Anda di halaman 1dari 3

Nama : Mayditha Ajeng Pramesti

NIM : 19518244018
Kelas : F 2019

PERUBAHAN SOSIAL DAN PENDIDIKAN


Anak sekarang cenderung individualisme, gaya hidup instan menjadi bagian kehidupan
masyarakat kita. Akibat tidak langsung yang menonjol adalah perilaku generasi muda yang
kurang sabar, kurang toleransi, menyenangi sesuatu yang praktis dan cepat.

A. Perubahan Sosial

Para pakar sosiologi telah mengumpulkan dan menganalisis berbagai studi mengenai perubahan
social. Dari berbagai studi itu, bisa dikategorisasikan penelaahan pokok persoalan seperti:

 Apa yang berubah?


Ditujukan pada struktur social seperti keluarga, lembaga-lembaga sosial, lembaga-lembaga
keagamaan, lembaga-lembaga politik dan berbagai macam lembaga yang ada di dalam suatu
masyarakat.
 Bagaimana proses perubahan terjadi?
Perubahan sosial ada yang berjalan dengan cepat, dan ada pula yang lambat.
 Apa tujuan perubahan?
Perubahan sosial bukan perubahan yang otomatis dan mekanistis, akan tetapi memiliki suatu
tujuan.
 Bagaimana kecepatan perubahan?
Perubahan sosial ada yang bersifat revolusioner dan ada yang envolusioner.
 Mengapa perubahan terjadi?
Perubahan sosial terjadi karena sebab-sebab tertentu, baik karena faktor internal dalam
masyarakat maupun faktor eksternal dari luar masyarakat.
 Faktor apa yang berperan dalam perubahan?
Suatu perubahan mengenai kehidupan Bersama manusia tentunya memiliki berbagai faktor.
Faktor-faktor tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu jaringan dan
berbagai faktor yang telah menyebabkan perubahan tersebut.
Perubahan sosial memiliki multi makna, tergantung pada sudut pandang dan pengalaman
seseorang. Salah satunya, Selo Soemardjan mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan
pada lembaga kemasyarakatan yang mempengaruhi system sosialnya, termasuk di dalamnya
nilai-nilai, sikap, dan pola perikelakuan antar kelompok dalam masyarakat.

Globalisasi hadir sebagai konsekuensi logis dari proses perubahan sosial yang terjadi dalam
konteks kesejagadan. Globalisasi merupakan arena kontestasi berbagai nilai sosial budaya yang
berpengaruh, baik dari dalam maupun luar masyarakat itu sendiri. Globalisasi ditandai oleh
terjadinya diferensiasi perilaku masyarakat dan proses digitalisasi dalam berbagai aspek
kehidupan masyarakat. Budaya komuniukasi modern yang mengglobal berimplikasi pada
terjadinya perluasan horizon mengenai masyarakat mereka sendiri maupun masyarakat lain.
Cyberspace tidak terbatas pada operasi jaringan computer, tetapi juga mencakup semua kegiatan
sosial di mana informasi digital dan teknologi komunikasi (TIK) dikerahkan. Hadirnya realitas
baru tersebut juga berimplikasi pada perubahan dalam gaya hidup baru seperti e-learning, e-life,
e-commerce, e-business, internet home, dan lain-lain.

Ciri masyarakat virtual menurut Btym and Lie (2007):

1. Declining adult supervision and guidance


2. Increasing mass media and peer group influence
3. Declining extracurricular activities and increasing adult responsibilities

Orang tua memiliki peran dan tidak mengalami pelemahan dalam melakukan kontrol sosial
terhadap anak-anak mereka (generasi muda). Guru di sekolah juga memiliki peran dalam
melakukan kontrol terhadap para siswanya. Hal demikian penting untuk dipertimbangkan
sebagai counter terhadap dominasi media yang seolah menjadi pusat kontrol baru dalam
menginstruksi dan memandu aktivitas anak-anak dan remaja. Akibat lain ialah terjadinya
delegitimasi peran generasi tua. Bahkan prediksi yang memilukan adalah terjadinya the los
generation (hilangnya generasi). Terdapat hubungan dialektis antara pendidikan dengan
transformasi sosial.

Pendidikan merupakan kekuatan masa depan karena menjadi alat perubahan yang ampuh
(Morin, 2005 : 9). Membentuk warga negara yang baik berarti mengajarkan kepada mereka
tentang kepatuhan yang tidak kreatif. Kreativitas merupakan penopang dalam perkembangan
ilmu. Pendidikan seolah cenderung menjadi proses penyeragaman yang sesungguhnya
merugikan perkembangan individual, karena pada hakikatnya mereka memiliki keunikan yang
perlu dipahami oleh pendidik. Oleh karena itu, para pendidik dan calon pendidik perlu
memahami teori kritis dan praksisnya dalam pendidikan persekolahan, karena tugas mereka
adalah menyiapkan generasi sekaligus membangun kesadaran kritis dalam masyarakat yang
demokratis dan transformatif.

Pedagogik mestinya berfokus pada persiapan generasi yang mampu memahami dan mampu
menjalani tugas kehidupannya kelak dalam menghidupi diri mereka sendiri, dapat hidup secara
bermakna, bahkan memuliakan kehidupan. Itulah makna pendidikan antisipatoris menurut
Mochtar Buchori (2001). Pendidikan antisipatoris menjangkau jauh ke depan, hingga dapat
dipersiapkan secaea prediktif untuk mengantisipasi tantangan-tantangan perubahan dalam
kehidupan di masa yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai