Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Interaksi obat merupakan masalah penting yang mengakibatkan ribuan orang
harus di rawat di rumah sakit. Penelitian selama satu tahun baru-baru ini disejumlah
apotek menunjukkan bahwa hampir satu dari 4 pasien yang mendapatkan resep
pernah mengalami interaksi obat, Interaksi demikian telah menimbulkan gangguan
yang serius sehingga kadang-kadang menyebabkan kematian. Yang lebih sering
terjadi adalah interaksi yang meningkatkan toksisitas atau turunya efek terapi
pengobatan sehingga pasien tidak merasa sehat kembali atau tidak cepat sembuh
sebagaimana seharusnya.
Secara singkat dikatakan interaksi obat terjadi jika suatu obat mengubah efek
obat yang lainnya. Kerja obat yang diubah dapat menjadi lebih atau kurang efektif.
Untuk mendapatkan efek obat harus berinteraksi dengan reseptor tetapi adakalanya
obat berinteraksi dengan faktor lain yang dapat meningkatkan atau mengurangi efek
dari obat tersebut, antara lain: faktor lingkungan, kondisi fisiologi tubuh, metabolisme
tubuh, farmakodinamik, farmakokinetik, makanan dan minuman.
Meningkatnya kejadian interaksi obat bisa disebabkan makin banyaknya obat
yang digunakan ataupun makin seringnya Penggunaan obat (polipharmacy atau
multiple drug therapy). Farmasis yang mempunyai pengetahuan farmakologi dapat
berperan untuk mencegah interaksi obat yang dapat memperparah suatu penyakit atau
dapat menimbulkan penyakit baru,sehingga dapat mencegah efek yang tidak
diinginkan.
interaksi obat dengan penyakit, penggunaan obat tertentu dapat memperburuk
penyakit lain atau dapat menimbulkan penyakit baru yang di derita oleh pasien,
Misalnya Penggunaan NSAID ini dapat berdampak pada timbulnya beberapa efek
samping dan komplikasi seperti gangguan fungsi ginjal, edema, hipertensi, dan
pendarahan di gastrointestinal. Contoh lainnya adalah penggunaan obat pada orang
yang sedang menderita gangguan hati. Ketika mengalami gangguan hati, kemampuan

1
organ ini untuk membersihkan zat kimia yang tidak terpakai oleh tubuh juga
terganggu, sehingga risiko keracunan obat, terutama obat yang diproses di hati, akan
meningkat. Dampak interaksi obat bisa ringan, bisa juga serius. Jadi, perlu berhati-
hati saat mengonsumsi obat. Gunakan obat sesuai petunjuk yang tertera pada
kemasan. Sebaiknya berkonsultasilah dulu dengan dokter sebelum mengonsumsi obat
apa pun. Apalagi bila memiliki kondisi medis tertentu.
Mengingat risiko terjadinya interaksi obat yang dapat memperparah suatu
penyakit atau dapat menimbulkan penyakit baru, maka tinjauan interaksi obat dengan
penyakit sangat penting untuk mengurangi terjadinya salah satu masalah yang
berkaitan dengan penggunaan obat yaitu Adverse Drug Reactions (ADR). ADR
adalah reaksi obat yang tidak diinginkan yang terjadi selama penggunaan klinis.
Sehingga dapat memperkecil kemungkinan terjadinya efek obat yang tidak
dikehendaki pada suatu penyakit.
Berdasarkan latar belakang di atas maka dibuat makalah mengenai kajian
interaksi obat dengan penyakit.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Interaksi Obat?
2. Apa yang dimaksud dengan penyakit?
3. Tingkat Keparahan Interaski Obat?
4. Apa hubungan interaksi obat dengan penyakit?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan Interaksi Obat
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan penyakit
3. Untuk mengetahui Keparahan Interaski Obat
4. Untuk Mengetahui apa hubungan interaksi obat dengan penyakit

2
BAB II
ISI
2.1 Pengertian Interaksi Obat
Interaksi obat adalah keadaan dimana suatu zat mempengaruhi aktivitas obat,
dimana dapat menghasilkan efek meningkat atau menurun atau menghasilkan efek
baru yang tidak dihasilkan oleh obat tersebut. Interaksi ini dapat terjadi dari
penyalahgunaan yang di sengaja atau karena kurangnya pengetahuan tentang bahan-
bahan aktif yang terdapat dalam zat terkait (Bushra et al, 2011). Sedangkan menurut
Hansten & Horn dalam bukunya yang berjudul The Top 100 Drug Interactions 2014
(2014) dalam arti luas interaksi obat terjadi ketika suatu obat mempengaruhi
farmakokinetik, farmakodinamik, khasiat atau toksisitas dari obat lain. Kedua obat
tidak pelu secara fisik berinteraksi satu sama lain untuk menghasilkan efek, ketika
kombinasi obat menghasilkan efek yang tidak diinginkan, interaksi obat menjadi
interaksi obat yang merugikan. Interaksi obat jauh 8lebih umum daripada interaksi
obat yang merugikan (adverse drug interactions).
Interaksi obat dapat mungkin tidak terjadi pada setiap individu. Karena ada
beberapa faktor yang mempengaruhi kemungkinan bahwa interaksi dapat terjadi atau
tidak. Faktor-faktor ini termasuk perbedaan antara individu seperti gen, fisiologi,
gaya hidup (diet, olahraga), penyakit yang diderita, dosis oabt, durasi obat kombinasi
dan waktu relatif administrasi dua zat (terkadang interaksi dapat dihindari jika dua
obat dikonsumsi pada waktu yang berbeda) (Kashif et al, 2012).
2.2 Klasifikasi Interaksi Obat
Tipe Interaksi Obat Interaksi obat sering diklasifikasikan sebagai interaksi
farmakodinamik termasuk yang mengakibatkan aditif atau efek farmakologis
antagonis. Interaksi farmakokinetik melibatkan induksi atau inhibisi enzim
metabolisme di hati atau tempat lain, situs perpindahan obat dari ikatan protein
plasma, perubahan dalam penyerapan gastrointestinal, atau kompetisi untuk sekresi
ginjal yang aktif (Handayani, 2015).

3
1. Interaksi Farmakokinetik
Menurut Stockley (2008) interaksi farmakokinetik adalah interaksi yang dapat
mempengaruhi proses obat diserap, didistribusikan dimetabolisme dan diekskresikan
(disebut juga Interaksi ADME); Interaksi dalam proses farmakokinetik yaitu absorpsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi (ADME) dapat meningkatkan ataupun
menurunkan kadar plasma obat. Interaksi obat secara farmakokinetik yang terjadi
pada suatu obat tidak dapat diekstrapolasikan (tidak berlaku) untuk obat lainnya
meskipun masih dalam satu kelas terapi, disebabkan karena adanya perbedaan sifat
fisikokimia, yang menghasilkan sifat farmakokinetik yang berbeda. Contohnya,
interaksi farmakokinetik oleh simetidine tidak dimiliki oleh H2-bloker; interaksi oleh
terfenadin, aztemizole tidak dimiliki oleh antihistamin non sedatif lainnya (Gitawati,
2008).
2. Interaksi Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja pada
sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek
yang aditif, sinergistik atau antagonistik, tanpa ada perubahan kadar plasma ataupun
profil farmakokinetik lainnya. Interaksi farmakodinamik umumnya dapat
diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat yang berinteraksi, karena
klasifikasi obat adalah berdasarkan efek farmakodinamiknya. Selain itu, umumnya
kejadian interaksi farmakodinamik dapat diramalkan sehingga dapat dihindari
sebelumnya jika diketahui mekanisme kerja obat (Gitawati, 2008).
2.3 Jenis Interaksi Obat
1. Interaksi obat dengan obat
Interaksi ini terjadi ketika seseorang mengonsumsi dua obat atau lebih secara
bersamaan. Semakin banyak obat yang dikonsumsi, semakin tinggi risiko interaksi
yang mungkin terjadi.
Interaksi obat dengan obat dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan
obat dalam menyembuhkan penyakit atau meningkatkan risiko munculnya efek

4
samping obat. Misalnya jika dua jenis obat yang dapat menyebabkan rasa kantuk,
maka pasien akan cenderung mengalami rasa kantuk dua kali lipat.
2. Interaksi obat dengan makanan atau minuman
Beberapa obat tidak boleh dikonsumsi bersamaan atau berdekatan waktunya
dengan makanan atau minuman tertentu. Misalnya, mengonsumsi suplemen zat
besi bersamaan dengan teh bisa menurunkan penyerapan zat besi oleh
tubuh. Suplemen atau obat herba tertentu, seperti daun mangga, juga sebaiknya tidak
dikonsumsi bersamaan dengan obat-obatan. Contoh lainnya adalah
mengonsumsi warfarin bersamaan atau berdekatan waktunya dengan konsumsi
sayuran hijau, seperti bayam, dapat menurunkan efektivitas warfarin. Oleh karena itu,
penting untuk mematuhi cara minum obat yang benar agar efek interaksi obat tersebut
tidak terjadi.
3. Interaksi obat dengan penyakit
Interaksi obat selanjutnya adalah interaksi obat dengan penyakit. Penggunaan
obat tertentu dapat memperburuk penyakit lain yang Anda derita. Misalnya, obat
antiinflamasi non steroid (OAINS) bisa menambah keluhan penderita gangguan
lambung. Contoh lainnya adalah penggunaan obat pada orang yang sedang
menderita gangguan hati. Ketika mengalami gangguan hati, kemampuan organ ini
untuk membersihkan zat kimia yang tidak terpakai oleh tubuh juga terganggu,
sehingga risiko keracunan obat, terutama obat yang diproses di hati, akan meningkat.
2.4 Tingkat Keparahan Interaksi Obat
Tingkat keparahan interaksi obat Potensi keparahan interaksi sangat penting
dalam menilai risiko vs manfaat terapi alternatif. Dengan penyesuaian dosis yang
tepatatau modifikasi jadwal penggunaan obat, efek negatif dari kebanyakan interaksi
dapat dihindari. Tiga derajat keparahan didefinisikan sebagai :
1. Keparahan minor
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan minorjika efek biasanya
ringan; konsekuensi mungkin mengganggu atau tidak terlalu mencolok tapi tidak

5
signifikan mempengaruhi hasil terapi. Pengobatan tambahan biasanya tidak
diperlukan (Tatro, 2009).
2. Keparahan moderate
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan efek yang terjadi dapat
menyebabkan penurunan status klinis pasien. Pengobatan tambahan, rawat inap, atau
di perpanjang dirawat di rumah sakit mungkin diperlukan (Tatro, 2009).
3. Keparahan major
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan majorjika terdapat probabilitas
yang tinggi ,berpotensi mengancam jiwa atau dapat menyebabkan kerusakan
permanen(Tatro, 2009).
Profesional perawatan kesehatan perlu menyadari sumber interaksi obat yang
mengidentifikasi kedekatan dan tingkat keparahan interaksi, dan mampu
menggambarkan hasil potensi interaksi dan menyarankan intervensi yang tepat. Hal
ini juga tugas pada professional kesehatan untuk dapat menerapkan literatur yang
tersedia untuk setiap situasi. Profesional harus mampu untuk merekomendasi secara
individu berdasarkan parameter-pasien tertentu. Meskipun beberapa pihak berwenang
menyarankan efek samping yang dihasilkan dari interaksi obat mungkin kurang
sering daripada yang dipercaya, profesional perawatan kesehatan harus melindungi
pasien terhadap efek berbahaya dari obat-obatan, terutama ketika interaksi tersebut
dapat diantisipasi dan dicegah (Tatro, 2009).
2.5 Penatalaksanaan Interaksi Obat
Langkah pertama dalam penatalaksanaan interaksi obat adalah waspada
terhadap pasien yang memperoleh obat-obatan yang mungkin dapat berinteraksi
dengan obat lain. Langkah berikutnya adalah memberitahu dokter dan mendiskusikan
berbagai langkah yang dapat diambil untuk meminimalkan berbagai efek samping
obat yang mungkin terjadi. Strategi dalam penataan obat ini meliputi:
1. Menghindari kombinasi obat yang berinteraksi. Jika risiko interaksi obat lebih
besar daripada manfaatnya, maka harus dipertimbangkan untuk memakai obat
pengganti.

6
2. Menyesuaikan dosis. Jika hasil interaksi obat meningkatkan atau mengurangi
efek obat, maka perlu dilaksanakan modifikasi dosis salah satu atau kedua
obat untuk mengimbangi kenaikan atau penurunan efek obat tersebut.
3. Memantau pasien. Jika kombinasi obat yang saling berinteraksi diberikan,
pemantauan diperlukan.
4. Melanjutkan pengobatan seperti sebelumnya. Jika interaksi obat tidak
bermakna klinis, atau jika kombinasi obat yang berinteraksi tersebut
merupakan pengobatan yang optimal, pengobatan pasien dapat diteruskan
tanpa perubahan (Fradgley, 2003).
2.6 Riview jurnal
JUDUL
IDENTIFIKASI POTENSI DRUG INTERACTION PADA PASIEN STROKE
DI RSUD MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
Penelitian ini dilakukan oleh Ikhwan Yuda Kusuma dan Desy Nawangsari
pada tahun 2020, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi interaksi obat
(farmakokinetik dan farmakodinamik). penelitian ini mampu meminimalisir kejadian
drug interaction pada pasien stroke di RSUD Margono Soekarjo dengan pemberian
terapi yang rasional
Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan
saraf (defisit neurologis) karena obstruksi aliran darah ke otak, yang terdiri dari
tanda-tanda atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf. Stroke dapat menyebabkan
gejala dan sebab dan akibat. Gejala-gejala yang disebabkan berlangsung lebih dari 24
jam dan menyebabkan kematian, selain menyebabkan kematian akibat stroke juga
akan berdampak pada kehidupan(Junaidi, 2011). Faktor-faktor yang dapat
menyebabkan stroke dibagi menjadi faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan
faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Berbagai jenis faktor risiko untuk stroke harus
diselesaikan untuk meningkatkan kualitas dan mempertahankan hidup pasien.
Namun, jumlah obat yang digunakan untuk terapi juga dapat menyebabkan hal-hal
yang tidak bisa dihindari seperti kemungkinan pengobatan yang tidak sesuai dengan

7
harapan. Penggunaan banyak obat sangat berisiko untuk menyebabkan interaksi
antara obat meskipun semua pemberian obat secara klinis ditunjukkan(Terrie, 2004).
METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross
sectional. Sumber data penelitian adalah pengumpulan data retrospektif diperoleh dari catatan
medis pasien stroke yang dirawat di rumah sakit
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan dengan metode retrospektif dengan melihat langsung
lembar observasi pasien stroke di instalasi rawat inap RSUD Margono Soekarjo pada
tanggal 1-30 Juni 2019 sebanyak 27 pasien
Dari data tabel 3 dilihat bahwa persentase jumlah rekam medik yang
berinteraksi sebanyak 21 rekam medik (77,78%) dan 6 rekam medik (22,22%) tidak
mengalami interaksi obat. Sehingga dapat dilihat bahwa jumlah rekam medik yang
berinteraksi lebih banyak dibandingkan dengan jumlah rekam medik yang tidak
terjadi interaksi obat. Semakin banyak obat yang digunakan oleh pasien, semakin
meningkatkan kemungkinan terjadinya interaksi obat.

Dari data tabel 4 menunjukkan hasil 57 interaksi obat yang sudah


teridentifikasi, terdapat 3 jenis interaksi obat yang terbesar yaitu interaksi obat antara
mecobalamin dan ranitidine sebanyak 6 kejadian interaksi obat (10,56%); aspirin dan
amlodipine sebanyak 5 kejadian interaksi obat (8,80%); mecobalamin dan

8
omeprazole sebanyak 4 kejadian interaksi obat (7,03%). Salah satu terapi yang
digunakan untuk penderita stroke adalah antiplatelet.

Persentase kategori interaksi obat pada pasien stroke berdasarkan tingkat keparahan

9
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 27 pasien stroke terdapat 77,78%
pasien yang mengalami interaksi obat. persentase jenis interaksi obat dengan
mekanisme farmakodinamik lebih tinggi sebanyak 36 jenis (61,40%) dibandingkan
dengan jenis interaksi obat dengan mekanisme farmakokinetik sebanyak 21 jenis
(38,60%) dan tingkat keparahan terbanyak adalah moderate (63,16%). Berdasarkan
hasil penelitian dapat disimpulkan interaksi obat secara farmakodinamik lebih
potensial dibandingkan dengan interaksi obat secara farmakokinetik dengan tingkat
keparahan paling potensial di tingkat moderate

10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari kajian diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Interaksi obat adalah suatu keadaan dimana dimana suatu zat mempengaruhi
aktivitas obat, dimana dapat menghasilkan efek meningkat atau menurun atau
menghasilkan efek baru yang tidak dihasilkan oleh obat tersebut.
2. Penyakit adalah kegagalan mekanisme adaptasi suatu organisme untuk
bereaksi secara tepat terhadap rangsangan atau tekanan sehingga timbul
gangguan terhadap fungsi atau struktur organ atau sistem tubuh.
3. Tingkat keparahan interaksi obat dibedakan menjadi mayor (dapat
menyebabkan kematian), moderat (efek sedang), dan minor (tidak begitu
bermasalah dan dapat diatasi dengan baik)
4. Interaksi obat dengan penyakit, penggunaan obat tertentu dapat memperburuk
penyakit lain atau dapat menimbulkan penyakit baru yang di derita oleh
pasien, misalnya Penggunaan NSAID ini dapat berdampak pada timbulnya
beberapa efek samping dan komplikasi seperti gangguan fungsi ginjal, edema,

11
hipertensi, dan pendarahan di gastrointestinal. Contoh lainnya adalah
penggunaan obat pada orang yang sedang menderita gangguan hati. Ketika
mengalami gangguan hati, kemampuan organ ini untuk membersihkan zat
kimia yang tidak terpakai oleh tubuh juga terganggu, sehingga risiko
keracunan obat, terutama obat yang diproses di hati, akan meningkat.
3.2.1 Saran
Saran kami sebagai penulis agar selalu memperhatikan peringatan interaksi
obat yang tercantum dalam label atau wadah. Bacalah label obat dengan teliti,
apabila kurang memahami dapat ditanyakan dengan dokter yang meresepkan atau
apoteker, agar dapat mengurangi terjadinya interaksi obat yang dapat
memperparah suatu penyakit atau dapat menimbulkan penyakit baru.

DAFTAR PUSTAKA
Bushra. (2011). Effect of Transformational Leadership on Employees’ Job
Satisfaction and Organizational Commitment in Banking Sector of Lahore
(Pakistan). International Journal of Business and Social Science, 2(18), 261–
267.

Hansten, P.P. & Horn, R.J., 2014, Managing Clinically Important Drug Interactions,
Fact and Comparissons, USA.

Tatro, D.S., Hartshorn, E.A., 2009. Drug Interaction Facts, The Authority on Drug
Interaction

Gitawati, Retno., 2008, Interaksi Obat dan Beberapa Implikasinya, Media Litbang
Voolume XVII Nomor IV hal : 4.

Handayani, Sri. 2015. Naskah Publikasi : Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap


Intensitas Nyeri Post Operasi Sectio Cesarea di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta. Surakarta : Stikes Kusuma Husada

Malik, Muhammad, Ehsan., and Muhammad, Mudasar, Ghafoor., and Hafiz, Kashif,
Iqbal. 2012. Impact of brand image, service quality and price on customer
satisfaction. IJBSS vol. 3. No. 23.

12
Fradgley, S., 2003, Interaksi Obat dalam Aslam, M., Tan., C., K., dan Prayitno, A.,
Farmasi Klinis, 119-130, Penerbit PT. Elex Media Komputindo
kelompokGramedia, Jakarta

13

Anda mungkin juga menyukai