Anda di halaman 1dari 25

LEMBAR PENGESAHAN PORTOFOLIO

NSTEMI

Diajukan Oleh :
Nama : dr. Muhammad Mahmud Ansori

Dipresentasikan
Tanggal : 17 Januari 2017

Pembimbing I Pembimbing,

(dr.Ibnoe Soedjarto, M.Si.Med., Sp.S) (dr. Miftahul afandi Sp.jp FIHA)

Pembimbing II,

(dr. Nurindah Isty R, M.Si.Med., Sp. KFR)

1
BORANG PORTOFOLIO
No ID dan Nama Peserta : Muhammad Mahmud Ansori

No. ID dan Nama Wahana : RSUD AM Parikesit

Topik : NSTEMI

Tanggal (kasus) : 15 Desember 2016

Tanggal Presentasi : 17 Januari 2017

Pendamping :

Obyektif Presentasi

√ Keilmuan ○ Keterampilan √ Penyegaran √ Tinjauan Pustaka

√ Diagnostik √ Manajemen ○ Masalah ○ Istimewa

○ Neonatus ○ Bayi ○ Remaja √ Dewasa ○ Lansia ○ Bumil

Deskripsi

Pasien Ny.1 usia 60 tahun datang dengan keluahan nyeri dada disertai dengan sesak nafas
dan keringat dingin.

Tujuan

Mendiagnosis , mampu melakukan penatalaksanaan awal

Bahan Masalah

√ Tinjauan pustaka ○ Riset √ Kasus ○ Audit

Cara Membahas

○ Diskusi √ Presentasi dan Diskusi ○ Email ○ Pos

2
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.I
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Status pernikahan : Menikah
Tanggal masuk : 15 Desember 2016

B. ANAMNESIS (autoanamnesa dan alloanamnesa pada tanggal 18 desember 2016 pukul


14.00 WITA)
Keluhan Utama : Nyeri dada

Keluhan Tambahan : Mual (+), Nyeri Kepala (+), dada berdebar (+),nyeri ulu hati

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan nyeri dada kiri 3 x dalam durasi + 10 menit sejak + 3jam
SMRS, Nyeri dirasakan seperti ditusuk hal ini dirasakan pada saat pasien melakukan
aktivitas, nyeri seperti tertimpa benda berat,rasa seperti diperas,dipelintir dan rasa terbakar
disangkal oleh pasien.nyeri dada dirasakan tidak menjalar baik ke lengan kiri, maupun
punggung. Pasien mengaku mengalami perasaan seperti berdebar – debar. Sesak nafas juga
di rasakan oleh pasien sehingaa terkadang sulit untuk tidur malam. Hal ini tidak membaik
walaupun pasien sudah beristirahat. Perasaan lemas, cemas dan keringat dingin dirasakan
oleh pasien daan tidak kunjung membaik walaupun beristirahat sehingga pasien mengeluh
mual dan muntah.
Pasien memiliki riwayat hipertensi sebelumnya, riwayat gula dan riwayat alergi obat
disangkal oleh pasien.

3
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengatakan tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya, pasien memiliki riwayat
hipertensi selama 2 tahun yang lalu dan jarang control terhadap penyakitnya , pasien tidak
memiliki riwayat asthma, penyakit paru, darah tinggi, dan kencing manis. Riwayat alergi
obat disangkal oleh pasien.

Riwayat penyakit keluarga :


Pasien mengaku tidak ada keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dan tidak ada
yang mempunyai penyakit kencing manis dan darah tinggi.

Riwayat Sosio Ekonomi


Pasien tinggal bersama anak dan suami. Pasien berobat dengan BPJS

C. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 18 desember 2016)


1. Status generalis
a. Keadaan umum : tampak sakit berat
b. Tanda vital :
 Tekanan darah : 160/90 mmHg
 Nadi : 102 x/menit
 Pernafasan : 24 x/menit
 Suhu : 36.6oC
c. Kepala :
 Bentuk : normocephal
 Simetris : simetris
 Nyeri tekan : tidak ada
d. Mata:
Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-
e. Leher :
 Sikap : normal
 Gerakan : bebas
 Pulsasi a. carotis : teraba
4
 Tekanan vena jungularis : < 5 cm
 Limfanodi : tidak teraba membesar
f. Thorax : normochest
g. Jantung :
 Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga V garis axillaries anterior kiri.
 Perkusi Batas jantung :
o Batas atas jantung : sela iga III garis parasternalis kiri
o Batas kiri jantung : sela iga V garis axillaries anterior kiri 2
cm linea mid clavikula
o Batas kanan jantung : sela iga V linea parasternalis kanan
 Auskultasi : BJ S1 dan S2 murnii regular, murmur sistolik (-), gallop (-).
h. Paru : bunyi nafas vesikular, ronki -/- ,
i. Abdomen : Bu (+) normal, CVA -/-
 Hepar : tidak teraba pembesaran hepar
 Lien : tidak teraba pembesaran lien
j. Ekstremitas : akral hangat, capillary refill time kurang dari 2
detik, edema (-).

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Hematologi Rutin
a. WBC : 8.500 /mm3 (5000-10000)
b. HGB : 15.2 g/dl (11 - 17 g/dl)
c. HCT : 44 vol% (35 - 55%)
d. PLT : 168.000 (150 – 400 103 /μL)
 Limfosit :32
 Monosit : 12.6
Elektrolit

a. Na : 138 g/dl (135-155 q/L)

5
b. KA : 3.8 g/dl (3.4-5.3 q/L)
c. CL : 95 g/dl (96-106 q/L)

Fungsi Jantung

CKMB : 28 U/L (<10 U/L)

Fungsi Ginjal

a. Ureum : 64 mg/dl (10-50 mg/dl)


b. Kreatinin :1.0 mg/dl (0.5-1.5 mg/dl)

Profil lipid

 Cholesterol total : 289 mg/dl


 Triglyserida : 387 mg/dl
 HDL-C : 37 mg/dl
 LDL :183 mg/dl

GDS : 137 mg/dl

EKG

Tanggal 15 Desember 2016

Hasil EKG :

 Irama : Sinus

6
 Frekuensi : 89x/m
 Aksis : Normoaksis
 Nilai gelombang P : Normal
 PR Interval : Normal
 Nilai gelombang Q : Normal
 QRS Kompleks : Normal
 Nilai ST Segmen : ST depresi di Lead V2,V3,V4,V5,V6
 Nilai Gelombang T : Normal
 Kesan : NSTEMI Anterior

Rotgen Thorax

Kesan : kardiomegali
E. Diagnosa

1. NStemi

F. Diagnosa Banding

7
G. Penatalaksanaan

Terapi di ruangan Menurut Teori


- IVFD RL 10 tpm - O2 2 l
- Atrovastatin 1x20 mg - IVDF RL 24 TPM
- ISDN 3x1 tab - Aspirin 1x325
- Bisoprolol 1x2.5 tab - Clopidogrel 1x75 mg
- CPG 1x75 mg - Captopril 3x25 mg
- ASPILET 1X 80 MG - Nitrogliserin 1x0.4 mg SL
- Inj. Arixtha 1x2.5
- Inj.Ranitidin 3 x1
- Inj. Ondansentron 3 x 1
- Candesartan 1 x 8 mg

H. Prognosis
 Ad vitam : dubia ad bonam
 Ad fungsionam : dubia ad bonam
 Ad sanationam : dubia ad bonam

BAB II

8
2.1 Definisi

N
S
T
M
E
I TINJAUAN PUSTAKA

Angina pektoris tidak stabil (UAP) dan infark miokard akut tanpa elevasi ST
(NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan
gejala klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis
NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UAP menunjukkan bukti
adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung.
Troponin T atau troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang lebih disukai
karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan CKMB. Pada
pasien dengan IMA, peningkatan awal troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan
dapat menetap sampai 2 minggu.
Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan American Heart
Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi segmen ST
( NSTEMI) ialah apakah iskemi yang timbul cukup berat sehingga dapat menimbulkan
kerusakan pada miokardium, sehingga adanya petanda kerusakan miokardium dapat
diperiksa Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemi sedangkan tak
ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun tanpa perubahan ECG untuk
iskemi, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi sebentar atau adannya
gelombang T yang negatif.

2.2 Etiologi

9
Ustable Angina Pektoris(UAP) /Non ST Elevation Myocardial Infarction
(NSTEMI) dapat disebabkan oleh adanya aterioklerosis, spasme arteri koroner, anemia
berat, artritis, dan aorta Insufisiensi.
Patofisiologi lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya angina pektoris tidak
stabil :

a. Ruptur Plak
Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting penyebab angina pektoris
tidak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner
yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Plak aterosklerotik terdiri
dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotik (fibrotic cap).
Plak yang tidak stabil terdiri dari inti banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi
sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima
yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Terjadinya ruptur menyebabkan
aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus.
Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen
ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100% dan hanya menimbulkan stenosis
yang berat akan terjadi angin tak stabil.
b. Trombosis dan Agregasi Trombosit
Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar terjadinya
angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu disebabkan karena
interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag dan kolagen. Inti lemak
merupakan bahan terpenting dalam pembentukan trombus yang kaya trombosit,
sedangkan sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan
dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan
darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi
enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin.
Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet dan platelet
melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas, vasokonstriksi dan
pembentukkan trombus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan

10
terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan dalam memulai trombosis yang
intermiten, pada angina tak stabil.

c. Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil.
Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh
platelet berperan pada perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan
spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada angina prinzmetal juga dapat
menyebabkan angina tak stabil, dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus.

d. Erosi pada plak tanpa ruptur


Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya poliferasi dan migrasi
dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan bentuk dan
lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh
dengan cepat dan keluhan iskemia.
e. Kadang bisa karena : emboli, kelainan kongenital, penyakit inflamasi sistemik.

Gambar 1. Perjalanan Proses Aterosklerosis (Initiation, Progression dan


Complication) Pada Plak Aterosklerosis.

11
Diagnosis kerja yang ditegakkan dari kasus adalah NSTEMI ( Non ST Elevation
Myocardial Infarction). Dengan dasar anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG yang
menunjukkan adanya depresi ST .,

Anamnesis

o Nyeri dada :
o Sifat nyeri dada (angina) merupakan gejala cardinal pasien MI :
Lokasi : substernal,retrosternal,dan perikordial
Sifat nyeri : rasa sakit ditekan,terbakar,ditindih benda berat,
ditusuk,diperas,dipelintir.
Penjalaran : lengan kiri,leher, punggung, interskapula,perut
o Nyeri tidak membaik/menghilang sepenuhnya dengan istirahat/ nitrat
o Factor pencetus: latihan fisik,stres emosi,udara dingin,dan sesudah makan.
o Gejala yang menyertai: mual,muntah,sulit bernafas, keringat dingin,cemas,lemas.
o Sesak napas (Dispneu) adalah pernapasan yang disadari dan abnormal dengan ciri
napas tidak menyenangkan, sukar bernapas. Sesak napas ini merupakan keluhan
dari:

- Penyakit jantung : koroner, valvular, dan miokardial


- Penyakit paru : limitasi aliran udara masuk ke paru (gangguan ventilasi) dan
keadaan hipoksia pada keadaan restriktif, terjadi stimulasi napas karna
hipoksia.
o Penyakit deformitas dinding toraks
o Sakit otot pernapasan
o Obesitas
o Anemia, dll.
Riwayat sesak napas sangat penting untuk memperkirakan penyebab yang
mendasari.Kemungkinan penyebabnya adalah emboli paru, pneumotoraks, udema pulmonal
akut, pneumonia, atau obstruksi jalan napas.Sesak napas yang hilang dengan pemakaian
bronkodilator dan kortikosteroid diperkirakan akibat asma.

12
Pemeriksaan Fisis
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bias istirahat,seringkali ekstremitas pucat dan
keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat
adanya NSTEMI.

EKG
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau
keluhan yang dicurigai STEMI.Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak
kedatangan di IGD. Pemeriksaan ini merupakan landasan dalam menentukan keputusan terapi
karena bukti kuat menunjukkan gambaran depresi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien
yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi.
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal depresi segmen ST mengalami evolusi
menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis Infark Miokard Gelombang Q.
Sebagian kecil tetap menetap menjadi Infark Miokard Non Gelombang Q. jika obstruksi trombus
tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak
ditemukan elevasi segmen ST. pasien tersebut biasanya mengalami angina pektoris tidak stabil
atau non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan
gelombang Q disebut infark non Q.

13
Gambar 1. Hasil pemeriksaan EKG pada pasien NSTEMI
Table 1. Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG

Lokasi Gambaran EKG


Anterior Elevasi segmen ST dan/atau
gelombang Q di V1-V4/V5
Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau
gelombang Q di V1-V3
Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau
gelombang Q di V1-V6 dan I dan aVL
Lateral Elevasi segmen ST dan/atau
gelombang Q di V5-V6 dan inversi gelombang
T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVL
Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau
gelombang Q di II, III, aVF, dan V5-V6
(kadang-kadang I dan aVL).
Inferior Elevasi segmen ST dan/atau
gelombang Q di II, III, dan aVF
Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau
gelombang Q di II, III, aVF, V1-V3
True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan
segmen ST depresi di V1-V3. Gelombang T
tegak di V1-V2
RV Infraction Elevasi segmen ST di precordial lead
(V3R-V4R).
Biasanya ditemukan konjungsi pada
infark inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam
beberapa jam pertama infark.

Biomarker kerusakan jantung


Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase (CK) MB dan Cardiac Spesific
Troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda
optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot miokard, karena pada keadaan ini juga

14
akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan Elevasi ST dan gejala AMI (Infark
Miokard Akut), terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada
pemeriksaan biomarker.
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas normal, menunjukkan ada nekrosis jantung
(miokard infark).

 CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis, dan
kardioversi elektrik juga dapat meningkatkan CKMB
 cTn : ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada
infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam. Enzim cTn T masih dapat
dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.

Faktor Resiko

Faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah yaitu usia, jenis
kelamin, ras, dan riwayat keluarga, sedangkan faktor risiko yang masih dapat
diubah,sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik, antara lain kadar
serum lipid, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa, dan diet yang tinggi lemak
jenuh, kolesterol, serta kalori.

Infark terjadi jika plak aterosklerotik mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi, sehingga
terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.
2.3 Patofisiologi

Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada ketidakadekuatan suplai oksigen ke sel-
sel miokardium yang diakibatkan karena kekakuan arteri dan penyempitan lumen arteri koroner
(arteriosklerosis koroner). Tidak diketahui secara pasti apa penyebab arteriosklerosis, namun
jelas bahwa tidak ada faktoer tunggal yang bertanggung jawab atas perkembangan
arteriosklerosis.Pada saat beban kerja suatu jaringan meningkat, kebutuhan oksigennya juga
meningkat. Apabila kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang sehat, arteri-arteri koroner
akan berdilatasi dan akan mengalirkan banyak darah dan oksigen ke otot jantung. Akan tetapi
apabila arteri koroner mengalami kekakuan atau menyempit akibat aterosklerosis dan tidak dapat
berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan oksigen dan kemudian akan terjadi
iskemia (kekurangan suplai darah) miokardium.Adanya endotel yang cedera mengakibatkan

15
hilangnya produksi NO (nitrat oksid) yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang
reaktif. Dengan tidak adanya fungsi ini dapat menyebabkan otot polos berkontraksi dan timbul
spasmus koroner yang memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard
berkurang. Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala yang begitu nampak bila
belum mencapai 75%. Bila penyempitan lebih dari 75% serta dipicu dengan aktifitas berlebihan
maka suplai darah ke koroner akan berkurang. Oleh karena itu, sel-sel miokardium mulai
menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan eneginya. Proses pembentukan
energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat. Asam laktat
menurunkan pH miokardium dan menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan angina pektoris.
Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel
otot kembali ke proses fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini tidak
menghasilkan asam laktat. Dengan menghilangnya penimbunan asam laktat, nyeri angina
pektoris mereda. Dengan demikian, angina pektoris adalah suatu keadaan yang berlangsung
singkat

2.4 Klasifikasi

Pada tahun 1989 Brauwald menganjurkan dibuat klasifikasi supaya ada


keseragaman.Klasifikasi berdasarkan beratnya serangan angina dan keadaan klinik.
a. Berdasarkan angina :
1) Kelas I: angina yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah beratnya nyeri
dada
2) Kelas II: angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam I bulan, tapi tidak
ada serangan angina dalam 48 jam terakhir
3) Kelas III: adanya serangan angina waktu istirajat dan terjadinya secara akut baik
sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.
b. Keadaan klinis:
1) Kelas A: angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain atau febris
2) Kelas B: angina tak stabil primer, tak ada faktor ekstrakasdiak
3) Kelas C: angina yang timbul setelah serangan infark jantung.
c. Intensitas pengobatan:
1) tak ada pengobatan atau hanya mendapatkan pengobatan minimal

16
2) timbul keluhan walaupun telah mendapat terapi yang standar
masih timbul serangan angina walaupun telah diberikan pengobatan yang
maksimum, dengan penyekat beta, nitrat dan antagonis kalsium
2.5 Penatalaksanaan

a. Tindakan Umum
Pasien perlu perawatan di rumah sakit,sebaiknya di unit intensif koroner, pasien
perlu diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen. Pemberian morfin atau
petidin perlu pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun sudah mendapat
nitrogliserin.
b. Terapi Medika Mentosa
1) Obat anti-iskemia
a) Nitrat : dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer,
dengan efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengurangi wall
stress dan kebutuhan oksigen (Oxygen demand). Nitrat juga menambah oksigen
suplay dengan vasodilatsai pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah
kolateral. Dalam keadaan akut nitrogliserin atau isosorbid dinitrat diberikan secara
sublingual atau infus intravena. Dosis pemberian intravena : 1-4 mg/jam. Bila
keluhan sudah terkendali maka dapat diganti dengan per oral.
Preparat :
Nitrogliserin : Nitromock 2,5 - 5 mg tablet sublingual
Nitrodisc 5- 10 mg tempelkan di kulit
Nitroderm 5-10 mg tempelkan di kulit
Isosorbid dinitrat : Isobit 5-10 mg tablet sublingual
Isodil 5-10 mg tablet sublingual
Cedocard 5-10 mg tablet sublingual
b) β-blocker : dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek
penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Berbagai macam beta-
blocker seperti propanolol, metoprolol, dan atenolol. Kontra indikasi pemberian
penyekat beta antra lain dengan asma bronkial, bradiaritmia.
c) Antagonis kalsium : dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan menurunkan
tekanan darah. Ada 2 golongan besar pada antagonis kalsium :

17
- golongan dihidropiridin : efeknya sebagai vasodilatasi lebih kuat dan
penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit dan efek inotropik
negatif juga kecil (Contoh: nifedipin)
- golongan nondihidropiridin : golongan ini dapat memperbaiki survival dan
mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner akut dan fraksi ejeksi
normal. Denyut jantung yang berkurang, pengurangan afterload memberikan
keutungan pada golongan nondihidropiridin pada sindrom koroner akut dengan
faal jantung normal (Contoh : verapamil dan diltiazem). 11
2) Obat anti-agregasi trombosit
Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam pengobatan angina tidak
stabil maupun infark tanpa elevasi ST segmen. Tiga gologan obat anti platelet yang
terbukti bermanfaat seperti aspirin, tienopiridin dan inhibitor GP Iib/IIIa.
a) Aspirin : banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat mengurangi
kematian jantung dan mengurangi infark fatal maupun non fatal dari 51% sampai
72% pada pasien dengan angina tidak stabil. Oleh karena itu aspirin dianjurkan
untuk diberikan seumur hidup dengan dosis awal 160mg/ hari dan dosis
selanjutnya 80 sampai 325 mg/hari.
b) Tiklopidin : obat ini merupakan suatu derivat tienopiridin yang merupakan obat
kedua dalam pengobatan angina tidak stabil bila pasien tidak tahan aspirin. Dalam
pemberian tiklopidin harus diperhatikan efek samping granulositopenia.
c) Klopidogrel : obat ini juga merupakan derivat tienopiridin yang dapat
menghambat agregasi platelet. Efek samping lebih kecil dari tiklopidin .
Klopidogrel terbukti juga dapat mengurangi strok, infark dan kematian
kardiovaskular. Dosis klopidogrel dimulai 300 mg/hari dan selanjutnya75
mg/hari.
d) Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa
Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah ikatan terakhir
pada proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP IIb/IIIa menduduki reseptor
tadi maka ikatan platelet dengan fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet
tidak terjadi. Pada saat ini ada 3 macam obat golongan ini yang telah disetujui :
- absiksimab suatu antibodi mooklonal

18
- eptifibatid suatu siklik heptapeptid
- tirofiban suatu nonpeptid mimetik
Obat-obat ini telah dipakai untuk pengobatan angina tak stabil maupun
untuk obata tambahan dalam tindakan PCI terutama pada kasus-kasus angina tak
stabil.
3) Obat anti-trombin
a) Unfractionated Heparin
Heparin ialah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari pelbagi rantai polisakarida
yang berbeda panjangnya dengan aktivitas antikoagulan yang berbeda-beda.
Antitrombin III, bila terikat dengan heparin akan bekerja menghambat trombin
dan dan faktor Xa. Heparin juga mengikat protein plasma, sel darah, sel endotel
yang mempengaruhi bioavaibilitas. Pada penggunaan obat ini juga diperlukan
pemeriksaan trombosit untuk mendeteksi adanya kemungkinan heparin induced
thrombocytopenia (HIT).
b) Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
LMWH dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai plisakarida heparin.
Dibandingkan dengan unfractionated heparin, LMWH mempuyai ikatan terhadap
protein plasma kurang, bioavaibilitas lebih besar. LMWH yang ada di Indonesia
ialah dalteparin, nadroparin, enoksaparin dan fondaparinux. Keuntungan
pemberian LMWH karena cara pemberian mudah yaitu dapat disuntikkan secara
subkutan dan tidak membutuhkan pemeriksaan laboratorium.
c) Direct Thrombin Inhibitors
Direct Thrombin Inhibitors secara teoritis mempunyai kelebihan karena bekerja
langsung mencegah pembentukan bekuan darah, tanpa dihambat oleh plasma
protein maupun platelet factor 4. Hirudin dapat menurunkan angka kematian dan
infark miokard, tetapi komplikasi perdarahan bertambah. Bivalirudin telah
disetujui untuk menggantikan heparin pada pasien angina tak stabil yang
menjalani PCI. Hirudin maupun bivalirudin dapat menggantikan heparin bila ada
efek samping trombositopenia akibat heparin (HIT).
4) Tindakan revaskularisasi pembuluh koroner

