Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH MIKROMERITIK

Pada sediaan farmasi

Disusun oleh
CITRA OKTAFIANDA
484012210031-K
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Farmasi adalah ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur,
meracik, memformulasi, mengidentifikasi, mengombinasi, menganalisis,
serta menstandarkan obat dan pengobatan juga sifat-sifat obat beserta
pendistribusian dan penggunaannya secara aman (Syamsuni, 2006).
Farmasi fisika adalah ilmu di bidang farmasi yang menerapkan
ilmu fisika dalam sediaan farmasi. Dalam farmasi fisika dipelajari sifat
fisika dan berbagai zat yang digunakan untuk membuat sediaan obat.
Sehingga akan menghasilkan sediaan yang sesuai, aman dan stabil yang
nantinya akan didistribusikan kepada pasien yang membutuhkan. Suatu
obat mempunyai ukuran partikel yang akan membantu penghancuran suatu
obat.
Salah satu sediaan obat yang berhubungan dengan ukuran partikel
adalah serbuk bagi yang biasa dibuat puyer untuk anak-anak, sediaan
kapsul, emulsi, dan sebagainya. Untuk bidang pembuatan kapsul,
pengukuran untuk partikel sangat penting dalam mencapai sifat alir yang
diperlukan dan pencampuran yang besar dari granul dan selain itu ukuran
partikel suatu obat dapat mempengaruhi penglepasannya dari bentuk-
bentuk sediaan yang diberikan secara oral, rectal maupun topikal.
Dalam ilmu farmasi fisika ilmu yang berkaitan dengan pengukuran
partikel kecil adalah mikromeritik. Ukuran partikel bahan obat padat
mempunyai peranan penting dalam bidang farmasi sebab merupakan
penentu bagi sifat-sifat, baik sifat fisika, kimia, dan farmakologi dalam
pembuatan bahan obat tersebut.
Mikromeritik adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang
mempelajari khusus tentang ukuran suatu partikel, yang mana ukuran
partikel ini cukup kecil.  Mikromeritik dapat didefinisikan sebagai cabang
ilmu dan teknologi yang mengukur partikel-partikel kecil (Martin, 1993).
Mikromeritik sangat penting dipelajari oleh mahasiswa farmasi,
karena dengan mikromeritik kita dapat mengetahui luas permukaan dari
partikel kecil dari suatu sediaan obat, sifat fisika kimia dari suatu sediaan,
kita juga dapat mempelajari bagaimana mekanisme pelepasan obat yang
diberikan secara oral, suntikan, dan topikal. Selain itu juga untuk
mempermudah kita dalam pembuatan obat bentuk emulsi dan suspensi,
kita juga dapat mengetahui stabilitas suatu obat (tergantung ukuran
partikelnya).
Dalam praktikum ini akan dilakukan percobaan mikromeritik yaitu
menghitung diameter partikel dari gula dan tepung tapioka dengan
menggunakan metode ayakan.
I.2 Maksud dan Tujuan
I.2.1 Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara pengukuran diameter partikel suatu
zat dengan menggunakan metode tertentu.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Mengukur diameter partikel dari pati jagung dan sukrosa dengan
menggunakan metode ayakan.
I.3 Prinsip Percobaan
Pengukuran pertikel dari serbuk berdasarkan atas penimbangan residu
yang tertinggal pada tiap ayakan yaitu dengan melewatkan serbuk pada
ayakan dari nomor Mesh rendah ke nomor Mesh tertinggi yang digerakkan
oleh mesin penggetar dengan waktu dan kecepatan tertentu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Mikromeritik biasanya diartikan sebagai ilmu dan teknologi tentang
partikel yang kecil. Ukuran partikel dapat dinyatakan dengan berbagai cara.
Ukuran diameter rata-rata, ukuran luas permukaan rata-rata, volume rata-
rata dan sebagainya. Pengertian ukuran partikel adalah ukuran diameter rata-
rata (Martin, 1990).
Untuk memulai setiap analisis ukuran partikel harus diambil dari
umunya jumlah bahan besar (ditandai dengan junlah dasar) suatu contoh
yang representatif. Karenanya suatu pemisahan bahan awal dihindari oleh
karena dari suatu pemisahan, contoh yang diambil berupa bahan halus atau
bahan kasar. Untuk pembagian contoh pada jumlah awal dari 10-1000 g
digunakan apa yang disebut Pembagi Contoh piring berputar. Pada jumlah
dasar yang amat besar harus ditarik beberapa contoh dimana tempat
pengambilan contoh sebaiknya dipilih menurut program acak (Martin,
1990).
Metode paling sederhana dalam penentuan nilai ukuran partikel adalah
menggunakan pengayak standar. Pengayak terbuta dari kawat dengan
ukuran lubang tertentu. Istilah ini (mesh) digunakan untuk menyatakan
jumlah lubang tiap inchi linear (Moechtar, 1990).
Ukuran dari suatu bulatan dengan segera dinyatakan dengan garis
tengahnya. Tetapi, begitu derajat ketidaksimestrisan dari partikel naik,
bertambah sulit pula menyatakan ukuran dalam garis tengah yang berarti.
Dalam keadaan seperti ini, tidak ada garis tengah yang unik. Makanya harus
dicari jalan untuk menggunakan suatu garis tengah bulatan yang ekuivalen,
yang menghubungkan ukuran partikel dan garis tengah bulatan yang
mempunyai luas permukaan, volume, dan garis tengah yang sama. Jadi,
garis tengah permukaan ds, adalah garis tengah suatu bulatan yang
mempunyai luas permukaan yang sama seperti partikel yang diperiksa
(Voigt, 1994).
Metode-metode yang digunakan untuk menentukan ukuran partikel
(Parrot, 1970).
 Mikroskopi Optik
Menurut metode mikroskopis, suatu emulsi atau suspensi, diencerkan
atau tidak diencerkan, dinaikkan pada suatu slide dan ditempatkan pada
pentas mekanik. Di bawah mikroskop tersebut, pada tempat di mana partikel
terlihat, diletakkan mikrometer untuk memperlihatkan ukuran partikel
tersebut. Pemandangan dalam mikroskop dapat diproyeksikan ke sebuah
layar di mana partikel-partikel tersebut lebih mudah diukur, atau pemotretan
bisa dilakukan dari slide yang sudah disiapkan dan diproyeksikan ke layar
untuk diukur.
Kerugian dari metode ini adalah bahwa garis tengah yang diperoleh
hanya dari dua dimensi dari partikel tersebut, yaitu dimensi panjang dan
lebar. Tidak ada perkiraan yang bisa diperoleh untuk mengetahui ketebalan
dari partikel dengan memakai metode ini. Tambahan lagi, jumlah partikel
yang harus dihitung (sekitar 300-500) agar mendapatkan suatu perkiraan 
yang baik dari distribusi , menjadikan metode tersebut memakan waktu dan
jelimet. Namun demikian pengujian mikroskopis dari suatu sampel harus
selalu dilaksanakan, bahkan jika digunakan metode analisis ukuran partikel
lainnya, karena adanya gumpalan dan partikel-partikel lebih dari satu
komponen seringkali bisa dideteksi dengan metode ini.
 Pengayakan
Suatu metode yang paling sederhana, tetapi relatif lama dari
penentuan ukuran partikel adalah metode analisis ayakan. Di sini
penentunya adalah pengukuran geometrik partikel. Sampel diayak melalui
sebuah susunan menurut meningginya lebarnya jala ayakan penguji yang
disusun ke atas. Bahan yang akan diayak dibawa pada ayakan teratas dengan
lebar jala paling besar. Partikel, yang ukurannya lebih kecil daripada lebar
jala yang dijumpai, berjatuhan melewatinya. Mereka  membentuk bahan
halus (lolos). Partikel yang tinggal kembali pada ayakan, membentuk bahan
kasar. Setelah suatu waktu ayakan tertentu (pada penimbangan 40-150 g
setelah kira-kira 9 menit) ditentukan melalui penimbangan, persentase mana
dari jumlah yang telah ditimbang ditahan kembali pada setiap ayakan.
 Dengan cara sedimentasi
Cara ini pada prinsipnya menggunakan rumus sedimentasi Stocks.
Dasar untuk metode ini adalah Aturan Stokes:

dst =
√18 0 h   
( P1-P0 ) gt
Metode yang digunakan dalam penentuan partikel cara sedimentasi ini
adalah metode pipet, metode hidrometer dan metode malance.
Partikel dari serbuk obat mungkin berbentuk sangat kasar dengan
ukuran kurang lebih 10.000 mikron atau 10 milimikron atau mungkin juga
sangat halus mencapai ukuran koloidal, 1 mikron atau lebih kecil. Agar
ukuran partikel serbuk ini mempunyai standar, maka USP menggunakan
suatu batasan dengan istilah “very coarse, coarse, moderately coarse, fine
and very fine”, yang dihubungkan dengan bagian serbuk yang mampu
melalui lubang-lubang ayakan yang telah distandarisasi yang berbeda-beda
ukurannya, pada suatu periode waktu tertentu ketika diadakan pengadukan
dan biasanya pada alat pengaduk ayakan secara mekanis.
Pengetahuan dan pengendalian ukuran dan kisaran ukuran partikel
merupakan hal yang sangat utama dalam bidang farmasi. Oleh sebab itu,
ukuran dan juga luas permukaan suatu  partikel dapat dikaitkan secara
bermakna dengan sifat fisik, kimia dan farmakologi suatu obat. (Sinko,
2005)
Pengetahuan dan pengendalian ukuran, serta kisaran ukuran partikel
sangat penting dalam farmasi. Jadi ukuran, dan karenanya juga luas
permukaan, dari suatu partikel dapat dihubungkan secara berarti pada sifat
fisika, kimia dan farmakologi dari suatu obat. Secara klinik ukuran partikel
suatu obat dapat mempengaruhi penglepasannya dari bentuk-bentuk sediaan
yang diberikan secara oral, parenteral, rektal dan topikal. Formulasi yang
berhasil dari suspensi, emulsi dan tablet, dari segi kestabilan fisik dan
respon farmakologis, juga bergantung pada  ukuran partikel yang dicapai
dalam produk tersebut. Dalam bidang pembuatan tablet dan kapsul,
pengendalian ukuran partikel penting sekali dalam mencapai sifat aliran
yang diperlukan dan pencampuran yang benar dari granul dan serbuk. Hal
ini membuat seorang farmasis kini harus mengetahuhi pengetahuan
mengenai mikromimetik yang baik. (Ansel, 1989)
Jika derajat halus serbuk dinyatakan dengan nomor dimaksudkan
bahwa semua serbuk dapat melalui pengayak dengan nomor tersebut. Jika
derajat halus suatu serbuk dinyatakan dengan dua nomor dimaksudkan
bahwa semua serbuk dapat melalui pengayak dengan nomor tertinggi.
(Dirjen POM, 1979).
Pada praktiknya, suspense encer yang telah diketahui volumenya
dipompakan melalui lubang tersebut. Jika suspense tersebut cukup encer,
partikel-partikel akan dapat melewati lubang tersebut satu persatu.
(Sinko,2005)
Menggunakan symbol yang sebelumnya ditetapkan, diameter dapat
ditetapkan dengan :
∑a × d
d=
∑d
dimana R2 adalah jarak dari sumbu rotasi ke bagian bawah tabung
mesin pemutar dan R2 adalah jarak dari sumbu rotasi ke bagian suspensi
(Parrot, 1970).
Zat-zat padat yang secara alamiah berada dalam bentuk partikel-
partikel kecil dan zat padat yang telah digerus memiliki bentuk partikel
tidak beraturan, dan ukuran partikel bervariasi dari yang paling besar sampai
yang paling kecil (Leon,1989).

