Anda di halaman 1dari 3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Batu Bata


Batu bata merupakan salah satu bahan material sebagai bahan pembuat dinding. Batu
bata terbuat dari tanah lempung dan dibakar sampai berwarna kemerah- merahan.
(Wikipedia, 2013)
Batu bata merah adalah salah satu unsur bangunan dalam pembuatan konstruksi
bangunan yang terbuat dari tanah lempung ditambah air dengan atau tanpa bahan campuran
lain melalui beberapa tahap pengerjaan, seperti menggali, mengolah, mencetak,
mengeringkan, membakar pada temperatur tinggi hingga matang dan berubah warna, serta
akan mengeras seperti batu setelah didinginkan hingga tak dapat hancur bila direndam dalam
air. (Ramli, 2007)
Definisi batu bata merupakan suatu unsur bangunan yang diperuntukan pembuatan
konstruksi bangunan dan yang dibuat dari tanah dengan atau tanpa campuran bahan- bahan
lain, dibakar cukup tinggi, hingga tak dapat hancur lagi bila direndam dalam air. (SNI 15-
2094-2000)
Batu bata merah adalah batu batuan yang terbuat dari suatu bahan yang dibuat oleh
manusia supaya mempunyai sifat- sifat seperti batu. Hal tersebut hanya dapat dicapai dengan
memanasi (membakar) atau dengan pengerjaan- pengerjaan kimia. (Nuraisyah Siregar, 2010)

2.2 Syarat Mutu Batu Bata


Standardisasi merupakan acuan penting dan syarat mutlak dari sebuah industri di
suatu negara. Salah satu contoh standardisasi dari sebuah industi adalah standardisasi dalam
pembuatan batu bata.
Standardisasi menurut Organisasi Internasional (ISO) merupakan proses penyusunan
dan pemakaian aturan- aturan untuk melaksanakan kegiatan secara teratur demi keuntungan
dan kerja sama semua pihak yang berkepentingan, khususnya untuk meningkatkan ekonomi
keseluruhan secara optimum dengan memperhatikan kondisi- kondisi fungsional dan
persyaratan keamanan. (Suwardono, 2002)
Adapun syarat- syarat batu bata dalam SNI 15-2094-2000 meliputi beberapa aspek
seperti:
a. Pandangan Luar
Batu bata merah harus mempunyai rusuk-rusuk yang tajam dan siku, bidang sisi
harus datar, tidak menunjukkan retak-retak dan perubahan bentuk yang berlebihan, tidak
mudah hancur atau patah, warna seragam, dan berbunyi nyaring bila dipukul.
b. Ukuran
Standar Bata Merah di Indonesia oleh Y.D.N.I (Yayasan Dana Normalisasi Indonesia)
nomor 15-2094-2000 menetapkan suatu ukuran standar untuk bata merah sebagai berikut :
(1) Panjang 240 mm, lebar 115 mm dan tebal 52 mm
(2) Panjang 230 mm, lebar 110 mm dan tebal 50 mm

c. Kuat Tekan
Tabel 1. Klasifikasi kekuatan bata (SNI 15-2094-2000)

Mutu Bata Merah Kuat Tekan Rata- Rata


Kgf/cm2 N/mm2
Tingkat I (satu) Lebih besar dari 100 >10
Tingkat II (dua) 100 – 80 10 – 8
Tingkat III (tiga) 80 - 60 8-6

2.3 Sejarah Pantangan Menggunakan Batu Bata Sebagai Material Pembangunan Rumah di
Desa Adat Kapal
Masyarakat Desa Adat Kapal, Mengwi, Badung, sampai saat ini masih memegang
teguh keyakinan untuk tidak menggunakan batu bata merah dalam hal pembangunan.
Masyarakat setempat meyakini, jika seseorang berani melanggar, warga desa tidak akan
pernah menemukan kebahagian dalam hidup. Seperti yang dijelaskan oleh Bendesa Adat
Kapal, I Ketut Sudarsana. Menurut beliau, pantangan tersebut dilatar belakangi adanya
bhisama (seruan) Patih Raja Bali Ki Kebo Iwa dari Blahbatuh yang datang ke Desa Kapal
dengan maksud melakukan pemugaran Pura Puru Sada.
Sudarsana menambahkan, berbagai sumber yang menyebutkan peristiwa renovasi
Pura Puru Sada oleh Patih Ki Kebo Iwa termuat dalam Lontar Bali kuno Dalem Bedahulu.
“Itu juga termuat dalam Lontar Babad Celuk”, ucapnya.
Diceritakan sekitar tahun isaka 1260 atau 1338 masehi, pada saat itu Bali masih
dikuasai Raja Bali Sri Astasura Ratna Bhumi Banten, beliau juga disebut Dalem Bedahulu,
sangat memperhatikan tempat suci yang ada di Bali. Pura Puru Sada adalah salah satu pura
yang mendapat perhatian kala itu. “ Ketika melihat kondisi pura pada saat itu, Dalem
Bedahulu lalu memerintahkan Patih Ki Kebo Iwa di Blahbatuh untuk memulihkan kembali
Pura Puru Sada di Kapal. Ki Kebo Iwa datang bersama lima kelompok warga trah pasek dan
merencanakan tahapan renovasi,” ungkap Sudarsana yang juga seorang praktisi Sastra Bali
Kuno.
Ki Kebo Iwa melakukan tapa yoga sebelum memulai renovasi di Pura Puru Sada.
Dalam tapa yoganya, beliau mendengar sabda, agar mengerjakan Bale Agung Taro terlebih
dahulu. Bisikan itu terngiang di telinga Beliau. Bale Agung tersebut dikerjakan pada Sukra
Umanis Ukir, Sasih Kasa tahun isaka 1260 atau 1338 masehi. “ Karena dianggap penting
membangun Bale Agung terlebih dahulu, tempat bertemunya para dewa dan bhatara,” jelas
pria asal Banjar Basang Tamiang, Kapal itu. Pembangunan Bale Agung berjalan seiring
dengan dimulainya renovasi pura pada Rabu Umanis, Wuku Prangbakat, di tahun yang sama.
Ternyata, dalam proses pembangunan Ki Kebo Iwa kekurangan batu bata merah. Oleh sebab
itu, proses pencarian bata merah dilakukan hingga ke Desa Nyanyi, Kediri, Tabanan. “Sanan
(pemikul) atau alat pengangkut batu bata itu menggunakan kayu jati itu dibawa dan diikatkan
di keranjang sampai tiba di jaba pura (Pura Puru Sada),” ungkap Sudarsana.
Namun, ketika waktu renovasi semakin dekat, bahan bangunan tersebut hilang.
Setelah ditelusuri, ternyata masyarakat setempat mencuri bata merah yang dibawa Ki Kebo
Iwa. Kayu jati yang digunakan sebagai pemikul juga patah dan terpelanting. Patih yang
memiliki nama lain Kebo Taruna itu murka, hingga mengeluarkan bhisama. Beliau
menyebutkan “Moga Kena Gering Tumpur Satuwuk”. Ki Kebo Iwa mengutuk, jika ada yang
menggunakan bata merah, dalam hidupnya mereka tidak akan memperoleh kebahagiaan
selamanya. “Dari perstiwa itu, sampai sekarang tidak ada yang berani menggunakan bata
merah untuk material pembangunan. Jika ada yang melanggar, keluarganya akan sering
cekcok dan tidak menemukan kebahagiaan,” tutur Sudarsana.
Berdasarkan penuturan warga lokal yang ditemui, memang ada saja warga yang
mencoba menggunakan bata merah ketika membangun rumah ataupun balai di tempat suci.
“Pernah kejadian dulu orang yang melanggar sering bertengkar, tak pernah akur. Ketika
ditempuh secara niskala, keluarga tersebut harus membongkar rumahnya dan membangun
rumah baru dengan bahan lain,” tuturnya. Menurut Sudarsana, pantangan membangun rumah
dengan material bata merah, dipercaya secara turun temurun. Percaya atau tidak, sering
cekcok dalam keluarga memang terjadi bagi mereka yang melanggar bhisama.

Anda mungkin juga menyukai