19
Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan iskemi
berat dan refakter dengan terapi medikamentosa. Pada pasien dengan penyempitan di
left main atau penyempitan pada 3 pembuluh darah, bila disertai faal ventrikel kiri
yang kurang tindakan operasi bypass (CABG) mengurangi masuknya kembali ke
rumah sakit. Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan penyempitan
pada satu pembuluh darah atau dua pembuluh darah atau bila ada kontraindikasi
tindakan pembedahan PCI merupakan pilihan utama.
Teknik-teknik invasif misalnya percutaneous transluminal coronary
angioplasty (PTCA) dan bedah pintas arteri koroner dapat menurunkan serangan
angina klasik. Dengan PTCA,lesi aterosklerotik didilatasi oleh sebuah kateter yang
dimasukkan melalui kulit ke dalam arteri femoralis atau brakialis dan di dorong ke
jantung. Setelah berada di pembuluh yag sakit, balon yang ada di kateter
digembungkan. Hal ini akan memecahkan plak dan meregangkan arteri. Dengan
bedah pintas, potongan arteri koroner yang sakit diikat, dan diambil arteri atau vena
dari tempat lain untuk dihubungkan ke bagian yang tidak sakit. Aliran darah
dipulihkan melalui pembuluh baru ini. Pembuluh yang paling sering
ditransplantasikan adalah vena safena atau arteri mamaria interna. Pemasangan
selang artificial atau stent ke dalam arteri agar tatap terbuka kadang-kadang
dilakukan dengan keberhasilan yang bervariasi. Bedah pintas koroner menghilangkan
nyeri angina tetapi tampaknya tidak mempengaruhi mortalitas jangka-panjang.
c. Terapi Non Medika Mentosa
1) Istirahat memungkinkan jantung memompa lebih sedikit darah (penurunan volume
sekuncup) dengan kecepatan yang lambat (penurunan kecepatan denyut jantung). Hal
ini menurukan kerja jantung sehingga kebutuhan oksigen juga berkurang. Posisi
duduk adalah postur yang dianjurkan sewaktu beristirahat. Sebaliknya berbaring,
meningkatkan aliran balik darah ke jantung sehingga terjadi peningkatan volume
diastolik akhir, volume sekuncup dan curah jantung.
2) Terapi oksigen untuk mengurangi kebutuhan oksigen jantung.
 Terapi Menurut ACC/AHA
ACC/AHA dan ESC merekomendasikan dalam tata laksana semua pasien
dengan STEMI diberikan terapi dengan menggunakan anti-platelet (aspirin, clopidogrel,

20
thienopyridin), anti-koagulan seperti Unfractionated Heparin (UFH) / Low Molecular
Weight Heparin (LMWH), nitrat, penyekat beta, ACE-inhibitor, dan Angiotensin
Receptor Blocker

Gambar 5. Penatalaksanaan NStemi

 Terapi reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat
disfungsi dan dilatasi vetrikel, serta mengurangi kemungkinan pasien NSTEMI
berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna
21
Sasaran terapi reperfusi adalah door to needle time untuk memulai terapi
fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door to balloon time untuk PCI dapat
dicapai dalam 90 menit .
Waktu onset gejala untuk terapi fibrinolitik merupakan prediktor penting
terhadap luas infark dan outcome pasien. Efektivitas obat fibrinolitik dalam
menghancurkan trombus tergantung waktu. Terapi fibrinolitik yang diberikan dalam 2
jam pertama (terutama dalam jam pertama) dapat menghentikan infark miokard dan
menurunkan angka kematian.

 Percutaneous Coronary Interventions (PCI)


Intervensi koroner perkutan (angioplasti atau stenting) tanpa didahului
fibrinolitik disebut PCI primer (primary PCI). PCI efektif dalam mengembalikan
perfusi pada STEMI jika dilakukan beberapa jam pertama infark miokard akut. PCI
primer lebih efektif dari fibrinolitik dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan
dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik.
PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama pada pasien < 75
tahun), risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3
jam jika bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolitik.
Namun, PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas
berdasarkan tersedianya sarana, hanya di beberapa rumah sakit.

 Fibrinolitik
Terapi fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door to
needle time < 30 menit) bila tidak terdapat kontraindikasi. Tujuan utamanya adalah
merestorasi patensi arteri koroner dengan cepat. Terdapat beberapa macam obat
fibrinolitik antara lain tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase, tenekteplase
(TNK), reteplase (rPA), yang bekerja dengan memicu konversi plasminogen menjadi
plasmin yang akan melisiskan trombus fibrin.
Aliran di dalam arteri koroner yang terlibat digambarkan dengan skala kualitatif
sederhana dengan angiografi, disebut thrombolysis in myocardial infarction (TIMI)
grading system :

22
1. Grade 0 menunjukkan oklusi total (complete occlusion) pada arteri yang terkena
infark.
2. Grade 1 menunjukkan penetrasi sebagian materi kontras melewati titik obstruksi
tetapi tanpa perfusi vaskular distal.
3. Grade 2 menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami infark ke arah distal
tetapi dengan aliran yang melambat dibandingkan aliran arteri normal.
4. Grade 3 menunjukkan perfusi penuh pembuluh yang mengalami infark dengan
aliran normal.
Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3 karena perfusi penuh
pada arteri koroner yang terkena infark menunjukkan hasil yang lebih baik dalam
membatasi luasnya infark, mempertahankan fungsi ventrikel kiri, dan menurunkan
laju mortalitas, selain itu, waktu merupakan faktor yang menentukan dalam reperfusi,
fungsi ventrikel kiri, dan prognosis penderita. Keuntungan ini lebih nyata bila
streptokinase diberikan dalam 6 jam pertama setelah timbulnya gejala, dengan
anjuran pemberian streptokinase sedini mungkin untuk mendapatkan hasil yang
semaksimal mungkin
Obat Fibrinolitik :
1. Streptokinase : merupakan fibrinolitik non-spesifik fibrin. Pasien yang pernah
terpajan dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena
terbentuknya antibodi. Reaksi alergi tidak jarang ditemukan. Manfaat mencakup
harganya yang murah dan insidens perdarahan intrakranial yang rendah. Tissue
Plasminogen Activator (tPA, alteplase) : Global Use of Strategies to Open
Coronary Arteries (GUSTO-1) trial menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari
sebesar 15% pada pasien yang mendapatkan tPA dibandingkan SK. Namun,
tPA harganya lebih mahal disbanding SK dan risiko perdarahan intrakranial
sedikit lebih tinggi.
2. Reteplase (retevase) : INJECT trial menunjukkan efikasi dan keamanan
sebanding SK dan sebanding tPA pada GUSTO III trial dengan dosis bolus
lebih mudah karena waktu paruh yang lebih panjang
3. Tenekteplase (TNKase) : Keuntungannya mencakup memperbaiki spesisfisitas
fibrin dan resistensi tinggi terhadap plasminogen activator inhibitor (PAI-1).

23
Laporan awal dari TIMI 1- B menunjukkan tenekteplase mempunyai laju TIMI
3 flow dan komplikasi perdarahan yang sama dibandingkan dengan tPA.

DAFTAR PUSTAKA
1. Gleadel. Jonathan. AT Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Penerbit
Erlangga; 2007.h166;170;112-3
2. Dharman Surya. Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG.EGC: Jakarta; 2009

24
3. Isselbacher, et all. Harrison Prinsip – prinsip Ilmu Penyakit Dalam (ed 13). Volume 3
Jakarta: EGC;2008H.1201-44
4. Anderson, J, Adams, C, Antman, E, et al. ACC/AHA 2007 guidelines for the
management of patients with unstable angina/non-ST-elevation myocardial infarction: a
report of the American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on
Practice Guidelines 50:e1. Diunduh dari: www.acc.org/qualityandscience/
clinical/statements.htm ( diakses 6 januari 2017).
5. Patel, N.R., Jackson. G., 1999. Serum markers in myocardial infarction. J Clin Pathol.
Diambil dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC501424/?page=1. diakses 6
januari 2017
6. Aslan, Ahmad. Bathini, Prasantha. Smith, Robert. 2004. ACC/AHA Guidelines for The
Management of Patients with ST Elevation Myocardial Infarction. Cardiac Cath
Conference
7. Haru, Sjaharuddin., Alwi, Idrus. 2006. Infark miokard akut tanpa elevasi ST dalam Aru
W.S., Bambang S., Idrus A., Marcelius S.K., Siti S.S (Eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. Edisi IV. FK UI. Jakarta.
8. Elizabeth J. Corwin. Buku saku patofisiologi.Edisi ke-3.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC;2009.hal.492-504.
9. Trisnohadi, Hanafi B,. 2006. Angina Pectoris Tak Stabil dalam Aru W.S., Bambang S.,
Idrus A., Marcelius S.K., Siti S.S (Eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi
IV. FK UI. Jakarta.
10. Hamm CW, Braunwald E. A Classification of Unstable Angina revised Circulation,
2000. . Avalaible from:www.medicalcriteria.com/.../car_angina.htm diakses 6 januari
2017

25

Anda mungkin juga menyukai