OLEH
KELOMPOK 5
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................
A.Latar Belakang............................................................................................
B.Rumusan Masalah.......................................................................................
BAB IV PENUTUP..................................................................................................
A. Kesimpulan................................................................................................
B. Saran..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
LAMPIRAN..............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Industri semen adalah salah satu industri yang sangat penting dalam
menunjang pembangunan sebuah negara.
“Konsumsi semen merupakan salah satu indikator dalam pertumbuhan
ekonomi sebuah negara. Tinggi rendahnya konsumsi semen
menunjukkan tinggi rendahnya pembangunan infrastruktur di suatu
negara. Semen merupakan komponen utama dalam pembangunan
infrastruktur seperti gedung, jalan tol, pelabuhan, bandara, jembatan
dan berbabagai infrastruktur lain. Seperti halnya dengan industri lain,
industri semen berpotensi untuk menghasilkan limbah. Limbah yang
berupa fly ash dan bottom ash dan beberapa jenis limbah lain yang
merupakan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Apabila
limbah ini tidak ditangani dengan baik dan benar, dikhawatirkan dapat
merugikan kegiatan industri dan lingkungan di sekitarnya”. (Utami &
Syafrudin, 2018)
Industri semen (yang dibuat melalui produksi klinker) yang menerima limbah
B3 bukan dari kegiatan sendiri sebagai bahan baku dan/atau bahan bakar
pada proses klinker merupakan usaha dan atau kegiatan beresiko tinggi
menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 3 tahun 2013 tentang
audit lingkungan hidup. Hal ini dikarenakan dalam keadaan darurat, ada
risiko dan dampak yang luas akibat terlepasnya parameter dioksin dan furan.
Selain itu, pada saat audit wajib dilakukan pemantauan POHCs (Principle
Organic Hazardous Compounds). Adapun periode audit lingkungan hidup
berkala yang harus dilakukan yakni 3 tahun sekali.
PT. Semen Indonesia, Tbk Plant Tuban merupakan anak usaha dari PT.
Semen Indonesia Group yang berlokasi di Tuban, Jawa Timur. Industri ini
telah melakukan pengelolaan terhadap limbah B3 yang dihasilkan.
Pengelolaan yang dilakukan meliputi identifikasi dan inventarisasi,
pengemasan dan pewadahan, penyimpanan, pengangkutan, label dan simbol
serta pemanfaatan.
Berdasarkan audit lingkungan hidup yang diwajibkan secara berkala PT
Semen Indonesia- Plant Tuban tahun 2018, menyatakan bahwa :
Makalah ini akan menelaah laporan audit lingkungan hidup secara berkala
PT. Semen Indonesia, tbk Plant Tuban pada tahun 2018 khususnya terkait
limbah B3.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini yakni industri semen merupakan usaha
dan atau kegiatan beresiko tinggi menurut Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup nomor 3 tahun 2013 tentang audit lingkungan hidup. Berdasar Laporan
Audit Lingkungan Hidup masih ditemukannya ketidaksesuaian pengelolaan
limbah berdasarkan hasil laporan Audit Lingkungan Hidup berkala PT.
Semen Indonesia, tbk Plant Tuban tahun 2018.
C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini, adalah :
1. Untuk menambah wawasan mahasiswa terkait audit lingkungan hidup
2. Untuk menelaah hasil laporan audit lingkungan hidup PT. Semen
Indonesia, tbk Plant Tuban sebagai bahan pembelajaran mahasiswa
3. Untuk memberikan rekomendasi atau saran perbaikan pengelolaan limbah
B3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Limbah B3
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun B3 mendefinisikan sebagai zat, energi,
atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan jumlahnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan atau merusak
lingkungan hidup, dan membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta
kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
Bahan baku yang digunakan berupa batu kapur, tanah liat, pasir silika, copper
slag, gypsum, trass, dan fly ash. Batu kapur dan tanah liat didapat dari
tambang yang terletak di daerah Sumber Arum, Pongpongan. Pasir silica
didatangkan dari Tuban dan Madura. Gypsum dari PT Smelting Gresik,
limbah pabrik Petrokimia Gresik dan Tanjung Jati Jepara. Kegiatan produksi
rata-rata 329 hari/tahun. Kebutuhan spesifik bahan baku untuk membuat 1 ton
terak dibutukan 1,7 ton bahan baku, diantaranya 1,45 ton mix material, 0,18
ton batu kapur (high grade), 0,06 ton copper slag, dan 0,02 ton pasir silica.
Untuk membuat semen jenis OPC digunakan bahan baku batu kapur, tanah
liat, copper slag, gypsum dan fly ash. Sedangkan untuk membuat semen PPC
digunakan bahan tambahan berupa trass. Bahan bakar utama yang digunakan
adalah batubara, Industrial Diesel Oil (IDO) dan sekam sebagai alternatif
fuel.
Secara garis besar proses pembuatan semen dibagi menjadi lima tahap, yaitu
penyimpanan bahan baku, penggilingan bahan mentah, pembakaran,
pengilingan akhir, dan pengemasan. Keseluruhan proses menggunakan proses
kering.
Proses Produksi
Bahan baku utama pembuatan semen adalah batu kapur dan tanah liat, yang
kemudian dibakar bersama beberapa bahan pendukung pada suhu tinggi. Batu
kapur dan tanah liat merupakan bahan tambang yang tidak dapat
diperbaharui.
Proses produksi melalui pembakaran pada suhu tinggi dimana terjadi proses
oksidasi untuk menghasilkan terak, membuka peluang pemanfaatan berbagai
bahan lain yang tidak terpakai, terutama bahan-bahan yang membutuhkan
proses oksidasi suhu tinggi sebagai salah satu cara pemusnahannya.
Bahan baku alternatif ini umumnya adalah limbah industri lain yang dalam
proses oksidasi dimaksud akan membentuk terak yang lebih baik, saat kelak
diulah menjadi semen. Untuk mengatasi kelangkaan bahan baku baik bahan
baku untuk proses pembuatan semen maupun bahan baku pendukung seperti
kertas kraft untuk pembuatan kantong semen, Perseroan telah melakukan
beberapa upaya seperti: Penggunaan bahan baku alternatif Perseroan telah
memanfaatkan limbah industri sebagai bahan baku alternatif. Manfaat yang
diperoleh dari pemanfaatan bahan baku alternatif tersebut adalah
penghematan bahan baku utama dan membantu mencegah pencemaran lebih
lanjut dari limbah B3 yang dihasilkan oleh industri lain.
Sebelum menelaah laporan audit lingkungan hidup, kita merujuk terlebih dahulu
tentang sistematika laporan audit lingkungan hidup yang sesuai dengan Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup nomor 3 tahun 2013 tentang audit lingkungan hidup
pasal 21 ayat 3 yakni Laporan hasil Audit Lingkungan Hidup paling sedikit
berisi :
1. Informasi yang meliputi tujuan, lingkup, kriteria, dan
2. Proses pelaksanaan audit;
3. Temuan audit;
4. Kesimpulan audit;
5. Rekomendasi audit dan tindak lanjut; dan
6. Data dan informasi pendukung yang relevan.
Publikasi :
http://153.92.4.138/amdal_info/uploads/pengumuman/13_Ringkasan%20Audit
%20LH%20SI%20Plant%20Tuban.pdf
Penelaah : Kelompok 5
2. Ruang Lingkup :
a. Lingkup Organisasi dan/atau Fungsional Organisasi yang diaudit
adalah PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. - Plant Tuban pada
bagian atau unit pengadaan, penerimaan dan penyimpanan
limbah B3, supply, produksi di raw mill, kiln, cement mill,
pemeriksaan mutu, SHE, laboratorium, produk semen, tanggap
darurat, pemeliharaan termasuk bagian pendukung seperti sumber
daya manusia dan hubungan masyarakat;
b. Lingkup Tapak/Area : Tapak fisik yang diaudit adalah tapak
kegiatan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. - Plant Tuban Plant
I, II, III, dan IV dengan luas 394.618 m2 yang terletak di Desa
Sumberarum, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban, Provinsi Jawa
Timur, serta masyarakat sekitar kegiatan di Desa Sumberarum
dan Desa Kasiman; 2
c. Lingkup Proses dan Fasilitas: Proses yang diaudit mencakup
proses penentuan identifikasi risiko, penetapan risiko dan
pengelolaan risiko tinggi lingkungan dalam dokumen managemen
risiko; proses pengadaan; pra penerimaan dan penerimaan limbah
B3; proses penyimpanan dan pengumpulan limbah B3; proses
grinding dan mixing bahan baku dan bahan bakar alternatif;
proses feeding dan proses pembakaran di sistem kiln serta proses
pengamanan risiko lepasan dioksin furan (interlock system).
d. Lingkup Horison Waktu Kajian : Waktu kajian audit adalah 3
(tiga) tahun (Tahun 2014 s.d. 2016) dan Semester I 2017.
Pertimbangan penetapan waktu kajian adalah berdasarkan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor
03 tahun 2013 tentang Audit Lingkungan Hidup;
e. Lingkup Topik dan Isu Lingkungan : Topik dan isu lingkungan
yang diaudit mencakup pengelolaan limbah B3, kualitas emisi
udara dan udara ambien, kesehatan akibat paparan dioksin furan
dan logam berat dan komunikasi risiko, baik dalam operasi
kondisi normal, abnormal maupun kedaruratan;
f. Audit difokuskan pada komponen kegiatan Semen Gresik yang
dapat menimbulkan risiko tinggi lingkungan pada kondisi
abnormal (shut down, start up dan up set/ab-normal) dan kondisi
darurat.
g. Klasifikasi Temuan dan Prioritasi : Klasifikasi temuan audit
meliputi temuan kesesuaian dan ketidaksesuaian bila ditemukan
adanya kesesuaian atau ketidaksesuaian terhadap ketentuan-
ketentuan dalam manajemen risiko. Temuan kepatuhan atau
ketidakpatuhan apabila ditemukan adanya pelanggaran terhadap
peraturan atau perizinan. Temuan abservasi disampaikan apabila
di lapangan dijumpai adanya kegiatan yang berpotensi
menimbulkan risiko tinggi apabila tidak dikelola dengan baik.
h. Lingkup Rekomendasi/ Saran Tindak : Rekomendasi mencakup
saran perbaikan terhadap pengelolaan risiko dari kegiatan
operasional co-processing. Rekomendasi ini bertujuan untuk
meningkatkan kesiapan perusahaan dalam melakukan pencegahan
dan pengendalian risiko kegiatan operasional coprocessing.
3. Hasil Laporan :
Temuan Kesesuaian :
a. Perusahaan sudah memiliki Dokumen Managemen Risiko yang
dituangkan dalam Dokumen Identifikasi dan Penilaian Dampak
Kegiatan (IPDK) yang berisi identifikasi, penilaian dan
pengendalian risiko. Dokumen ini dievaluasi setiap tahun untuk
penyempurnaan dan perbaikan pengendaian operasi di lapangan.
b. Manajemen risiko telah diterapkan pada aktivitas pemanfaatan
limbah B3, mulai dari proses pengadaan; penerimaan;
pengumpulan dan penyimpanan; pre-processing; proses produksi,
jaminan mutu (quality asurance) dan pengendalian mutu (quality
control); manajemen pemeliharaan; managemen SDM;
managemen kesehatan; management of change, pengendalian
pencemaran; kesiapsiagaan dan tanggap darurat dan komunikasi
lingkungan serta managemen risiko kegiatan decommissioning.
c. Perusahaan telah melakukan pengukuran parameter dioksin furan
sebagai PCDD dan PCDF dan hasilnya telah menujukan jauh
dibawah baku mutu yang telah ditetapkan, yakni sebesar 0,00002
ng TEQ/m3 , 0,00002 ng TEQ/m3 (baku mutu 01 ng.m3).
d. Perusahaan sudah melakukan Kajian Dispersi Emisi Udara pada
tahun 2011 sesuai dengan kewajiban Izin Pemanfaatan Menteri
Lingkungan Hidup nomor 231 tahun 2010.
Temuan Ketidaksesuaian :
a. Identifikasi, penilaian dan pengendalian risiko lingkungan dan
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) belum mencakup paparan
dioksin-furan dan logam-logam berat.
b. Cara penetapan nilai risiko masih mengacu pada baku mutu
lingkungan atau nilai ambang batas (BML/NAB)
c. Pemberian nilai pada likelihood (L) Kegiatan Inspeksi dan
Perbaikan Pengendalian Emisi EP dan Bag Filter Unit Kerja Seksi
Pengendalian Emisi antara kondisi normal dan abnormal perlu
ditinjau kembali dengan mempertimbangkan risiko operasi
abnormal berdasarkan data time series yang ada.
d. Perusahaan belum memiliki Perencanaan Sistem Tanggap Darurat
Pemanfaatan Limbah B3 yang mencakup unit fungsi khusus
pemanfaatan limbah B3 dan simulasinya di lapangan.
e. Program komunikasi kegiatan pemanfaatan limbah B3 kepada
masyarakat sekitar belum dibuat.
Temuan Observasi :
a. Jumlah analis dan petugas sampling masih terbatas.
b. Prosedur Penerimaan dan Penimbangan Bahan Baku dan Bahan
Penolong Nomor IK/KSO/PPG01/53204300/005belum sesuai
dengan jenis limbah B3 yang termuat dalam izin.
c. Pemeliharan Gas analyzer yang terpasang di Kiln system masih
bersifat manual.
d. Management of Change belum melibatkan pihak terkait terutama
Bagian Hiperkes/Klinik dalam memberikan identifikasi risiko
kesehatan.
e. Perusahaan belum memiliki prosedur management of change yang
menjadi induk IK yang digunakan oleh unit kerja yang
berhubungan langsung dengan pemanfaatan limbah B3 sebagai
BBMA.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nur Afifah, W. (2014). Dampak Negatif Industri Pt. Semen Indonesia Terhadap
Masyarakat Desa Temandang. Paradigma, 2(1), 1–7.
https://www.neliti.com/publications/249208/dampak-negatif-industri-pt-
semen-indonesia-terhadap-masyarakat-desa-temandang
Ratna P., K. (2017). Laporan Tugas Akhir Pabrik Semen Pt Semen Gresik
(Persero) Tbk. Pabrik Tuban.
https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/74915/Pabrik-Semen-Pt-Semen-
Gresik-Persero-Tbk-Pabrik-Tuban
Utami, K. T., & Syafrudin, S. (2018). Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan
Beracun (B3) Studi Kasuspt. Holcim Indonesia, Tbk Narogong Plant. Jurnal
Presipitasi : Media Komunikasi Dan Pengembangan Teknik Lingkungan,
15(2), 127. https://doi.org/10.14710/presipitasi.v15i2.127-132