Anda di halaman 1dari 2

DISINTEGRASI SEBUAH ANCAMAN BAGI HARMONISASI

KEHIDUPAN BERMASYARAKAT
Resume dari jurnal “Analisa” Volume 20 No 01 Juni 2013
Tentang : Dinamika Kerukunan Intern Umat islam dalam relasi etnisitas dan agama di kalteng

Di penghujung bulan Februari 2001 terjadi konflik etnis antara suku dayak dan madura
di Kalimantan Tengah yang berujung kepada tindak pembunuhan dan perusakan fasilitas
umum, fasliltas pribadi sehingga memakan korban 400 orang madura terbunuh dan 80.000
ribu orang sisanya di paksa keluar dari bumi kalimantan untuk kembali ke daerah asalnya.
Masayarakat/penduduk di kalteng keadaan masyarakatnya heterogen hal ini di dasarkan
hasil sensus tahun 2010.
1. Islam 71, 39%
2. Kristen 16%
3. Katholik 3,55%
4. Hindu 8,52 %
5. Budha 0,17 %
6. Kong Hu Cu 0,01% ( Kanwil Kemenag Kalteng 2010)
Agama asli orang dayak namanya Kaharingan, keadaanya tidak berkembang. Adapun
suku dayak terdiri dari : Dayak Ngaju 18,02% , Dayak Sampit 9,75% , Dayak Bakumpiy
7,5%, dayak Katingan 3, 34% , Dayak Ma’aayan 2,35% , dari jumlah suku dayak ada juga
suku Banjar 20,24% suku Jawa 18,06% suku Madura 3,46% serta suku Sunda 1, 30%
sisanya : ada suku Bugis, Minangkabau, suku Banten.
Heteroginitas agama dan keberagaman suku di Kalimantan Tengah menjadikan banyak
pilihan bagi masyarakat untuk memilih agama dan kepercayaanya. Hal ini dapat di pastikan
keberadaan pendatang sebagai faktor di balik berlangsungnya proses marginalisasi penduduk
asli dayak akibat ketidakmampuan mereka hidup bersaing dengan penduduk pendatang.
Data dan setting sosiologis-religius masyarakat Kalimantan Tengah diatas, saya ingin
menegaskan heterogenitas masyarakat berdasarkan agama dan keberagaman menjadi
pertanyaan besar .. apakah konflik antar etnis didasarkan atas nama agama atau ada faktor
dominan, penyulut terjadinya konflik? Setelah didalami dari jurnal Analisa ternayata ada
faktor-faktor yang melatarbelakangi diantaranya :
1. Warga Madura merasa mendominasi ekonomi
2. Adanya sikap suku madura yang suka memaksakan kehendak dan mau menang
sendiri yang semakin menguat.
3. Tidak adanya ketegasan dari aparat penegak keamanan yang melibatkan orang/
suku madura.
4. Adanya perbedaan kebudayaan antara asli dengan pendatang.
5. Ketimpangan ekonomi terutama komersialisasi hutan. Dimana hutan merupakan
sumber etnik dayak ditambah lagi salasatu pembalakan hutan pihak swasta.
6. Standarisasi kehidupan sosial budaya dan hukum dimana Dewan Hukum Adat
(DAD) Dayak memiliki falsafah Huma Batang dan Belum Bahadat.
Dari latar belakang diatas semakin mendapat jawaban, bukan di dasarkan pada faktor
penyulut konflik bukan di dasarkan pada faktor agama tetapi terusiknya kepentingan
kehidupan ekonomi dan budaya dayak dalam keseharian yang merasa semakin di
marginal/pinggirkan.
Untuk merajut kembali harmonisasi kehidupan ekonomi dan budaya yang rukun antara
etnis di Kalimantan Tengah, ada upaya-upaya pendekatan :
1. Daya tawar budaya anatara dominasi dan akulturasi.
2. Simbiosisme kepentingan ekonomi .
3. Peran tokoh agama, Masyarakat dan pemerintah untuk memelihara toleransi.
Melalui langkah-langkah dan strategi untuk dapat terhindar dari konflik dari jurnal
etnisitas dan agama di kalteng menuju kehidupan yang harmoni tersebut melakukan
strategi sebagai berikut

1. Adaptasi kultural : falsafah suku dayak Huma Betang : (perilaku hidup, kejujuran,
kesetaraan, kebersamaan, toleransi dan taat pada hukum & negara , agama)
Serta berpegang teguh pada ungkapan Bumi Di Pijak Langit Di Jungjung dengan
di dasarkan pada etika hubungan sosial yang memegang teguh prinsip :
belompeyang hinje simpei’ bahwa orang hidup penuh kerukunan dan menjaga
persatuan dan kesatuan untuk kesejahteraan bersama.
2. Strategi Struktural : pada langkah ini melakukan relasi damai melalui jalur
struktural politik uniformitas yang di berlakukan oleh pemerintah di kalteng.

Anda mungkin juga menyukai