Anda di halaman 1dari 18

Nama : Gibran Aufa Najwan

NIM : E0019175
Kelas : H. Lingkungan G

UTS HUKUM LINGKUNGAN

1. Perbandingan
Dalam pranata hukum Indonesia, upaya perlindungan terhadap lingkungan hidup telah
dilakukan pemerintah dengan adanya undang-undang mengenai lungkungan hidup anatara lain
:
➢ •Undang – Undang No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan –ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH) diundangkan dalam Lembaran Negara tahun
1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215 yang mulai berlaku
tanggal 11 Maret 1982,
➢ Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPLH) diundangkan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 1997 Nomor 68 yang mulai berlaku tanggal 19 September 1997,
➢ Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) diundangkan dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059 pada tanggal 3 Oktober 2009

1. UULH
UULH diharapkan mampu menampung perkembangan baru di bidang hukum lingkungan dan
memiliki keluwesan yang diperlukan terhadap kebutuhan hukum. Undang-undang tersebut
praktis memuat semua segi pengelolaan lingkunga hidup, sehingga dapat dijadikan dasar bagi
pengaturan lebih lanjut dalam menghadapi peningkatan pencemaran lingkungan di masa
mendatang. Beberapa ketentuan Undangundang Lingkungan Hidup memuat prinsip-prinsip
hukum lingkungan nasional maupun internasional yang mempunyai implikasi terhadap
pembangunan nasional, yaitu : Wawasan Nusantara ,Hak atas lingkungan yang baik dan sehat
, Prinsip pencemar membayar , Prinsip insentif dan disinsentif yang diwujudkan dalam
bentuk pungutan pencemaran , Sistem perizinan dan sanksi administrasi ,Peran serta
masyarakat , Keterpaduan ,Ganti kerugian ,Sanksi Pidana
Kelemahan UULH antara lain adalah bahasa yang kurang formal. Kekurangannya antara lain
A. Konsideran “mengingat”antara lain menyebutkan pasal 33 UUD 1945. Bila diteliti
dalam UUD 1945, ternyata pasal 33 merupakan bagian dari Bab XIV kesejahteraan
social, yang terdiri atas atas pasal 33 dan pasal 34. Pasal 33 adalah pasal yang bertitik
tolak pada penampilan prinsip/asas kehidupan ekonomi bangsa dan Negara RI. Dan
mengatur tentang lingkungan hidup. “Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya” sebagai mana diatur dalam pasal 33 ayat (1) merupakan
unsur lingkungan hidup.
B. Pasal 8 seyogyanya berbunyi: “Pemerintah … upaya pelestarian kemampuan
lingkungan hidup (yang serasi dan seimbbang) untuk menunjang pembangunan yang
berkesinambungan”, karena ungkapan ini sudah merupakan kesatuan pengertian yang
utuh.
C. Pasal 16 seyogyanya berbunyi: “ setiap rencan kegiatan yang diperkirakan mempunyai
dampak penting…” hal ini sesuai dengan penjelasan pasal tersebut, bahwa yang
menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup pada dasarnya adalah semua usaha
dan kegiatan pembangunan.
D. Pasal 20 ayat (1) dan ayat (3) redaksinya tidak konsisten: Ayat (1): barang siapa …
memikul tanggung jawab dengan kewajiban membayar ganti kerugian kepada
penderita …” Ayat (2): barang siapa … memikul tanggung jawab membayar biaya
pemulihan lingkungan hidup kepada Negara.” Istilah tanggung jawab dalam pasal ini
maksudnya adalah tanggung jawab dalam bidang perdata, sedangkan perkataan dengan
kewajiban dalam ayat (1) berlebihan sedangkan dalam ayat (2) tidak dimuat.

2. UUPLH
Dengan disahkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2009 (UUPPLH) sebagai pengganti
Undang-Undang No.23 tahun 1997 besar harapan agar tingkat kesadaran masyarakat terhadap
pentingnya lingkungan hidup semakin meningkat dan penegakan hukum lingkungan di
Negara kita ini semakin menunjukkan taringnya, karena penerapan undang-undang
terdahulunya yaitu Undang-Undang No.23 tahun 1997 memiliki beberapa kelemahan yang
menyebabkan mulai dari semenjak diundangkannya banyak memiliki celah bagi pelaku
perusakan lingkungan untuk berdalih jika digugat melakukan perusakan lingkungan. Adapun
kelemahan-kelemahan tersebut adalah :
I. Dilihat dari pendayagunaan instrument hukum
Pendayagunaan instrument hukum lingkungan dalam pengelolaan lingkungan terutama
yang bersifat preventif seperti BML (Baku Mutu Lingkungan), AMDAL (Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan) dan izin lingkungan, belum diatur dengan baik. Dari
keseluruhan materi muatannya, ternyata UUPLH (UU no.23 th 1997) memberikan
pengaturan yang sangat besar kepada tindak pidana lingkungan, sehingga UUPLH
cenderung dinilai sebagai UU yang mengedepankan aspek represif, bukan pengelolaan
lingkungan yang mengandung konotasi preventif. ( Siti Sundari Rangkuti )
Mengutip dari pendapat Siti Sundari Rangkuti tersebut, maka dapat dikatakan UUPLH
yang mengedepankan aspek preventif membawa konsekuensi kurangnya perhatian
terhadap lingkungan karena adanya ganti rugi, sanksi dan perbaikan atau
pengembalian lingkungan hidup yang telah dirusak, padahal nyatanya, hal tersebut
tidak dapat dilaksanakan dengan mudah karena untuk pemulihan lingkungan hidup
memerlukan waktu yang lama. Ada baiknya jika dalam upaya penegakan hukum
lingkungan terdapat keseimbangan dalam pendayagunaan instrument hukum, maka
tanpa memandang aspek represif sebagai hal yang tidak berguna, akan tetapi memang
sepatutnya dalam upaya pnegakan hukum lingkungan lebih mengedepankan aspek
preventif dan sanksi pidana, perdata, ataupun administratifnya diperberat agar
lingkungan hidup tidak semakin rusak.

II. Pemberlakuan hukum peninggalan kolonial


Masih berlakunya hukum peninggalan colonial seperti HO.STB 1926 No. 226 yang
sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan penerapannya seperti dipaksakan.
Pengetahuan aparat penegak hukum masih sangat kurang memahami aslinya HO
sehingga lebih menerapkan terjemahan, secara yuridis interpretasi terhadap terjemahan
tersebut menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda dan tidak menjamin kepastian
hukum. Menurut Prof.Dr.Philipus M Hadjon, S.H, belajar dari terjemahan adalah
merupakan hukum yang semu atau hukum liar.
Hal yang demikian berdampak pada profesionalitas aparat penegak hukum dalam
menangani permasalahan lingkungan dan menindak pelanggaran terhadap UUPLH.

III. Adanya konflik norma


Dalam pasal 34 s.d pasal 38 UUPLH terdapat ketentuan mengenai strict diability, class
action, dan legal standing yang merupakan sistem hukum Anglo Saxon, sedangkan
ketentuan pasal 39 UUPLH (tata cara pengajuan gugatan dalam masalah lingkungan
hidup oleh orang, masyarakat, dan/atau organisasi lingkungan hidup mengacu pada
Hukum Acara Perdata yang berlaku) menganut system hukum Eropa Continental.
Dapat dikatakan bahwa antara hukum materiil dengan hukum formilnya terjadi konflik
yang mana dalam hukum materiilnya menggunakan system hukum Anglo Saxon dan
dalam penegakannya (hukum formilnya) menganut system hukum Eropa Continental,
bagaimana bisa hukum lingkungan akan terlaksana dengan baik jika sudah demikian
adanya. Hal tersebut juga mengakibatkan hakim dapat saja menolak perkara dengan
alasan adanya perbedaan system hukum.
Bentuk-bentuk hukum untuk menyelamatkan lingkungan hidup belum bisa
dilaksanakan secara efektif dengan alasan karena adanya ketentuan pasal 39 UUPLH
tersebut. Misalnya mengenai ketentuan dalam Hukum Acara Perdata yang mengatur
mengenai pembuktian yakni pasal 1865 KUHperdata menyatakan bahwa siapa yang
mendalilkan dialah yang membuktikan. Aturan tersebut merugikan lingkungan, dalam
hal kasus pencemaran lingkungan oleh perusahaan besar yang merugikan masyarakat
disekitarnya, jadi jika masyarakat menuntut perusahaan tersebut maka masyarakat pula
yang harus membuktikan tindakan pencemaran tersebut. Hal itu sangat merugikan dan
memberatkan masyarakat. Maka dengan ketentuan pasal 35 UUPLH mengenai
tanggung jawab mutlak (stict diability), perusahaan yang kegiatannya menimbulkan
kerugian terhadap lingkungan harus bertanggungjawab atas tindakannya tersebut.
Tetapi seperti dijelaskan diatas, disini terdapat konflik norma dengan pasal 39
UUPLH.

IV. Penerapan UUPLH dalam iklim investasi


Undang-Undang No.23 tahun 1997 ini secara substansi memang begitu multi tafsir
sehingga mempengaruhi upaya penegakan hukum lingkungan. Selain itu secara
struktural UUPLH ini memang kalah dibandingkan dengan kebijakan investasi yang
lebih pro kepada kepentingan pemilik modal besar, sehingga menimbulkan konflik
yang tinggi dalam pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam. (Khalisah
Khalid, Dewan Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) 2008-2012;
Biro Politik dan Ekonomi Sarekat Hijau Indonesia )

V. Proses hukum
Salah satu kelemahan pokok Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 (UUPLH) adalah
dalam hal proses hukum pencemaran dan perusakan lingkungan. UUPLH beserta
turunannya, terlalu prosedural dalam menjerat pelaku pencemaran. Sehingga, secara
hukum, seseorang yang melakukan pencemaran, sangat mudah membuktikan bahwa ia
“tidak terbukti secara hukum melakukan kesalahan”. Prosedur pembuktian
pencemaran lingkungan terlalu kompleks dan rumit.
Para lawyer mengetahui celah kelemahan UUPLH, sehingga dengan piawai mereka
akan bisa membebaskan para tersangka pencemaran lingkungan. Para tersangka
pencemar lingkungan, memilih membayar lawyer yang handal, ketimbang membayar
denda lingkungan dan masuk penjara. Secara hukum hal tersebut sah-sah saja.

3. UUPPLH
Beberapa norma hukum baru yang penting dalam UUPLH adalah tentang perlindungan
hukum atas tiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup, kewenangan Pejabat
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan penciptaan delik-delik materil baru. Dalam hal ini
norma terdapat norma baru antara lain
1. UUPPLH telah secara tegas mengadopsi asas-asas yang terkandung dalam Delarasi
Rio 1992, yaitu asas-asas tanggungjawab negara, keterpaduan, kehati-hatian, keadilan,
pencemar membayar, partisipatif dan kearifan lokal. Pengadopsian ini merupakan
politik hukum yang penting karena dapat memperkuat kepentingan pengelolaan
lingkungan hidup mmanakala berhadapan dengan kepentingan ekonomi jangka
pendek. Hakim dalam mengadili sebuah perkara dapat menggunakan asas-asas itu
untuk memberikan perhatian atas kepentingan pengelolaan lingkungan hidup yang
mungkin tidak diperhatikan oleh pelaku usaha ataupun pejabat pemerintah yang
berwenang.
2. UUPPLH, khususnya dengan Pasal 66 UUPPLH sangat maju dalam memberikan
perlindungan hukum kepada orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup
dari kemungkinan tuntutan pidana dan perdata. Perlindungan hukum ini sangat penting
karena pada masa lalu telah ada kasus-kasus di mana para aktivis lingkungan hidup
yang melaporkan dugaan terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan hidup telah
digugat secara perdata atau dituntut secara pidana atas dasar pencemaran nama baik
perusahaan-perusahaan yang diduga telah menimbulkan pencemaran atau perusakan
lingkungan hidup. Di dalam sistem hukum Amerika Serikat dan Phillipina, jaminan
perlindungan hukum seperti ini disebut dengan Anti SLAPP (strategic legal action
against public participation), yaitu gugatan yang dilakukan oleh perusahaan yang
diduga telah mencemari atau merusak lingkungan hidup kemudian menggugat si
pelapor atau pemberi informasi atau whistle blower dugaan terjadinya masalah-
masalah lingkungan dengan tujuan untuk menimbulkan rasa takut dan kerugian materil
terhadap pelapor atau pemberi informasi maupun terhadap pihak-pihak lain di masa
datang. Gugatan SLAPP dapat mematikan keberanian anggota-anggota masyarakat
untuk bersikap kritis dan menyampaikan laporan atau informasi tentang dugaan atau
telah terjadinya masalahmasalah lingkungan hidup oleh sektor-sektor usaha sehingga
pada akhirnya dapat menggagalkan pengelolaan lingkungan hidup yang melibatkan
peran aktif masyarakat madani (civil socitey). Para hakim di Indonesia penting sekali
untuk memahami kehadiran dan kegunaan Pasal 66 UUPPLH
3. UUPPLH telah menimbulkan perubahan dalam bidang kewenangan penyidikan dalam
perkara-perkara lingkungan. Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP), Dengan diundangkannya UUPPLH telah
menimbulkan perubahan. Perubahan ini terjadi melalui Pasal 94 ayat (6) UUPPLH
yang menyatakan: ”hasil penyidikan yang telah dilakukan oleh penyidik pegawai
negeri sipil disampaikan kepada penuntut umum.” Dengan demikian, Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS) lingkungan hidup dapat dan berwenang untuk
menyerahkan berkas hasil penyidikan secara langsung kepada penuntut umum tanpa
melalui Polri lagi. Pemberian kewenangan ini memang masih harus dibuktikan secara
empiris pada masa depan apakah akan membawa perkembangan positif bagi upaya
penegakan hukum lingkungan pidana atau tidak membawa perubahan apapun.
UUPPLH memberikan kewenangan PPNS dalam penyidikan untuk:
A. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan
tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
B. melakukan pemeriksaan terhadap setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana
di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
C. meminta keterangan dan bahan bukti dari setiap orang berkenaan dengan peristiwa
tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
D. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan
tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
E. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti,
pembukuan, catatan dan dokumen lain;
F. melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat
dijadikan bukti dalam perkaratindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup;
G. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
H. menghentikan penyidikan;
I. memasuki tempat tertentu, memotret, dan/atau membuat rekaman audio visual;
J. melakukan penggeledahan terhadap badan, pakaian, ruangan dan/atau tempat lain yang
diduga merupakan tempat dilakukannya tindak pidana
K. menangkap dan menahan pelaku tindak pidana.

RESUME JURNAL : SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM


LINGKUNGAN DI INDONESIA
Awal pembinaan lingkungan hidup dari segi yuridis di Indonesia secara konkrit tertuang
dalam Keputusanm Menteri Negara Pengawasan Pembangunan Dan Lingkungan Hidup
No.KEP-006//MNPPLH/3/1979 tentang pembentukan kelompok kerja dalam Bidang
Pembinaan Hukum dan Aparatur dalam Pengelolaan Sumber Alam dan Lingkungan Hidup
(Pokja Hukum).Pokja hukum ini bertugas menyusun rancangan peraturan perundang-
undangan yang mengatur ketentuan-ketentuan pokok tentang Tata pengelolaan sumber alam
dan lingkungan hidup.Hasil karya pokja tersebut merupakan konsep rintisan dari Rancangan
Undang-undang Pengelolaan lingkungan hidup.
Seterusnya pada tanggal 27 Februari 1982 Menteri Negara PPLH melaporkan segala sesuatu
yang berkenaan dengan proses penyelesaian Undang-Undang Lingkungan Hidup tersebut
kepada Presiden. Akhirnya, pada tanggal 11 Maret 1982 Uundangundang No. 4 Tahun 1982
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH) disahkan oleh
presiden dan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 No. 12,
TLN RI No. 3215. Kemudian, pada tanggal 19 September 1997, UULH disempurnakan
dengan diundangkannya Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup yang disingkat UUPLH. UUPLH diundangkan dalam LNRI Tahun 1997 No. 68 dan
TLNRI No. 3699.
Peraturan perudang-undangan lingkungan yang dipersiapkan penyusunannya guna menunjang
UULH-UUPLH sebagai wadah untuk menuangkan kebijakan lingkungan diharapkan
merupakan salah satu jalan keluar bagi masalah lingkungan.Untuk tujuan tersebut hukum
sebagai sarana pembangunan dan rekayasa sosial merupakan tumpuan harapan bagi
terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan. Periode kabinet persatuan nasional yang
merupakan era penataan hukum yang menyeluruh dan terpadu dalam pembangunan nasional
sebagaimana digariskan dalam GBHN tahun 1999-2004, diwarnai dengan kegiatan dibidang
peraturan perundang-undangan sebagai sarana kebijakan lingkungan yang mempunyai arti
penting tetapi juga memiliki kelemahan
UULH diharapkan mampu menampung perkembangan baru di bidang hukum lingkungan dan
memiliki keluwesan yang diperlukan terhadap kebutuhan hukum.Undang-undang tersebut
praktis memuat semua segi pengelolaan lingkunga hidup, sehingga dapat dijadikan dasar bagi
pengaturan lebih lanjut dalam menghadapi peningkatan pencemaran lingkungan di masa
mendatang.