II.2 Uraian Bahan


1. Alkohol (Dirjen POM, 1995)
Nama Latin : Aethanolum
Nama Kimia : Etil Alkohol
Sinonim : Etanol
Rumus Kimia : C2H6O
Rumus Struktur :

Berat Molekul : 46,07


Pemerian : Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna.
Bau khas dan menyebabkan rasa terbakar pada
lidah. Mudah menguap walaupun pada suhu
rendah dan mendidih pada suhu 78o. Mudah
terbakar
Kelarutan : Bercampur dengan air da praktis bercampur
dengan semua pelarut organik.
Bobot Jenis : 0,8 gr/ml
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, jauh dari api
Kegunaan : Untuk membersihkan alat
Khasiat : Antiseptik
2. Sukrosa (Dirjen POM, 1995)
Nama resmi : Sukrosum
Nama lain : Sakarosa
Berat molekul : 342,40
Rumus molekul : C12H22O12
Rumus Struktur :

Pemerian : Hablur putih atau tidak berwarna, massa hablur


atau berbentuk kubus, atau serbuk hablur putih,
tidak berbau, rasa manis, stabil di udara.
Larutannya netral terhadap lakmus.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut
dalam air mendidih; sukar larut dalam etanol (95
%) P mendidih; tidak larut dalam kloroform dan
dalam eter.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Khasiat : Kalorigenikum
Kegunaan : Sampel
3. Tepung Tapioka (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Starch
Nama lain : Amilum, Pati, Kanji
Berat Molekul : 1621,41
Rumus Molekul : C6H10O5
Rumus struktur :

Pemerian : Serbuk putih, hablur


Kelarutan : Larut dalam air panas, membentuk atau
menghasilkan larutan agak keruh
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai sampel
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
1. Ayakan
2. Cawan Porselin
3. Kaca Arloji
4. Neraca Analitik
5. Nomor Ayakan 90, 60, 46, 26
6. Sendok Tanduk
III.1.2 Bahan
1. Alkohol 70%
2. Sukrosa
3. Tepung Tapioka
4. Tissue
III.2 Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Dibersihkan ayakan dari sisa bahan-bahan yang tertinggal
sebelumnya.
3. Disusun ayakan dari nomor OPN 90 paling atas dan 26 paling bawah.
4. Ditimbang tepung tapioka dan gula pasir sebanyak 25 g dengan
menggunakan neraca analitik.
5. Dimasukkan gula pasir ke dalam ayakan paling atas.
6. Diayak dengan cara mekanik selama 5 menit dengan kecepatan
konstan
7. Ditimbang gula pasir yang tertinggal pada masing-masing ayakan.
8. Dicatat berat yang diperoleh.
9. Dihitung diameter partikelnya.
10. Dilakukan cara yang sama untuk sampel tepung tapioka.

1.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1 Tabel Hasil Pengamatan

Diameter Bobot Persen


Jenis Sampel Nomor
rata-rata Tertinggal Tertingga a×d
yang diuji OPN
(µm) (a) l (d)

90 0.216 2,29 9,16 0,216


60 2,813 8,26 33,04 2,813
Gula Pasir 46 0,899 4,67 18,68 0,899
26 3,362 9,03 36,12 3,362
∑ 7,921 24,25 97 707,27
90 0,39 2,42 9,68 23,4256
60 1.14 4,13 16,52 68,2276
Tepung
46 1.54 4,81 19,24 92,5444
Tapioka
26 0.84 3,55 14,22 50,481
∑ 3.92 15,09 59,72 234,6786

IV.2 Perhitungan
a. Gula pasir
 OPN : 90
Bobot tertinggal ( a )
% tertinggal ( d ) = × 100%
Berat gula pasir
2,2 9
= × 100%
25
= 9,16 %
a×d = 2,29 × 9.16
= 20,97
 OPN : 60
Bobot tertinggal ( a )
%tertinggal (d) = × 100%
Berat gula pasir
8,26
= × 100%
25
= 33,04%
a×d = 8,26 × 33,04
= 272,91
 OPN : 46
Bobot tertinggal ( a )
% tertinggal ( d ) = × 100%
Berat gula pasir
4,67
= × 100%
25
= 18,68 %
a×d = 4,67 × 18,68
= 87,23
 OPN : 26
Bobot tertinggal ( a ) 9,03
% tertinggal (d) = × 100% = × 100%
Berat gula pasir 25
= 36,12 %
a×d = 9,03 × 36,12
= 326,16
 Diameter rata-rata gula pasir
∑( a × d )
Dst =
∑d
707,27
=
7,291
= 97,006 µm

b. Tepung Tapioka
 OPN : 90
Bobot tertinggal ( a )
%tertinggal (d) = × 100%
berat tepung tapioka
2,42
= × 100%
25
= 9,68 %
a×d = 2,42 × 9,68
= 23,42
 OPN : 60
Bobot tertinggal ( a )
% tertinggal ( d ) = × 100%
berat tepung tapioka
4,13
= × 100%
25
= 16,52 %
a×d = 4,13 × 16,52
= 68,22
 OPN : 46
Bobot tertinggal ( a )
% tertinggal ( d ) = × 100%
berat tepung tapioka
4,81
= × 100%
25
= 19,24 %
a x× d = 4,81 × 19,24
= 92,54
 OPN : 26
Bobot tertinggal ( a )
% tertinggal ( d ) = × 100%
berat tepung tapioka r
3,55
= × 100%
25
= 14,22%
a×d = 3,55 × 14,22
= 50,48
 Diameter rata-rata tepung tapioka
∑( a × d)
Dst =
∑d
234,6786
=
59,72
= 3,929 µm
BAB V
PEMBAHASAN
Mikromeritik adalah cabang ilmu pengetahuan dan teknologi yang
mempelajari tentang partikel-partikel kecil (Martin, 1990). Dimana ukuran
partikel ini sangat kecil. Ukuran partikel bahan obat padat memiliki peran penting
dalam farmasi, sebab ukuran partikel mempunyai pengaruh yang penting dalam
pembuatan sediaan obat dan juga terhadap efek terapinya. Pada praktikum kali ini
akan dilakukan pengukuran diameter dari gula pasir (sukrosa) dan tepung tapioka
dengan menggunakan metode ayakan.
Metode ayakan digunakan karena merupakan metode yang sangat sederhana
dimana hanya memerlukan timbangan. Metode ini menggunakkan suatu seri
ayakan standar yang dikalibrasi. Menurut metode U.S.P (United state
pharmacopea) untuk menguji kehalusan serbuk suatu massa sampel ditaruh suatu
ayakan yang cocok dan digoyangkan secara mekanik selama waktu tertentu.
Bahan yang melalui suatu ayakan ditahan oleh ayakan berikutnya yang lebih halus
serta dikumpulkan, kemudian ditimbang (Martin, A.1993).
Dalam metode ayakan untuk mengukur ukuran partikel dari bahan
digunakan ayakan dengan satuan OPN. Ayakan ini ukurannya dinyatakan
berbanding lurus. Artinya, semakin besar nomor OPN semakin besar pula lubang
ayakan. Dan semakin kecil nomor OPN semakin kecil lubang ayakan (Anonim,
2010).
Pada praktikum ini digunakan 4 nomor yang berbeda-beda, dimulai dari
nomor OPN yang terbesar sampai yang terkecil, yaitu 90, 60, 46, dan 26. Tujuan
digunakan nomor ayakan yang berbeda agar partikel-partikel yang tidak terayak
(residu) ukurannya akan sesuai dengan nomor ayakan tersebut.
Langkah awal yang dilakukan pada praktikum ini adalah dengan
menyiapkan alat dan bahan yang akn digunakan, kemudian membersihkan alat
yang akan digunakan dengan menggunakan alkohol 70% agar terbebas dari
kotoran dan zat-zat sisa yang menempel pada alat. Langkah selanjutnya adalah
menimbang sampel yaitu gula (sukrosa) dan tepung tapioka sebanyak 25 g.
kemudian disusun ayakan dari nomor OPN terbesar yaitu 90 hingga nomor OPN
terendah yaitu 26. Setelah itu dimasukkan bahan yang akan digunakan mulai dari
gula (sukrosa), lalu ayakan digoyangkan selama 5 menit secara konstan. Tujuan
penggoyangan ayakan yang dilakukan selama lima menit karena waktu tersebut
sudah optimum untuk mendapatkan keseragaman bobot residu yang tertinggal
pada tiap ayakan pada nomor OPN. Bila waktu lebih dari lima menit
dikhawatirkan partikel terlalu sering bertumpuk sehingga pecah dan lolos
keayakan berikutnya, dengan begitu akan terjadi kesalahaan pada data akhir. Jika
kurang dari lima menit partikel belum terayak sempurna (Anonim, 2010).
Tujuan penggoyangan secara konstan, karena ditujukan untuk menghindari
pemaksaan partikel besar melewati ayakan akibat tingginya intensitas
penggoyangan atau tertahannya partikel kecil akibat lambatnya intensitas
penggoyangan dan mempengaruhi hasil partikel yang diperoleh (Sudjaswadi,
2002). Setelah 5 menit keluarkan residu yang tertinggal dimasing-masing nomor
ayakan. Kemudian ditimbang residu dari masing-masing nomor ayakan, dan
dicatat hasilnya. Kemudian dilanjutkan dengan sampel berikutnya yaitu tepung
tapioka.
Pada percobaan ini untuk menentukan diameter rata-rata sampel diperoleh
hasil penimbangan pada masing-masing ayakan yaitu, pada sampel gula pasir
diperoleh residu yang diperoleh dari ayakan nomor 90 sebesar 2,29 g, ayakan
nomor 60 sebesar 8,26 g, ayakan nomor 46 sebesar 4,67 g, dan pada ayakan
nomor 26 sebesar 9,03 g.
Setelah diperoleh seluruh hasil timbangan dari residu gula pasir, maka
langkah selanjutnya adalah mencari persen teringal dari residu gula pasir. Untuk
nomor OPN 90 diperoleh persen tertinggalnya yaitu 9,16%, nomor OPN 60 yaitu
33,04%, nomor OPN 46 yaitu 18,68%, dan untuk nomr OPN 26 adalah 36,12%.
Langkah selanjutnya adalah menghitung diameter rata-rata dari sampel gula
pasir (sukrosa). Berdasarkan data hasil yang diperoleh diameter rata-rata untuk
sampel gula pasir pada nomor OPN 90 yaitu 0,216 µm, nomor OPN 60 yaitu
2,813 µm, nomor OPN 46 yaitu 0,899 µm dan pada ayakan nomor OPN 26 yaitu
3,362 µm. Sehingga diameter rata-rata yang didapatkan dari seluruh residu yang
tertinggal pada ayakan yaitu 7,291 µm.
Untuk sampel tepung tapioka, hasil penimbangan residu yang didapat pada
ayakan nomor 90 sebesar 2,42 g, ayakan nomor 60 sebesar 4,13 g, ayakan nomor
46 sebesar 4,81 g, dan pada ayakan nomor 26 sebesar 3,55 g.
Setelah didapatkan seluruh hasil timbangan dari residu tepung tapioka,
maka langkah selanjutnya adalah mencari persen teringal dari residu tepung
tapioka. Untuk nomor OPN 90 didapat persen tertinggalnya yaitu 9,68% nomor
OPN 60 yaitu 16,52%, nomor OPN 46 yaitu 19,24%, dan untuk nomr OPN 26
adalah 14,22%.
Setelah itu dilakukan proses perhitungan untuk diameter dari sampel tepung
tapioka. Berdasarkan hasil yang diperoleh diameter rata-rata untuk sampel tepung
tapioka pada nomor OPN 90 yaitu 0,39 µm, nomor OPN 60 yaitu 1,14 µm, nomor
OPN 46 yaitu 1,54 µm dan pada ayakan nomor OPN 26 yaitu 0,84 µm. Sehingga
didapatkan diameter rata-rata dari seluruh residu yang tertinggal pada ayakan
yaitu 3,92 µm.
Metode yang digunakan ini merupakan metode yang sangat sederhana
karena cukup singkat dalam penentuan ukuran partikel. Namun alat  atau metode
ini tingkat keakuratan yang diperoleh tidaklah seakurat dengan metode secara
mikroskopik. Dalam pengayakan dibutuhkan waktu dan kecepatan yang konstant.
Gerakan dan kecepatan yang konstant ini dapat mempengaruhi hasil residu yang
tertinggal pada masing-masing ayakan. Pada metode ini juga memiliki kerugian
yaitu relatif lama dari penentuan ukuran partikel adalah metode analisis ayakan.
Selain itu, metode ayakan ini memiliki tingkat ketelitian yang rendah.
Kemungkinan kesalahan yang mungkin terjadi dalam praktikum ini yakni
kurang telitinya praktikum dalam penimbangan, dan pengayakan sehingga dapat
mempengaruhi hasil akhir.
BAB VI
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan maka disimpulkan bahwa diameter rata-rata dari
gula (sukrosa) adalah 7,921 µm sedangkan pada serbuk tepung tapioka
mempunyai ukuran diameter partikel rata-rata 3.92 µm.
VI.2 Saran
Sebagai jurusan dengan banyaknya praktikum, diharapkan agar
jurusan farmasi lebih memperhatikan laboratorium terutama pada
penyediaan dan kelengkapan alat dan bahan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010. Particle Size Siere Analyses. (Online).


(http://www.particletechlabs.com/particle-size/siere-analyses,
diakses sabtu 27 september 2010 pukul 11.15 wita

Ansel, H.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas Indonesia


Press: Jakarta

Martin, A. 1990. Farmasi Fisika jilid I. Universitas Indonesia Press: Jakarta

Martin, A. 1993. Farmasi Fisika jilid II. Universitas Indonesia Press: Jakarta

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Depkes RI: Jakarta

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Depkes RI: Jakarta

Effendi, M, I. 2003. Materi Kuliah  Farmasi Fisika . Jurusan farmasi Universitas


Hasanuddin: Makassar.

Leon, L. Dkk, 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri 1. UI-Press: Jakarta

Moechtar. 1990.Farmasi Fisika. Universitas Gadjah Mada Press: Yogyakarta

Parrot, L.E., 1970, Pharmaceutical technology. Burgess Publishing Company.

Sinko, P. 2005. Martin’s Phisical Pharmacy and Pharmaceutical Sience 5th


Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore

Syamsuni, H. A., 2006. Ilmu Resep. Buku kedokteran EGC: Jakarta

Voigt, R, 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi V. UGM-Press:


Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai