Anda di halaman 1dari 9

PENERAPAN PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI PT.

TOYOTA MOTOR
MANUFACTURING INDONESIA

Cesar Ray Ratman1 dan Syafrudin2


1
Alumni Program Studi Teknik Lingkungan FT UNDIP
2
Program Studi Teknik Lingkungan FT UNDIP, Jl. Prof. H. Sudarto, SH Tembalang Semarang,

ABSTRAK
Pada saat ini, industri berkembang pesat dalam hal ragam maupun jumlahnya di Indonesia. Setiap
industri mempunyai potensi untuk menimbulkan limbah yang dihasilkan dari proses produksi. Limbah
merupakan bahan bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada
skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa
gas dan debu,cair atau padat. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau
berbahaya dan dikenal sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3). PT. Toyota
Motor Manufacturing Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri pembuatan
komponen/perakitan kendaraan bermotor roda empat merk TOYOTA serta perlengkapan mesin
pengolah/pengerjaan logam. PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia menghasilkan limbah yang
bersifat berbahaya dan beracun dari kegiatan proses produksi dan dapat berpotensi menjadi
pencemar bagi lingkungan bila tidak dikelola dengan baik. Limbah B3 yang dihasilkan oleh PT. Toyota
Motor Manufacturing Indonesia adalah sludge IPAL, kerak cat/sludge painting, phosphat sludge,
thinner bekas, oli bekas, aki bekas, majun bekas, lampu TL bekas, kemasan bekas B3 (kaleng cat,
jerigen, kaleng thinner, drum), abu insinerator, dan limbah poliklinik. PT. Toyota Motor Manufacturing
Indonesia melakukan manajemen pengelolaan limbah B3 dengan baik sehingga tidak mencemari
lingkungan.

Kata kunci: Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Pengelolaan Limbah B3, PT. Toyota Motor
Manufacturing Indonesia

PENDAHULUAN Bahwa penanganan limbah merupakan


suatu keharusan guna terjaganya kesehatan
Pada saat ini, industri berkembang pesat manusia dan lingkungan pada umumnya,
dalam hal ragam maupun jumlahnya di sudah tidak diragukan lagi. Namun
Indonesia. Akibat industri yang meningkat itu pengadaan sarana pengolahan limbah
maka akan menghasilkan limbah yang ternyata masih dianggap memberatkan bagi
diperoleh dari hasil proses industri. Limbah sebagian industri maupun instansi. Masih
yang dihasilkan itu diantaranya ada yang terdapat industri yang membuang langsung
mengandung bahan berbahaya dan beracun limbah ke badan air sehingga menyebabkan
yang disebut limbah B3. Limbah B3 tersebut pencemaran air. Menurut PP No. 18 Tahun
apabila dibuang langsung ke lingkungan 1999, maka perlu dilakukan adanya
maka akan dapat membahayakan kesehatan pengelolaan limbah B3 untuk mencegah dan
manusia, makhluk hidup serta lingkungan. menanggulangi kerusakan lingkungan.
Keanekaragaman jenis limbah akan PT. Toyota Motor Manufacturing
tergantung pada aktivitas industri dan Indonesia adalah perusahaan yang bergerak
penghasil limbah lainnya. Mulai dari di bidang industri pembuatan
penggunaan bahan baku, pemilihan proses komponen/perakitan kendaraan bermotor
produksi dan sebagainya akan mempengaruhi roda empat merk TOYOTA, dan perlengkapan
karakter limbah yang tidak terlepas dari mesin pengolah/pengerjaan logam. PT.
proses industri itu sendiri. Meskipun demikian, Toyota Motor Manufacturing Indonesia
tidak semua limbah industri merupakan menghasilkan limbah bersifat berbahaya dan
limbah B3, tetapi hanya sebagian saja. Dan beracun dari kegiatan proses produksi dan
pada kenyataannya, sebagai besar limbah B3 berpotensi menjadi pencemar bagi lingkungan
memang berasal dari kegiatan industri dan jika tidak dikelola dengan baik.
harus ditangani secara khusus.

62
Cesar Ray Ratman, Syafrudin
Penerapan Pengelolaan Limbah B3 di PT. Toyota
Motor Manufacturing Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA a. Minimasi Limbah


b. Polluters Pays Principle
1. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun c. Pengolahan dan Penimbunan Limbah B3
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Dekat Sumber
(B3) didefinisikan sebagai limbah atau d. Pembangunan Berkelanjutan
kombinasi limbah yang karena kuantitas, Berwawasan Lingkungan
konsentrasi, atau sifat fisika dan kimia atau e. Konsep “Cradle to Grave” dan “Cradle to
yang memiliki karakteristik cepat menyebar, Cradle”
mungkin yang merupakan penyebab f. Konsep “Cradle To Grave” ialah upaya
meningkatnya angka penyakit dan kematian, pengelolaan limbah B3 secara sistematis
juga memiliki potensi yang berbahaya bagi yang mengatur, mengontrol, dan memonitor
kesehatan manusia dan lingkungan ketika perjalanan limbah dari mulai terbentuknya
tidak sesuai pada saat diperlakukan, dalam limbah sampai terkubur pada penanganan
penyimpanan, transportasi, atau dalam akhir. Sedangkan Konsep “Cradle To Cradle”
penempatan dan pengolahan (Anonim, 2006). adalah konsep baru didalam suatu produksi
Berdasarkan PP No. 18 Tahun 1999 Jo industri yang berwawasan lingkungan.
PP No. 85 Tahun 1999 limbah yang termasuk Pengertian dari konsep ini adalah suatu
limbah B3 adalah limbah yang memenuhi model dari sistem industri di mana
salah satu atau lebih karakteristik sebagai material/bahan mengalir sesuai dengan siklus
berikut : biologi.
1. Limbah mudah meledak
2. Limbah mudah terbakar MINIMASI LIMBAH
3. Limbah yang bersifat reaktif
4. Limbah beracun
5. Limbah yang menyebabkan infeksi REUSE, RECYCLE,
RECOVERY
6. Limbah bersifat korosif
Dalam Identifikasi limbah B3 berdasarkan PENGOLAHAN &
PP No. 18 Tahun 1999 Jo PP No. 85 Tahun INSENERASI

1999 adalah sebagai berikut:


1. Limbah B-3 dari sumber tidak spesifik LANDFILL
2. Limbah B-3 dari sumber spesifik
3. Limbah B-3 dari bahan kimia kadaluarsa, Gambar 1. Hirarki Pengelolaan Limbah B3
tumpahan, sisa kemasan (Anonim, 2006)
4. Aspek Pengelolaan
2. Limbah Padat Industri Perakitan
Kendaraan Bermotor
Berdasar Peraturan Pemerintah No. 85
tahun 1999 tentang perubahan Peraturan
Pemerintah No. 18 tahun 1999 yang berisi
Pengelolaan Limbah B3, maka pada industri
perakitan kendaraan bermotor terdapat
limbah B3 dari sumber spesifik. Sumber
pencemaran berasal dari seluruh proses
fabrikasi dan finishing logam, manufaktur
mesin dan suku cadang, dan juga perakitan
itu sendiri. Atau lebih jelasnya berasal dari
sludge proses produksi, pelarut bekas dan Gambar 2. Aspek Pengelolaan Limbah B3
cairan pencuci, residu proses produksi,
sludge dari IPAL. Sumber pencemaran Untuk penjelasannya adalah sebagai berikut:
utamanya yaitu logam dan logam berat ( a. Pengaturan (legal)
terutama As, Cd, Br, Cr, Pb, Ag, Hg, Cu, Zn, Peraturan yang mengatur tentang
Se, Sn ), nitrat, residu cat, minyak dan gemuk, prosedur pengelolaan limbah B3 secara benar
senyawa amonia, pelarut mudah terbakar, sehingga tidak menimbulkan perusakan
asbestos, larutan asam (Anonim 2006). lingkungan hidup yang dapat membahayakan
kehidupan manusia dan makhluk lainnya.
3. Pengelolaan Limbah B3 b. Institusi, Perijinan dan Pengawasan
Prinsip-Prinsip Dasar Pengelolaan Pihak-pihak yang terkait dengan proses
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) pengelolaan limbah B3 tersebut (Badan

63
Jurnal PRESIPITASI
Vol. 7 No.2 September 2010, ISSN 1907-187X

Institusi kontrol, penghasil, pengumpul, Manufacturing Indonesia dan mengumpulkan


pengangkut, pendaur, pengolah, pemusnah, data-data yang berkaitan dengan Pengelolaan
dan pemerintah) Limbah B3 di tempat kerja praktek yaitu PT.
c. Teknis operasional Toyota Motor Manufacturing Indonesia.
Cara pengelolaan limbah B3 secara benar Dalam tahap ini, perlu melakukan kajian
dilapangan agar tidak membahayakan bagi pustaka untuk melihat hubungan antara
lingkungan sekitar. Aspek yang terkait dengan pengamatan di lapangan dan teori.
teknik operasional ialah: - Tahap Penyusunan Laporan
1. Identifikasi (Identification) limbah B3 Dalam penyusunan laporan kerja praktek,
2. Penyimpanan (Storage) limbah B3 dilakukan analisa dan pembahasan mengenai
3. Pengumpulan (Collect) limbah B3 keadaan di tempat kerja praktek, selain
4. Pengangkutan (Transport) limbah B3 melakukan evaluasi hasil pengamatan
5. Pengolahan (Treatment) limbah B3 lapangan. Salah satu analisa yaitu dengan
6. Pelabelan limbah B3 melakukan suatu perbandingan antara teori
7. Pemusnahan (Dispose) limbah B3 dan kenyataan yang ada di lapangan.
d. Pembiayaan
Faktor yang sangat berpengaruh pada 2. Metode Pengumpulan Data
proses pengelolaan limbah B3 di Indonesia − Metode Observasi
karena biaya untuk melaksanakan prosedur Metode ini adalah metode pengumpulan
pengelolaan secara benar masih cukup mahal data. Cara yang dilakukan yaitu
sehingga mengakibatkan masih banyak melaksanakan pengamatan dan pengukuran
industri yang tidak mampu melaksanakan secara langsung di lokasi pelaksanaan kerja
prosedur tersebut. (Anonim, 2006). praktek.
− Metode Pengumpulan Data Sekunder
5. Pengolahan Limbah B3 Metode pengumpulan data sekunder
Wentz (1995) dan Freeman (1998) meliputi kegiatan pengumpulan data sekunder
menyebutkan bahwa pengolahan limbah B-3 data literatur, jurnal, makalah, laporan
adalah proses untuk mengubah karakteristik penelitian terdahulu, data keterangan berupa
dan komposisi limbah B-3 untuk bagan alir proses produksi dan dampak yang
menghilangkan dan atau mengurangi sifat mungkin timbul dan data pendukung lainnya
bahaya dan/atau sifat racun. Proses seperti metode pengumpulan data informasi
pengubahan karakteristik dan komposisi dengan cara membaca dan mempelajari
limbah B-3 dilakukan agar limbah tersebut literatur yang berkaitan dengan obyek studi.
tidak berbahaya dan beracun. Pengumpulan dokumen dan referensi yang
Insinerasi adalah proses terkontrol untuk ada pada ( UPL )
perubahan limbah padat teroksidasi, limbah − Metode Wawancara (Interview)
cair, atau limbah gas mudah terbakar Metode interview adalah metode
(combustible) yang menghasilkan karbon pengumpulan data informasi dengan
dioksida, air dan abu. Insinerasi sering dipilih mengajukan pertanyaan secara langsung
sebagai metode pembuangan akhir pada pada staf yang berwenang atau berkaitan
industri. Insinerator yang bagus dapat langsung dengan obyek studi.
mengurangi berat dan volume limbah sekitar
95%, tetapi hal ini tergantung jumlah abu. GAMBARAN UMUM
Insinerator tidak diciptakan untuk membakar
gelas dan logam (material anorganik), tetapi Karawang Plant adalah salah satu pabrik
dirancang untuk membakar material organik otomotif milik Toyota Motor Manufacturing
yang mengandung karbon, hidrogen dan Indonesia yang berlokasi di Karawang
oksigen (Conway et al., 1980). International Industri City (KIIC), Teluk Jambe,
Jawa Barat. Karawang Plant dibangun pada
METODOLOGI 29 Mei 1996 dengan investasi sebesar Rp.
462,2 miliar. Walaupun mulai beroperasi pada
1. Tahapan Pelaksanaan Kerja Praktek tahun 1998, namun Karawang Plant baru
Dalam keseluruhan pelaksanaan kerja diresmikan pada tahun 2000. Pada saat ini,
praktek, terdapat 2 tahapan, yaitu : Karawang Plant memiliki kapasitas produksi
- Tahap Pelaksanaan 100.000 unit mobil per tahun.
Dalam tahap pelaksanaan ini, hal yang Karawang Plant yang berdiri di area tanah
perlu dilakukan adalah mengamati seluas 1.000.000 m2 dengan luas bangunan
Pengelolaan Limbah B3 di PT. Toyota Motor 300.000 m2 memiliki konsep pabrik otomotif

64
Cesar Ray Ratman, Syafrudin
Penerapan Pengelolaan Limbah B3 di PT. Toyota
Motor Manufacturing Indonesia

kelas dunia yang memadukan teknologi tinggi, welding dapat dibagi menjadi tiga kelompok
keahlian sumber daya manusia, dan proses welding, yaitu welding frame, welding
kepedulian terhadap karyawan dan body, welding packing. Welding Shop memiliki
2
lingkungan. area 23.000 m. Disinilah proses
Sedangkan dalam hal produksi, penyambungan/pengelasan bagian-bagian
Karawang Plant menitikberatkan pada body kendaraan untuk menghasilkan satu
produksi Innova yang diajukan untuk pasar bagian utuh. Prosesnya adalah dengan
domestic dan internasional. Untuk CBU, menyatukan seluruh pressed part yang
tujuan ekspornya adalah ke negara – negara diproduksi oleh Stamping Shop. Hasil akhir
Timur Tengah ( Saudi Arabia, Uni Emirat dari proses ini adalah satu body kendaraan
Arab, Kuwait, Bahrain, Qatar, Oman, utuh.
Yordania, Syria, dan Libanon), negara –
negara kepulauan Pasifik ( Fiji dan Solomon), 3. Proses Painting
serta ke negara – negara Asia ( Brunei Setelah dari Welding Shop, satu body
Darussalam dan Thailand). Sedangkan untuk kendaraan utuh memasuki Painting Shop
CKD memiliki tujuan ekspor ke Malaysia, untuk menjalankan proses anti karat (electro
Filiphina, dan Vietnam. deeping coating), pengisian celah sambungan
dan pengecatan. Painting Shop yang memiliki
A. Proses Produksi luas 17.600 m2, memiliki fasilitas pengecatan
PT. Toyota Motor Manufacturing adalah Primer and Top Coat proses dengan sistem
salah satu industri yang bergerak di bidang robotik untuk mendapatkan hasil pengecatan
pembuatan komponen/perakitan kendaraan berkualitas tinggi. Selain itu, kedua puluh
bermotor roda empat merk TOYOTA serta robot yang digunakan juga memberikan
perlengkapan mesin pengolah/pengerjaan jaminan keamanan proses serta ramah
logam. Komponen kendaraan (part) yang lingkungan.
diproduksi meliputi komponen press part
(kijang, dyna dan passanger car), sedangkan 4. Proses Part Painting (Resin Shop)
komponen mesin kendaraan yang diproduksi Pengecatan plastic part sedikit berbeda
adalah muffler & exhaust pipe serta steering dengan pengecatan body kendaraan. Untuk
system. Tahapan proses produksi yang pengecatan plastic part seperti dash board,
dilakukan secara garis besar dapat dibagi bingkai spion, bumper dan sebagainya
dalam 6 kelompok, yaitu : dilakukan tanpa melalui proses degreasing
1. Proses Stamping maupun phosphating. Parts langsung dicat
2. Proses Welding dengan sistem penyemprotan (spray booth).
3. Proses Painting Setelah pengecatan selesai, parts
0
4. Proses Part Painting dimasukkan ke dalam oven bersuhu 80 C
5. Proses Assembling untuk proses pengeringan cat dan langsung
6. Proses Delivery (VLD) dikirim ke unit assembling untuk dirangkai
Adapun penjelasan untuk masing-masing dengan komponen lainnya setelah melewati
tahapan proses diuraikan berikut ini. proses inspection. Pada proses parts painting
1. Proses Stamping dihasilkan limbah/cemaran berupa limbah
Stamping Shop ini proses pengepresan cair, gas, debu dan panas.
pembuatan body kendaraan dilakukan.
Lempengan-lempengan baja dicetak menjadi 5. Proses Assembling
bagian-bagian dari body kendaraan seperti Proses Assembling dimulai dari
kerangka, tangki bahan bakar, dan komponen pemasangan trimming process, yaitu
body subassembly (kabin, dek, rangka pemasangan part-part trimming, SPT
chasis). suspense, wire dan sebagainya pada body
Pembuatan pressed part untuk membentuk kendaraan. Proses berikutnya adalah proses
body kendaraan bermula dari lembar baja chasis, yaitu pemasangan bagian under body
yang kemudian dilakukan proses termasuk axle dan roda engine. Proses sub
pengepresan menjadi press part yang siap assy B/G akan dilakukan secara parallel
dikirim ke bagian pengelasan untuk disatukan (bersamaan) dengan proses chasis.
menjadi body kendaraan utuh. Selanjutnya adalah proses final assembling
dan setelah proses perakitan selaesai, akan
2. Proses Welding dilakukan final test terhadap kendaraan niaga
Pada prinsipnya proses welding yang tersebut meliputi : test rem, kekuatan mesin,
digunakan adalah spot welding. Proses kebocoran dan sebagainya. Setelah

65
Jurnal PRESIPITASI
Vol. 7 No.2 September 2010, ISSN 1907-187X

memenuhi kualifikasi TOYOTA, kendaraan HASIL DAN PEMBAHASAN


akan disimpan di stock yard dan selanjutnya
dikirim ke konsumen. Tabel 1. Limbah B3 PT. Toyota Motor
Assembling Shop memiliki luas area Manufacturing Indonesia
2 No. Jenis Limbah (fasa) Sumber
37.500 m merupakan tempat perakitan satu
1. Sludge IPAL IPAL
mobil kendaraan utuh menjadi sebuah
kendaraan utuh yang siap jalan. Di 2. Kerak Cat/Sludge Unit Painting
Painting Proses, Small
Assembling Shop inilah dilakukan proses
Part Painting
perakitan atau pemasangan seluruh
3. Phosphat Sludge Unit Painting
komponen kendaraan pada satu body
4. Thinner Bekas Unit Painting
kendaraan. Mulai dari mesin hingga roda
Proses, Small
kendaraan.
Part Painting
5. Oli Bekas Stamping dan
6. Proses Delivery (VLD)
Utility
Proses pengiriman kendaraan niaga ke
konsumen secara khusus dilakukan oleh 6. Aki Bekas Forklift
vehicle Logistic Disision (VLD) yang 7. Majun Bekas Semua Proses
menangani penyimpanan dan pengiriman 8. Lampu TL Bekas Workshop dan
produk-produk mobil TOYOTA ke dealer. Office
Dalam hal ini, PT. Toyota Motor 9. Kemasan bekas B3 Produksi
Manufacturing Indonesia bekerjasama (Kaleng cat, jerigen,
dengan PT. Toyota Astra Motor. Mobil yang kaleng thinner, drum)
akan dikirim ke dealer terlebih dahulu akan 10. Abu Incinerator Insinerator
dicuci dengan air (tanpa detergent) untuk 11. Limbah Poliklinik Poliklinik
membersihkan debu akibat penyimpanan di Sumber : Pengamatan Lapangan, 2010
area terbuka (stock yard). Setelah dicuci,
mobil dikeringkan menggunakan air Pengelolaan limbah B3 yang dilakukan
compressor maupun secara manual dengan meliputi:
lap. Produk kemudian diperiksa dengan 1. Reduksi
seksama dan apabila terdapat cacat atau Sebagai langkah untuk meminimisasi
kerusakan, maka mobil tersebut akan kuantitas limbah B3. Minimisasi kuantias
diperbaiki terlebih dahulu. Produk yang sudah limbah B3 tersebut selain untuk melakukan
lolos inspeksi selanjutnya dikirim ke usaha pengelolaan lingkungan juga
konsumen melalui dealer TOYOTA. diharapkan dapat memberikan keuntungan
Penjelasan menggunakan diagram dapat finansial kepada PT. Toyota Motor
dilihat pada gambar berikut. Manufacturing Indonesia melalui
pengurangan biaya pengelolaan limbah B3.
Stamping Reduksi limbah B3 yang dilakukan PT. Toyota
Motor Manufacturing Indonesia yaitu dengan:
a. Memperbaiki tempat penyimpanan bahan
Assembly B3 agar dapat 100% memenuhi satandar
yang ditetapkan oleh Toyota yaitu tidak
ada kebocoran dan tidak ada
kontaminasi.
Welding b. Mengurangi VOC (Volatile Organic
Compound) sebesar 120 liter/hari atau <
2
55 gr/cm dengan cara mengoptimalkan
Painting
dan mengendalikan penggunaan thinner.
c. Memasang 500 sticker B3 untuk
memperbaharui system pengumpulan
limbah.
Final Insp & Test d. Mengurangi pemakaian fine cleaner pada
proses pre-degreasing. Dengan upaya ini
diharapkan polutan pada air limbah
menjadi berkurang, sehingga mengurangi
Deliver y biaya proses pengolahan air limbah dan
Gambar 3. Diagram Alir Proses Produksi mengurangi biaya pengadaan bahan
Sumber: Data Primer, 2010 penolong fine cleaner.

66
Cesar Ray Ratman, Syafrudin
Penerapan Pengelolaan Limbah B3 di PT. Toyota
Motor Manufacturing Indonesia

2. Inplant Treatment (Pengolahan 23 840 495 507 159 81


Internal) 24 840 491 509 159 81
Pengolahan yang dilakukan di PT. Toyota 25 770 487 511 154 80
Motor Manufacturing Indonesia adalah Suhu maks
dengan menggunakan incinerator. Ump (ºC)
Pengolahan limbah padat B3 sudah Abu DRE
Tgl an Cha Cha
memenuhi regulasi yaitu Kep. (kg) (%)
(kg) mber mber
03/Bapedal/09/1995. Insinerator merupakan 1 2
alat yang berfungsi untuk membakar limbah 26 420 483 513 84 80
padat dan bermanfaat untuk mengurangi
27 - - - - -
bahkan menghilangkan kandungan B3 yang
terdapat di dalam solid tersebut. Limbah yang 28 840 487 510 159 81
dibakar di insinerator adalah Sludge/kerak cat 29 840 484 513 159 81
dan filter bekas, majun dan sarung tangan 30 840 485 515 159 81
bekas, dan limbah dari poliklinik. Insinerator Sumber : Data Sekunder PT. TMMI, 2006
yang digunakan adalah tipe Model B-380
Brand ENTECH. Spesifikasi incinerator yang Rata- rata umpan = 675 kg
3
digunakan : volume chamber 3 m , kecepatan Rata- rata abu = 129,8 kg
pembakaran 120 kg/jam, tekanan udara 1,25 Perhitungan DRE
kilopascal, temperature reactor pembakaran Win − Wout 675 − 129,8
0
850/900 C. Sementara waktu tinggal di × 100 % = × 100 %
dalam incinerator tergantung kondisi limbah, Win 675
apabila limbah kering waktu tinggal antara 15- = 80,59 %
30 menit dan untuk limbah basah anatara 1-3 DRE insinerator PT. Toyota Motor
jam. Insinerator ini menggunakan bahan Manufacturing Indonesia belum sesuai
bakar solar. dengan peraturan yang berlaku (Kep-
03/Bapedal/09/1995) yaitu 99,99%.
Tabel 2. Pemantauan Kinerja Insinerator PT.
Toyota Motor Manufacturing Indonesia 3. Pewadahan dan Pengumpulan
Suhu maks Teknik operasional untuk pewadahan
Ump (ºC) limbah B3 yang dihasilkan oleh PT. Toyota
Abu DRE Motor Manufacturing Indonesia mulai
Tgl an Cha Cha
(kg) (%) dilakukan oleh masing-masing unit penghasil
(kg) mber mber
1 2 limbah. Setelah pewadahan selesai
1 350 475 520 70 80 dilanjutkan dengan pengumpulan limbah B3
oleh masing-masing unit penghasil.
2 350 480 525 70 80
Pewadahan dan pengumpulan ini bersifat
3 1270 477 521 229 82
intern. Pengumpulan limbah (di lokasi unit
4 - - - - - penghasil limbah) menjadi tanggungjawab
5 - - - - - unit penghasil limbah sebelum diserahkan ke
6 - - - - - bagian SHE.
7 - - - - -
8 400 479 517 80 80 4. Penyimpanan Sementara
9 770 470 510 146 81 Aspek penyimpanan sementara berdasar
10 770 461 503 146 81 regulasi Kep.01/Bapedal/09/1995.
11 420 452 496 84 80 − Pengemasan limbah B3 telah sesuai
12 - - - - - regulasi. Tetapi ada temuan yang
13 - - - - - menyatakan bahwa drum ada yang
14 - - - - - berkarat dan ada yang belum diberikan
15 770 477 515 146 81 simbol.
16 720 475 510 144 80
17 770 479 505 146 81
18 770 483 511 146 81
19 420 487 506 84 80
20 420 491 501 84 80
21 420 495 503 84 80 Gambar 4. Drum yang Berkarat dan Belum
22 840 499 505 159 81 Ada simbol

67
Jurnal PRESIPITASI
Vol. 7 No.2 September 2010, ISSN 1907-187X

keberhasilan adalah monitoring, pendataan,


− Penyimpanan kemasan terdapat dan evaluasi yang terus-menerus.
ketidaksesuaian dengan regulasi yaitu Menurut Peraturan Pemerintah (PP)
penyimpanan telah dialasi dengan pallet. nomor 18 tahun 1999 jo. PP. nomor 85 tahun
− Bangunan penyimpanan telah memenuhi 1999 bahwa bila suatu badan usaha
syarat regulasi. penghasil limbah B3 belum mampu dan
memenuhi klasifikasi sebagai pengolah
5. Label dan Simbol limbah B3, maka harus diserahkan pada
Pelabelan dan simbol limbah B3 di PT. pihak lain yang telah bersertifikasi oleh
Toyota Motor Manufacturing Indonesia telah pemerintah sebagai pengolah dan pemusnah
memenuhi regulasi yang berlaku berdasarkan limbah B3. Untuk menaati regulasi dari
Kep. 05/Bapedal/09/1995. Tetapi tidak Pemerintah dan mengatasi dampak negatif
terdapat simbol pada pengangkutan. dari permasalahan lingkungan yang bisa
muncul, maka PT. Toyota Motor
Manufacturing Indonesia sebagai perusahaan
yang memegang sertifikat ISO-14001 untuk
pengelolaan limbah pada tahun 2000
menunjuk PT. Prasadha Pamunah Limbah
Industri (PPLI) Cileungsi, Bogor sebagai pihak
pengolah dan juga pemusnah limbah B3
(exsitu).
Gambar 5. Simbol Padatan Mudah Terbakar
8. Perizinan dan Pengawasan
6. Pengangkutan Perizinan merupakan alat kontrol
Limbah B3 yang dihasilkan oleh PT. penghasil maupun pengelola limbah dalam
Toyota Motor Manufacturing Indonesia ketaatan terhadap peraturan lingkungan. Hal
dikelola secara intern dan pihak ketiga. Hal ini ini sesuai dengan apa yang tercantum dalam
menyebahkan terjadi kegiatan pengangkutan PP No. 18 tahun 1999 Jo PP No.85 tahun
yang meliputi pengangkutan intern dari unit 1999 disebutkan bahwa setiap badan usaha
penghasil ke tempat penampungan yang melakukan kegiatan pengelolaan limbah
sementara limbah B3 di lingkungan PT. wajib memiliki izin dari kepala instansi yang
Toyota Motor Manufacturing Indonesia, selain bertanggung jawab. Sebelum praktek
itu juga pengangkutan dari tempat/gudang pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya,
penyimpanan sementara limbah B3 PT. PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia
Toyota Motor Manufacturing Indonesia ke telah memproses permohonan izin
tempat pengolahan atau pemanfaatan ke pengelolaan limbah B3 kepada KLH. Izin yang
pihak ketiga yang telah memiliki aspek diterbitkan oleh KLH untuk PT. Toyota Motor
legalitas dari KLH. Dalam pengangkutan Manufacturing Indonesia yaitu izin
intern yang perlu diperhatikan adalah penyimpanan sementara dan ijin
dokumen limbah berupa surat tanda terima pengoperasian incinerator.
limbah. Dalam pengangkutan ekstern Pihak ke-3 yang menawarkan jasa untuk
digunakan manifest limbah B3 yang terdapat mengolah atau memanfaatkan limbah B3
tujuh lembar. Keberadaan dan pelaksanaan harus memenuhi syarat secara teknis dan
manifest limabh B3 telah sesuai regulasi yaitu ekonomis sesuai dengan regulasi yang ada di
Kep.02/Bapedal/09/1995. Indonesia. Aspek perizinan dalam
pengelolaan limbah B3 oleh PT. Toyota Motor
7. Outplant Treatment Manufacturing Indonesia telah dipenuhi
Dalam pengelolaan limbah B3 terdapat secara hukum.
suatu konsep yang diadopsi dari RCRA (USA) Tahap pengawasan pengelolaan limbah
yaitu konsep Cradle to Grave yang berisi B3 PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia
identifikasi limbah B3, persyaratan- dilakukan oleh dua pihak yaitu pihak intern
persyaratan mulai dari sumber (timbulan), perusahaan dan pihak pemerintah melalui
penyimpanan, transportasi, pengolahan, dan instansi terkait. Pengawasan intern
penyingkiran/pemusnahan (disposal) limbah perusahaan dilakukan oleh Departement SHE
B3. Konsep ini merupakan upaya sistematis untuk mengawasi pelaksanaan pengelolaan
agar seluruh rangkaian (subsistem) dalam limbah B3 dan dampak lingkungan yang
setiap teknik operasional pengelolaan limbah mungkin timbul dari kegiatan pengelolaan
B3 berjalan sesuai rencana. Dan kunci limbah B3 tersebut. Pengawasan intern yang

68
Cesar Ray Ratman, Syafrudin
Penerapan Pengelolaan Limbah B3 di PT. Toyota
Motor Manufacturing Indonesia

dilakukan didasarkan pada kesesuain dengan 18 tahun 1999 j.o PP No. 85 tahun 1999
peraturan yang berlaku di Indonesia tentang dan ditunjang peraturan - peraturan yang
pengelolaan limbah B3 dan dampaknya lain. Limbah B3 yang dihasilkan oleh PT.
terhadap lingkungan. Toyota Motor Manufacturing Indonesia
Pengawasan yang dilakukan pemerintah adalah sludge IPAL, kerak cat/sludge
dipercayakan kepada Kementrian Lingkungan painting, phosphat sludge, thinner bekas,
Hidup (KLH), sesuai dengan PP No. 18 tahun oli bekas, aki bekas, majun bekas, lampu
1999 Jo PP No.85 tahun 1999. Dalam TL bekas, kemasan bekas B3 (kaleng cat,
pelaksanaan kegiatan pengawasannya KLH jerigen, kaleng thinner, drum), abu
melimpahkan kepada instansi yang insinerator, dan limbah poliklinik.
bertanggung jawab (BPLH) Kabupaten 2. Pengelolaan limbah B3 PT. Toyota Motor
setempat. Manufacturing Indonesia meliputi reduksi,
reuse & recycle, pewadahan dan
9. Pemanfaatan pengumpulan, pengangkutan intern,
Limbah yang dihasilkan PT. Toyota Motor inplant treatment, pemanfaatan,
Manufacturing Indonesia diupayakan untuk penyimpanan sementara, dan outplant
semaksimal mungkin dimanfaatkan. treatment. Selama ini outplant treatment
Pemanfaatan yang dilakukan oleh PT. Toyota untuk limbah B3 dilakukan oleh PT.
Motor Manufacturing Indonesia antara lain : HOLCIM Bogor, PT. Indocement dan
 Drum bekas bahan B3 dimanfaatkan PPLI.
sebagai tempat limbah B3. 3. Sistem pengelolaan limbah B3 dengan
 Untuk drum – drum bekas dan kaleng cat menggunakan insinerator, nilai DRE yang
yang sudah tidak terpakai dan kemasan dihasilkan adalah 80,59 % masih belum
bekas dikembalikan kepada Sub.Cont, memenuhi baku mutu peraturan Kep-
tidak dibuang begitu saja. 03/Bapedal/09/1995 yaitu 99,99%. Suhu
 Recycle thinner dengan cara mendidihkan yang tidak tercapai dengan optimal
thinner yang menghasilkan uap yang menyebabkan pembakaran tidak
dapat digunakan kembali menjadi thinner. sempurna, sehingga efisiensi DRE kurang
dari 99%. Hal ini disebabkan oleh kurang
10. Biaya maksimal penggunaan insinerator yang
Limbah yang dihasilkan oleh PT. Toyota seharusnya bisa lebih ditingkatkan lagi
Motor Manufacturing Indonesia setiap kinerjanya.
periodenya tidak dalam jumlah yang sedikit.
Total limbah B3 yang dikirim ke pihak ketiga SARAN
periode Juli 2010 adalah 28,94 ton.
Sedangkan yang kembali ke supplier adalah 1. Pemasangan label dan simbol sebaiknya
3,80 ton. Sedangkan biaya yang dikeluarkan dilakukan pemeriksaan rutin agar tetap
untuk mengelola limbah periode Juni 2010 berada pada kondisi yang semestinya.
adalah Rp. 43.069.800. Rinciannya dapat 2. Dalam penyimpanan kemasan limbah B3
dilihat di lampiran. dalam TPS hendaknya diberikan ruang
Dengan adanya sistem pengelolaan antar dinding dengan jarak minimal 100
limbah yang baik, maka selain ikut menjaga cm.
lingkungan, PT. Toyota Motor Manufacturing 3. Lebih meningkatkan dan memaksimalkan
Indonesia juga memperoleh keuntungan yaitu efisiensi kinerja insinerator yg belum
dapat memanfaatkan kembali apa yang tidak optimal, melakukan pemeliharaan dan
bermanfaat sehingga dapat mengurangi biaya perawatan sehingga umur pakai
produksi. Selain itu dengan adanya insinerator dapat berlangsung lama.
pengelolaan ini, jumlah biaya yang
dikeluarkan menjadi lebih rendah karena DAFTAR PUSTAKA
adanya inplant treatment di dalam _______. 1995. Keputusan Kepala Bapedal
perusahaan. 01/Bapedal/09/1995 Mengenai “Tata
cara teknis penyimpanan dan
KESIMPULAN pengumpulan limbah B3”
1. Pengelolaan limbah B3 PT. Toyota Motor _______. 1995. Keputusan kepala Bapedal
Manufacturing Indonesia menganut pada 02/Bapedal/09/1995 Mengenai
peraturan nasional di Indonesia yang “Dokumen limbah B3, mengatur pula
telah diatur oleh KLH melalui PP. nomor tentang tata cara pengisian form
dokumen limbah B3”.

69
Jurnal PRESIPITASI
Vol. 7 No.2 September 2010, ISSN 1907-187X

_______. 1995. Keputusan kepala Bapedal Limbah B3 JOB Pertamina-Petrocina


05/Bapedal/09/1995 Mengenai East Java”. Universitas Diponegoro
“Simbol dan Label Limbah B3 “. Semarang.
_______. 1996. Keputusan kepala Bapedal
nomor 255 tahun 1996 Mengenai
“Tata Cara dan Persyaratan
Penyimpanan dan Pengumpulan
Minyak Pelumas Bekas “.
_______. 1999. Peraturan Pemerintah No 85
Tahun 1999 Tentang : “Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah No 18
Tahun 1999 Tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya Dan
Beracun”.
_______. 1999. Peraturan Pemerintah No. 18
Tahun 1999 Tentang : “Pengelolan
Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun “.
_______. 2001. Peraturan Pemerintah RI No
74 tahun 2001 Tentang : “
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan
Beracun”.
Anonim. 1994. Keputusan Kepala Bapedal
68/Bapedal/05/1995 Mengenai “Tata
cara memperoleh izin penyimpanan,
pengumpulan, pengoperasian alat
pengolahan, pengolahan dan
penimbunan akhir limbah B3”.
Anonim. 2007. PT. Toyota Manufacturing
Indonesia Mengenai “Upaya
Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan
Upaya Pemantauan Lingkungan
(UPL)”.
Anonim. 2009. PT. Toyota Manufacturing
Indonesia Mengenai “Upaya
Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan
Upaya Pemantauan Lingkungan
(UPL)”.
LaGrega, Buckingham, Evans. 1994.
“Hazardous Waste Management”.
McGraw Hill Book Co , United States.
Perdana, Muh. Putra.2008. Laporan Kerja
Praktek ”Penerapan Pengelolaan
Limbah B3 PT YTL Jawa Timur ”.
Universitas Diponegoro Semarang
Sari, Pamella.2010. Laporan Kerja Praktek
”Penerapan Pengelolaan Limbah B3
Pusdiklat Migas Cepu”. Universitas
Diponegoro Semarang
Watts, Richard J. 1997. “Hazardous Wastes:
sources, pathways, receptors”. John
Wiley & Sons, Inc , United States.
Wentz, Charles A. 1995. “Hazardous Waste
Management”. Second edition. Mc
Graw Hill International Editions ,
United States.
Wulanarum, Rina.2008. Laporan Kerja
Praktek ”Penerapan Pengelolaan

70

Anda mungkin juga menyukai