TANGGAPAN
UULH merupakan sumber pelopor diundangkannya pelstarian lingkungan di Indonesia yang
telah disusun secara rapi dan sistematis dari generasi ke generasi oleh para pakar. UULH
diharapkan juga mampu menjaga kebutuhan hukum lingkungan hidup. Oleh karena itu UULH
dij dijadikan dasar bagi pengaturan lebih lanjut dalam menghadapi peningkatan masalah
lingkungan di masa mendatang.
SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM LINGKUNGAN DI INDONESIA

Rispalman
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry. Banda Aceh

Abstract
World War has produced many negative effects. Environmental pollution is one of the
negative effects of world war. Pollution in the world is increasingly alarming. On this basis,
the United Nations conducted an environmental conference in June 1972 in Stockholm,
Sweden. The Stockholm Conference is considered the highest peak of environmental
awareness at the international level. The Stockholm Conference produced an environmental
legal concept called suitanable development. The results of the Stockholm conference
underwent follow-up and obliged the conference participant countries to ratify it. Indonesia
fulfilled this obligation by establishing Law No. 4 of 1982 concerning the basic provisions of
environmental management. The law has several important instruments in environmental
protection, namely an analysis of environmental impacts and environmental quality
standards. In 1997 the law was revised and underwent several additions to environmental
protection instruments. The final revision of environmental law is Law No. 32 of 2009
concerning environmental protection and management. The latest law has more complex
environmental protection instruments
Keyword: History, Development, Environmental Law

Abstrak
Perang dunia telah menghasilkan banyak efek negatif. Pencemaran lingkungan adalah salah
satu efek negatif dari perang dunia. Pencemaran di dunia semakin lama semakin
memprihatinkan. Atas dasar itu PBB melakasanakan konferensi lingkungan pada bulan Juni
1972 di Stockholm, Swedia. Konferensi Stockholm dianggap sebagai titip puncak kesadaran
lingkungan di tingkat internasional. Konferensi Stockholm menghasilkan suatu konsep hukum
lingkungan yang disebut suitanable development(Pembangunan yang berkelanjutan). Hasil
konferensi Stockholm ini mengalami tindak lanjut dan mewajibkan negara peserta koferensi
meratifikasinya. Indonesia memenuhi kewajiban tersebut dengan membentuk Undang-undang
No. 4 Tahun 1982 Tentang ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup. Undang-undang
tersebut memiliki beberapa instrumen penting dalam perlindngan lingkungan hidup, yaitu
Analisa mengenai dampak lingkungan dan baku mutu lingkungan. Pada tahun 1997 undang-
undang tersebut direvisi dan mengalami beberapa penambahan instrumen perlindungan
lingkungan. Revisi terakhir dari undang-undang lingkungan adalah Undang-undang No. 32
tahun 2009 Tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Undang-undang
terakhir memiliki instrumen perlindungan lingkungan yang lebih komplek
Keyword: Sejarah, Perkembangan, Hukum Lingkungan

Pendahuluan
A. Sejarah pengelolaan lingkungan hidup dalam perkembangan global
Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia untuk
memberikan perhatian lebih besar kepada lingkungan hidup, mengingat lingkungan hidup
menjadi masalah yang perlu ditanggulangi bersama demi kelangsungan hidup
sedunia.Perhatian terhadap masalah lingkunnga ini dimulai dikalangan ekonomi dan social
PBB pada waktu diadakan peninjauan terhadap hasilhasil gerakan “Dasawarsa Pembangunan
Dunia ke-1 (1960-1970)” guna merumuskan strategi “(Dasawarsa Pembangunan Dunia ke-2
(1970-1980)”.1
Konferensi PBB tentang lingkungan hidup telah dilaksanakan di Stockholm.Bagaimana awal
mulanya sehingga lingkungan menjadin kata yang menggemparkan dunia. Ungkapaan seperti
pollution, recycling, ecological, balance dan sebagainya telah dikenal sebelum konferensi
Stockholm, bahkan telah tertuang dalam peraturan perundang-undangan di Negara maju
seperti USA: National Environmental policy Act 1969 (NEPA), Belanda: Wet Verontreiniging
Oppervlaktewateren 1969 (WVO) dan Wet Inzake de Luchtverontreiniging 1970 (WLV), serta
jepang: Basic Law for Environmental Protection 1967 (diubah tahun 1970, 1971 dan 1993).
Betapa pun juga konferensi Stockholm lah yang menjadi puncak perhatian dan kesadaran
manusia terhadap lingkungan, terutama permasalahan kesenjangan antara Negara maju dan
Negara berkembang.2
Pembicaraan tentang masalah lingkungan hidup ini diajukan oleh wakil dari swedia pada
tanggal 28 Mei 1968, disertai saran untuk dijajaki kemungkinan guna menyelenggarakan

1 Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University press,


Yogyakarta, 2002, hlm. 6
2 Varindra Tarzie, The Polutan of Property, Newsweek, 1977, hlm. 27 dikutip dari Siti Sundari
Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional.Airlangga University Press,
Surabaya, 2000, hlm 28
suatu konferensi internasional mengenai lingkungan hidup.3Dalam laporan sekretaris jenderal
PBB dinyatakan betapa mutlak perlunya dikembangkan
“sikap dan tanggapan baru terhadap linkungan hidup”.4Laporan sektretaris jendral
PBB tersebut diajukan kepada siding umum tahun 1969.Siding umum PBB menerima
baik tawaran pemerintah swedia untuk menyelenggarakan konferensi PBB tentang
Lingkungan Hidup Manusia di Stockholm pada bulan Juni 1972.5
Bertetapan dengan diumumkannya “Strategi Pembangunan Nasional” bagi “dasawarsa
pembangunan dunia ke-2” (the second UN-Development Decade), yang dimulai pada tanggal
1 Juni 1970, sidang umum PBB yang menyerukan untuk meningkatkan usaha dan tindakan
nasional serta internasional guna menanggulangi proses kemerosotan lingkungan hidup agar
dapat diselamatkan keseimbangan dan keserasian ekologis, demi kelangsungan hidup
manusia. Secara khusus revolusi siding umum PBB No. 2657 tahun 1970 menegaskan kepada
Panitia persiapan untuk mencurahkan perhatian kepada usaha guna menanggulangi dan
mengembangan kepentingan-kepentingan Negara-negara yang sedang berkembangdengan
menyesuaikan dan memperpadukan secara serasi kebijakan nasional di bidang lingkungan
hidup dengan rencana pembangunan nasional.6
Hasil karya persiapan tersebut diatas beserta penyempurnaan dan perubahannya telah
disahkan dengan revolusi siding umum PBB No. 2849 pada tanggal 20 Desember
1971.Konverensi PBB tentang lingkungan hidup di selenggarakan di Stockholm pada tanggal
5-16 Juni 1972, yang diikuti oleh 113 negara dan beberapa puluh peninjau. Soviet Uni dan
Negara-negara eropa timur telah memboikot konferensi ini sebagai protes terhadap ketentuan-
ketentuan yang menyebabkan beberapa Negara tidak diundang dengan kedudukan yang sama
dengan peserta lain.
Indonesia adalah Negara yang turut berperan serta dalam konferensi
Stockholm 1972 dengan menganjukan pikiran berupa Indonesia’s country report, suatu
dokumen resmi yang semula di sampaikan oleh forum ECAFE Seminar on development and
environtment di Bangkok, tanggal 17-23 Agustus 1971. Dari bahan penyajian untuk
konferensi Stokckholm itu nyata betapa masih dininya pengertian dan upaya Indonesia
terhadap lingkungan, termasuk yuridisnya.Pada tanggal 15-18 Mei

3 Loc Cit
4 Ibid hlm. 6

5 Ibid hlm 7
6 Ibid Hlm7
1972 atas pemrakarsa “lembaga ekologi” Unpad diadakan di Bandung Seminar Pengelolaan
Lingkungan Hidup Manusia Dan Pembangunan Nasional.7Pembahasan aspek hukum telah
dikemukankan oleh Mochtar Kusumaatmadja yaitu pengaturan hukum masalah lingkungan
hidup manusia: beberapa pikiran dan saran. Mengingat bahwa sajian mengenai pembinaan
hukum lingkungan tersebut pertama kalinya di Indonesia, maka Munadjat Danusaputro
berkata bahwa atas dasar kenyataan tersebut, maka tidak ragu untuk menyatakan pelekan batu
pertama pemerhatian dan penanganan hukum lingkungan bagi Indonesia adalah Mochtar
Kusumaatmadja.8 Setelah berlangsungnya konferensi Stockholm, kegiatan pengelolaan
lingkungan hidup dilakukan secara langsung oleh pemerintah berdasarkan keputusan presiden
RI No. 60 tahun 1972 tanggal 17 Oktober 1972 tentang pembentukan panitia perumus dan
rencana kerja bagi pemerintah di bidang pengembangan lingkungan hidup. Tugas panitia antar
departemen ini adalah menyusun, membuat inventarisasi dan rencana kegiatan bagi
pemerintah di bidang pengembangan lingkungan hidup.9
Sehubungan terjadinya kecelakaan kapal tanker raksasa Showa Maru berbendera jepang yang
kandas pada tanggal 6 Januari 1975 di dekat pelabuhan singapura, maka diperlukan
pengaturan untuk “perlindungan lingkungan laut nusantara” secara fundamental. Dalam
menghadapi penyelesaian dan tuntutan ganti rugi akibat pencemaran lingkungan laut terasa
sulit karena :
a. Indonesia belum memiliki undang-undang pencegahan dan pencemaran
lingkungan laut
b. Konvensi-konvensi internasional mengenai hal ini belum diartifikasi.10
Pada tanggal 31 Maret 1975 menteri kehakiman membentuk tim teknis penyusun RUU
pencegahan dan penanggulangan pencemaran laut, yang merupakan awal Indonesia
membenahi hukum lingkungan secara konsepsional.11Sebagai upaya memperdalam dan
memperluas penalaahan peraturan hukum masalah lingkungan hidup manusia, diadakan
seminar segi-segi hukum dari pengelolaan lungkungan hidup yang diadakan oleh badan

7 Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional. Airlangga
University Press, Surabaya, 2000, hlm. 60

8 Mochtar Kusumaatmadja, Pengaturan Hukum Masalah Lingkungan Hidup Manusia:


Beberapa Pemikiran Dan Saran, Lembaga Penelitian Hukum Dan Kriminologi, Universitas Padjadjaran,
Bandung, 1977.

Hlm 62

9 Op Cit, Siti Sundari Rangkuti,hlm. 60

10 Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan, Binacipta, bandung, 1981, hlm 39 dikutip dari
Siti Sundari Rangkuti, 2000. hlm 205

11 Ibid hlm. 14
pembinaan hukum nasional dan fakultas hukum universitas padjadjaran, pada tanggal 25-27
Maret 1976 di Lembang.12
B. Sejarah Pengelolaan Lingkungan Hidup Di Indonesia a. Sejarah pembentukan UULH
Awalnya pembinaan lingkungan hidup dari segi yuridis di Indonesia secara konkrit tertuang
dalam Keputusanm Menteri Negara Pengawasan Pembangunan Dan Lingkungan Hidup
No.KEP-006//MNPPLH/3/1979 tentang pembentukan kelompok kerja dalam Bidang
Pembinaan Hukum dan Aparatur dalam Pengelolaan Sumber Alam dan Lingkungan Hidup
(Pokja Hukum).Pokja hukum ini bertugas menyusun rancangan peraturan perundang-
undangan yang mengatur ketentuan-ketentuan pokok tentang Tata pengelolaan sumber alam
dan lingkungan hidup.Hasil karya pokja tersebut merupakan konsep rintisan dari Rancangan
Undang-undang Pengelolaan lingkungan hidup. Setelah mengalami pembahasan dan saran
berbagai pihak bulan Maret 1981 RUU tersebut disempurnakan oleh suatu tim kerja Kantor
Menteri Negara PPLH.
Perbaikan konsep RUU hasil tim kerja tersebut kemudian diajukan ke forum antar departemen
tanggal 16 s.d. 18 Maret 1981 untuk dibahas dan memperoleh persetujuan dari menteri yang
bersangkutan. Akhirnya RUU tentang Ketentuanketentuan Pokok pengelolaan lingkungan
hidup berhasil diajuka kepada siding DPR bulan Januari 1982 sebelum masa reses
menghadapi pemilihan umum, yaitu dengan Surat Presiden No. R.01/PU/I/1982 tanggal 12
Januari 1982 untuk mendapatkan persetujuan pada tahun 1982.13
Pada tanggal 2 Februari 1982 diadakan pandangan umum para anggota DPR dari semua fraksi
dan juga dihadiri Meneri Negara PPLH.Tehadap pemandangan umum tersebut diberikan
jawaban pemerintah pada tanggal 15 Februari 1982 oleh menteri Negara PPLH.Pembahasan
tingkat III diadakan pada tanggal 17 Februari 1982 oleh panitia khusus DPR (Pansus
DPR).Tanggal 17-20 Februari 1982 semua peserta pansus dikonsinyasi untuk membahas
secara intensif RUUPPLH.Dengan sistem kerja nonstop tersebut dalam waktu relative singkat
hasil maksimal dapat dicapai.Untuk pertama kali dalam pembahasan RUU telah diikutsertakan
ahli bahasa Indonesia.14
Pada tanggal 25 Februari 1982 RUULH yang telh dirumuskan kembali oleh PANSUS DPR
diajukan ke siding pleno DPR, yang dengan aklamasi menetapkan Undang-undang tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan lingkungan hidup.
Seterusnya pada tanggal 27 Februari 1982 Menteri Negara PPLH melaporkan segala sesuatu
yang berkenaan dengan proses penyelesaian Undang-Undang Lingkungan Hidup tersebut
kepada Presiden. Akhirnya, pada tanggal 11 Maret 1982 Uundangundang No. 4 Tahun 1982

12 Op Cit, Siti Sundari Rangkuti,hlm.62

13 Op cit, Siti SUndari Rangkuti.hlm 182

14 Ibid, hlm 182


tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH) disahkan oleh
presiden dan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 No. 12,
TLN RI No. 3215. Kemudian, pada tanggal 19 September 1997, UULH disempurnakan
dengan diundangkannya Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup yang disingkat UUPLH. UUPLH diundangkan dalam LNRI Tahun 1997 No. 68 dan
TLNRI No. 3699.15
Proses akhir dari RUULH bertepatan dengan peristiwa penting di bidang hukum lingkungan,
yaitu diadakan pertemuan ad hoc meeting of senior government officials expert in
enivironmental law tanggal 28 Oktober 1981 di Montevideo. Dalam pertemuan ini para ahli
hukum lingkungan tersebut berpendapat bahwa: “…environmental law is an essential
instrument for proper environmental management and the improvement of the quality of
life.”16 Program pengembangan dan peninjauan secara berkala hukum lingkungan hendaklah
action oriented dan diarahkan kepada penyerasian pertimbangan pembangunan dan
lingkungan menerima integrated and coordinated approach in all aspect of environmental
legislation and its application.17kesepakatan bersamayang dicapai dalam pertemuan
mentevideo sangat mendorong iklim bagi proses penyelesaian keberhasilan pengundangan
UULH.

b. Pembangunan Hukum Lingkungan Nasional


Hukum tata ruang sangat berkaitan dengan hukum lingkungan dan merupakan hukum yang di
dalamnya terdapat pula bidang-bidang hukum lain berhubungan secara fisik seperti, hukum
agrarian, hukum bangunan, dan beberapa bagian khusus dari hukum pemerintah.18 Hubungan
antara hukum lingkungan dan kebijakan lingkungan dalam proses pembangunan hukum
lingkungan sangatlah erat. Pengelolaan lingkungan hidup Indonesia teelah mempunyai dasar
hukum yang kuat dan bersifat menyeluruh serta dilandasi oleh prinsip-prinsip hukum
lingkungan, sebagaimana dituangkan dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan lingkungan hidup dan dewasa ini UUPLH. 19
Melalui studi formal dan non-formal, beberapa pakar hukum Indonesia berminat telah
berkecimpung di bidang hukum lingkungan.Dengan latar belakang yang berbeda di bidang
ilmu hukum pada umumnya dan hukum lingkungan pada khususnya, para pakar hukum
Indonesia berusaha berperanserta dalam memecahkan masalah lingkungan dengan
pengembangan pemikiran mengenai segi-segi hukum pengelolaan lingkungan hidup di

15 Ibid, hlm 182


16 Op Cit, Koesnadi Hardjasoemantri, hlm. 62
17 Ibid hlm. 63
18 Drupsteen, Nederlands Milieurecht In Kort Bestek, 2e druk, WEJ Tjeeen Willink, Zwolle, hlm.
6 dikutip dari Siti Sundari Rangkuti, 2000.

19 Opcit, Siti Sundari Rangkuti. hlm 9


Indonesia.20Hasan purbo menyatakan lebih lanjut bahwa sebagian kajian lingkungan social
dan lingkungan fisik merupakan tata ruang.21
Hukum lingkungan sudah dikenal secara luas di Indonesia.Mempelajari hukum lingkungan
berarti mencakup penguasaan materi tentang hukum administrasi, perdata, pidana, pajak,
internasional dan tata ruang, di samping pemahaman multidisipliner mengenai hukum
lingkungan lainnya. Sejak tanggal 11 maret 1982 telah berlaku Undang-undang lingkungan
hidup (UULH) dan kemudian disempurnakan oleh UUPLH yang berlaku pada tanggal 19
September 1997. Dalam undang-undang tersebut terdapat benyak sekali prinsip dan
pengertian hukum lingkungan yang masih memerlukan penggkajian yang lebih
mendalam.Upaya ini penting terutama sehubungan dengan penyusunan peraturan perundang-
undangan lingkungan sebagai tindak lanjut berlakunya UULH sejak dasawarsa lingkungan
hidup ke-2 (1982-1992) sejalan dengan gerakan nasional.22
Pengkajian memiliki arti penting bagi pembangunan hukum lingkungan sebagai
pengembangan teoritik ilmu hukum tata Negara dan hukum administrasi yang secara disiplin
ilmiah tidak dapat dipisahkan. Dari analisis terhadap konsep-konsep dalam dua bidang
keilmuan tersebut berkaitan dengan lingkungan hidup akan diperoleh pemahaman yang
mendalam terhadap pemecahan masalah lingkungan dari segi yuridis. Sesuai dengan sifat
interdisipliner hukum lingkungan, diungkapkan pula kerangka dasar pemikiran yang
merupakan sumbangan bagi pengembangan hukum perdata dan pidana mengenai pengelolaan
lingkungan hidup di Indonesia.22 Ternyata juga diperlukan pengaturan tentang hak ulayat,
dengan dibentuknya pengaturan sebagi berikut maka diharapkan akan tercapai kepastian
hukum bagi mereka yang berkepentingan.23
Peraturan perudang-undangan lingkungan yang dipersiapkan penyusunannya guna
menunjang UULH-UUPLH sebagai wadah untuk menuangkan kebijakan lingkungan
diharapkan merupakan salah satu jalan keluar bagi masalah lingkungan.Untuk tujuan tersebut
hukum sebagai sarana pembangunan dan rekayasa sosial merupakan tumpuan harapan bagi
terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan. Periode kabinet persatuan nasional yang
merupakan era penataan hukum yang menyeluruh dan terpadu dalam pembangunan nasional
sebagaimana digariskan dalam GBHN tahun 1999-2004, diwarnai dengan kegiatan dibidang

20 Ibid
21 Hasan Pubo, Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, PSLH-ITB, Bandung, 1982 22Op cit,
Siti SUndari Rangkuti.hlm 10

22 Ibid hlm 11
23 Maria Sumardjono, Hak Ulayat dan Pengakuan Oleh UUPA, dikutip dari Koesnadi
Hardjasoemantri, 2002.
peraturan perundang-undangan sebagai sarana kebijakan lingkungan yang mempunyai arti
penting tetapi juga memiliki kelemahan.24
Sejalan dengan kebijakan nasional di bidang hukum tersebut, maka pengkajian hukum
lingkungan memberikan sumbangan yang berharga bagi pembinaan hukum lingkungan
nasional.Untuk menunjang hal ini, Kep. Pres No. 17 tahun 1994 menyatakan akan
meningkatkan penelitian dan pengembangan hukum, penulisan karya ilmiah dibidang hukum,
serta penyelenggaraan pertemuan ilmiah hukum yang menyajikan hasil pengkajian serta
penelitian hukum.25
Berbagai upaya penelitian dan sarana administrasi, perangkat pelaksanaan kebijaksanaan
lingkungan, baik pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat, dipusat dan di daerah
ditingkatkan terus efektivitas dan efisiensinya.Kerjasama dan keterpaduan antara segenap
pihak yang berkepentingan, terurama aparatur pemerintahan sebagai pengelolalingkungan
makin memperlancar pencapaian tujuan akhir kebijaksanaan pengelolaan lingkungan yang
ditetapkan dalam pasal 4 UULH- pasal 3-4 UUPLH.Hal ini berarti pula bahwa hukum telah
berperan serta secara nyata dalam mempertahankan jujukan kebangsaan nasional yaitu
Indonesia sebagai zamrud khatulistiwa dalam pelaksanaan pembangunan yang
berkelanjutan.Peraturan perundang-undangan lingkungan sebagai pelaksanaan dan pendukung
UULHUUPLH yang perlu segera dibentuk jelas merupakan bagian darin program pembinaan
hukum nasional.Untuk keperluan tersebut, hasil kajian dapat dimanfaatkan bagi pembangunan
hukum lingkungan yang belum ada diseluruh Indonesia sebagai bagian dari pembangunan
hukum nasional guna memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap kepastian hukum agar dapat
terangkum dalam satu sistem hukum nasional Indonesia.26 Menghindari sengketa lingkungan
dan perdagangan akan merupakan komponen esensial dari kerangka hukum pembangunan
berkelanjutan yang memerlukan keahlian hukum yang khusus.27
c. Kebijakan lingkungan dalam UULH
UULH diharapkan mampu menampung perkembangan baru di bidang hukum lingkungan dan
memiliki keluwesan yang diperlukan terhadap kebutuhan hukum.Undang-undang tersebut
praktis memuat semua segi pengelolaan lingkunga hidup, sehingga dapat dijadikan dasar bagi

24 Op cit, Siti SUndari Rangkuti.hlm. 12

25 Ibid, hlm. 14

26 Ibid, hlm 15
27 Mas Achmad Santosa, Kasus-Kasus Lingkungan Yang Terjadi Di Indonesia, makalah pada
seminar penerapan atas tanggung jawab mutlak di bidang lingkungan hidup, Jakarta, 16 juni 1994,
kantor menteri
Negara lingkungan hidup, hlm. 24 dikutip dari Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan,
2002
pengaturan lebih lanjut dalam menghadapi peningkatan pencemaran lingkungan di masa
mendatang.
Beberapa ketentuan Undang-undang Lingkungan Hidup memuat prinsipprinsip hukum
lingkungan nasional maupun internasional yang mempunyai implikasi terhadap pembangunan
nasional, yaitu :
a. Wawasan Nusantara
b. Hak atas lingkungan yang baik dan sehat
c. Prinsip pencemar membayar
d. Prinsip insentif dan disinsentif yang diwujudkan dalam bentuk
pungutan pencemaran
e. Sistem perizinan dan sanksi administrasi
f. Pern serta masyarakat
g. Keterpaduan
h. Ganti kerugian
i. Sanksi pidana28
Prinsip-prinsip hukum lingkungan tersebut diatas dituangkan sebagai kebijaksanaan
lingkungan dalam UULH dan memerlukan pengkajianyang dalam untuk dapat dijabarkan
lebih lanjut dalm peraturan perundang-undangan lingkungan sebagai pelaksanaan
UULH.Materi mengenai bidang lingkungan sangat luas, mencangkup segi-segi dari angkasa
sampai perut bumi dan dasar laut, dan meliputi sumber daya manusia, dan lain
sebaginya.Bidng yang demikian luas tidak mungkin diatur secara lengkap dalam satu undang-
undang tettapi memerlukan seperangkat peraturan perundang-undangan dengan arah dan cirri
yang serupa.29
Betapa sulitnya menyusun RUU yang mempunyai bobot pengaturan demikian luasnya, mulai
dari penuang pokok pikiran, sistematika materi sampai fase berlakunya secara formal,
tercermin dari proses pembentukan UULH. Apabila dibandingkan dengan pembentukan
undang-undang di masa lalu, terasa penting peran serta ahli bahasa dan pusat pembinaan dan
pengembangan bahasa, departemen pendidikan dan kebudayaan (departemen pendidikan
nasional) untuk membantu penyempurnaan RUULH dari sudut bahasa Indonesia.Namun,
sayangnya upaya ini tidak ditiru oleh para konseptor UUPLH sewaktu mempersiapkan
RUUPLH.

28 Koesnadi hardjasoemantri, peraturan-perundang-undangan pengelolaan lingkungan hidup


dan andal, kantor menteri Negara KLH, 1985
29 Ibid, hal. 9
Ketidak mampuan demikian, ternyata masih terdapat beberapa hal yang kurang menunjukan
kecermatan dalam perancangan dan penyusunan konsep akhir RUULH tersebut, seperti
misalnya30 :
a. Konsideran “mengingat”antara lain menyebutkan pasal 33 UUD 1945.
Bila diteliti dalam UUD 1945, ternyata pasal 33 merupakan bagian dari
Bab XIV kesejahteraan social, yang terdiri atas atas pasal 33 dan pasal 34.
Pasal 33 adalah pasal yang bertitik tolak pada penampilan prinsip/asas
kehidupan ekonomi bangsa dan Negara RI. Dan mengatur tentang
lingkungan hidup. “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya” sebagai mana diatur dalam pasal 33 ayat (1) merupakan unsur
lingkungan hidup.
b. Pasal 8 seyogyanya berbunyi: “Pemerintah … upaya pelestarian
kemampuan lingkungan hidup (yang serasi dan seimbbang) untuk
menunjang pembangunan yang berkesinambungan”, karena ungkapan ini
sudah merupakan kesatuan pengertian yang utuh.
c. Pasal 16 seyogyanya berbunyi: “ setiap rencan kegiatan yang
diperkirakan mempunyai dampak penting…” hal ini sesuai dengan
penjelasan pasal tersebut, bahwa yang menimbulkan dampak terhadap
lingkungan hidup pada dasarnya adalah semua usaha dan kegiatan
pembangunan.
d. Pasal 20 ayat (1) dan ayat (3) redaksinya tidak konsisten:
Ayat (1): barang siapa … memikul tanggung jawab dengan kewajiban membayar ganti
kerugian kepada penderita …”
Ayat (2): barang siapa … memikul tanggung jawab membayar biaya
pemulihan lingkungan hidup kepada Negara.”
Istilah tanggung jawab dalam pasal ini maksudnya adalah tanggung jawab dalam bidang
perdata, sedangkan perkataan dengan kewajiban dalam ayat (1) berlebihan sedangkan dalam
ayat (2) tidak dimuat.

30 Op Cit, Koesnadi Hardjasoemantri, hlm.261


Daftar Pustakaan

Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University press,


Yogyakarta, 2002.
Varindra Tarzie, The Polutan of Property, Newsweek, 1977
Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional.
Airlangga University Press, Surabaya, 2000.
Mochtar Kusumaatmadja, Pengaturan Hukum Masalah Lingkungan Hidup Manusia:
Beberapa Pemikiran Dan Saran, Lembaga Penelitian Hukum Dan Kriminologi, Universitas
Padjadjaran, Bandung, 1977.
Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan, Binacipta, bandung, 1981
Drupsteen, Nederlands Milieurecht In Kort Bestek, 2e druk, WEJ Tjeeen Willink, Zwolle
Hasan Pubo, Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, PSLH-ITB, Bandung, 1982.
Koesnadi hardjasoemantri, peraturan-perundang-undangan pengelolaan lingkungan hidup
dan andal, kantor menteri Negara,KLH, 1985

Anda mungkin juga menyukai