Anda di halaman 1dari 53

BAGIAN 5

Teknologi Pengelolaan
Limbah Industri Percetakan

Oleh :
Ir. Setiyono, M.Si.
Ir. Setiyono, M.Si.

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Abstraksi

L
imbah cair dan padat industri percetakan sebagian termasuk dalam kategori
limbah yang berbahaya dan beracun, karena limbah dari industri ini ada yang
mempunyai sifat mudah terbakar dan mengandung berbagai logam berat
yang dapat bersifat racun. Oleh karena itu maka limbah industri percetakan yang
termasuk dalam kategori limbah B3 harus dikelola sesuai dengan tata cara dan
teknik pengelolaan limbah B3. Karena limbah B3 dari usaha ini jumlahnya sedikit
maka perlu kerjasama dengan pihak lain dalam pengelolaannya.

Limbah padat yang masih dapat dimanfaatkan seperti kertas dan plastik perlu
dilakukan daur ulang atau recycle, sementara limbah padat yang tidak dapat didaur
ulang dan telah terkontaminasi B3 perlu dilakukan pembakaran (insenerasi) atau
penanganan lainnya yang dapat menjamin keamanan dari kontaminannya.

Sementara limbah cair yang banyak mengandung logam berat atau mudah
terbakar dapat dikirim ke perusahaan pengolahan limbah B3 cair. Di pusat
pengolahan ini, limbah cair B3 akan diolah sesuai dengan karakteristiknya. Limbah
yang mengandung logam berat diproses secara elektrolisis, kemudian cairan yang
telah bebas dari logam dibakar dengan insenerator pada temperatur destruksinya
dan dilanjutkan dengan scrubber.

297
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Percetakan

1.2. Latar Belakang

Berbagai jenis limbah yang tidak memenuhi standar baku mutu yang dibuang
ke lingkungan merupakan sumber pencemaran dan kerusakan lingkungan yang
utama. Lingkungan yang telah tercemar dan rusak, akan meningkatkan biaya
eksternalitas yang harus ditanggung oleh masyarakat. Kondisi demikian, rawan
sekali terhadap resiko timbulnya konflik sosial, yang pada akhirnya akan
mengancam kelangsungan dari industri tersebut.

Salah satu sektor industri penghasil limbah adalah industri percetakan.


Meskipun industri ini tidak menghasilkan limbah dalam jumlah yang besar, namun
karena sifat limbahnya yang berbahaya dan berarun maka dampak yang ditimbulkan
harus diwaspadai. Masuknya limbah B3 ke lingkungan dalam jumlah kecil saja dapat
menimbulkan resiko kerusakan yang sangat berarti dan memerlukan biaya
pemulihan yang sangat mahal.

Dalam proses produksinya industri percetakan banyak menggunakan bahan


baku dan bahan penolong yang mengandung bahan berbahaya, seperti pelarut dan
tinta. Selama proses cetak menggunakan bahan tersebut, akan menghasilkan limbah
dari berbagai pelarut dan tinta yang digunakan, sehingga limbahnya juga mempunyai
sifat berbahaya dan beracun. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan
karena sifat limbah tersebut, maka diperlukan pengelolaan yang sesuai dengan
karakteristik limbahnya.

298
Ir. Setiyono, M.Si.

1.3. Sejarah Cetak Mencetak

1.3.1. Penemuan Teknik Mencetak

Mencetak adalah kemungkinan membuat salinanan dalam jumlah banyak


atau lebih banyak dari original yang sama. Metode cetak mencetak ditemukan oleh
Johannes Gutenberg di Mainz, Jerman pada tahun 1440. penemuan ini sampai
sekarang merupakan salah satu hasil karya terbesar dalam sejarah. Lewat barang-
barang cetakan jiwa manusia terbuka bagi semua orang. Dengan bantuan cetakan
pengetahuan dapat disimpan di atas kertas setiap saat, untuk kapan saja, dan dapat
disampaikan kepada setiap orang dari semua generasi. Di Asia, terutama di Cina
dan Korea, cetak mencetak sudah dikenal sekitar 1.000 tahun yang lalu.

Teks dan gambar diukirkan pada sekeping papan, tanah liat atau logam,
kemudian acuan/stempel itu ditintai, ditumpangi selembar kertas (papyrus) yang
kemudian ditekan sehingga tinta dari stempel pindah ke permukaan kertas. Di Eropa
percetakan yang tertua menggunakan metode ini sekitar 600 tahun yang lalu.

Sebelum penemuan teknik cetak, seluruh buku harus ditulis tangan yang
biasanya dikerjakan oleh para biarawan di biara-biara. Sebuah buku dengan begitu
menjadi barang yang sangat berharga dan hanya orang yang sungguh kaya dapat
memilikinya. Membaca dan menulis hanya terbatas pada segelintir orang
berpendidikan.

Gagasan Gutenberg adalah menggunakan huruf tunggal yang diukirkan pada


kayu, yang kemudian berkembang menjadi ukiran pada bahan logam. Penemuan
untuk menuang huruf-huruf tunggal merupahan hal yang pokok dari pada kerja
Gutenberg. Setiap huruf dan tanda-tanda, mula-mula harus diukir pada sebatang
besi secara terbalik, yang sebelah kiri sebuah matris menjadi sebelah kanan.
Stempel besi ini menjadi alat penakik yang diketukan pada selembar lempengan
tembaga yang akan menjadi acuan/matris. Matris ini kemudian ditempatkan pada
alat pengecoran (dikerjakan dengan tangan). Konstruksi alat pengecoran ini

299
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Percetakan

sederhana, namun praktis sekali. Bahan metal yang dipakai untuk dicor adalah timah
putih, antimony dan timah hitam. Huruf-huruf hasil cor ini cukup cermat dipakai untuk
menyusun. Huruf-huruf ini sudah mempunyai bentuk yang sama seperti yang kita
gunakan sekarang ini.

Huruf tunggal ini dapat disusun menjadi kata atau kalimat yang setelah
dipakai untuk mencetak dapat diuraikan dan disimpan kembali dalam kotak masing-
masing untuk kelak dipakai lagi. Batang-batang penyusun, nampan tempat susunan
huruf-huruf yang sudah disusun dan malahan mesin cetak merupakan penemuan
kelanjutan dari Gutenberg.

Mesin cetak yang pertama dibentuk berdasarkan alat pemeras buah-buahan.


Bahan pencetaknya ditintai dengan menggunakan tampon (sekarang rol penintaan),
lembaran kertas kemudian diletakkan ke atas alat cetak yang sudah ditintai itu.
Dengan menekan rata kertas itu maka diperoleh hasil cetak.

Keahlian Gutenberg dapat memecahkan semua masalah itu dan menciptakan


apa yang kemudian menjadi mesin cetak yang berhasil. Alat-alat dan mesin-mesin
penemuannya tetap sama bentuknya untuk jangka waktu berabad-abad. Gutenberg
sadar bahwa penemuannya hanya akan berhasil kalau ia dapat mempertahankan
mutu artistik buku-buku yang ditulis tangan.

Hidup sehari-hari Gutenberg sebagai tukang emas dan mengenal baik seni
penulisan dan pelukisan buku. Dia yang harus lebih banyak memecahkan masalah
teknis, menciptakan buku dengan nilai artistik tinggi. Bentuk-bentuk hurufnya seperti
juga barang-barang cetakkannya memperlihatkan penguasaan yang pantas dipuji.

300
Ir. Setiyono, M.Si.

1.3.2. Penyebaran Teknik Mencetak

Pada tahun 1462 kota asal Gutenberg hancur karena perang, sehingga
tukang-tukang cetaknya menyebar ke seluruh Eropa. Dengan demikian terbukalah
rahasia cetak mencetak yang sejak awal mula dijaga dengan baik. Gutenberg sendiri
tinggal di Mainz dan memulai usaha percetakan kecil-kecil kembali namun tanpa
suatu karya besar. Gutenberg meninggal pada tanggal 3 Februari 1468.

Mulai tahun 1462 tersebut teknik dan usaha mencetak menyebar luas ke
seluruh Eropa. Pada tahun 1500 terdapat lebih dari 1.000 perusahaan percetakan.
Diduga sekitar 40.000 buku dan pekerjaan cetak lainnya dikerjakan selama periode
ini. Cetakan pertama dinamakan inkunabulas dan karena keindahannya menjadi
barang-barang berharga di museum-museum seluruh dunia.

Gutenberg hanya menggunkan huruf-huruf Gotik, tetapi di Eropa bagian


selatan sudah sejak sekitar tahun 1.500 diukir dan dituang jenis huruf Antiqua yang
pertama. Dari abad ke 15 sampai awal abad 19 perusahaan percetakan telah
didirikan hampir di semua kota besar di Eropa. Percetakan-percetakan terkenal
seperti Claude Garamond di Perancis, John Baskerville di Inggris dan Giambattista
Bodoni di Italia, menciptakan jenis-jenis huruf yang terkenal dan juga merupakan
asal macam-macam tipografi pada zamannya.

Abad ke 19 adalah permulaan dari zaman industrialisasi di Eropa. Segera


perusahaan-perusahaan percetakan mengambil bagian teknik baru ini. Friendrich
K nig menciptakan mesin cetak kecepatan tinggi (highspeed press) pada tahun
1812. Mesin penyusun (composing machine) dibuat tahun 1846. sejak saat itu tidak
terhitung lagi penyempurnaan-penyempurnaan atas peralatan cetak-mencetak
dikerjakan, teknik baru diciptakan dan dikembangkan dengan cepatnya. Dewasa ini
peralatan mencetak dan mutu cetakan mencapai tingkatan sedemikian tingginya
sehingga sulit sekali untuk dilakukan lagi penyempurnaan.

301
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Percetakan

Latihan-latihan yang terus menerus di segala bidang adalah perlu untuk


menciptakan pengertian, kemauan dan kecintaan kepada perniagaan cetak
mencetak. Percetakan masa sekarang ini tetap bias menjadi sebuah seni, seperti
pernah dicapai selama lebih dari 500 tahun dalam sejarah.

Di Indonesai teks dan keseluruhan ceritera diukirkan pada batu atau dituliskan
di atas papyrus (daun lontar). Situasinya sama seperti di Eropa. Karena kurangnya
pengetahuan cara memperbanyak dan menyimpan, maka hanya beberapa orang
terpelajar saja yang mampu menulis dan membaca.

Pada tahun 1596 pedagang-pedagang Belanda yang pertama mendarat di


Jawa Barat, selanjutnya membentuk Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC)
pada tahun 1602. Diduga sekitar waktu itu pengetahuan cetak mencetak secara
teknis dibawa ke Indonesia.

302
Ir. Setiyono, M.Si.

BAB 2
PROSES CETAK

2.1. Proses Cetak

P
roses cetak berarti suatu pekerjaan untuk memproduksi atau menyalin suatu
original dengan menggunakan alat atau mesin yang secara umum disebut
pekerjaan mencetak. Yang disebut mencetak disini adalah mencetak teks
atau gambar. Proses cetak umumnya dibagi menjadi empat proses yang bekerja
menurut prinsip-prinsip yang berbeda. Keempat proses tersebut adalah sebagai
berikut:

2.1.1. Cetak Tinggi

Pada proses cetak tinggi, huruf-huruf teks dan gambar lebih tinggi dari pada
unsur-unsur yang tidak dicetak. Rol-rol tinta hanya menyentuh bagian-bagian yang
tinggi dan menyalurkan tintanya. Huruf atau gambar yang dicetak langsung tercetak
ke atas kertas atau ke atas bahan lain dengan tekanan yang kuat. Prinsip tekanan
cetak pada cetak tinggi secara teknis dikerjakan dengan tiga jalan yaitu : mesin cetak
tangan horizontal dan mesin cetak tangan vertical, mesin cetak cepat dan mesin
cetak rotasi.

A. Mesin-Mesin Cetak Tangan Horisontal Dan Vertikal

Mesin ini mencetak datar atas datar, berupa kerjasama antara papan besi
penekan (back pressure) dan acuan cetak (teks dan gambar-gambar). Pada cetak
tangan horisontal penekan dan acuan cetak terletak dalam posisi horisontal,
sedangkan pada cetak tangan vertikal posisi penekan dan acuan cetak vertikal.
Karena besi penekan mengepres acuan dengan tekanan paralel, maka perlu
tekanan cetak yang sangat tinggi.

303
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Percetakan

Pada cetak tangan vertikal papan penekan bergerak kembali setelah setiap
pengepresan. Pada saat yang bersamaan acuan ditintai dan lembaran yang telah
dicetak diganti dengan yang belum dicetak (sistem boston). Sistem ini dipakai untuk
pekerjaan-pekerjaan kecil (jobbing work) dan dimaksudkan untuk pencetakan yang
mengutamakan mutu.

Gambar 2.1. Skema Mesin Cetak Tangan Horisontal dan Vertikal

B. Mesin Cetak Cepat

Sistem ini menggunakan sebuah silinder yang membawa kertas waktu


berputar ke atas acuan cetak yang datar. Karena pengepresan yang menyinggung
saja, maka keseluruhan tekanan yang dibutuhkan dapat dikatakan lebih kecil. Acuan
cetak bergerak ke depan ketika lembaran dengan silinder itu berputar. Sebelum
acuan cetak mengenai lembaran kertas (yang hendak dicetak), rol-rol tinta menintai
acuan ini lebih dahulu. Kertas yang sudah tercetak kemudian terlepas dari gripper an
lewat suatu pita pengeluaran (delivery tape) dihantarkan ke meja pengeluaran
(delivery table).

304
Ir. Setiyono, M.Si.

Gambar 2.2. Skema Proses Cetak Cepat

Mesin cetak cepat adalah mesin cetak tinggi yang paling penting. Pencetakan
buku yang biasa, pekerjaan-pekerjaan yang perlu mutu yang tinggi dan perforasi dan
perlubangan dapat dikerjakan oleh mesin ini.

C. Mesin Cetak Rotasi.

Untuk mesin ini acuan cetak harus bulat yang dibalutkan pada sekeliling
silinder. Silinder acuan cetak dan silinder penekan bergulung satu dengan yang lain,
dan diantara kedua silinder ini dilintaskan kertas. Mesin ini membutuhkan rol-rol
kertas.

Gambar 2.3. Skema Proses Cetak Rotasi

305
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Percetakan

Sistem cetak rotasi adalah sistem untuk pencetakan dalam jumlah besar dan
kurang pas untuk pencetakan yang berkualitas. Biasanya surat kabar harian dan
majalah-majalah dicetak dengan mesin ini. Sistem cetak ini dimungkinkan setelah
penemuan matris kertas. Kapada matris kertas inilah kemudian dilakukan penuangan
timah untuk menghasilkan acuan cetak yang melengkung (berbentuk silinder).

2.1.2. Cetak Anilin (Flexographic Printing)

Proses ini termasuk proses cetak tinggi, karena bagian-bagian cetaknya lebih
tinggi. Perbedaannya ialah mengenai tinta yang dipergunakan. Tinta analin adalah
cairan dan tidak membutuhkan distribusi. Semua mesin analin adalah mesin-mesin
bersilinder dan mempergunakan penyalur kertas.
Acuan cetaknya pada umumnya berupa blok-blok karet seperti stempel karet,
yang dibungkuskan pada silinder. Silinder cetak ini berputar mengenai silinder
penekan. Diantara kedua silinder dilintaskan kertas yang akan dicetak. Mesin-mesin
analin dipakai untuk mencetak bahan-bahan pembungkus, seperti kertas-kertas
sampul, kantongan kertas, kotak karton dan bungkus bahan makanan. Pekerjaan
cetakan yang menghendaki mutu tinggi tidak dapat dicetak pada mesin-mesin anilin.

Gambar 2.4. Skema Proses Cetak Alnilin

306
Ir. Setiyono, M.Si.

2.1.3. Cetak Litografi

Penemu litografi adalah Alois Senefelder, pada tahun 1797. Kata litografi
berasal dari dua kata Yunani, lithos (batu) dan graphein (menulis). Litografi adalah
sistem pencetakan secara langsung, maka gambar-gambar dan teks harus dituliskan
secara terbalik (dari belakang ke muka). Gambar, teks atau bentuk lain yang akan
dicetak dapat dipindah-pindahkan ke permukaan batu dengan tangan memakai
kapur litografi, seperti kalau kita menulis atau menggambar. (Teks, blok-blok dicetak
dengan tinta khusus kemudian dipindahkan ke permukaan batu itu).

Kromolitografi dipakai untuk mencetak original-original yang berwarna.


Senimannya memindahkan kontur (garis batasnya/outline) ke atas berupa batu
sesuai dengan berapa banyak warna yang akan dipergunakan untuk pencetakan.
Kemudian seniman itu membuat pemisahan warna seturut selera seni dan
pengetahuannya tentang warna.

Gambar 2.5. Skema Proses Cetak Litografi

307
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Percetakan

2.1.4. Cetak Offset

Oleh karena cetak offset berdasarkan pada proses kimia (saling tolak antara
lemak dan air), cetak offset menggunakan plat-plat logam. Bila dibandingkan dengan
batu (sebagai acuan cetak pada litografi) yang berat, jauh lebih mudah ditangani.
Perbedaan pokok dengan litografi adalah penggunaan plat logam sebagai ganti
penggunaan batu dan pemakaian tambahan silinder untuk lembaran karet (rubber
blanket).

Cetak offset adalah proses cetak tidak langsung. Cetakan mula-mula terjadi
dengan pemindahan bahan cetak dari plat acuan acuan cetak ke sekeliling silinder
yang berselimut lembaran karet. Dari silinder yang berlembaran karet, bahan cetak
itu dipindahkan lagi atau offset ke atas kertas.

Sebelum setiap cetakan plat acuan cetak harus diairi dan baru kemudian
diberi tinta masing-masing oleh unit pemberi air dan pemberi tinta yang terdiri dati
rol-rol yang menggulung ke atas plat itu. Penggunaan lembaran karet itu
memungkinkan untuk mencetak dalam jumlah yang sangat banyak dari selembar
plat (tanpa merusaknya) dan mencetak ke atas segala macam kertas baik yang
mempunyai permukaan halus maupun kasar (linen atau kulit jeruk).

Gambar 2.6. Skema Proses Cetak Offset

308
Ir. Setiyono, M.Si.

Disamping mesin cetak offset yang mencetak lembaran-lembaran kertas


terdapat juga mesin cetak offset rotasi (offset rotary press) yang menggunakan
gulungan kertas. Mesin cetak offset dikelompokkan menjadi tujuh, yaitu :

duplikator kontur
mesin cetak offset ukuran kecil
mesin cetak offset ukuran medium
mesin cetak offset ukuran besar
mesin cetak multi warna
mesin perfektor untuk warna tunggal/multi warna
mesin cetak offset rotasi (satu warna atau multi warna)

Gambar 2.7. Mesin Offset Kecil

309
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Percetakan

Gambar 2.8. Mesin Offset Besar

2.1.5. Cetak Collotype (Cetak Dengan Sinar)

Cetak collotype adalah suatu proses cetak secara foto mekanis yang dipakai
untuk memproduksi foto-foto dan lukisan-lukisan. Sistem ini tidak menggunakan
raster untuk membuat nada lengkap, tetapi menggunakan nada lengkap yang
sesungguhnya, sehingga diperoleh mutu reproduksi yang jauh lebih tinggi bila
dibandingkan dengan proses cetak yang lain.

Semua gambar (baik foto maupun lukisan) harus difoto pada film dan
kemudian dicopy pada selembar plat kaca yang telah dilapisi dengan obat-obatan
yang peka cahaya. Penyinaran yang dibuat lewat selembar negatif akan merubah
lapisan (emulsi) itu sedemikian rupa sehingga menimbulkan butiran-butiran (grain)
yang akan mengeras sendiri. Dari plat kaca ini hanya dapat dicetak jumlah yang
terbatas saja (sekitar 1.000 lembar).

310
Ir. Setiyono, M.Si.

Sistem ini juga tidak menggunakan unit pembasah, tetapi membutuhkan tinta
khusus. Dan semua mesin collotype dikerjakan dengan tangan, dengan jumlah
putaran 600 lembar sehari.

2.1.6. Cetak Fotogravur (Cetak Dalam)

Cetak fotogravur adalah proses cetak dengan pahatan plat tembaga, etsa plat
tembaga dan pahatan plat baja. Semua bagian pencetak, gambar dan teks dietsa
atau dipahat. Setelah itu plat tersebut diberi tinta ke bagian dalamnya. Kemudian plat
tersebut dibersihkan dengan selembar lap atau pada cetak fotogravur dengan
semacam pisau yang disebut doctor blade. Tintanya kini hanya tinggal di bagian
dalam (yang lekuk) dan akan dipindahkan ke atas kertas ketika dilakukan
pencetakan.

Bagian-bagian yang dietsa atau dipahat dalam menyimpan tinta dan karena
itu memberi lebih banyak tinta pada permukaan kertas sama dengan bagian-bagian
yang gelap. Bagian-bagian yang kurang dalam (dangkal) hanya menyimpan sedikit
tinta oleh karena itu hanya memberi sedikit tinta kepada permukaan kertas sama
dengan bagian-bagian yang lebih terang.

Kelebihan yang ada pada sistem cetak ini adalah kemungkinan untuk
memproduksi terutama foto-foto dan gambar-gambar dengan banyak tingkatan
warna. Sistem ini digunakan untuk melaksanakan pekerjaan cetak yang punya
banyak foto/lukisan seperti katalog-katalog bergambar dan majalah berilustrasi
dalam jumlah cetakan yang sedang atau besar.

311
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Percetakan

Gambar 2.9. Skema Proses Cetak Fotografur

2.1.7. Cetak Saring / Sablon (Screen Printing)

Cetak ini dikerjakan dengan menggunakan selembar layar saringan (stensil).


Saringan tersebut berupa sejenis kasa terbuat dari bahan nylon atau polyester.
Perbedaan dengan cetak mencetak sistem lain, seperti offset, latterpress, pada cetak
saring ini mempunyai kesederhanaan dalam peralatan, juga biaya cetaknya relatif
murah, tetapi mempunyai beberapa kelebihan, antara lain bisa mencetak pada
bahan plastik, kayu, kulit, kain, kaos, aluminium, kaca dan jenis lainnya.

Gambar 2.10. Proses Cetak Sablon

312
Ir. Setiyono, M.Si.

Cetak saring ini dapat dikerjakan dengan menggunakan tangan, tetapi


sekarang juga sudah dikembangakan mesin setengah otomatis dan mesin otomatis
penuh. Peralatan cetak saring dengan menggunkan tangan terdiri dari:

sebuah meja dan dilengkapi dengan bingkai cetak (yang mudah diganti)
sebuah bingkai cetak untuk memegang layar saringan, yang terbuat dari sutra
nylon atau perlon
peralatan tinta
tinta cetak saring

Terbentuknya gambar melalui cetak sablon ini ialah karena cat yang
disaputkan pada saringan (sreen), sebagian akan tertahan disebabkan adanya motif
screen yang tertutup, dan sebagian lagi menembus motif terbuka lalu menempel di
atas media yang disablon. Maka terbentuklah gambar yang diinginkan.

Motif screen atau gambar terbuka tertutup pada cetakan kain kasa (screen)
terbentuk melalui tiga cara, yaitu cara afdruk, cara menempelkan lapisan berlubang,
dan cara menggambar langsung pada screen.

2.1.8. Cetak Bromida

Cetak bromida bukan merupakan cara cetak biasa. Cara ini dilakukan dengan
mengkopi dan mengembangkan gambar-gambar fotografi (gambar-gambar poscard)
secara mekanis.

313
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Percetakan

2.2. Ragam Cetakan Yang Umum

Berkembangnya teknik cetak telah banyak membuka usaha percetakan yang


dikelola perongan maupun skala industri. Berbagai jenis kartu, buku, poster dan
barang cetakan lainnya sekarang juga telah banyak dihasilkan. Pada umumnya jenis
barang cetakan yang dikerjakan di percetakan perorangan berbeda dengan barang
cetakan yang dikerjakan di perusahaan percetakan.

Aneka barang cetakan perorangan tersebut antara lain: kartu nama, kartu
berita kelahiran, kartu selamat tahun baru, kartu berita perkawinan/undangan, kartu
berita duka dan kepala surat. Sedangkan aneka barang cetakan yang dikerjakan di
perusahaan percetakan antara lain: kartu usaha, kepala surat, faktur (invoice),
sampul surat, barang-barang periklanan (leaflet, folder, propektus progama/
lembaran acara), poster, surat ijazah, akte (sertifikat), buku dan lain-lain.

314
Ir. Setiyono, M.Si.

BAB 3
BAHAN BAKU PERCETAKAN

3.1. Kertas

B
ahan baku dalam proses cetak adalah kertas dan tinta cetak. Nama kertas
dalam bahasa Yunani papyrus, yaitu suatu tanaman air yang telah
digunakan oleh orang-orang Mesir kuno sebagai bahan untuk tulis menulis.
Dari kata papyrus ini diturunkan kata paper (bahasa Inggris), dan papier
(bahasa Belanda).

Kertas terbuat dari serat-serat (selulosa) batang pohon. Dimana batang pohon
yang terdiri dari selulosa dan lignin dihancurkan dengan suatu alat pengggerus.
Kemudian lignin dipisahkan dari selulosanya. Pada selulosa ditambahkan bahan-
bahan perekat dan pengisi, lalu dicetak dengan alat cetak sehingga menghasilkan
lembaran-lembaran kertas. Lembaran kertas yang masih basah dikeringkan dengan
menggunakan panas matahari.

Pabrik pembuat kertas pertama dibangun di Eropa pada pertengahan abad ke


15. kemudian pada tahun 1799, Louis Robert dari Perancis memperoleh gagasan
untuk membuat sebuah mesin kertas kontinyu (yang dapat menghasilkan kertas
yang tak putus-putus), maka dibuatlah lembaran kertas yang tak putus-putus di atas
jaringan halus kawat yang tak berkeputusan pula. Setelah itu lembaran kertas
tersebut digilas diantara rol-rol dan digulung dalam keadaan basah, kemudian
gulungan kertas diuraikan kembali, dipotong menjadi lembaran-lembaran dan
dikeringkan di loteng.

Pada tahun 1821 untuk pertama kali dipakai sebuah mesin yang dapat dipakai
mengeringkan gulungan kertas (tanpa dipotong-potong dahulu) dengan cara
melewatkannya di antara silinder-silinder yang dipanasi dengan uap. Teknik ini tetap
dipakai sampai sekarang.

315
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Percetakan

Berkembanganya teknik pembuatan kertas dan proses finishingnya teah


mengahasilkan bermacam-macam kertas yang biasa dipakai pada industri
percetakan. Macam-macam kertas tersebut antara lain: machine finished printing
paper (MF paper), Kertas licin (calendered paper), kertas berlapis (coated paper) dan
kertas karton.

3.2. Tinta

Tinta cetak pertama kali digunakan oleh orang China yang menemukan kertas
pada tahun 100 200 M. Unsur-unsur dasar adalah serbuk karbon yang dilarutkan
dalam lem dan minyak, dipakai dengan sebatang tabung bamboo dan kemudian hari
dengan kuas. Tinta Gutenberg (1440) sedikit berbeda dalam unsur utamanya, terdiri
dari minyak biji rami (70%), vernis lithografi, karbon dari minyak, serbuk tulang dan
unsur tumbuh-tumbuhan (30%).

Tinta cetak modern yang unsur-unsurnya terdiri dari zat warna (pigment),
bahan pengikat (vehicle), bahan pencair (thinner), bahan pengering (drier) dan
pengubah (modifier).

A. Zat Warna (Pigment),

Zat warna adalah unsur dalam tinta yang dapat dilihat sebagai warna, hitam,
putih atau kelabu. Zat warna tertentu adalah unsur an-organik dan organik. Zat
warna an-organik adalah zat warna yang diperoleh secara alami. Karena sulitnya
dikerjakan, dewasa ini sedikit sekali dipakai zat warna alami.

Wiliam Perking (1856), seorang mahasiswa jurusan kimia, menemukan bahan


pewarna sintetis yang pertama. Zat warna an-organik ini diperkenalkan dan kini
banyak dipakai secara meluas dalam pabrik-pabrik tinta cetak. Zat warna ini
kebanyakan dihasilkan dari bahan-bahan kimia ekstrak dari cairan kental batubara,
hasil samping dalam pabrik kokas dan gas bakar dari batubara. Kebanyakan warna
dari spektrum yang dapat dilihat, dapat ditiru dengan zat warna ini.

316
Ir. Setiyono, M.Si.

B. Bahan Pengikat (Vehicle),

Bahan pengikat adalah minyak biji rami yang dikerjakan dalam keadaan
panas dan membentuk ujud jenang tinta. Bahan ini memuat zat warna dan
mengikatnya dengan bahan-bahan cetak. Bahan pengikat ini biasanya menentukan
penyediaan, penyebaran, pemindahan dan daya penutupan daripada tinta, juga
merupakan penentu cara /kecepatan pengeringan. Pada tahun-tahun terakhir ini
damar sintetis telah menggantikan minyak pengering.

Untuk fotogravur dipakai suatu bahan pengikat khusus, yaitu menggunakan


alkohol atau aseton, yang menyebabkan tinta mengering dengan cara sebagian
karena penyerapan dan sebagian karena penguapan. Tinta fotogravur cepat
menguap, namun kilaunya kurang dan lagi berbahaya bagi kesehatan serta
merupakan uap yang mudah menimbulkan bahaya kebakaran. Uap obat pelarut
harus disalurkan ke tabung penampungan.

C. Bahan Pencair (Thinner),

Bahan ini membantu kerja pada mesin. Pencair ini biasanya dipisahkan dari
bahan pengikatnya dan mempengaruhi ketahanan, peresapan, penggilapan,
pengeringan dan pelekatan tinta.

D. Bahan Pengering (Drier),

Bahan pengering ini ditambahkan pada tinta cetak untuk membantu


pengeringan secara oksidasi. Kebanyakan bahan pengering berunsur cobalt (bahan
keputih-putihan terdapat pada besi dan nikel), mangan dan timah yang dapat larut ke
dalam berbagai bahan pengikat.

Bahan pengering mengikat kerjanya sejajar dengan peningkatan suhu, maka


dengan begitu tinta lebih cepat mengering pada suhu yang dingin. Kelembaban pada
tingkat tertentu mempengaruhi waktu pengeringan daripada zat warna cetak. Suatu
kelembaban yang cukup tinggi akan meningkatkan kesulian pengeringan.

317
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Percetakan

E. Pengubah (Modifier).

Pengubah, seperti malam dan minyak, mengontrol pengeringan, kekenyalan,


ketahanan, kekilapan dan kemampuan bertahan terhadap gesekan. Kalau bahan
pembungkus mentega, daging, buah, sayur-sayuran dan sebagainya dicetak, maka
bahan pengubah inilah yang digunakan untuk mengatur bau dari tinta.

Gambar 3.1. Berbagai Bahan Untuk Proses Cetak

3.3. Pencampuran Warna

Pencampuran warna pada tinta berarti mencampur beberapa jenis/warna tinta


untuk mendapatkan warna yang lain, atau untuk memperoleh suatu tingkatan warna
yang lebih muda atau yang lebih tua dari pada warna yang telah tersedia. Pada
umumnya warna yang lebih kuat/tua dituangkan sedikit demi sedikit kepada warna
yang lebih muda/lemah, kemudian diaduk supaya merata sampai dicapai tingkatan
warna yang diinginkan.

318
Ir. Setiyono, M.Si.

BAB 4
PROSES PRODUKSI DAN
LIMBAH YANG DIHASILKAN

4.1. Proses Produksi

S
ecara garis besar proses produksi diawali dengan adanya order/pemesanan
dalam bentuk gambar atau tulisan yang akan dicetak, kemudian dilakukan
proses disain terlebih dahulu. Agar kegiatan sesuai dengan jadwal yang
direncanakan dan dapat mencapai effektivitas dan effisiensi pada proses produksi
yang dimaksud berlangsung tahap demi tahap sebagai berikut:

Proses disain. Proses disain berlangsung setelah adanya pesanan (order), baik
dalam bentuk gambar atau tulisan. Setelah ada order dilakukan perencanaan
yang lebih teliti.

Proses setting/ lay out/ penataan huruf. Proses ini dilakukan untuk penataan
huruf dan gambar agar sesuai dengan desain /perencanaan yang telah disusun
sebelumnya.

Proses reproduksi film. Dalam tahap ini dilakukan pemotretan untuk gambar
dan tulisan yang sudah ditata, selanjutnya diproses dengan menggunakan film
processor sebagai film dan positif. Pada saat proses produksi film ini
mengeluarkan limbah cair.

Pelat processor. Ini adalah proses pembuatan pelat offset, dimana film yang
sudah jadi dicopy di atas lembaran pelat aluminium dengan menggunakan pelat
processor yang menggunaan campuran bahan kimia dengan tujuan untuk
memperjelas gambar. Pada saat proses pembuatan pelat ini juga menghasilkan
limbah cair.

319
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Percetakan

Proses cetak lembaran dan cetak gulungan. Dalam tahap ini pelat offset
dipotong pada mesin cetak sheet untuk mencetak pada kertas lembaran dengan
menggunakan mesin web untuk mencetak kertas gulungan.

Proses finishing. Pada proses penyelesaian akhir cetakan dilakukan di atas


lembaran rol-rol kertas tersebut dan dipotong sesuai dengan bentuk pesanan.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan, baru diteruskan dengan penjilidan. Pada
proses finishing ini menghasilkan limbah padat dari potongan kertas.

Secara detail diagram alir proses produksi percetakan dapat sebagi berikut:

ORDER

DESAIN

SETTING/ LAY OUT/


PENATAAN HURUF

REPRODUKSI FILM Limbah Cair

PELAT PROCESSOR Limbah Cair

SHEET (MAJALAH) WEB (KORAN) Limbah Cair

SETTING/ LAY OUT


Limbah Cair
Limbah Cair

EKSPEDISI

Gambar 4.1. Bagan Alir Proses Produksi

320
Ir. Setiyono, M.Si.

Gambar 4.2. Proses Produksi Industri Percetakan

4.2. Limbah Percetakan

Limbah yang dihasilkan industri percetakan berupa limbah cair dan limbah
padat. Limbah padat percetakan terdiri dari :

kertas potongan penjilidan


kertas dari kesalahan cetak atau hasil pencetakan yang tidak lolos quality
control

321
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Percetakan

kain lap mesin cetak yang pada umumnya telah terkontaminasi dengan tinta
atau bahan pelarut/pembersih lainnya
plastik, dan lain-lain.

Sedangkan limbah cair industri percetakan terdiri dari :

tinta yang rusak


bahan pelarut
bahan pencair
bahan pengering

Limbah cair ini banyak mengandung bahan kimia berbahaya seperti alkohol
atau aseton dan esternya dan juga mengandung logam berat seperti krom, cobalt
(bahan keputih-putihan terdapat pada besi dan nikel), mangan dan timah yang dapat
larut ke dalam berbagai bahan pengikat.

4.3. Dampak Limbah Industri Percetakan

Sebagian limbah padat industri percetakan seperti kain lap yang terkontaminasi
dengan berbagai pelarut dan tinta mengandung bahan beracun, namun kalau limbah
ini dikelola dengan benar akan aman terhadap lingkungan dan manusia. Sedangkan
limbah kertas dan plastik tidak menimbulkan dampak negatif yang berarti.

Adanya limbah cair yang mengandung berbagai pelarut dan bahan kimia (logam
berat) harus diwaspadai, sebab limbah cair ini dapat bersifat berbahaya dan beracun
bagi manusia maupun lingkungan sekitarnya karena sifat toksiknya. Ada beberapa
dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh berbagai bahan pelarut maupun logam
berat antara lain :

322
Ir. Setiyono, M.Si.

4.3.1. Dampak Atau Efek Pelarut Organik Terhadap Kesehatan

Pelarut organik terdiri dari berbagai jenis zat organik seperti hidrokarbon
aromatik (misalnya benzena), hidrokarbon alifatik (misalnya n-heksan), hidrokarbon
alifatik berklor (misalnya kloroform, CCl4), alkohol, atau glokol dan eternya. Zat-zat
ini digunakan secara luas dalam cat, tinta, tiner, bahan perekat, farmasi, kosmetik dll
sebagai bahan pengikat maupun pengering. Beberapa pelarut terutama digunakan
untuk dry cleaning dan menghilangkan oli pada perlengkapan mesin.

Pembuatan dan penggunaan pelarut yang kurang memperhatikan faktor-


faktor kesehatan dan keselamatan kerja dapat membahayakan kesehatan para
pekerjanya. Selain itu, beberapa diantaranya merupakan komponen barang-barang
rumah tangga, sehingga dapat merupakan bahaya bagi kesehatan para konsumen.
Akhirnya seperti dicatat di atas, masyarakat umum dapat terpejan melalui lingkungan
yang tercemar zat-zat kimia ini.

A. Efek Umum

Kebanyakan pelarut memberikan efek nonspesifik tertentu, antara lain iritasi di


tempat kontak dan depresi SSP.

 Iritasi. Pada suhu kamar pelarut dalam bentuk cair. Bila zat ini bersentuhan
dengan kulit, iritasi mungkin terjadi. Karena pelarut mudah menguap,
penghirupan uapnya dapat menyebabkan iritasi pada saluran napas, dan dapat
pula menyebabkan iritasi mata.

 Depresi SSP. Pada tingkat pajanan yang cukup tinggi, pelarut merupakan
depresan SSP. Manifestasi klinis dimulai dengan disorientasi, perasaan pusing,
dan euforia. Efek yang disebut belakangan menyebabkan penyalah gunaan
beberapa zat kimia ini. Sindroma dapat berkembang menjadi paralisis, ketidak
sadaran dan kejang-kejang. Kematian dapat terjadi.

323
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Percetakan

 Interaksi. Sebagian besar pelarut dapat menjalani biotransformasi dan dapat


meningkatkan aktifitas isozim sitokrom P-450. Karena pelarut sering berada
dalam campuran, interaksi antara zat-zat kimia itu mungkin terjadi. Contoh,
pelarut benzen dapat meningkatkan efek toksik zat lain dengan meningkatkan
bioaktivasinya. Di lain pihak, toksisitas dapat juga berkurang pada campuran
tertentu. Contoh, toulena dapat mengurangi toksisitas dengan cara bersaing
dengan benzen menghambat sistem enzim bioaktivasi (Andrews dan Snyder,
1986). Selain itu, 3-metilkolentran menurunkan efek toksik zat lain dengan
meningkatkan jalur-jalur biotransformasi pengganti, sehingga menurunkan bagian
yang tersedia untuk bioaktivasi.

B. Efek khusus

Selain efek umum yang diuraikan di atas, berbagai jenis efek khusus dapat
muncul akibat pejanan pelarut. Keanekaragaman efek ini jelaslah merupakan akibat
dibentuknya berbagai metabolit reaktif yang berbeda-beda. Beberpa efek khusus
tersebut diuraikan dibawah ini.

 Hati. Etanol dapat merupakan penyebab perlemahan hati dan sirosis hati. Efek ini
tampaknya timbul akibat toksisitas langsung ditambah keadaan kurang gizi yang
biasanya terdapat di antara pecandu alkohol. Berbagai hidrokarbon berklorin
dapat menyebabkan berbagai jenis kerusakan hati, antara lain pelemahan hati
disamping nekrosis hati, sirosis hati, dan kanker hati. Lesi pada hati diinduksi oleh
metabolit reaktif dari pelarut ini. Contoh, metabolit karbon tetraklorida yang paling
mungkin terbentuk adalah radikal triklorometil (Recknagel dan Glene, 1973),
metabolit kloroform adalah fosgen (Pohl, 1979), dan metabolit bromobenzen
adalah epoksidnya (Reid dan Krishna, 1973). Tetapi, sitoksisitas yang berulang
dan regenerasi jaringan kronis dapat menyebabkan karsinogenisitas (Dietz dkk,
1982).

 Ginjal. Hidrokarbon berklorin tertentu, misalnya kloroform dan karbon tetraklorida,


bersifat nefrotoksik selain hepatotoksik. Pada tingkat pajanan yang lebih rendah,
efek ginjal berkaitan dengan fungsi tubnulus, misalnya glokosuria, aminoasiduria,
dan poliuria. Pada tingkat lebih tinggi, mungkin ada kematian sel serta

324
Ir. Setiyono, M.Si.

peningkatan BUN dan anuria. Pada manusia CCl4 terutama mempengaruhi ginjal
bila jalur pajanan adalah lewat penghirupan, sementara hati merupakan organ
sasaran utama bila zat kimia itu dimakan (kluwe, 1981). Etilen glikol juga bersifat
nefrotoksik karena sitotoksitas langsungnya disamping karena penyumbatan
tubulus proksikal oleh kristal dari metabolitnya, kalsium oksalat.

 Susunan syaraf. Terlepas dari pengaruhnya terhadap SSP, hidrokarbon alifatik


dan keton tertentu misalnya, n-heksan dan metil n-butil keton juga mempengaruhi
susunan syaraf perifer. Manifestasi klinis dari polineuropati ini dimulai dengan
rasa baal dan parestesia, disamping kelemahan motorik pada tangan dan kaki.
Secara patologi ini ditandai oleh aksonopati distal. Metabolit reaktif dari dua
pelarut ini adalah 2, 5-heksandion (Di Vincenzo dkk, 1980)

 Sistem Hematopoietik. Benzen merupakan contoh terkemuka pelarut yang


mempengaruhi sistem ini. Zat ini menekan sumsum tulang pada hewan dan
manusia dan menurunkan jumlah eritrosit, leukosit, serta trombosit yang beredar.
Pada manusia yang terpajan benzen, telah terjadi leukimia dan pansitopenia
(Snyder dan Kocsis, 1975). Leukimia belum pernah diamati pada hewan coba di
laboratorium. Tetapi benzen dapat menyebabkan tumor padat pada hewan yang
diberi zat ini (Maltoni dkk 1989).

 Karsinogenesis. Beberapa hidrokarbon berklorin diketahui dapat menimbulkan


tumor hati, dan benzen bersifat karsinogenik pada hewan dan minimbulkan
leukemia pada manusia. Selain itu, dioksan juga merupakan karsinogen hati dan
dapat menimbulkan kanker nasofaring.

 Dietilen glikol menginduksi tumor kandung kemih pada tikus yang diberi pelarut
dalam dosis besar. Pada semua tikus yang mempunyai tumor, ditemukan batu
kandung kemih yang terdiri atas kalsium oksalat, suatu metabolit dari zat kimia
ini. Diantara tikus yang tidak mempunyai batu kandung kemih, tidak ada yang
mempunyai tumor kandung kemih (Fitzhugh dan Nelson, 1946). Karena itu, pelrut
ini juga diduga merupakan karsinogen sekunder.

325
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Percetakan

C. Efek lain.

Degenerasi testis dan cacat kardiovaskuler (CV) pernah terlihat pada hewan
yang terpajan monoetil eter etilen glikol. Metanol dapat merusak retina lewat
metabolitnya dan terutama mempengaruhi bagian yang bertanggung jawab terhadap
penglihatan sentral. Metilen klorida menyebabkan depresi SSP dan iritasi pada mata
dan kulit seperti halnya banyak pelarut lain. Tetapi, zat ini juga menginduksi
karboksiheglobinea karena CO dibentuk dalam biotransformasinya (WHO, 1984).
Kloroform apat menginduksi aritmia jantung, mungkin akibat sensitisasi otot jantung
terhadap epinefrin. Inilah salah satu alasan mengapa kloroform kini tidak lagi dipakai
sebagai anestetik umum.

Ada juga pelarut tertentu yang hampir tidak beracun. Contoh, propilen glikol
mempunyai toksisitas yang rendah, dengan nilai LD50 masing-masing sebesar 32
dan 18 ml/kg pada tikus dan kelinci. Tikus yang diberi pelarut ini pada dosis 1,8 ml/kg
selama 2 tahun tidak menunjukan efek buruk, karenanya zat kimia ini digunakan
sebagai zat tambahan makanan (WHO, 1964). Tetapi, bila zat ini digunakan sebagai
wahana untuk obat, zat ini dapat meningkatkan efek digitalitas dan menginduksi
aritmia jantung (Van Stee, 1982).

4.3.2. Dampak Logam Berat

Logam merupakan kelompok toksikan yang unik. Secara alami logam


ditemukan dan menetap dalam alam, tetapi bentuk kimianya dapat berubah akibat
pengaruh fisikokimia, biologis, atau akibat aktivitas manusia. Toksisitasnya dapat
berubah drastis bila bentuk kimianya berubah. Umumnya logam bermanfaat bagi
manusia karena penggunaannya di bidang industri, pertanian atau kedokteran.
Sebagian logam merupakan unsur penting karena dibutuhkan dalam berbagai fungsi
biokimia/faali. Di lain pihak, logam dapat berbahaya bagi kesehatan masysrakat bila
bila terdapat dalam makanan, air, atau udara, dan dapat berbahaya bagi para
pekerja tambang, pekerja peleburan logam dan berbagai jenis industri.

326
Ir. Setiyono, M.Si.

Logam dapat mempengaruhi enzim dan organel subseluler di dalam tubuh


manusia. Kerja utama logam adalah menghambat enzim. Efek ini biasanya timbul
akibat interaksi antara logam dengan gugus SH pada enzim itu. Suatu enzim dapat
juga dihambat oleh logam toksik melalui penggusuran kofaktor logam yang penting
dari enzim. Contoh, timbal dapat menggantikan zink dalam enzim yang bergantung
pada adanya zink, misalnya asam -aminolevulinat hidratase (ALAD). Logam juga
dapat menghambat kerja sintesis dari enzim.

Efek toksik logam di dalam organel sub seluler umumnya akibat dari reaksi
antar logam dengan intrasel. Untuk dapat menimbulkan efek toksiknya pada suatu
sel, logam harus memasuki sel. Proses masuknya melintasi membran akan lebih
mudah kalau logam ini bersifat lipofilik, misalnya metil merkuri. Bila logam ini terikat
pada suatu protein, zat ini diserap dengan endositosis. Difusi pasif merupakan cara
masuk yang lain bagi logam. Setelah masuk ke dalam sel, logam dapat
mempengaruhi berbagai organel. Contoh, retikulum endoplasma mengandung
berbagai jenis enzim. Enzim mikrosom ini dihambat oleh banyak logam, misalnya
kobalt, timah, methil merkuri, dan kadmium.

Faktor-faktor yang mempengaruhi toksisitas logam di dalam tubuh antara lain:


tingkat dan lamanya pajanan
bentuk kimia logam
kompleks protein-logam
faktor pejamu dan
indikator biologis

Timbal (Pb)

Di alam timbal lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya.
Kadarnya dalam lingkungan meningkat karena penambangan, peleburan,
pembersihan dan berbagai penggunaanya dalam industri. Penggunaan utama dalam
industri misalnya sebagai zat tambahan bahan bakar, pigmen timbal dalam cat dan
tinta, yang merupakan penyebab utama meningkatnya kadar Pb di lingkungan. Air

327
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Percetakan

minum dapat tercemar Pb karena penggunaan pipa berlapis timbal dan pipa PVC.
Peralatan makan berglasur juga merupakan sumber Pb.

Sistem hematopoietik sangat peka terhadap efek Pb. Komponen utama


hemaglobin adalah hem. Hem disentesis dari glisin dan suksinal koenzim A (Ko A),
dengan piridoksal fosfat sebagai kafaktor. Setelah beberapa langkah, zat ini akhirnya
bergabung dengan besi untuk membentuk hem. Langkah awal dan akhir terjadi
dalam mitokondria, sedangkan langkah antara terjadi di sitoplasma. Di antara enzim-
enzim yang terlibat dalam langkah-langkah ini, ada lima yang rentan terhadap efek
penghambatan Pb. Asam -aminolevulinat dehidratase (ALAD) dan hem sintetase
(HS) adalah yang paling rentan, sementara asam -aminolevulinat sintetase (ALAS),
uroporfirinogen dekarboksilase (UROD), dan koproporfirinogen oksidase (COPROD)
tidak begitu peka terhadap penghambatan Pb. Hanya ada dua enzim yang tidak
dipengaruhi yaitu porfobilinogen daeminase dan uroporfirinogen kosintetase.

Susunan syaraf juga merupakan organ sasaran utama Pb. Setelah tingkat
pajanan tinggi, dengan kadar Pb darah di atas 80 g/dl, dapat terjadi ensefalopati.
Terjadi kerusakan pada arteriol dan kapiler yang mengakibatkan edema otak,
meningkatnya tekanan cairan serebrospinal, degenerasi neuron, dan perkembang
biakan sel glia. Secara klinis keadaan ini disertai dengan munculnya otaksia, strupor,
koma, dan kejang-kejang. Pada anak-anak sidroma klinis dapat terjadi pada kadar
Pb darah sebesar 70 g/dl.

Sifat karsinogenik Pb juga telah ditunjukkan pada hewan pengerat, tetapi data
pada manusia dalam hal ini sedikit (IARC, 1980). Pb juga mengganggu fungsi
reproduksi, terutama melalui gametotoksisitas pada hewan betina yang mengakibat-
kan kemandulan, aborsi dan kematian neonatal. Anak-anak kecil mungkin terpajan
pada kadar Pb yang lebih tinggi, seperti diterangkan di atas. Selain itu, anak kecil
dan janin yang belum lahir juga lebih peka terhadap toksisitas logam ini.

Senyawa timbal organik, misalnya tetraetil timbal dan tetrametil timbal dengan
mudah diserap setelah penghirupan dan pajanan kulit dan segera memasuki SSP
dan menyebabkan ensefalopati.

328
Ir. Setiyono, M.Si.

Kromium (Cr)

Logam ini digunakan untuk membuat baja anti karat, berbagai aloi dan pigmen
(pewarna). Kromium bersifat karsinogen terhadap manusia, yang menginduksi
kanker paru-paru diantara pekerja yang terpajan logam ini. Karsinogenisitas kromium
biasanya disebabkan oleh Cr heksavalen (Cr6+ ) yang bersifat korosif dan tidak larut
dalam air. Diduga Cr6+ yang lebih mudah diambil oleh sel, berubah menjadi Cr3+
dalam sel. Ion Cr trivalen yang secara biologis lebih aktif, mengikat asam nukleat dan
melalui proses karsinogenesis. Cr6+ bersifat korosif dan menyebabkan ulkus pada
saluran hidung dan kulit. Zat ini juga menginduksi reaksi hipersensitivitas pada kulit.
Secara akut, Cr6+ menginduksi nekrosis tubulus ginjal.

Kobalt (Co), Tembaga (Cu), dan Besi (Fe)

Kobalt (Co), tembaga (Cu), dan besi (Fe) semuanya merupakan unsur logam
esensial yang dibutuhkan agar eritrosit dapat berkembang secara tepat. Besi
merupakan suatu komponen hemaglobin, dan Cu mempermudah penggunaan Fe
dalam sintesis hemaglobin. Karena itu kekurangan logam-logam ini akan
menyebabkan anemia hipokromik mikrositik. Kobalt merupakan komponen vitamin
B12 yang dibutuhkan dalam perkembangan eritrosit. Kekurangan vitamin ini akan
menyebabkan anemia pernisiosa.

Asupan Co yang terlalu banyak menyebabkan polisitemia, produksi eritrosit


yang berlebihan dan kardiomiopati. Penyimpanan Cu yang berlebihan dalam tubuh
bukan merupakan akibat kelebihan pajanan Cu, tetapi merupakan penyakit genetik
(penyakit Wilson). Tembaga terkumpul dalam otak, hati, ginjal dan kornea. Karena
itu, manifestasi klinisnya berkaitan dengan kelainan pada organ-organ ini. Kelebihan
pajanan Fe dapat disebabkan oleh asupan Fe yang terlalu banyak atau seringnya
transfusi darah. Kelebihan Fe diendapkan sebagai hemosiderin terutama dalam hati,
dan menyebabkan gangguan fungsi hati. Pajanan Co di tempat kerja menyebabkan
iritasi pernapasan dan reaksi hipersensitivitas kulit.

329
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Percetakan

Mangan (Mn)

Mangan (Mn) dan molibdenum merupakan kofaktor dalam beberapa sistem


enzim, misalnya fosforilase, xantin oksidase dan aldehid oksidase. Tetapi logam ini
demikian banyak terdapat dalam diet manusia, sehingga tidak pernah dilaporkan
adanya kasus sindroma defisiensi. Logam ini dipergunakan untuk berbagai jenis
penggunaan industri, terutama untuk membuat aloi baja tahan suhu tinggi.pajanan
Mn di tempat kerja secara akut menyebabkan pneumonitis dan secara kronis
ensefalopati. Pada hewan pajanan berlebihan terhadap Mn secara oral
menyebabkan gangguan saluran cerna diikuti dengan degenerasi lemak pada hati
dan ginjal.

330
Ir. Setiyono, M.Si.

BAB 5
PENGELOLAAN LIMBAH PERCETAKAN

5.1. Limbah B3

Y
ang dimaksud dengan limbah B3 disini adalah setiap limbah yang
mengandung bahan berbahaya dan /atau beracun yang karena sifat
dan /atau konsentrasinya dan /atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat merusak dan /atau mencemarkan lingkungan
hidup dan /atau membahayakan.

5.2. Bagaimana Menentukan Limbah Masuk Dalam Kategori


Limbah B3 ?

Untuk menentukan suatu limbah masuk dalam kategori limbah B3, jika dapat
dilakukan dengan melihat daftar limbah B3 atau dengan suatu analisis kimia dan
biologis. Jika jenis dari limbah sudah diketahui, maka dapat dilakukan dengan
mencocokan jenis limbah dengan daftar lampiran PP. No. 18 jo PP No. 85 tahun
1999 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya.

Jika sifat limbah dikatahui maka dapat dilakukan dengan malihat apakah
limbah tersebut masuk dalam salah satu kategori dari limbah B3. Jika limbah tidak
termasuk dalam keduanya tersebut, maka limbah tersebut bukan limbah B3. Secara
sistematis tahapan pengklasifikasian limbah tersebut sebagai berikut :

a. identifikasi jenis limbah yang dihasilkan,

b. mencocokkan jenis limbah dengan daftar jenis limbah B3, apabila termasuk
dalam daftar maka limbah tersebut termasuk dalam kelompok limbah B3,

331
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Percetakan

c. apabila jenis limbah tidak termasuk dalam daftar jenis limbah B3, maka
pemerikasaan dilanjutkan apakah masuk dalam karakteristik: mudah meledak,
mudah terbakar, beracun, bersifat reaktif, menyebabkan infeksi atau bersifat
korosif.

d. apabila tidak termasuk dalam daftar jenis limbah B3 dan tidak memiliki
karasteristik sebagaimana tersebut huruf c, maka dilakukan uji toksikologi.

Diagram alir cara mengklasifikasikan limbah B3 dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Seperti yang telah dijelaskan pada bab 4, bahwa limbah yang dihasilkan oleh
industri percetakan banyak mengandung logam berat (Co, Cr, Mn, Pb, Fe) dan
berbagai pelarut organik yang banyak digunakan pada bahan baku dan bahan
pembantu industri percetakan. Berbagai pelarut dan logam berat tersebut dapat
mengakibatkan berbagai dampak negatif yang membahayakan bagi lingkungan dan
kesehatan manusia seperti yang telah dijelaskan pada bab 4 di depan.

Berdasarkan klasifikasi yang ada dan sesuai dengan PP No. 18 jo PP No. 85


tahun 1999, maka limbah industri percetakan termasuk dalam daftar lampiran limbah
B3. Disamping itu limbah industri percetakan juga mempunyai sifat mudah terbakar
dan bersifat tosik. Dengan kedua kriteria tersebut maka limbah industri percetakan
termasuk dalam klasifikasi limbah B3, sehingga harus dikelola secara khusus sesuai
dengan peraturan perundangan yang telah ditetapkan oleh Kemetrian Lingkungan
Hidup dan Kepala Bapedal (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan).

332
333
Gambar 5.1. Cara Pengklasifikasian Limbah B3
Ir. Setiyono, M.Si.
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Percetakan

5.3. Pengelolaan Limbah B3

Pengawasan limbah B3 adalah suatu upaya yang meliputi pemantauan


pentaatan persyaratan serta ketentuan teknis dan administratif oleh penghasil,
pemanfaat, pengumpul, pengolah termasuk penimbun limbah B3. Sedangkan yang
dimaksud pemantauan di sini adalah kegiatan pengecekan persyaratan-persyaratan
teknis-administratif oleh penghasil, pengumpul, pemanfaat, pengolah termasuk
penimbun limbah B3.

Sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan


Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP-02/BAPEDAL/01/1998 tentang Tata
Laksana Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di
Daerah, maka pengawasan dalam pelaksanaan pengelolaan limbah B3 dapat
dikelompokkan kedalam tiga kewenangan, yaitu kewenangan Pemerintah Daerah
Tingkat II, kewenangan Pemerintah Daerah Tingkat I dan kewenangan Bapedal.

5.3.1. Pengelolaan Limbah B3 Oleh Pemda Tingkat II

Pengawasan dalam pelaksanaan pengelolaan limbah B3 yang dilakukan oleh


Pemerintah Daerah Tingkat II meliputi:
a. Memasyarakatkan peraturan tentang pengelolaan limbah B3;
b. Melakukan inventarisasi Badan Usaha yang menghasilkan limbah B3;
c. Inventarisasi Badan Usaha yang memanfaatkan limbah B3;
d. Inventarisasi Badan Usaha yang melakukan pengolahan dan penimbunan limbah
B3;
e. Membantu BAPEDAL dalam pemantauan terhadap Badan Usaha yang diberikan
ijin pengelolaan limbah B3 oleh BAPEDAL;
f. Memberikan teguran peringatan pertama terhadap kegiatan/usaha yang tidak
mentaati ketentuan dalam pengelolaan limbah B3 dan teguran berikutnya serta
penerapan sanksi oleh BAPEDAL;
g. Melaporkan kepada BAPEDAL cq. Direktorat Pengelolaan Limbah B3, mengenai
lokasi penimbunan dan pembuangan limbah B3 di daerah yang tidak memenuhi
ketentuan.

334
Ir. Setiyono, M.Si.

Kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan limbah B3 yang telah


dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah ini harus dilaporkan ke BAPEDAL cq.
Direktorat Pengelolaan Limbah B3, untuk tujuan pengelolaan limbah B3 secara
terpadu di Indonesia.

5.3.2. Pengelolaan Limbah B3 Oleh Pemda Tingkat I

Pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3 yang dilakukan oleh


Pemerintah Daerah Tingkat I meliputi:
a. Penghasil limbah B3 yang berpotensi mengakibatkan pencemaran yang melintasi
lintas batas Tingkat II, pengawasannya menjadi tugas dan tanggung jawab
Pemda Tingkat I.
b. Mengkoordinasikan pemasyarakatan peraturan tentang pengelolaan limbah B3
kepada Dinas Lingkungan Hidup Tingkat II (Bapedalda Tingkat II) di wilayah yang
bersangkutan.
c. Penghasil limbah B3 yang berpotensi mengakibatkan pencemaran yang melintasi
lintas batas Tingkat I, pengawasannya menjadi tugas dan tanggung jawab
Bapedal Wilayah.

5.3.3. Pengelolaan Limbah B3 Oleh BAPEDAL

Pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3 yang dilakukan oleh


BAPEDAL / Bapedal Wilayah meliputi:
a. Mengkoordinasikan pemasyarakatan peraturan tentang pengelolaan limbah B3;
b. Mengkoordinasikan pemberian bimbingan teknis, laboratorium dan penjelasan
pedoman-pedoman pengelolaan limbah B3;
c. Mengkoordinasikan pemberian bimbingan teknis dan penjelasan pengisian
formulir tata cara permohonan ijin pengelolaan limbah B3 kepada Pemerintah
Daerah;
d. Atas permintaan Direktorat Pengelolaan Limbah B3, membantu Direktorat
Pengelolaan Limbah B3 dalam upaya pemantauan pelaksanaan perizinan
pengelolaan limbah B3 bersama-sama Direktorat Pengelolaan Limbah B3;

335
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Percetakan

e. Membantu Direktorat Pengelolaan Limbah B3 dalam upaya pemantauan


terhadap masuknya limbah B3 di pelabuhan setempat atas permintaan Direktorat
Bea dan Cukai.

5.3.4. Pengelolaan Limbah B3 Secara Terpadu

Pengelolaan limbah B3 secara terpadu dan menyeluruh harus dilaksanakan


bersama-sama antara Bapedal, Pemda dan Badan Usaha yang dapat diwujudkan
dalam suatu Program Kemitraan Dalam Pengelolaan Limbah B3 yang selanjutnya
disingkat dengan program KENDALI B3. Tujuan dari program KENDALI B3 adalah :

a. Terkendalinya pencemaran lingkungan;


b. Terkendalinya pembuangan limbah B3 ke lingkungan tanpa pengolahan;
c. Mendorong pelaksanaan upaya minimalisasi limbah B3 melalui kegiatan
pengurangan limbah pada sumbernya, penggunaan kembali, daur ulang dan
pemanfaatan kembali;
d. Tercapainya kualitas lingkungan yang baik;
e. Ditaatinya ketentuan-ketentuan pengelolaan limbah B3.

Sedangkan sasaran dari program KENDALI B3 adalah:

a. Terciptanya sistem pengelolaan limbah B3 yang berdaya guna dan berhasil guna;
b. Meningkatkan kemampuan aparat pemerintah baik di daerah maupun pusat
dalam pengawasan pengelolaan limbah B3.

Ada tiga anggota dalam pelaksanaan program KENDALI B3, yaitu Pemda,
Bapedal dan Badan Usaha. Badan Usaha mana yang harus/wajib ikut dalam
program ini harus mempunyai kriteria yang jelas atau dalam proses penentuannya
jelas. Ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk menetapkan Badan Usaha
mana yang wajib ikut dalam program KENDALI B3, yaitu:

336
Ir. Setiyono, M.Si.

a. Identifikasi, yaitu identifikasi Badan Usaha yang berpotensi menghasilkan


limbah B3,
b. Daftar Pertanyaan, kepada Badan Usaha yang berpotensi menghasilkan
limbah B3 dikirimkan daftar pertanyaan tentang pengelolaan limbah B3 oleh
Bapedalwil atau Pemda.
c. Peninjauan Lapangan, untuk memastikan kondisi pengelolaan limbah B3,
maka dilakukan kunjungan pemantauan awal oleh Bapedal bersama dengan
Pemerintah Daerah.
d. Penetapan, dari evaluasi daftar pertanyaan dan hasil kunjungan ditetapkan
Badan Usaha prioritas sebagai peserta program KENDALI B3 oleh Bapedal
berdasarkan identifikasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

Setelah suatu Badan Usaha ditetapkan sebagai peserta program KENDALI


B3, maka perlu dibuat suatu kesepakatan bersama untuk melakukan pengelolaan
limbah B3 yang ada. Bapedal atau Bapedalwil akan melakukan pembinaan teknis
kepada Badan Usaha peserta program Kendali B3, sedangkan pemantauannya
dilakukan bersama-sama antara Bapedal dan Pemda setempat guna memantau
pelaksanaan pengelolaan limbah B3 yang telah dilaksanakan oleh Badan Usaha
peserta Program Kendali B3.

Dari hasil pemantauan dilakukan evaluasi terhadap pengelolaan limbah B3


yang telah dilaksanakan oleh Badan Usaha peserta program. Bagi Badan Usaha
yang telah melakukan penataan diberikan penghargaan berupa sertifikat
pengelolaan limbah B3 sesuai dengan peringkatnya. Bagi Badan Usaha yang masih
dalam tahap penyempurnaan pengelolaan limbah B3 terus diberikan pembinaan, dan
bagi Badan Usaha yang tidak melakukan pengelolaan limbah B3 diberikan sanksi
sesuai dengan aturan yang ada dan berlaku. Untuk lebih jelasnya penentuan badan
usaha yang wajib ikut dalam program KENDALI B3 dapat dilihat pada skema berikut:

337
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Percetakan

Penetapan Badan Usaha Yang Wajib Ikut Dalam Program Kendali B3

Gambar 5.2. Diagram Alir Proses Penentuan Badan Usaha Yang Wajib Ikut
Dalam Program KENDALI B3

338
Ir. Setiyono, M.Si.

5.4. Teknologi Pengolahan Limbah Industri Percetakan

Jika limbah yang masuk dalam kategiri limbah B3 dibuang langsung ke


lingkungan dapat menimbulkan bahaya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia
serta makhluk hidup lainnya. Bahaya yang ditimbulkan dari limbah ini dapat
berlangsung dalam jangka waktu yang sangat lama. Mengingat resiko yang
ditimbulkan tersebut maka perlu diupayakan agar limbah industri percetakan dapat
dikelola dan diolah sesuai dengan sifat dan karakteristiknya sehingga
keberadaannya tidak akan menimbulkan dampak negatif yang merugikan.

Tujuan dari pengolahan limbah industri percetakan, adalah untuk mengubah


jenis, jumlah dan karakteristik limbah supaya menjadi tidak berbahaya dan/atau tidak
beracun atau jika memungkinkan agar limbah percetakan dapat dimanfaatkan
kembali (daur ulang). Penerapan sistem pengolahan limbah percetakan harus
disesuaikan dengan jenis dan karakteristik dari limbah yang akan diolah. Pemilihan
proses pengolahan, teknologi dan penerapannya juga didasarkan atas evaluasi
kriteria yang menyangkut kinerja, keluwesan, kehandalan, keamanan operasi dari
teknologi yang digunakan, dan pertimbangan lingkungan juga bertujuan agar biaya
pengolahannya dapat efisien dan hasil olahannya dapat memenuhi kriteria yang
diinginkan.

Ada beberapa teknik pengolahan limbah percetakan yang direkomendasikan,


antara lain dengan proses kimia, pembakaran suhu tinggi (insenerasi), elektro
plating, destilasi dan destruksi suhu tinggi, yang mana penerapannya harus
disesuaikan dengan karakteristik dari limbah yang diolah.

5.4.1. Proses Kimia (Oksidasi-Reduksi)

Oksidasi adalah reaksi kimia yang akan meningkatkan bilangan valensi materi
yang bereaksi dengan melepaskan elektron. Reaksi oksidasi selalu diikuti dengan
reaksi reduksi. Reduksi adalah reaksi kimia yang akan menurunkan bilangan valensi
materi yang bereaksi dengan menerima elektron dari luar. Reaksi kimia yang

339
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Percetakan

melibatkan reaksi oksidasi dan reduksi ini dikenal dengan reaksi redok. Reaksi redok
dapat merubah bahan pencemar yang bersifat racun menjadi tidak berbahaya atau
menurunkan tingkat/daya racunnya.

5.4.2. Insenerator

Insenerator adalah alat untuk membakar sampah padat. Insenerator sering


digunakan untuk mengolah limbah B3 yang memerlukan persyaratan teknis
pengolahan dan hasil olahan yang sangat ketat. Supaya dapat menghilangkan sifat
bahaya dan sifat racun bahan yang dibakar, insenerator harus dioperasikan pada
kondisi di atas temperatur destruksi dari bahan yang dibakar.

Pengolahan secara insinerasi bertujuan untuk menghancurkan senyawa B3


yang terkandung di dalamnya menjadi senyawa yang tidak mengandung B3. Ukuran,
disaint dan spesifikasi insenerator yang digunakan disesuaikan dengan karakteristik
dan jumlah limbah yang akan diolah. Insenerator dilengkapi dengan alat pencegah
pencemar udara untuk memenuhi standar emisi.

Abu dan asap dari insenerator harus aman untuk dibuang ke lingkungan.
Kualitas hasil buangan (asap dan abu) banyak dipengaruhi oleh jenis dan
karakteristik bahan yang dibakar serta kinerja dari insenerator yang digunakan.
Untuk mencapai kondisi yang diinginkan, (dapat mendestruksi limbah menjadi CO2,
H2O dan Abu) diperlukan suatu insenerator yang dapat bekerja dengan baik yang
dilengkapi dengan suatu sistem kontrol pengendalian proses pembakaran agar dapat
dipastikan bahwa semua bahan dapat terbakar pada titik optimum pembakarannya
dan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian teknologi
insenerator yang akan digunakan harus dapat mengatasi semua permasalahan
dalam pembuangan dan pemusnahan limbah B3.

340
Ir. Setiyono, M.Si.

5.4.3. Elektrolisis

Prinsip dasar pengolahan limbah ini sama seperti pada prinsip pelapisan
logam secara listrik, yaitu dengan penempatan ion logam yang ditambah elektron
pada logam yang dilapisi, yang mana ion-ion logam tersebut didapat dari anoda dan
eletrolit yang digunakan. Pada pengolahan limbah ini, limbah yang mengandung
logam terlarut bertindak sebagai elektrolit. Logam-logam terlarut yang telah
bermuatan listrik akan tertarik oleh katoda dan menggumpal sehingga terpisahkan
dari cairannya. Cairan yang telah bebas logam terlarut selanjutnya diproses dengan
teknologi lain untuk menghilangkan sifat racunnya.

Secara eletro kimia, prinsip prosesnya dapat dilihat pada diagram sebagai
berikut :

Mn+ + n e-  Mo

Gambar 5.3. Skema Proses Elektro Kimia

5.5. Pengolahan Limbah Padat Industri Percetakan

Industri percetakan juga banyak menghasilkan limbah padat. Limbah padat


yang dihasilkan antara lain kertas, kain lap yang sudah terkontaminasi (tinta, pelarut,
pelumas dll). Limbah kertas pada umumnya dapat dimanfaatkan kembali atau didaur
ulang sebagai bahan baku produksi kertas tisu atau untuk kertas kerajinan.

341
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Percetakan

Limbah padat kain yang telah terkontaminasi dapat menimbulkan pencemaran


terhadap lingkungan, sebab bahan kontaminan yang ada pada umumnya masuk
dalam kategori bahan berbahaya. Untuk menghindari terjadinya pencemaran akibat
limbah padat ini, maka kain lap bekas dari industri percetakan harus dikelola dengan
baik. Pengelolaan dapat dilakukan bersama-sama dengan kegiatan yang
menghasilkan limbah yang sejenis. Limbah padat ini ditempatkan pada suatu wadah
dan dihindari terjadinya kontak dengan udara terbuka maupun air hujan.

Jika terjadi kontak dengan udara secara langsung, maka kontaminan bahan
pelarut pada kain lap bekas dapat menguap ke udara bebas dan menimbulkan
pencemaran udara. Jika terjadi kontak dengan air hujan, maka bahan kontaminan
yang menempel pada kain lap dapat larut dan terbawa oleh aliran air sehingga akan
mencemari lingkungan sekitarnya.

Pewadahan harus tertutup dan dalam selang waktu tertentu diangkut untuk
dibakar dengan insenerator. Limbah jenis ini, biasanya dihasilkan dalam jumlah yang
relatif kecil, sehingga jika setiap industri percetakan akan melakukan pembakaran
dengan insenerator sendiri akan memerlukan biaya investasi maupun operasional
yang lebih mahal. Untuk mengatasi hal ini, maka pembakaran dapat dilakukan
bersama dengan para penghasil limbah yang sejenis dan yang telah memiliki fasilitas
insenerasi, seperti rumah sakit.

Gambar 5.4. Foto Insenerator

342
Ir. Setiyono, M.Si.

Dalam paradigma baru sampah dapat dilihat sebagai sumber daya. Konsep
pengelolaan sampah paradigma baru itu ialah dengan konsep 3R (reduce, reuse,
dan recycle). Termasuk juga kertas, yang tadinya hanya dianggap sebagai sampah
kini telah mulai dilihat sebagai salah satu sumber daya yang dapat dimanfaatkan,
sehingga pemilihan dan penggunaannya pun harus dilakukan secara bijak. Kegiatan
mengurangi (reduce) pemakaian kertas dapat berupa sikap menghindari pemakaian
kertas yang boros. Sedangkan untuk guna ulang (reuse), misalnya, kertas atau box
karton yang telah kita pakai bisa dipakai kembali untuk keperluan lain. Untuk daur
ulang (recycle) sampah kertas bisa dijadikan art paper atau untuk bahan baku pulp
kualitas rendah.

Sementara itu, agar sampah kertas dapat dimanfaatkan secara optimal proses
pemilahan sampah kertas sebaiknya dilakukan langsung di sumbernya. Tanpa
terpilah terlebih dahulu sampah kertas akan bercampur dengan sampah jenis lainnya
sehingga akan mudah terdekomposisi atau hancur. Akibatnya sampah kertas
tersebut tidak dapat dimanfaatkan atau didaur ulang lagi. Pemilahan sampah kertas
di sumbernya perlu dioptimalkan entah itu di rumah tangga, pertokoan, perkantoran
atau industri yang memakai kertas. Peran aktif masyarakat merupakan kunci utama
dalam proses pemilahan. Penyebaran informasi tentang pentingnya pemilahan
sampah kertas dapat dilakukan dalam bentuk penyuluhan, brosur, dsb. Kegiatan
penyebaran informasi sebaiknya dilakukan oleh pemerintah.

Tindak lanjut setelah terpilahnya sampah kertas adalah menjualnya langsung


ke lapak atau memanfaatkannya menjadi kertas daur ulang atau art paper. Daur
ulang kertas sebaiknya juga terintegrasi dengan kegiatan pemanfaatan jenis sampah
yang lain seperti plastik, logam, sampah organik yang terintegrasi dalam bentuk
industri kecil daur ulang (IKDU) sampah. Dalam IKDU, keterlibatan aktor-aktor pelaku
pengelolaan sampah sangat penting. Aktor-aktor pelaku tersebut antara lain
pemerintah, masyarakat umum, LSM, pengusaha daur ulang, dan pemulung. Aktor-
aktor pelaku tersebut harus mempunyai peranan yang seimbang dalam mendukung
pengelolaan sampah.

343
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Percetakan

5.6. Pengolahan Limbah Cair Industri Percetakan

Limbah cair dari kegiatan cuci cetak foto banyak mengandung krom. Krom
valensi enam (krom heksavalen) merupakan bahan kimia yang sangat beracun,
sehingga keberadaannya di dalam limbah harus ditangani dengan sangat hati-hati.
Untuk menurunkan tingkat racun dari krom heksavalen ini dapat dilakukan dengan
mengadakan reaksi redok. Krom heksavalen dapat direduksi menggunakan sulfur
dioksida (SO2) menjadi krom trivalen yang mempunyai tingkat/daya racun jauh lebih
rendah dari pada krom heksavalen. Krom trivalen lebih aman dari pada krom
heksavalen sehingga lebih dapat diterima di lingkungan. Reaksi dasar dari krom ini
adalah sebagai berikut:

SO2 + H2O  H2SO3


2 CrO3 + 3 H2SO3  Cr2(SO4)3 + 3 H2O
Cr2(SO4)3 + 3 Ca(OH)2  2 Cr(OH)3 + CaSO4

Limbah yang berbentuk cair mudah masuk ke dalam tanah maupun periran
umum. Mobilisasi limbah ini sangat cepat dengan jangkauan yang luas karena
limbah cair mudah sekali terbawa oleh aliran alir yang ada. Dengan adanya sifat
yang demikian ini maka pengawasan limbah cair lebih sulit untuk dilakukan dari pada
yang berbentuk padat. Mobilisasi limbah yang cepat dan luas ini juga
mengakibatkan limbah ini akan mudah sekali masuk ke dalam jarring-jaring rantai
makanan, yang pada akhirnya akan masuk ke dalam tubuh manusia.

Limbah cair industri percetakan harus ditampung dengan menggunakan alat


penampungan khusus dan terhindar dari kotoran lainnya, sebab adanya bahan
pengotor lain dapat mennganggu dalam proses elektrolisis sehingga dapat
meningkatkan biaya pengolahannya. Alat penampungan limbah cair harus dibuat
dari bahan yang tahan terhadap karat dan tertutup rapat, bersih dan diberi label
LIMBAH BERACUN serta dipasang label yang menunjukkan bahwa isi dalam
kemasan merupakan bahan yang beracun.

344
Ir. Setiyono, M.Si.

Bahan kemasan dapat terbuat dari jerigen plastik yang kuat, sementara label
dapat terbuat dari kertas yang disablon sehingga warnanya tidak luntur atau di cat
langsung ke kemasan. Jauhkan kemasan dari jangkauan anak-anak dan binatang
peliharaan serta nyala api. Dalam jangka waktu tertentu limbah ini dapat dikirim ke
perusahaan pengolahan limbah cair B3 secara langsung atau lewat perusahaan
pengumpul limbah B3.

Gambar 5.6. Label Kemasan Limbah Beracun

Pengolahan limbah cair yang mengandung logam dapat dilakukan dengan


teknik elektrolisis guna mengambil kembali kandungan logam yang ada. Logam hasil
pemisahan ini dapat dimanfaatkan kembali atau untuk membuat produk lain yang
bermanfaat. Cairan hasil pemisahan logam dipanaskan di dalam boiler kemudian
dipekatkan dengan evaporator. Sludge hasil pemekatan dari evaporator dikeringkan
dalam drum dryer kemudian disimpan dan dikirim ke landfill /unit penimbunan limbah
B3. Uap dari evaporator sebelum dibuang discrubber terlebih dahulu untuk
melarutkan bahan berbahaya yang kemungkinan masih terikut di dalam uap
tersebut. Uap yang telah discrubber kemudian di bakar dengan menggunakan
insenerator, baru kemudian dibuang ke lingkungan. Diagram alir teknik pengolahan
limbah B3 cair tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.7.

345
346
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Percetakan

Gambar 5.7. Diagram Alir Teknik Pengolahan Limbah Cair B3


Ir. Setiyono, M.Si.

BAB 6
PENUTUP

B
uku panduan ini disusun untuk memberikan gambaran kepada para pemilik
industri percetakan agar dapat melakukan pengelolaan lingkungan kerjanya
sehingga dapat mewujudkan suatu industri yang bersih dan dapat
membantu upaya pelestarian lingkungan dengan melakukan kegiatan yang
berwawasan lingkungan. Upaya-upaya pengelolaan lingkungan yang dimuat dalam
buku ini disusun berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, sedangkan
contoh-contoh yang ada dibuat sederhana dengan tujuan agar para pengusaha
dapat melakukan pengelolaan limbahnya dengan mudah.

Meskipun disini hanya disajikan contoh-contoh pengelolaan lingkungan yang


sederhana, tetapi kami mengharapkan dari waktu ke waktu para pengusaha dapat
menigkatkan upaya pengelolaan limbahnya dengan teknologi yang lebih baik untuk
menghadapi era globalisasi nanti.

Untuk industri percetakan yang berskala besar dan mencakup berbagai


kegiatan untuk mendukung usahanya sehingga menghasilkan limbah dalam jumlah
yang besar, maka dia dapat bertindak sebagai koordinator atau pihak penyedia jasa
pengolahan limbah bagi industri-industri percetakan yang kecil. Dengan adanya
pihak-pihak yang peduli terhadap pengelolaan limbah percetakan, maka pencemaran
lingkungan akibat limbah B3 dapat ditekan sehingga beban lingkungan akan lebih
ringan untuk melakukan purifikasi akibat pencemaran.

Demikian dari penulis, kami mengucapkan terimakasih kepada Pemda


Samarinda, Direktur P3TL BPP Teknologi dan semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan buku ini. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan buku ini
masih banyak kekurangannya, oleh karena itu segala kritik dan saran dari para
pembaca saya terima agar penyusunan berikutnya dapat menjadi lebih baik.

347
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Percetakan

DAFTAR PUSTAKA

1. Perihal Cetak Mencetak, Scheder Georg, Kanisius, 1997.


2. Pengelolaan Sampah Kertas di Indonesia, Wahyono, Jurnal Tekonologi
Lingkungan, Vol. 2 edisi 3, BPP Teknologi, 2001.
3. Petunjuk Umum tentang Penanggulangan Pencemaran Industri Percetakan,
Dinas Perindusrian DKI Jakarta, Jakarta 1995.
4. Sistem Pengelolaan Limbah B3 di Indonesia, Setiyono, Pusat Pengkajian dan
Penerapan Teknologi Lingkungan (P3TL), Deputi Bidang TIEML, BPP Teknologi,
2002
5. Teknik Membuat Klise Sablon, Karman S. Drs. Effhar & Dahara Prize.

348

Anda mungkin juga menyukai