Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Farmasi adalah suatu ilmu yang mempelajari cara mencampur bahan dengan
bahan lain dan atau dengan pelarut, meracik, memformulasi suatu sediaan farmasi
(baik berupa sediaan padat, sediaan cair, sediaan semi padat maupun sediaan steril),
melakukan pengujian padabahan dasar obat dan pengujian akhir sediaan secara in
vitrodan in vivo, mengidentifikasi, menganalisis, serta menstandarkan obat dan
pengobatan juga sifat-sifat obat beserta pendistribusian dan penggunaannya secara
aman.
Dalam bidang ilmu farmasi terdapat cabang ilmu farmasi fisika.Farmasi fisika
adalah kajian atau cabang ilmu yang berhubugan dengan fisika (sifat-sifat fisika)
dengan kefarmasian (sediaan farmasi,farmakokinetik serta farmakodinamikanya)
yang mempelajari tentang analisis kualitatif serta kuantitatif senyawa organik dan
anorganik yang berhubungan dengan sifat fisiknya serta menganalisis pembuatan dan
pengujian hasil akhir dari sediaan obat.
Dalam dunia farmasi,sediaan dalam bentuk serbuk sangat banyak digunakan.
Menurut farmakope Indonesia edisi IV (1995), serbuk adalah campuran kering bahan
obat atau zat kimia yang dihaluskan ditujukan untuk pemakain oral atau untuk
pemakaian luar.Serbuk merupakan yang tersusun atas berbagai macam partikel
dengan ukuran yang beragam.
Ukuran partikel merupakan aspek yang paling penting dalam pembuatan suatu
formulasi obat.Ukuran partikel dapat menentukan sifat fisik, kimia dan farmakologi
dari bahan obat tersebut.Ukuran partikeldapat mempengaruhi kelarutan obat didalam
tubuh.
Ilmu dan teknologi partikel kecil diberi nama mikromeritik oleh Dalla Valle.
Mikromeritik ini sangat penting untuk diketahui oleh mahasiswa farmasi khususnya
dalam membahas sediaan obat padat seperti kapsul,garanil,tablet,dan sirup kering.
Ukuran partikel dapat dinyatakan dalam berbagai cara. Dispersi koloid dicirikan oleh

1
partikel yang terlalu kecil untuk dilihat dengan mikroskop biasa, sedang partikel
emulsi dan suspensi farmasi serta serbuk halus berada dalm jangkauan mikroskop
optik. Partikel yang mempunya ukuran serbuk lebih kasar seperti granul tablet, garam
granular berada dalam kisaran ayakan.
Dari penjelasan di atas maka dilakukan percobaan mikromeritik. Untuk
mengukur diameter rata-rata partikel dari sampel yang digunakan yaitu laktosa dan
talkum dengan menggunakan metode ayakan.

1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

1.2.1 Maksud
Mengetahui dan memahami cara pengukuran partikel suatu zat dengan
menggunakan metode pengayakan.
1.2.2 Tujuan
Untuk mengukur diameter partikel dari laktosa dan talkum dengan
menggunakan metode pengayakan.
1.3 Manfaat Percobaan

Manfaat dari percobaan kali ini adalah :


1. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan
mikromeritik
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami metode-metode pengukuran
partikel
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami cara pengukuran partikel
menggunakan metode penyakan
1.4 Prinsip Percobaan

Pengukuran pertikel dari serbuk berdasarkan atas penimbangan residu yang


tertinggal pada tiap ayakan yaitu dengan melewatkan serbuk pada ayakan dari nomor
OPN tinggi ke nomor OPN rendah yang digerakkan oleh tangan atau tenaga kita
secara manual dengan waktu dan kecepatan tertentu yakni selama 5 menit.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
Menurut Dalla Valle, ilmu partikel dituangkan dalam mikromeritik yaitu suatu
ilmu dan teknologi yang mempelajari tentang partikel kecil terutama mengenai
ukuran partikel. Ukuran partikel dalam bidang farmasi sangat penting karena
berhubungan dengan kestabilan suatu sediaan. Ukuran partikel juga menentukan
sistem dispersi farmasetik. Mikromeritik biasanya diartikan sebagai ilmu dan
teknologi tentang partikel yang kecil. Ukuran partikel dapat dinyatakan dengan
berbagai cara. Ukuran diameter rata-rata, ukuran luas permukaan rata-rata, volume
rata-rata dan sebagainya. Pengertian ukuran partikel adalah ukuran diameter rata-rata.
Ilmu dan teknologi partikel kecil diberi nama mikromeritik oleh Dalla Valle. Dispersi
koloid dicirikan oleh partikel yang terlalu kecil untuk dilihat dengan mikroskop biasa,
sedang partikel emulsi dan suspensi farmasi serta serbuk halus berada dalam
jangkauan mikroskop optik. Partikel yang mempunyai ukuran serbuk lebih kasar,
granul tablet, dan garam granular berada dalam kisaran ayakan (Martin, 2008).
Setiap kumpulan partikel biasanya disebut polidispersi. Karenanya perlu untuk
mengetahui tidak hanya ukuran dari suatu partikel tertentu, tapi juga berapa banyak
partikel-partikel dengan ukuran yang sama ada dalam sampel. Jadi kita perlu sutau
perkiraan kisaran ukuran tertentu yang ada dan banyaknya atau berat fraksi dari tiap-
tiap ukuran partikel, dari sini kita bisa menghitung ukuran partikel rata-rata untuk
sampel tersebut (Martin, 1990)
Untuk memulai setiap analisis ukuran partikel harus diambil dari umunya
jumlah bahan besar (ditandai dengan junlah dasar) suatu contoh yang representatif.
Karenanya suatu pemisahan bahan awal dihindari oleh karena dari suatu pemisahan,
contoh yang diambil berupa bahan halus atau bahan kasar. Untuk pembagian contoh
pada jumlah awal dari 10-1000 g digunakan apa yang disebut Pembagi Contoh piring

3
berputar. Pada jumlah dasar yang amat besar harus ditarik beberapa contoh dimana
tempat pengambilan contoh sebaiknya dipilih menurut program acak (Voight, 1994)
Partikel dari serbuk obat mungkin berbentuk sangat kasar dengan ukuran
kurang lebih 10.000 mikron atau 10 milimikron atau mungkin juga sangat halus
mencapai ukuran koloidal, 1 mikron atau lebih kecil. Agar ukuran partikel serbuk ini
mempunyai standar, maka USP menggunakan suatu batasan dengan istilah “very
coarse, coarse, moderately coarse, fine and very fine”,yang dihubungkan dengan
bagian serbuk yang mempu melalui lubang-lubang ayakan yang telah distandarisasi
yang berbeda-beda ukurannya, pada suatu periode waktu tertentu ketika diadakan
pengadukan dan biasanya pada alat pengaduk ayakan secara mekanis (Ansel, 1989).
Ukuran partikel bahan obat padat mempunyai peranan penting dalam farmasi,
sebab ukuran partikel mempunyai peranan besar dalam pembuatan sediaan obat dan
juga terhadap efek fisiologisnya (Moechtar, 1990).
Pentingnya mempelajari mikromiretik, yaitu (Parrot, 1970):
1. Menghitung luas permukaan
2. Sifat kimia dan fisika dalam formulasi obat
3. Secara teknis mempelajari pelepasan obat yang diberikan secara per oral,
suntikan dan topical
4. Pembuatan obat bentuk emulsi, suspensi dan suspensi
5. Stabilitas obat (tergantung dari ukuran partikel)
Metode paling sederhana dalam penentuan nilai ukuran partikel adalah
menggunakan pengayak standar. Pengayak terbuta dari kawat dengan ukuran lubang
tertentu. Istilah ini (mesh) digunakan untuk menyatakan jumlah lubang tiap inchi
linear (Parrot, 1970)
Metode-metode yang digunakan untuk menentukan ukuran partikel (Martin,
2008) :
1. Mikroskopik optik
Menurut metode mikroskopis, suatu emulsi atau suspensi, diencerkan atau tidak
diencerkan, dinaikkan pada suatu slide dan ditempatkan pada pentas mekanik. Di

4
bawah mikroskop tersebut, pada tempat di mana partikel terlihat, diletakkan
mikrometer untuk memperlihatkan ukuran partikel tersebut. Pemandangan dalam
mikroskop dapat diproyeksikan ke sebuah layar di mana partikel-partikel tersebut
lebih mudah diukur, atau pemotretan bisa dilakukan dari slide yang sudah disiapkan
dan diproyeksikan ke layar untuk diukur.
Keuntungan metode mikroskopik yaitu adanya gumpalan dapat terdeteksi
metode langsung. Kerugian dari metode ini adalah bahwa garis tengah yang diperoleh
hanya dari dua dimensi dari partikel tersebut, yaitu dimensi panjang dan lebar. Tidak
ada perkiraan yang bisa diperoleh untuk mengetahui ketebalan dari partikel dengan
memakai metode ini. Tambahan lagi, jumlah partikel yang harus dihitung (sekitar
300-500) agar mendapatkan suatu perkiraan yang baik dari distribusi , menjadikan
metode tersebut memakan waktu dan jelimet. Namun demikian pengujian
mikroskopis dari suatu sampel harus selalu dilaksanakan, bahkan jika digunakan
metode analisis ukuran partikel lainnya, karena adanya gumpalan dan partikel-
partikel lebih dari satu komponen seringkali bisa dideteksi dengan metode ini
2. Metode pengayakan
Suatu metode yang paling sederhana, tetapi relatif lama dari penentuan ukuran
partikel adalah metode analisis ayakan. Di sini penentunya adalah pengukuran
geometrik partikel. Sampel diayak melalui sebuah susunan menurut meningginya
lebarnya jala ayakan penguji yang disusun ke atas. Bahan yang akan diayak dibawa
pada ayakan teratas dengan lebar jala paling besar. Partikel, yang ukurannya lebih
kecil daripada lebar jala yang dijumpai, berjatuhan melewatinya. Mereka membentuk
bahan halus (lolos). Partikel yang tinggal kembali pada ayakan, membentuk bahan
kasar. Setelah suatu waktu ayakan tertentu (pada penimbangan 40-150 g setelah kira-
kira 9 menit) ditentukan melalui penimbangan, persentase mana dari jumlah yang
telah ditimbang ditahan kembali pada setiap ayakan.
Keuntungan dari metode pengayakan antara lain sederhana, praktis, mudah, dan
cepat, tidak membutuhkan keahlian tertentu dalam melakukan metodenya, dapat
diketahui ukuran partikel dari kecil sampai besar, dan lebih mudah diamati.

5
Sedangkan kerugian dari metode pengayakan antara lain, tidak dapat mengetahui
bentuk partikel secara pasti seperti pada metode mikroskopi, ukuran partikel tidak
pasti karena ditentukan secara kelompok (berdasarkan keseragaman), tidak dapat
menentukan diameter partikel karena ukuran partikel diperoleh berdasarkan nomor
mesh ayakan, adanya agregasi karena adanya getaran sehingga memengaruhi validasi
data, tidak dapat melihat bentuk partikel dan dapat menyebabkan erosi pada bahan-
bahan granul.
Faktor-faktor yang memengaruhi proses pengayakan antara lain:
a. Waktu atau lama pengayakan.
Biasanya pengayakan dilakukan selama 5 menit. Pengayakan yang terlalu lama
dapat membuat sampel jadi pecah karena saling bertumbukan satu dengan yang
lain, sehingga bisa lolos melalui mesh selanjutnya. Jika kurang dari lima menit,
biasanya proses pengayakan akan kurang sempurna.
b. Massa sampel.
Jika sampel terlalu banyak maka sampel sulit terayak. Jika sampel sedikit maka
akan lebih mudah untuk turun dan terayak.
c. Intensitas getaran.
Semakin tinggi intensitas getaran maka akan semakin banyak terjadi tumbukan
antar partikel yang menyebabkan terkikisnya partikel. Dengan demikian
partikel tidak terayak dengan ukuran tertentu.
3. Meotode sedimentasi
Cara ini pada prinsipnya menggunakan rumus sedimentasi Stocks. Metode yang
digunakan dalam penentuan partikel cara sedimentasi ini adalah metode pipet,
metode hidrometer dan metode malance.
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 Alkohol
Alkohol (Dirjen POM, 1979; Rowe et al, 2009)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Etanol, Alkohol, Ethyl alcohol, Ethyl hydroxide.

6
Nama Kimia : Etanol
Rumus struktur :

CH3 OH

Rumus Molekul : C2H5OH.


Berat Molekul : 46,07 g/mol.
Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan
mudah bergerak; bau khas; rasa panas. Mudah
terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak
berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan
dalam eter P.
Khasiat : Sebagai antimikroba (membunuh mikrobakterium
desinfektan (membasmi kuman penyakit).
Kegunaan : Pensteril alat laboratorium, pelarut, dan penstabil.
Peyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya,
ditempat sejuk, jauh dari nyala api.
2.2.2 Laktosa (Dirjen POM, 1979; Rowe, 2009)
Nama Resmi : LAKTOSA ANHIDRAT
Nama kimia : Anhydrous Lactose
Rumus Molekul : C12H22O11
Berat Molekul : 342,30 gr/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Serbuk putih atau hampir putih.

7
Kelarutan : Mudah larut dalam air; praktis tidak larutdalam
etanol.
Khasiat : Zat pengisi.
Kegunaan : Sebagai sampel.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

2.2.3 Talkum (Dirjen POM, 1979; Rowe, 2009; Wallqvist, 2009 )


Nama resmi : TALCUM
Nama lain : talk
Nama kimia : talk
Rumus struktur :

Rumus molekul : Mg6(Si2O5)4(OH)4


Berat molekul : 379,205 g/mol
Pemerian : serbuk hablur, sangat halus, licin, mudah melek
pada kulit, bebas dari butiran, warna putih atau
serbuk hablur.
Kelarutan : tidak larut dalamhampir semua pelarut
Khasiat : anticaking agent; glidant
Kegunaan : zat tambahan
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik

8
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Dilaksanakannya praktikum mikromeritik farmasi fisika ini pada hari Rabu
tanggal 09 Oktober 2019. Pukul 07.00 – 10.00 WITA yang bertempat di
Laboratorium Teknologi Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan
Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah ayakan OPN, neraca
analitik (Kern : ABS 220-4 Analytical Balance), spatula, cawan porselin, kain lap
halus.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan yaitu laktosa 10 gram, talkum 10 gram, alkohol 70%,
kertas perkamen, tisu dan plastik obat.
3.3 Cara Kerja
a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Dibersihkan alat yang akan digunakan dengan menggunakan alcohol 70%
c. Ditimbang talkum sebanyak 10 gram menggunakan neraca analitik
d. Ditimbang laktosa sebanyak 10 gram menggunakan neraca analitik
e. Disusun ayakan OPN dari nomor yang terbesar berada diatas 72, 30, 26 dan 15
(sebanyak dua ayakan)
f. Dimasukkan laktosa dan talcum pada masing-masing ayakan
g. Diayak laktosa dan talcum dengan kecepatan konstan selama 5 menit secara
manual (dengan tangan)
h. Diambil bobot tertinggal dari setiap nomor ayakan
i. Ditimbang bobot tertinggal dari setiap nomor ayakan pada neraca analitik
j. Dicatat hasil yang telah diperoleh
k. Dibuat table perhitungan

9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Persen Diameter rata-
N No ayakan Bobot tertinggal
Sampel tertinggal (d) rata (g/ μm)
o (OPN) (a) (gr)
(%)
1 Laktosa Residu 3,6878 36,878 1,431
72 5,4833 54,833 3,1638
30 0,1827 1,827 0,0035
26 0,1008 1,008 0,0010
15 0,0488 0,488 0,00025
∑ 9,5034 95,034 4,59955
2 Talkum Residu 0,5039 5,039 0,025
72 9,0091 90,091 8,0162
30 0,139 1,39 0,0019
26 0,304 3,04 0,009
15 0,169 1,69 0,0028
∑ 10,125 101,25 8,0549

Perhitungan
A. Laktosa
1. Persen Tertinggal (d)%
Diketahui : Bobot tertinggal Residu : 3,6878 g
Bobot tertinggal OPN 72 : 5,4833 g
Bobo tertinggal OPN 30 : 0,1827 g
Bobot tertinggal OPN 26 : 0,1008 g
Bobot tertinggal OPN 15 : 0,0488 g
Sampel laktosa : 10 g

10
Ditanya : a. %tertinggal residu ?
b. %tertinggal OPN 72 ?
c. %tertinggal OPN 30 ?
d. %tertinggal OPN 26 ?
e. %tertinggal OPN 15 ?
Penyelesaian :
Bobot Tertinggal (g)
a. Residu = ×100%
Sampel (g)
3,6878 g
= × 100%
10 g

= 36,878 %
Bobot Tertinggal (g)
b. OPN 72 = ×100%
Sampel (g)
5,4833 g
= × 100%
10 g

= 54,833 %
Bobot Tertinggal (g)
c. OPN 30 = ×100%
Sampel (g)
0,1827 g
= × 100%
10 g

= 1,827 %
Bobot Tertinggal (g)
d. OPN 26 = ×100%
Sampel (g)
0,1008 g
= × 100%
10 g

= 1,008 %
Bobot Tertinggal (g)
e. OPN 15 = ×100%
Sampel (g)
0,0488 g
= × 100%
10 g

= 0,488 %
2. Diameter Rata-Rata (g/µm)
Diketahui : Bobot tertinggal Residu (a) : 3,6878 g
Bobot tertinggal OPN 72 (a) : 5,4833 g

11
Bobot tertinggal OPN 30 (a) : 0,1827 g
Bobot tertinggal OPN 26 (a) : 0,1008 g
Bobot tertinggal OPN 15 (a) : 0,0488 g
%tertinggal residu (d) : 36,878 %
%tertinggal OPN 72 (d) : 54,833 %
%tertinggal OPN 30 (d) : 1,827 %
%tertinggal OPN 26 (d) : 1,008 %
%tertinggal OPN 15 (d) : 0,488 %
Ditanya : a. Diameter rata-rata residu ?
b. Diameter rata-rata OPN 72 ?
c. Diameter rata-rata OPN 30 ?
d. Diameter rata-rata OPN 26 ?
e. Diameter rata-rata OPN 15 ?
Penyelesaian :
a.d
a. Residu = ∑d
3,6878 × 36,878
= 95,034

= 1,431 g/µm
a.d
b. OPN 72 = ∑d
5,4833 × 54,833
= 95,034

= 3,1638 g/µm
a.d
c. OPN 30 = ∑d
0,1827 × 1,827
= 95,034

= 0,0035 g/µm
a.d
d. OPN 26 = ∑d
0,1008 × 1,008
= 95,034

12
= 0,0010 g/µm
a.d
e. OPN 15 = ∑d
0,0488 × 0,488
= 98,955

= 0,00025 g/µm
3. Diameter (D)
Diketahui : ∑ a .d : 4,5995 µm
∑d : 95,034 µm
∑ a.d
Dlaktosa = ∑d
(135,99+300,66+0,337+0,1016+0,0239)
= 95,034
437,1125
= 95,034

= 4,5995 µm
B. Talkum
1. Persen Tertinggal (d)%
Diketahui : Bobot tertinggal Residu : 0,5039 g
Bobot tertinggal OPN 72 : 9,0091 g
Bobo tertinggal OPN 30 : 0,139 g
Bobot tertinggal OPN 26 : 0,304 g
Bobot tertinggal OPN 15 : 0,169 g
Sampel laktosa : 10 g
Ditanya : a. %tertinggal residu ?
b. %tertinggal OPN 72 ?
c. %tertinggal OPN 30 ?
d. %tertinggal OPN 26 ?
e. %tertinggal OPN 15 ?
Penyelesaian :
Bobot Tertinggal (g)
a. Residu = Sampel (g)
×100%

13
0,5039 g
= × 100%
10 g

= 5,039 %
Bobot Tertinggal (g)
b. OPN 72 = ×100%
Sampel (g)
9,0091 g
= × 100%
10 g

= 90,091 %
Bobot Tertinggal (g)
c. OPN 30 = ×100%
Sampel (g)
0,139
= × 100%
10 g

= 1,39 %
Bobot Tertinggal (g)
d. OPN 26 = ×100%
Sampel (g)
0,304 g
= × 100%
10 g

= 3,04 %
Bobot Tertinggal (g)
e. OPN 15 = ×100%
Sampel (g)
0,169 g
= × 100%
10 g

= 1,69 %
2. Diameter Rata-Rata (g/µm)
Diketahui : Bobot tertinggal Residu (a) : 0,5039 g
Bobot tertinggal OPN 72 (a) : 9,0091 g
Bobo tertinggal OPN 30 (a) : 0,139 g
Bobot tertinggal OPN 26 (a) : 0,304 g
Bobot tertinggal OPN 15 (a) : 0,169 g
%tertinggal residu (d) : 5,039 %
%tertinggal OPN 72 (d) : 90,091 %
%tertinggal OPN 30 (d) : 1,39 %
%tertinggal OPN 26 (d) : 3,04 %
%tertinggal OPN 15 (d) : 1,69 %

14
Ditanya : a. Diameter rata-rata OPN ?
b. Diameter rata-rata OPN 72 ?
c. Diameter rata-rata OPN 30 ?
d. Diameter rata-rata OPN 26 ?
e. Diameter rata-rata OPN 15 ?
Penyelesaian :
a.d
a. Residu = ∑d
0,5039 × 5,039
= 101,25

= 0,025 g/µm
a.d
b. OPN 72 = ∑d
9,0091 × 90,091
= 101,25

= 8,0162 g/µm
a.d
c. OPN 30 = ∑d
0,139 × 1,39
= 101,25

= 0,0019 g/µm
a.d
d. OPN 26 = ∑d
0,304 × 3,04
= 101,25

= 0,009 g/µm
a.d
e. 15 = ∑d
0,169 × 1,69
= 101,69

= 0,0028 g/µm
3. Diameter (D)
Diketahui : ∑ a .d : 815,57 µm
∑d : 101,25 µm

15
∑ a.d
DTalkum = ∑d
(2,539+ 811,63+0,193+0,924+0,2856)
= 101,25
815,57
= 101,25

= 8,055 µm

4.2 Pembahasan
Mikromeritik adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari
khusus tentang ukuran partikel, yang mana ukuran partikel ini cukup kecil.
Mikromeritik dapat didefinisikan sebagai cabang ilmu dan teknolgi yang mengukur
partikel-partikel kecil (Martin, 1993).
Metode dalam mengukur diameter partikel terbagi atas 3, yaitu mikroskopik
optik, metode ayakan dan metode sedimentasi/pengendapan. Untuk praktikum kali ini
metode yang digunakan adalah metode ayakan, ayakan yang akan digunakan adalah
ayakan OPN.
Tujuan praktikum adalah mengukur diameter partikel dari laktosa dan talkum
dengan menggunakan metode ayakan (shieving). Menurut Voight, (1994).
Pengayakan adalah sebuah cara pengelompokan butiran, yang akan dipisahkan
menjadi satu atau beberapa kelompok. Dengan demikian, dapat dipisahkan antara
partikel lolos ayakan (butir halus) dan yang tertinggal diayakan (butir kasar). Ukuran
butiran tertentu yang masih bisa melintasi ayakan, dinyatakan sebagai butiran batas.
Dalam praktikum “mikromeritik” kali ini yaitu mengukur diameter partikel dari
laktosa dan talkum dengan metode ayakan, langkah pertama yaitu menyiapkan alat
dan bahan yang akan digunakan. Alat tersebut yaitu, ayakan dengan nomor OPN
masing masing 15, 26, 30, dan 72, kertas perkamen sebagai wadah sampel yang akan
ditimbang, neraca analitik yang digunakan untuk menimbang, spatula dan sudip yang
dipakai utuk memindahkan sampel dari wadah ke kertas perkamen. Untuk bahan

16
yang digunakan adalah laktosa dan talkum sebagai sampel yang akan diukur diameter
partikelnya, alkohol dan tissu untuk membersihkan alat yang akan digunakan.
Dibersihkan alat yang akan digunakan menggunakan alkohol 70%, hal ini
bertujuan untuk membunuh mikroorganisme yang terdapat pada alat tersebut.
Menurut pratiwi, (2008). alkohol berfungsi sebagai desinfektan dengan cara
melarutkan lipid pada membran sel mikroorganisme dan juga mendenaturasi protein
yang dimiliki oleh mikroorganisme tersebut.
Disusun ayakan OPN dari atas ke bawah dengan nomor ayakan dari yang
terbesar sampai yang terkecil. Dari nomor ayakan yang paling besar yaitu 72,30,26
dan 15. Adapun prinsip ayakan OPN yaitu semakin besar nomor ayakan maka
semakin besar (sedikit lubang) lubang ayakan tersebut, begitupun sebaliknya semakin
kecil nomor ayakan maka semakin kecil (banyak lubang) pula lubang ayakan maka
semakin halus ukuran partikel yang dihasilkan.
Ditimbang sampel laktosa dan talkum masing-masing 10 gram menggunakan
neraca analitik. Kemudian masukan kedalam masing-masing ayakan OPN lalu diayak
selama 5 menit, karena waktu tersebut dianggap waktu optimum untuk mendapatkan
keseragaman bobot pada tiap ayakan. Bila waktu lebih lama dari 5 menit
dikhawatirkan partikel terlalu sering bertumbukan sehingga pecah dan lolos keayakan
berikutnya, dengan begitu akan terjadi ketidakvalidtan data. Jika kurang dari lima
menit partikel belum terayak sempurna. Dalam mengayak pun harus dilakukan secara
konstan. Menurut Sudjaswadi, (2002). Tujuan yaitu untuk menghindari pemaksaan
partikel besar melewati ayakan akibat tingginya intensitas penggoyangan atau
tertahannya partikel kecil akibat lambatnya intensitas penggoyangan dan
mempengaruhi hasil partikel yang diperoleh.
Dipisahkan laktosa hasil dari masing-masing ayakan tersebut, yaitu dari
residu,ayakan nomor 72, ayakan nomor 30, ayakan nomor 26, dan ayakan nomor 15
begitupun pada sampel talkum. Kemudian letakan diatas kertas perkamen setelah
diletakan di atas kertas perkamen ditimbang sampel dengan menggunakan neraca
analitik. Dan hasil yang diperoleh dari sampel laktosa adalah residu sebanyak 3,6878

17
gram, ayakan nomor 72 sebanyak 5,4833 gram, ayakan nomor 30 sebanyak 0,1827,
ayakan nomor 26 sebanyak 0,1008 gram, ayakan nomor 15 sebanyak 0,488 gram.
Pada sampel talkum didaptkan residu sebanyak 0,5039 gram, ayakan nomor 72
sebanyak 9,0091 gram, ayakan nomor 30 sebanyak 0,139 gram, ayakan nomor 26
sebanyak 0,304 gram, ayakan nomor 15 sebanyak 0,169 gram. Dari data di atas maka
sampel laktosa diperoleh diameter rata-ratanya partikel adalah 9,5034 µm. Dan pada
sampel talkum diperoleh diameter rata-rata partikel adalah 10,125 µm.
Adapun kemungkinan kesalahan yang menyebabkan hasil praktikum tidak
sesui dengan literatur. Hal ini disebabkan oleh : yakni kurang telitinya praktikan
dalam penimbangan, ayakan yang tidak bersih sehingga mempengaruhi hasil, hasil
ayakan yang berkurang karena terbang oleh angin. sehingga dapat mempengaruhi
hasil akhir.

18
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada hasil percobaan kali ini, ukuran partikel yang didapatkan berbeda dengan
ukuran partikel yang ada pada literatur lain. Untuk ukuran partikel laktosa dan talkum
yang didapatkan yaitu sebesar 4,5995 μm dan 8,055 μm sedangkan pada literature
yang didapatkan yaitu sebesar 15 μm dan 26,57 μm.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Untuk Asisten
Saran kami untuk asisten agar lebih memaksimalkan waktu dan bimbingan
praktikan dalam menjalankan praktikum Farmasi Fisika sehingga praktikum dapat
menjalankan prosedur kegiatan dengan baik.
5.2.2 Saran Untuk Laboratorium

Agar dapat memberikan dukungan dalam hal kelengkapan alat-alat


laboratorium agar praktikan dapat melaksanakan praktikum dengan lebih maksimal.
5.2.3 Saran Untuk Jurusan
Saran kami kepada jurusan farmasi Universitas Negeri Gorontalo agar lebih
menunjang kegiatan seluruh praktikum yang ada pada jurusan farmasi agar lebih
maksimal. Baik itu menyediakan fasilitas, transportasi dan administrasi lainnya.

19

Anda mungkin juga menyukai