Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMASI FISIKA
“MIKROMERITIK”

DISUSUN OLEH :
TRANSFER A 2020
KELOMPOK VI
CHILVYA DWIJULIAN PADANG (20018005)
HIKMAH RAHMADIAH (20018031)
MAGFIRAH P. ARIFIN (20018014)
MAYANGSARI (20018016)
VINI ATIKA ARUM S. BEDES (20018010)

ASISTEN :
SELFIANA

LABORATORIUM FARMASI FISIKA


PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR
MAKASSAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Ilmu pengetahuan dan teknologi tentang partikel-partikel oleh Dalla
Valle dinamakan “Mikromeritik”. Dispersi koloid mempunyai sifat karakteristik,
yaitu partikel-partikelnya tidak dapat dilihat dibawah mikroskop biasa,
sedangkan partikel-partikelnya dari emulsi dan suspensi farmasi serta serbuk
halus ukurannya berada dalam jarak penglihatan mikroskop. Partikel-partikel
yang ukurannya sebesar serbuk kasar, granulat tablet atau granulat garam,
ukurannya berada dalam jarak pengayakan (Martin, 2008).
Salah satu cabang ilmu Farmasi Fisika adalah tentang ukuran partikel
(ilmu mikromeritik). Ilmu partikel dituangkan dalam mikromeritik, yaitu suatu
ilmu dan teknologi yang mempelajari tnetang partikel kecil terutama
mengenai ukuran partikel. Ukuran partikel dalam bidang farmasi sangat
penting karena berhubungan dengan kestabilan suatu sediaan. Ukuran
partikel juga menentukan sistem dispersi farmasetik. Pentingnya mengetahui
ukuran partikel dama bidang farmasi, yaitu (Sinala, 2016) :
1. Ukuran partikel berhubungan dengan luas permukaan dan tegangan
antarmuka karena sifat ini sangat mempengaruhi sifat fisika, misalnya
dari aspek termodinamika, kimia misalnya dari aspek kelarutan (ionisasi)
dan farmakologi dari suatu obat misalnya efek kerja dari zat.
2. Ukuran partikel memengatuhi pelepasannya dari bentuk-bentuk sediaan
yang diberikan secara oral, topikal, parenteral, dan rektal, ketika secara
teknologi sekarang telah dikenal ukuran nanopartikel dan mikropartikel
sehingga mudah mengalami penghantaran ke side effect.
3. Ukuran partikel memengaruhi kekompakan tablet, kestabilan emulsi, dan
suspensi (kemudahan digojog). Misalnya, ukuran partikel memegang
peranan dalam laju pengendapan pada sediaan suspensi sehingga
melihat ukuran partikel, maka suspensi dibagi menjadi dua tipe yakni
suspensi fokulasi dan suspensi deflokulasi.
4. Pada tablet dan kapsul, ukuran partikel menentukan sifat air serta
pencampuran yang benar dari granul.
Tabel 1. Pembagian Sistem Dispersi berdasarkan Ukuran Partikel
Ukuran Partikel Ukuran Ayakan Contoh
Mikrometer Milimeter
Kira-kira
(μ m¿
0,5-10 0,0005-0,010 - Suspensi, emulsi halus
10-50 0,010-0,050 - Batas atas jarak dibawah
ayakan, partikel emulsi
kasar; partikel suspensi
terflokulasi
50-100 0,050-0,100 325-140 Batas bawah ayakan, jarak
serbuk halus
150-1000 0,150-1,000 100-18 Jarak serbuk kasar
1000-3360 1,000-3,360 18-6 Ukuran granul rata-tata

Partikel dari serbuk obat mungkin berbentuk sangat kasar dengan


ukuran kurang lebih 10.000 mikron atau 10 milimikron atau mungkin juga
sangat halus mencapai ukuran koloidal, 1 mikron atau lebih kecil. Agar
ukuran partikel serbuk ini mempunyai standar, maka USP menggunakan
suatu batasan dengan istilah “very coarse, coarse, moderately coarse, fine
and very fine”, yang dihubungkan dengan bagian serbuk yang mampu
melalui lubang-lubang ayakan yang telah distandarisasi yang berbedda-beda
ukurannya, pada suatu periode waktu tertentu ketika diadakan pengadukan
dan biasanya pada alat pengaduk ayakan secara mekanis (Ansel, 1989).
Pengetahuan mengenai bentuk dan luas permukaan suatu partikel
dikehendaki. Bentuk partikel mempengaruhi aliran dan sifat-sifat
pengemasan dari suatu serbuk, juga mempunyai beberapa pengaruh
terhadap luas permukaan. Luas permukaan persatuan berat atau volume
merupakan karakteristik serbuk yang penting jika seseorang mempelajari
adsorbsi permukaan dan laju disolusi. Parikel bisa dan lembut dalam satu hal
dan kasar serta berpori dalam hal lainnya, seseorang harus menyatakan
kerapatan dengan hati-hati. Kerapatan secara umum diartikan sebagai berat
per satuan volume, kesulitan timbul bila seseorang mencoba untuk
menetukan volume dari partikel yang mengandung retakan-retakan
mikroskopis, pori-pori dalam dan ruang-ruang kapiler (Martin, 2008).
Tidak ada metode yang telah diketahui untuk menentukan bentuk
partikel yang tidak beraturan secara geometris, namun telah dikembangkan
metode statistic untuk menyatakan ukuran partikel yang tidak beraturan pada
suatu dimensi tunggal, yaitu dalam diameternya. Jika diameter ini diukur
dengan prosedur yang telah dibakukan untuk sejumlah besar partikel,
nilainya dapat dinyatakan dengan berbagai diameter. Hanya dibutuhkan luas
permukaan yang sebanding dengan diameter kuadrat dan volume yang
sebanding dengan diameter kubik (Lachman, 1989).
II.1.1 Metode Penenentuan Ukuran Partikel
Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam pengukuran partikel,
yaitu (Sinala, 2016) :
1. Pengayakan
Prinsip Metode ayakan adalah sampel diayak melalui sebuah susunan
ayakan menurut ukuran mesh yang disusun ke atas. Ayakan dengan nomor
mesh kecil memiliki lubang ayakan yang besar berarti ukuran partikel yang
melewatinya juga berukuran besar. Bahan yang akan diayak diletakkan pada
ayakan dengan nomor mesh kecil. Partikel yang ukurannya lebih kecil dari
lebar jala akan berjatuhan melewatinya. Partikel yang tinggal pada ayakan
(over size) membentuk bahan kasar. Faktor-faktor yang mempengaruhi
proses pengayakan antara lain :
a. Waktu dan lama pengayakan, waktu pengayakan yang terlalu lama
dapat membuat sampel jadi pecah karena saling bertumbuhkan satu
dengan yang lain. Sehingga bisa lolos melalui mesh selanjutnya. Jika
kurang dari lima menit, biasanya proses pengayakan akan kurang
sempurna.
b. Masa sampel, jika sampel terlalu banyak maka sampel sulit terayak.
c. Intensitas getaran, semakin tinggi intensitas getaran maka akan
semakin banyak terjadi tumbukan antara partikel yang menyebabkan
terkikisnya partikel. Dengan demikian partikel tidak terayakn dengan
kukuran tertentu.
Keuntungan dari metode pengayakan, antara lain :
a. Sederhana, praktis, mudah, dan cepat.
b. Tidak membutuhkan keahlian tertentu dalam melakukan metodenya.
c. Dapat diketahui ukuran partikel dari kecil sampai besar.
d. Lebih mudah diamati.
Kerugian dari metode pengayakan, antara lain :
a. Tidak dapat mengetahui bentuk partikel secara pasti seperti pada
metodde mikroskopi
b. Ukuran partikel tidak pasti karena ditentukan secara kelompok
(berdasarkan keseragaman). Tidak dapat menentukan diameter
partikel karena ukuran partikel diperoleh berdasarkan nomor mesh
ayakan.
c. Adanya agregasi karena adanya getaran sehingga memengaruhi
validasi data.
d. Tidak dapat melihat bentuk partikel dan dapat menyebabkan erosi
pada bahan-bahan granul.
Gambar 1. Alat Pengayakan
2. Mikroskopik Optik
Pengukuran partikel dengan menggunakan metode mikroskopik
bisanya untuk pengukuran yang berkisar dari 0,2 μ m. Metode ini dapat
digunakan untuk menghitung partikel pada sediaan suspensi dan emulsi.
Manakala sediaan tersebut terlebih dahulu diencerkan, kemudian diletakkan
pada slide dan kemudian dilihat di mikroskop dengan standar slide
mikrometer. Jumlah partikel yang berada dalam area jangkauan ukuran
tertentu, dihitung satu persatu dan kemudian hasil hitungannya kemudian
dimasukkan ke dalam analisis data. Keuntungan metode mikroskopik, yaitu
adanya gumpalan dapat terdeteksi dan metode langsung. Sedangkan,
kerugian metode mikroskopik adalah diameter hanya 2 dimensi, jumlah
partikel yang harus dihitung (300-500), bariasi antar operator besar tetapi
dapat diatasi dengan; fotomikrograf, proyeksi, scanner otomatis.
Alat 2. Alat Mikroskopik Optik
3. Sedimentasi
Metode sedimentasi (pengendapan) adalah suatu metode yang
digunakan untuk mengukur diameter partikel berdasarkan prinsip
ketergantungan laju sedimentasi partikel pada ukurannya. Salah satu alah
yang beradasarkan pada prinsip sedimentasi dalam penentuan ukuran
partikel adalah alat andreasen.

Gambar 3. Alat Andreasen


4. Pengukuran Volume Partikel
Pengukuran volume partikel menggunakan alat Coulter Counter
dengan prinsip : jika suatu partikel disuspensikan dalam suatu cairan
elektrolit, kemudian dilewatkan melalui suatu lubang kecil, yang pada kedua
sisinya ada elektroda. Saat partikel akan melewati lubang akan
memindahkan sejumlah elektrolit sesuai dengan volumenya, maka akan
terjadi suatu perubahan tahanan listrik. Laju perhitungan, yaitu 4000
partikel/detik. Kegunaan metode ini adalah menyelidiki diskusi, menyelidiki
efek zat antibakteri terhadap pertumbuhan mikroorganisme.

Gambar 4. Alat Coulter Counter


II.1.2 Sifat Turunan Serbuk
1. Porositas atau rongga (Sinala, 2016)
Porositas atau rongga dari sebuk adalah perabandingan volume
rongga terhadap volume bulk dari sebuah pengepakan yang dinyatakan
dalam persen ∈ x 100
Vb− Vp Vp
∈= =1
Vb Vb
v=Vb− Vp
Dimana :
Vp = Volume sebenarnya dari partikel
Vb = Volume bulk
2. Kerapatan Partikel (Sinala, 2016)
Kerapatan secara umum didefinisikan sebagai berat per satuan
volume :
a. Kerapatan Sebenanya (ρ ¿, adalah kerapatan dari bahan itu sendiri,
tidak termasuk rongga dan pori-pori. Alat yang digunakan untuk
mengukur kerapatan sebenarnya, yaitu :
1) Desitometer helium digunakan untuk menentukan kerapatan
serbuk yang berpori.
2) Piknometer, adalah sebuah alat yang dapat digunakan untuk
mengukur kerapatan sebenarnya dari sebuah padatan dan benda
cair.
3) Hidrometer, merupakan alat untuk mengukur kerapatan
sebenarnya dari zat cair.
b. Kerapatan Granul, didefinisikan sebagai volume granul yang
merupakan volume partikel + ruang dalam partikel. Penentuan
kerapatan granul dengan menggunakan metode pemindahan cairan
(air raksa).
c. Kerapatan Bulk, merupakan sebagai massa dari suatu serbuk dibagi
dengan volume bulk. Kerapatan bulk ini tergantung pada distribusi
ukuran partikel, bentuk partikel dan kohesi antar partikel. Dalam
kerapatan bulk dikenal dua macam porositas, yaitu :
1) Porositas celah/ruang antara, yaitu volume relatif celah-celah
ruang antara dibandingkan dengan volume bulk serbuk, tidak
termasuk pori-pori didalam partikel.
2) Porositas total, dinyatakan sebagai keseluruhan pori dari celah-
celah antara partikel dan pori-pori didalam partikel.
II.2 Uraian Bahan
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah satu seri


ayakan (nomor mesh 20, 40, 60, 80 dan 100 atau seri lain yang ditentukan),
shieve shaker, corong, gelas ukur ukuran 100 ml, kaca objek, mikroskop, sbo
mikrometer okuler, stopwatch, WIKLOEKO statif+klem.

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan adalah asam


stearat, talk, magnesium stearat, pati kentang, pati jagung, pati beras,
laktosa, natrium benzoat, PEG 4000, paraffin, kertas perkamen.

III.2 Prosedur Kerja

III.2.1 Percobaan I (Simulasi) Penentuan Distribusi Ukuran Partikel


Dengan Metode Ayakan

1. Sampel yang akan diukur ditimbang masing-masing sebanyak 25 g


2. Ayakan nomor mesh 20, 40, 60, 80, dan 100 dibersihkan dan
dikeringkan.
3. Shieve shaker disiapkan.
4. Ayakan kemudian dipasang pada shieve shaker dengan nomor mesh
100 berada paling bawah disusul secara berurutan ke atas 80, 60, 40
dan teratas nomor mesh 20.
5. Sampel yang telah ditimbang 25 g ditempatkan pada pengayak nomor
mesh 20, ditutup rapat shieve shaker, kemudian mesin dijalankan
dengan kecepatan 5 rpm (rotasi per minutes) dan diset waktu
pengayakan selama 10 menit
6. Setelah 10 menit, shieve shaker akan berhenti secara otomatis. Lalu
masing-masing ayakan dibuka/diambil dari shieve shaker.
7. Fraksi serbuk yang tertinggal pada masing-masing pengayakan
dengan nomor mesh yang berbeda ditimbang dengan menggunakan
timbangan digital.
8. Data yang diperoleh dicatat dan ditentukan ukuran diameter partikel
rata-rata.

III.2.2 Percobaan II Penentuan Distribusi Ukuran Partikel Dengan Metode


Mikroskop

1. Sampel diambil dan diletakkan pada suatu kaca objek (object glass)
kemudian ditutup dengan deglass.
2. Kaca preparat kemudian diletakkan di atas meja benda (plat mekanik)
pada mikroskop.
3. Lensa mikroskop diatur sedemikian rupa dengan mikrometer yang
telah terkalibrasi sehingga ukuran partikel dapat diperkirakan.
4. Partikel tersebut diukur di sepanjang garis tetap tertentu dan dipilih
secara acak, biasanya dibuat horizontal melewati pusat partikel.
5. Ukuran partikel dari sampel dicatat kemudian didokumentasikan hasil
pengukuran dari metode mikroskop.

III.2.3 Percobaan III Uji Sifat Alir

1. Sampel ditimbang sebanyak 25 gram kemudian dimasukkan ke dalam


corong yang lubang dibawahnya ditutup, kemudian diratakan
permukaannya pada bagian corong yang diberi alas dengan kertas
berskala.
2. Stopwatch disiapkan untuk menentukan waktu alir mulai dihitung pada
saat sampel mulai mengalir hingga sampel berhenti mengalir.
3. Tutup bawah corong dibuka sehingga sampel dapat mengalir ke atas
meja yang telah dilapisi kertas perkamen.
4. Kecepatan alir dari sampel dicatat dan hitung dengan menggunakan
rumus.
5. Sudut diam dicatat dan dihitung dengan menggunakan rumus.

III.2.4 Percobaan IV Uji Kerapatan Mampat dan Porositas

1. Sebanyak 25 gram sampel yang sebelumnya telah diketahui


kerapatan sejatinya ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam gelas
ukur 250 ml.
2. Dicatat volume awal.
3. Dilakukan pengetukan diiatas meja yang telah dilapisi dengan lap
kasar dan dicatat volumenya pada ketukan ke-10, ke- 50 dan ke-500.
4. Dicatat dan hitung porositas dari sampel dengan mengunakan rumus.

III.2.5 Percobaan V Uji Densitas

1. Dibersihkan piknometer hingga tidak meninggalkan bekas tetesan air


dengan cara setelah dibersihkan dengan aquadest, bilas dengan
pelarut aseton atau alkohol.
2. Dipanaskan piknometer pada suhu 100°C selama 1 jam, kemudian
dinginkan. Timbang pada neraca analitik (mo).
3. Parafin dimasukkan sampai penuh, dan dibersihkan pinggir/luar
piknometer dengan tisu dari tumpahan parafin, kemudian di timbang
(mparf’).
4. Piknometer kembali dibersihkan dengan aquadest dan dibilas
menggunakan aseton atau alkohol kemudian dipanaskan kembali dan
dinginkan.
5. Sampel yang ingin diukur bobot jenisnya dimasukkan ke dalam
piknometer sekitar % dari volume piknometer, kemudian ditimbang
(msamp.').
6. Parafin dimasukkan ke dalam piknometer yang berisi sampel tadi
sampai penuh, dan dibersihkan pinggir/luar piknometer dengan tisu
dari tumpahan parafin, kemudian ditimbang (mps.').
7. Bobot jenis dari sampel tersebut dihitung.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press.
Lachman, et all. 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri edisi III. Jakarta: UI
Press.
Martin, A., Swarbrick, J., dan Cammarata, A. 2008. Farmasi Fisik edisi Ketiga.
Jakarta: Penerbit UI Press.
Sinala, S. 2016. Farmasi Fisik. Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai