmonary rales, efusi pleura, peningkatan jugular venous pressure, edema
perifer, hepatomegali) dan temuan objektif pada abnormalitas struktur dan fungsi jantung saat
istirahat (kardiomegali, bunyi jantung ketiga, cardiac murmur, abnormalitas pada
elektrokardiogram, penigkatan konsentrasi natriuretic peptide).

2.2 Etiologi

Penyebab yang paling umum adalah kerusakan fungsional jantung dimana terjadi kerusakan atau
hilangnyafungsi otot jantung, iskemik akut dan kronik, peningkatan tahanan vaskuler dengan
hipertensi, atau berkembangnya takiaritmia seperti atrial fibrilasi (AF). Penyakit jantung koroner
yang merupakan penyebab penyakit miokard, menjadi penyebab gagal jantung pada 70% dari
pasien gagal jantung. Kardiomiopati merupakan gangguan pada miokard dimana otot jantung
secara struktur dan fungsionalnya menjadi abnormal.
Tabel 1. Penyebab umum gagal jantung oleh karena penyakit otot jantung (penyakit
miokardial)

Penyakit jantung coroner Banyak manifestasi


Hipertensi Sering dikaitkan dengan hipertrofi
ventrikel kanan.
Kardiomiopati Faktor genetic dan non – genetic yang
tidak terklasifikasikan.
Obat – obatan β - Blocker, calcium antagonists,
antiarrhythmics, cytotoxic agent
Toksin Alkohol, cocaine, trace elements
(mercury, cobalt, arsenik)
Endokrin DM,  hypo/hyperthyroidism, Cushing

10
syndrome, adrenal insufficiency,
excessive growth hormone.
Nutrisional Defisiensi thiamine, selenium, carnitine.
Obesitas.
Infiltrative Sarcoidosis,amyloidosis,
haemochromatosis, penyakit jaringan
ikat
Lainnya Penyakit Chagas, infeksi HIV,
peripartum cardiomyopathy, gagal ginjal
tahap akhir

Diagnosis kerja yang ditegakkan dari kasus adalah Acute Decompensata Heart Failure.
Dengan dasar anamnesis sesak nafas yang khas dan gambaran Rotgen dada yang mengambarkan
pembesaran jantung.

Anamnesis

o Sesak napas (Dispneu) adalah pernapasan yang disadari dan abnormal dengan ciri
napas tidak menyenangkan, sukar bernapas. Sesak napas ini merupakan keluhan
dari:

- Penyakit jantung : koroner, valvular, dan miokardial


- Penyakit paru : limitasi aliran udara masuk ke paru (gangguan ventilasi) dan
keadaan hipoksia pada keadaan restriktif, terjadi stimulasi napas karna
hipoksia.

o Factor pencetus: latihan fisik,stres emosi,udara dingin,dan sesudah makan.


o Gejala yang menyertai: mual,muntah,sulit bernafas, keringat dingin,cemas,lemas.

o Penyakit deformitas dinding toraks


o Sakit otot pernapasan
o Obesitas
o Anemia, dll.
Riwayat sesak napas sangat penting untuk memperkirakan penyebab yang
mendasari.Kemungkinan penyebabnya adalah emboli paru, pneumotoraks, udema pulmonal

11
akut, pneumonia, atau obstruksi jalan napas.Sesak napas yang hilang dengan pemakaian
bronkodilator dan kortikosteroid diperkirakan akibat asma.
Namun sesak napas yang hilang dengan istirahat, obat diuretik, dan digitalis
diperkirakan akibatgagal jantung kiri. Gradasi sesak napas akibat gagal jantung kiri dimana
ventrikel kiri dan atau atrium kiri tinggi adalah :
 Dyspnea on Effort (DOE)
 Orthopnea
 Paroxysmal Nocturnal Dyspnea
 Dyspnea at rest
Perbedaan prinsip DOE pada individu normal dengan penderita gagal jantung
kiri adalah derajat aktivitas yang menyebabkan keluhan.Pada individu normal
beban latihan berat menyebabkan dispneu.Pada gagal jantung kiri yang makin
berat, intensitas latihan yang menyebabkan dispneu yang tidak terjadi
sebelumnya. DOE pada gagal jantung kiri merupakan akibat dari desaturasi
arteri, hipertensi vena pulmonalis, dan stiff lung.

Pemeriksaan Fisis

Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat,seringkali ekstremitas pucat dan edema
kedua tungkai. Takikardia, peningkatan tekanan vena jugularis,kardiomegali

EKG
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan sesak nafas atau
keluhan yang dicurigai gagal jantung .Pemeriksaan ini harus dilakukan segera sejak kedatangan
di IGD. Pemeriksaan ini merupakan landasan dalam menentukan keputusan terapi.

2.3 Patofisiologi

Ketidakmampuan dan kegagalan jantung memompa darah secara langsung menciptakan suatu
keadaan hipovolemik relatif yang lebih dikenal dengan arterial underfilling. Selain itu respon
terhadap faktor – faktor neurohormonal (seperti sistem saraf  simpatis, renin – angiotensin –
aldosterone system, arginine vasopressin dan endotelin – 1) menjadi teraktivasi untuk

12
mempertahankan euvolemia yang menyebabkan retensi cairan, vasokonstriksi, atau keduanya.
Aktivasi neurohormonal juga menstimulasi aktivasi sitokin proinflamasi dan mediator – mediator
apoptosis miosit.

Gambar 1. Dampak dari mediator secara patofisiologi pada hemodinamik pada pasien dengan gagal
jantung. PCWP = pulmonary capillary wedge pressure; SNS = sympathetic nervous system; SVR =
systemic vascular resistance.

Aktifitas Neurohormonal pada ADHF


Pada pasien dengan gagal jantung, aktivasi sistem saraf simpatik mencegah terjadinya arterial
underfilling yang meningkatkan cardiac output sampai toleransi berkembang dengan dua
mekanisme. Pertama, myocardial  1 – receptor  terpisah dari second messenger protein, yang
mengurangi jumlah cyclic adenosine 5¸-monophosphate (cAMP) yang dibentuk untuk sejumlah
interaksi reseptor ligan tertentu. Kedua, mekanisme dephosphorylation menginternalisasi 1-reseptor

13
dalam vesikula sitoplasma di miosit tersebut. Bahkan dengan latar belakang tingkat toleransi.,
katekolamin meningkatkan konsentrasi kalsium intraseluler dan tingkat metabolisme anaerobik. Hal
ini dapat meningkatkan risiko tachyarrhythmias ventrikel dan kematian sel.
2.4 Gejala Klinis
Gejala utama ADHF antara lain sesak napas, konngesti, dan kelelahan yang sering tidak spesifik
untuk gagal jantung dan sirkulasi. Gejala – gejala ini juga dapat disebabkan pleh kondisi lain yang
mirip dengan gejala gagal jantung, komplikasi yang diidentifikasikan pada pasien dengan gejala ini.
variasi bentuk penyakit pulmonal termasuk pneumonia, penyakit paru reaktif dan emboli pulmonal,
mungkin sangat sulit untuk dibedakan secara klinis dengan gagal jantung.

Tabel 3. Manifestasi Klinis yang umum pada gagal jantung


Gambaran Klinis yang Gejala Tanda
Dominan
Edema perifer/ Sesak napas, Edema Perifer,
kongesti kelelahan, Anoreksia peningkatan vena
jugularis, edema
pulmonal,
hepatomegaly, asites,
overload cairan
(kongesti), kaheksia
Edema pulmonal Sesak napas yang berat Crackles atau rales
saat istirahat pada paru-paru bagian
atas, efusi, Takikardia,
takipne

Syok kardiogenik (low Konfusi, kelemahan, Perfusi perifer yang


output syndrome) dingin pada perifer buruk, Systolic Blood
Pressure (SBP) <
90mmHg, anuria atau
oliguria
Tekanan darah tinggi Sesak napas Biasanya terjadi
(gagal jantung peningkatan tekanan
hipertensif) darah, hipertrofi
ventrikel kiri
Gagal jantung kanan Sesak napas, kelelahan Bukti disfungsi

14
ventrikel kanan,
peningkatan JVP,
edema perifer,
hepatomegaly,
kongesti usus.

Menurut The Consensus Guideline in The Management of Acute Decompensated Heart Failure
tahun 2006, manifestasi klinis acute decompensated heart failure antara lain tertera dalam tabel
berikut.

Tabel 4. Gejala dan Tanda Acute Decompensated Heart Failure


Volume Overload
-          Dispneu saat melakukan kegiatan
-          Orthopnea
-          Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
-          Ronchi
-          Cepat kenyang
-          Mual dan muntah
-          Hepatosplenomegali, hepatomegali, atau splenomegali
-          Distensi vena jugular
-          Reflex hepatojugular
-          Asites
-          Edema perifer
Hipoperfusi
-          Kelelahan
-          Perubahan status mental
-          Penyempitan tekanan nadi
-          Hipotensi
-          Ekstremitas dingin
-          Perburukan fungsi ginjal
           
2.5 Diagnosis
Pasien dengan gagal jantung umumnya datang di instalasi gawat darurat dengan manifestasi
klinis volume overload atau hipoperfusi atau keduanya . Pasien yang datang dengan keluhan volume

15
overload relatif mudah untuk didiadnosis. Mereka umunya memiliki tanda dan gejala kongesti paru (
dispneu saat melakukan kegiatan, Orthopnea, Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND), dan Ronchi).
Sedangkan  manifestasi cepat kenyang, mual dan muntah merupakan akibat dari edema traktus
gastrointestinal (GI). Kongesti pada hepar dan spleen atau keduanya menyebabkan
Hepatosplenomegali, hepatomegali, atau splenomegaly. Pasien juga menunjukan adanya
peningkatan tekanan vena jugular dengan atau tanpa peningkatan reflex hepatojugular. Asites dan
edema perifer juga muncul akibat akumulasi cairan pada kavitas peritoneum  dan perifer.

16
Algoritma diagnostik gagal jantung. Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and
treatment of acute and chronic heart failure 2012

2.6 Penatalaksanaan

Farmakologis menurut ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure 2008
 Prognosis :Menurunkan mortalitas
 Morbiditas : Meringankan gejala dan tanda,Memperbaiki kualitas
,Menghilangkan edema dan retensi cairan,Meningkatkan kapasitas aktifitas
fisik,Mengurangi kelelahan dan sesak nafas,Mengurangi kebutuhan rawat
inap,Menyediakan perawatan akhir hayat
 Pencegahan : Timbulnya kerusakan miokard,Perburukan kerusakan
miokard,Remodelling miokard,Timbul kembali gejala dan akumulasi
cairan,Rawat inap.

Pemberian farmako terapi harus terkait dari prinsip tersebut :

ANGIOTENSIN-CONVERTING ENZYME INHIBITORS (ACEI)

Indikasi pemberian ACEI


 Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, dengan atau tanpa gejala
Kontraindikasi pemberian ACEI
 Riwayat angioedema
 Stenosis renal bilateral
 Kadar kalium serum > 5,0 mmol/L
 Serum kreatinin > 2,5 mg/dL
Stenosis aorta berat

17
PENYEKAT β
Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada semua pasien gagal jantung
simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Penyekat β memperbaiki fungsi
ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal
jantung, dan meningkatkan kelangsungan hidup
Indikasi pemberian penyekat β
 Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
 Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)
 ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan
 Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik,
tidak ada kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat)
Kontraindikasi pemberian penyekat β
 Asma
 Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa pacu jantung
permanen), sinus bradikardia (nadi < 50 x/menit)

ANTAGONIS ALDOSTERON
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil harus
dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 35 % dan gagal jantung
simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia dan gangguan
fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron mengurangi perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung dan meningkatkan kelangsungan hidup.
Indikasi pemberian antagonis aldosteron
 Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
 Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA)
 Dosis optimal penyekat β dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI dan ARB)
Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron
 Konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L
 Serum kreatinin> 2,5 mg/dL
 Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium
 Kombinasi ACEI dan ARB

 TabelPemberian ACEI direkomendasikan, bagi semua pasien dengan EF ≤ 40%, untuk


menurunkan risiko hospitalisasi akibat gagal jantung dan kematian dini .Pemberian
penyekat β, setelah pemberian ACEI atau ARB pada semua pasien dengan EF ≤ 40%
untuk menurunkan risiko hosipitalisasi akibat gagal jantung dan kematian premature
MRA direkomendasikan bagi semua pasien dengan gejala gagal jantung yang persisten
dan EF≤ 35, walaupun sudah diberikan dengan ACEI dan penyekat β
Terterapi farmakologis

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. (2015). Pedoman Tatalaksana


Gagal Jantung. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.

2. Gleadel. Jonathan. AT Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Penerbit


Erlangga; 2007.h166;170;112-3
3. Dharman Surya. Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG.EGC: Jakarta; 2009
4. Isselbacher, et all. Harrison Prinsip – prinsip Ilmu Penyakit Dalam (ed 13). Volume 3
Jakarta: EGC;2008H.1201-44
5. Prince Wilson. Patophysiology.Clinical Concepts of Disease Proccesses. Ed 6. Elsevier
Science 2002.
6. Crouch MA, DiDomenico RJ, Rodgers Jo E. Applying Consensus Guidelines in the Management
of acute decompensated heart failure. [monograph on the internet]. California : 41st ASHP
Midyear Clinical Meeting; 2006 Diakses 4 januari 2017.Available from
www.ashpadvantage.com/website_images/pdf/adhf_scios_06.pdf.
7.   Lindenfeld J. Evaluation and Management of Patients with Acute Decompensated Heart Failure.
Journal of Cardiac Failure [serial on the internet]. 2010 Jun Diakses 4 januari 2017.16 (6): [about
23 p]. Available from 
http://www.heartfailureguideline.org/_assets/document/2010_heart_failure_guideline_sec_12.pdf
.
8.   Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al. ESC
Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008. European
Journal of Heart Failure [serial on the internet]. 2008 Aug Diakses 4 januari 2017.Available from
http://eurjhf.oxfordjournals.org/content/10/10/933.full.pdf #page= 1&view=FitH.
9.    McBride BF, White M. Acute Decompensated Heart Failure: Pathophysiology. Journal of
Medicine [serial on the internet].  2010 Diakses 4 januari 2017.Available from
http://www.medscape.com/viewarticle/459179_3

19

Anda mungkin juga menyukai