Anda di halaman 1dari 49

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ANEMIA

Dosen Pengampu : Ns. Ginanjar S.A., S. Kep., Sp.M.B

Disusun Oleh:
1. Syayida Yunita Sari 1711011066
2. Rizal Fajri Maulana 1711011072
3. Naning Anggraini Putri 1711011087
4. Zunanda Handrie Lukman 1711011088

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

2020
BAB 1

LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Dasar Medis
1. Definisi Anemia
BPH adalah suatu kondisi yang sering terjadi sebagai hasil dari
pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat. (Yuliana elin, 2011).
2. Etiologi
Etiologi BPH hanya dimengerti sebagian.Walaupun pembesaran
prostat hampir pada umumnya dialami oleh laki-laki dengan testis
yang berfungsi, didapatkan bahwa hal ini terjadi setelah orkiektomi
bilateral.Walaupun androgen, dan terutama testosteron, bukan
penyebab langsung BPH, keberadaannya sangat penting bagi
pertumbuhan dan perkembangan prostat normal serta BPH.
Analisis prospektif terhadap 2115 laki-laki dari Olmstead Country,
Minnesota, menunjukkan bahwa walaupun laki-laki dengan diabetes
melitus cenderung mengalami LUTS yang mengganggu dibandingkan
laki-laki non-diabetes, mereka menunjukkan peningkatan ukuran
prostat yang diragukan. Aktivitas flsik telah diketahui memberikan
efek protektif terhadap pembesaran prostat, kemungkinan karena efek
tidak langsung terhadap obesitas. Penelitian yang dilakukan pada
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou didapatkan bahwa pasien BPH
terbanyak pada tahun 2016 yaitu 15 pasien (38,46%), disusul tahun
2014 sebanyak 11 pasien (28,21%), dan tahun 2017 sebanyak 10
pasien (25,64%), dan yang paling sedikit tahun 2015 sebanyak 3
pasien (7,69%). Hasil ini menunjukkan bahwa tahun 2016 dengan
angka kejadian BPH tertinggi. Pasien BPH dengan jumlah tertingg
yaitui pada kelompok usia 61-70 tahun 18 pasien (46,15%). Sekitar 5
juta laki-laki di Indonesia berusia 60 tahun menderita gejala saluran
kemih bagian bawah akibat BPH. Gejala awal BPH meningkat 50%
pada usia 60 tahun dan akan sangat tinggi 90% pada usia >80 tahun.
Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan keseimbangan
testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan
terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa
perifer. Karena proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-
lahan, efek perubahan juga terjadi secara perlahan-lahan.

3. Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen
uretra pars prostatika dan menghambat aliran urine sehingga
menyebabkan tingginya tekanan intravesika. Untuk dapat
mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat untuk
melawan tekanan, menyebabkan terjadinya perubahan anatomi
buli-buli, yakni: hipertropi otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya
selula, sakula, dan divertikel bulibuli. Perubahan struktur pada
buli-buli tersebut dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih
bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) .
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-
buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua
muara ureter ini menimbulkan aliran balik dari buli-buli ke ureter
atau terjadinya refluks vesikoureter. Jika berlangsung terus akan
mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan jatuh ke dalam
gagal ginjal
Pathways
4. Tanda Dan Gejala
Pasien BPH dapat menunjukkan berbagai macam tanda dan gejala.
Gejala BPH berganti-ganti dari waktu ke waktu dan mungkin dapat semakin
parah, menjadi stabil, atau semakin buruk secara spontan.
Berbagai tanda dan gejala dapat dibagi dalam dua kategori:
A. Obstruktif: Terjadi ketika faktor dinamik atau faktor statik mengurangi
pengosongan kandung kemih.
a. Pancaran urin melemah
b. Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan
baik
c. Menunggu lama untuk miksi
d. Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
e. Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
f. Urin terus menetes setelah berkemih
g. Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan
inkontinensia karena penumpukan berlebih.
h. Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi Azotemia (akumulasi
produk sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis
dan volume residu yang besar.
i. Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia, mual dan
muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.
B. Iritatif: Hasil dari obstruktif yang sudah berjalan lama pada leher
kandung kemih.
a. Peningkatan frekuensi berkemih
b. Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
c. Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda
(urgensi)
d. Nyeri pada saat miksi (disuria).
5. Penatalaksanaan Medis
Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup
pasien. Terapi yang ditawarkan pada pasien tergantung pada derajat
keluhan, keadaan pasien, maupun kondisi obyektif kesehatan pasien yang
diakibatkan oleh penyakitnya. (Ikatan Ahli Urologi Indonesia)
Pilihan terapi pada pasien BPH:
A. Watchful Waiting
Pada watchful waiting ini, pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan
hanya diberi penjelasan mengenai suatu hal yang mungkin dapat
memperburuk keluhannya, misalnya jangan banyak minum, mengkonsumsi
kopi atau alkohol setelah makan malam, kurangi konsumsi makanan atau
minuman yang menyebabkan iritasi pada buli-buli (kopi atau cokelat),
batasi penggunaan obat-obatan influenza yang mengandung
fenilpropanolamin, kurangi makan makanan pedas dan asin, dan jangan
menahan kencing terlalu lama.
Setiap 6 bulan psien diminta untuk kontrol dengan ditanya dan
diperiksa tentang perubahan keluhan yang dirasakan, penilaian IPSS,
pemeriksaan laju pancaran urine, maupun volume residual urine. Jika
keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu
difikirkan untuk meilih terapi yang lain.
B. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk: Mengurangi resistensi
otot polos prostat sebagai komponen dinamik atau mengurangi volume
prostat sebagai komponen statistik. Jenis obat yang digunakan:
1) Antagonis adrenergik reseptor – α yang dapat berupa:
2) Inhibitor 5 α reduktase, yaitu finasteride dan dutasteride
3) Fitofarmaka
C. Terapi Intervensi
Dibagi dalam 2 golongan, yakni teknik ablasi jaringan prostat atau
pembedahan dan teknik instrumentasi alternatif. Yang termasuk ablasi
jaringan prostat adalah pembedahan terbuka, TURP, TUIP, TUVP, laser
prostatektomi. Sedangkan teknik instrumentasi alternatif adalah interstitial
laser coagulation, TUNA, TUMT, dilatasi balon, stent uretra. (Ikatan Ahli
Urologi Indonesia).
C. Konsep Dasar Keperawatan
Pengkajian asuhan keperawatan pada Benign Prostatic
Hyperplasia adalah sebagai berikut :
a. Pengumpulan data : mengenai nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan,
tempat tinggal, adanya riwayat BPH pada keluarga.
b. Keluhan utama pada BPH adalah Nyeri saat BAK, pancaran kencing
melemah, aliran urin tidak lancar, urine terus menetes saat berkemih
c. Mengkaji keluhan yang dirasakan ketika pasien datang ke rumah
sakit biasanya pasien dengan HPB mengeluh nyeri saat berkemih
d. Riwayat penyakit keluarga seperti BPH, TURP
e. Riwayat penyakit keluarga pada klien dengan BPH perlu dikaji
adanya keluarga yang mempunyai riwayat BPH & TURP
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Perawat perlu mengkaji pasien
b. Pemeriksaan B1 dan B6
1. System pernafasan (B1 : Breathing) Dapat
ditemukan peningkatan frekuensi nafas atau masih
dalam batas normal.
2. System sirkulasi (B2 : Bleeding) Kaji adanya
penyakit jantung, frekuensi nadi apika;, sirkulasi
perifer, warna dan kehangatan.
3. System persarafan (B3 : Brain) Kaji adanya
hilangnya gerakan/ sensai, spasme otot, terlihat
kelemahan/hilang fungsi. Pergerakan
mata/kejelasan melihat, dilatasi pupil.
4. System perkemihan (B4 : Bleder) Perubahan pola
perkemihan, seperti nyeri saat berkemih, pancaran
melemah, disuria, distensi kandung kemih, warna
dan bau urin
5. Sitem pencernaan (B5 : Bowel) Konstipasi,
konsistensi feses, frekuensi eliminasi, auskultasi
bising usus, anoreksia, adanya distensi abdomen,
nyeri tekan abdomen.
6. System musculoskeletal (B6 : Bone) kaji adanya
nyeri berat tiba-tiba/mungkin, terlokasi pada area
jaringan, dapat berkurang pada imobilisasi,
kekuatan, otot, kontraktur, atrofi oto, laserasi kulit
dan perubahan warna.
1. Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan sumbatan saluran
pengeluaran pada kandung kemih: Benigna Prostatic Hyperplasia
b) Nyeri akut berhubungan dengan agent injuri fisik (spasme kandung
kemih)
c) Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan sebagai
efek skunder dari prosedur pembedahan
d) Risiko perdarahan berhubungan dengan trauma efek samping
pembedahan
e) Risiko ketidakefektifan perfusi ginjal
f) Retensi urine
g) Ansietas berhubungan dengan perasaan takut terhadap tindakan
pembedahan (Nanda, 2017)
2. Intervensi Keperawatan
Rencana tindakan reumatik
a. Nursing treatment
1) Atur posisi klien semiflower, anjurkan tehnik relaksasi nafas
2) Atur jadwal istirahat pasien
b. Observasi
1) TTV : R/ mengetahui keadaan umum pasien
2) Kaji nyeri
c. Edukasi
1) Edukasi pasien tentang bph
2) Berikan posisi semiflower
3) Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas jika terjadi
palpitasi
d. Kolaborasi
a. Dengan dokter terkait
R/ profesionalisme lebih tepat

Daftar Pustaka

Allender, J et al. (2010). Community & Public Health Nursing: Promoting the
Public’s health. Philadelphia: Lipincot William and Wilkins.

Amalia, R. (2007). Faktor-Faktor risiko terjadinya pembesaran prostat jinak:


studi kasus di RS dr. Kariadi, RS Roemani dan RSI Sultan Agung Semarang.
Thesis Epidemiologi: Undip.

Bachmann, A & Rosette, J. (2012). Benign Prostatic Hyperplasia and Lower


Urinary Tract Symtomps in Men. New York: Oxford University Press.

Haryono, R., & Setianingsih, S. (2013). Awas Musuh-musuh anda setelah usia 40
tahun. Yogyakarta: Gosyen Publising

Mujahidullah, Khalid. (2012). Keperawatan Gerontik. Jogjakarta : Pustaka


Pelajar.

NANDA. (2017).Buku Diagnosa Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi 2015-


2017. Jakarta: EGC
BAB III

ANALISIS JURNAL

HUBUNGAN OBESITAS, MEROKOK DAN KONSUMSI


ALKOHOL DENGAN KEJADIAN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA
(BPH) DI POLIKLINIKBEDAH RUMAH SAKIT IBNU SINA
BUKITTINGGI

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah suatu keadaan dimana


kelenjar prostat mengalami pembesaran. Jumlah penderita Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH) dari tahun 2015 sampai dengan 2017
mengalami peningkatan di Poliklinik Bedah Rumah Sakit Ibnu Sina,
dimana pada tahun 2015 jumlah penderita BPH sebanyak 168 orang,
tahun 2016 sebanyak 185 orang dan tahun 2017 meningkat sebanyak 204
orang. BPH sering terjadi pada pria usia lanjut. obesitas menjadi salah
satu pencetus timbulnya gangguan prostat. Hal ini diakibatkan karena
pada obesitas, merokok dan konsumsi alkohol menyebabkan penurunan
kadar testosteron. Tujuan penelitian ini untuk melihat apakah ada
hubungan obesitas, merokok dan konsumsi alkohol dengan kejadian
BPH. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode Case
Control. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien
yang pernah berkunjung ke Poliklinik Bedah RS Ibnu Sina Bukittinggi
yang berjumlah 60 orang. Data diperoleh dengan melakukan wawancara
pada pasien yang pernah berkunjung baik yang menderita BPH maupun
yang tidak menderita BPH. Hasil analisis diketahui dari 20 penderita
BPH sebagian besar mengalami obesitas 13 (65,0%), merokok 19 (95%)
dan konsumsi alkohol sebanyak 10 (50 %). Hasil uji chi square diketahui
adanya hubungan yang bermakna antara obesitas, merokok dan konsumsi
alkohol dengan kejadian BPH dengan P value :0,012; 0,027; 0,036
dengan nilai p value < 0,05. Untuk mengurangi angka kejadian dan angka
keganasan dari BPH diharapkan kepada tenaga kesehatan agar
meningkatkan pelayanan melalui pendidikan kesehatan dengan cara
memberikan informasi mengenai risiko, tanda dan gejala BPH serta
membekali pasien dengan pengetahuan tentang penyakit yang diderita
agar tidak berujung pada keganasan.
A. Validity (Metode Penelitian)

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode


penelitian yang digunakan yaitu case control, yaitu suatu penelitian yang
menyangkut bagaimana faktor resiko dipelajari dengan menggunakan
pendekatan retrospective. Dengan kata lain efek diidentifikasi pada saat
ini, kemudian faktor resiko diidentifikasi adanya atau terjadinya pada
waktu yang lalu (Notoatmodjo,2005)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan obesitas,
merokok dan konsumsi alkohol dengan kejadian Benign Prostatic
Hyperplasia dengan studi kasusnya retrospektif. Pemilihan desain
penelitian kasus kontrol didasarkan karena membandingkan derajat
pemaparan antara kasus dan kontrol sehingga dapat diketahui ada tidaknya
hubungan obesitas, merokok dan konsumsi alkohol dengan kejadian
Benign Prostatic Hyperplasia. Sampel pada penelitian ini diambil secara
purposive sampling, yaitu dengan cara mengambil subjek sesuai dengan
tujuan tertentu dan memenuhi kriteria.
B. Importance (Hasil Penelitian)

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 20 responden


mengalami Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dari 60 responden. Testis
menghasilkan beberapa hormon seks pria, yang secara keseluruhannya
dinamakan androgen. Penyebab Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
belum diketahui secara pasti, tetapi hingga saat ini dianggap berhubungan
dengan proses penuaan yang mengakibatkan penurunan kadar hormon pria
terutama testosteron. Adapun faktor risiko terbentuknya Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH) adalah usia, pola makan tinggi lemak, tidak aktif
olahraga, stress kronis, keturunan, diabetes mellitus, merokok, konsumsi
alkohol, obesitas dan kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung
lycopen. Mengkonsumsi obat-obatan pemicu libido dari golongan hormon
juga beresiko terhadap Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). Dari
beberapa faktor risiko yang menjadi penyebab Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH), sebagian responden yang mengalami Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH) di RSI Ibnu Sina Bukittinggi disebabkan
oleh obesitas sebanyak 65 %, merokok sebanyak 95 % dan konsumsi
alkohol sebanyak 50 %. Hasil penelitian ini sejalan dengan apa yang
dikemukakan oleh Rizki Amalia (2007), tentang Faktor-Faktor Risiko
Terjadinya Pembesaran Prostat Jinak di RS dr.Kariadi, RS Roemani dan
RSI Sultan Agung Semarang. Hasil penelitian menyebutkan bahwa
didapatkan jumlah penderita Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) yang
mengalami obesitas sebanyak 44 responden (84,6 %) dengan Odds Ratio =
6,935; 95% CI, Pvalue = 0,0001. Merokok adalah faktor risiko paling
prevalen, dan telah dibuktikan bahwa merokok memiliki dampak yang
sangat besar pada risiko Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dan
penyakit lainnya.Untuk itu sangat dianjurkan untuk menghindari
merokok.Selain itu rumah sakit perlu memberlakukan kebijakan mengenai
pentingnya promosi kesehatan Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi dalam
memberikan promosi kesehatan peningkatan kesehatan terutama mengenai
faktor risiko Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).
C. Applycability
1) Berdasarkan hasil penelitian diketahui sebagian besar responden (65,0 %)
mengalami obesitas (IMT > 30), sebagian besar responden (95 %)
mempunyai kebiasaan merokok dan sebagian responden (50%)
mengkonsumsi alkohol
2) Terdapat hubungan bermakna antara obesitas dengan kejadian Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan P-Value 0,012.
3) Terdapat hubungan bermakna antara merokok dengan kejadian Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH) denganP-Value0,027.
4) Terdapat hubungan bermakna antara konsumsi alkohol dengan kejadian
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan P-Value 0,036
BAB III

A. Laporan Kasus

Tn. C. berusia 58 tahun mengeluhkan nyeri di organ kemaluannya terutama


saat kencing. Nyeri seperti tertusuk-tusuk skala 6-7 dan tidak menyebar, nyeri
hilang timbul terutama saat BAK. Klien mengeluhkan sejak sebulan lalu tidak
bisa BAK dan sebelumnya BAK tidak lancar. Oleh karena itu sejak 3 minggu
laluklien di pasang selang kencing hingga sekarang. Setelah dipasang kateter
nyeri berkurang menjadi skala 3-4. Klien juga mengeluhkan tidak nafsu makan
sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan mual tidak ada, muntah
tidak ada, demam tidak ada, batu/ sesak tidak ada. TD: 140/90 mmHg, N: 86x/
menir, R: 24x/ menit, S: 36.2C, riwayat asma sejak 20 tahun lalu. Kadang-
kadang berobat ke poli asma. Klien juga memiliki riwayat hipertensi, tidak ada
diabetes, tidak ada penyakit jantung.
LAPORAN KASUS

DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
JEMBER

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Tgl / jam MRS : 09 Januari 2020 Ruang :-


Tgl. Pengkajian : 09 Januari 2020 No. Register : 140922012
Diagnosa Medis :

A. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. C Suami Istri / Orang tua : Istri
Umur : 58 tahun Nama : Ny. A

Jenis Kelamin : Laki-Laki Pekerjaan : Ibu rumah tangga


Alamat : Magelang
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Jawa .
Bahasa : Jawa Penanggung jawab : Istri

Pendidikan : SMA Nama : Ny.A


Pekerjaan : Wiraswasta Alamat : Magelang
Status :-
Alamat : Lampung

B. KELUHAN UTAMA
Klien mengeluhkan nyeri di organ kemaluannya terutama saat kencing
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Klien mengeluhkan nyeri di organ kemaluannya terutama saat kencing.


Nyeri seperti tertusuk-tusuk skala 6-7 dan tidak menyebar, nyeri hilang timbul
terutama saat BAK. Klien mengeluhkan sejak sebulan lalu tidak bisa BAK dan
sebelumnya BAK tidak lancar. Oleh karena itu sejak 3 minggu laluklien di
pasang selang kencing hingga sekarang. Setelah dipasang kateter nyeri
berkurang menjadi skala 3-4. Klien juga mengeluhkan tidak nafsu makan sejak
dua hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan mual tidak ada, muntah tidak
ada, demam tidak ada, batu/ sesak tidak ada. TD: 140/90 mmHg, N: 86x/
menir, R: 24x/ menit, S: 36.2 C.

D. RIWAYAT KESEHATAN DAHULU


Klien memiliki riwayat asma sejak 20 tahun lalu. Kadang-kadang berobat ke
poli asma. Klien juga memiliki riwayat hipertensi, tidak ada diabetes, tidak
ada penyakit jantung.
E. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Tn. C mengatakan Keluarga mengatakan ada anggota keluarga yang menderita
gejala penyakit yang sama dengan pasien

F. Keadaan Lingkungan Yang Mempengaruhi Timbulnya Penyakit


Tidak ada keadaan lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit.
G. POLA FUNGSI KESEHATAN
1. Pola persepsi dan tata laksana kesehatan
Jika ada keluarga yang sakit, akan dibawa ke pusat pelayanan kesehatan
terdekat terlebih dahulu.
2. Pola nutrisi dan metabolism
Pasien makan makanan nasi biasa, dengan lauk dan sayur. Makan terakhir
pagi tadi namun tidak habis, mual muntah tidak ada, pembatasan makanan
tidak ada, alergi makanan tidak ada, perubahan berat badan tidak ada. BB
saat ini 62kg, TB 170cm
3. Pola aktifitas
Saat ini klien tidak bekerja. Aktivitas dirumah yang klien lakukan hanya
duduk- duduk, menonton TV. Pasien kooperatif, beraktivitas dengan
bantuan minimal dari keluarga, tidak menggunakan alat bantu, status
mental sadar aktif. CRT <3 detik, ektremitas hangat, mampu
menggerakan tubuhnya secara bebas, kekuatan baik, postur tinggi besar.
4. Pola istirahat – tidur
Tn. Klien memiliki cukup waktu tidur namun akhir-akhir ini terganggu
karena gangguan kencing pada malam hari. Klien juga terkadang tidur
siang
5. Pola kognitif dan persepsi sensori
-
6. Pola konsep diri
-
7. Pola hubungan – peran
-
8. Pola fungsi seksual – seksualitas
Pasien berjenis kelamin laki-laki
9. Pola mekanisme koping
-.
10. Pola nilai dan kepercayaan
-
H. STATUS MENTAL ( PSIKOLOGIS)
-
I. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status kesehatan umum Keadaan / penampilan umum : baik
Kesadaran : Composmentis G C S : 14
BB sebelum sakit : 70 Kg
BB saat ini : 62 Kg
BB ideal :-
Tanda– tanda Vital :
TD : 140/ 90 mmHg, mmHg Suhu : 36,2 0 C
N : 86 x/mnt RR : x/mnt
2. Kepala
Rambut tidak rapi, tangan kasar dan kering, bau badan tidak tercium, kulit
kepala berminyak. Mata konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, lapang
pandang masih cukup bagus. Hidung bentuk simetris, tidak ada polip, tidak
ada secret. Mulut mukosa lembab, bibir pucat, tidak ada stomatitis. Telingga
bentuk simetris, tidak ada serumen
3. Leher
Pada leher : tidak ada peningkatan JVP, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid
4. Thorax (dada)
Pemeriksaan Paru Pemeriksaan Jantung
I : Simetris, datar, tidak ada bekas I : Simetris, datar, tidak ada
luka bekas luka
P : tidak ada pembengkakan, P : tidak ada pembengkakan,
retraksi pada dinding retraksi pada dinding
P : sonor P : pekak
A : pernafasan 14/I, tidak ada bunyi A : bunyi jantung reguler
tambahan

5. Abdomen
Tidak ada peningkatan JVP, tidak ada pembesaran
Kelenjar tiroid
6. Tulang belakang

7. Ekstremitas
Atas : Terpasang infus pada tangan kiri, pergerakan
Terbatas
Bawah: Tidak ada oedema, tidak ada varises, pergerakan terbatas Klien
belum menikah dan terpasang kateter urin.
8. Integumen
Kulit Tn. C CRT <3 detik ektremitas hangat, mampu menggerakan
tubuhnya secara bebas, kekuatan baik, postur tinggi besar
9. Genetalia dan anus
Tidak terkaji, namun klien mengatakan tidak ada keluhan
10. Pemeriksaan neurologis

5555 5555

5555 5555

J. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tgl Jenis Hasil
Pemeriksaan
ANALISIS DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1 Gangguan
DS:
eliminasi urin
- Klien mengatakan nyeri pada
pada saat berkemih dan air bak
sedikit keluar
DO:
- Klien tampak gelisah
- Klien tampak meringis
- Klien tampak berhati-hati saat
bergerak.

2 Intoleransi
DS:
Aktifitas
- Klien mengatakan kedua kakinya masih kebas.
- Klien mengatakan masih lemas
- Klien mengatakan pusing
DO:
- Klien post anestesi spinal
- Klien tampak lemah
- TD: 130/70 mmHg, N: 80x/mnt
S: 35.6 C
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN
SESUAI PRIORITAS
NO TGL/JAM DIAGNOSA KEPERAWATAN PARAF
1 09-01-2020 Gangguan eliminasi urin
berhubungan dengan sumbatan
saluran pengeluaran pada kandung
kemih: Benigna Prostatic Hyperplasia

2 09-01-2019 Nyeri akut berhubungan dengan


agent injuri fisik (spasme kandung
kemih)
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

TGl/ DIAGNOSA TUJUAN DAN RENCANA TINDAKAN RASIONAL PARAF


Jam KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
09-01- Gangguan eliminasi urin Tujuan : 1. Berikan edukasi terkait 1. Edukasi yang baik dapat
2020 berhubungan dengan Setelah dilakukan gangguan eliminasi meningkatkan
sumbatan saluran pengeluaran tindakan keperwatan urine pengetahuan tentang
pada kandung kemih: Benigna selama 3x24 jam, klien 2. Berikan manajemen gangguan eliminasi
Prostatic Hyperplasia mampu mengontrol - Ajarkan unutk urine
eliminasi urine membatasi masukan 2. Manajemen yang tepat
Kriteria Hasil : cairan pada malam dapat mempercepat
a. Intake cairan hari kesembuhan.
dalam rentang - Ajarkan teknik untuk - Pembatasan cairan
normal mencetuskan refleks pada malam hari dapat
b. Balance cairan berkemih (ransangan mencegah terjadniya
seimbang pacantus dengan enurasis
penepukan supra - Unutk membantu dan
c. Tidak nyeri saat
berkemih pubik) melatih pengosongan
d. Tidak keluar - Berikan jadwal kandung kemih
darah saat - Kapasitas kandung
berkemih
berkemih
3. Lakukan monitoring kemih mungkin tidak
e. Dapat mengontrol
eliminasi urine dan evaluasi cukup untuk
- Kaji kebiasaan menumpang volume
pola berkemih urine sehingga
dan gunakan diperlukan untuk lebih
catatatn sering berkemih
berkemih sehari 3. Pemantauan yang
- contuine memberikan
4. Lakukan informasi perkembangan
Kolaborasi pasien.
- Kaji kebiasaan pola
berkemih dan
gunakan catatatn
berkemih sehari
-
4. Professionalisme
lebih tepat
09-01- Nyeri akut berhubungan Tujuan: 1. Berikan edukasi terkait 1. Edukasi terbaik
dengan agent injuri fisik Setelah dilakukan
2019 Nyeri akut sangat penting untuk
(spasme kandung kemih) intervensi selama 2x24
jam Nyeri akut 2. Lakukan manajemen membantu
berhubungan dengan
agent injuri fisik (spasme Nyeri akut pengetahuan yang
kandung kemih) tertasi
- Pertahankan patensi kuat
Kriteria hasil:
1) Klien akan kateter dan sistem 2. manajemen
tampak rileks,
drainase. Pertahankan dilakukan sesuai
istirahat dengan
tepat, klien selang bebas dari dengan kebutuhan
2) melaporkan skala
lekukan dan bekuan Intoleransi aktifitas
nyeri
berkurang/hilan -Atur posisi pasien -Mempertahankan fungsi kateter dan drainase s
3) Klien tidak
sesuai kenyamanan - Posisi pasien yang
tampak menahan
sakit pasien nyaman dapat
- Ajarkan tehnik terapi mengurangi nyeri
relaksasi - tehnik terapi
3. lakukan monitoring relaksasi mampu
dan evaluasi menghilangkan nyeri
- TTV 3. Pemantauan yang
- skala nyeri contuine memberikan
- latihan gerak informasi
4. Lakukan Kolaborasi perkembangan pasien
- TTV sebagai
indikator
- skala nyeri yg
menurun sebagai
indikasi berkurangnya
nteri
- latihan fisik yang
sering dapat
mempercepat
kesembuhan
4. Professionalisme
lebih tepat
IMPLEMENTASI

DX
TGL TINDAKAN KEPERAWATAN
KEPERAWATAN
09-01- 1) Mengkaji tanda-tanda
Gangguan eliminasi 2020 vital,
urin berhubungan 2) Memberi posisi senyaman
mugkin
dengan sumbatan
3) Mengkaji nyeri dan adanya
saluran pengeluaran palpitasi
pada kandung 4) Kolaborasi
kemih: Benigna 5) Berikan edukasi terkait
Prostatic gangguan eliminasi urine
Hyperplasia 6) Ajarkan unutk membatasi
masukan cairan pada malam
hari
7) Ajarkan teknik untuk
mencetuskan refleks berkemih
(ransangan pacantus dengan
penepukan supra pubik)
8) Kaji kebiasaan pola berkemih
dan gunakan catatatn berkemih
sehari
10-01- 1) Kaji kebiasaan pola berkemih
2020 dan gunakan catatatn berkemih
sehari
2) Mengkaji nyeri
3) Mengevaluasi tanda-tanda vital
klien yang sudah mulai normal

11-01- 1) Kaji kebiasaan pola berkemih


2019 dan gunakan catatatn berkemih
sehari
2) Mengkaji nyeri
3) Mengevaluasi tanda-tanda vital
klien yang sudah mulai normal
EVALUASI

TANGGAL/ MASALAH CATATAN PERKEMBANGAN PARAF


PUKUL KEPERAWATAN
/ KALABORATIF
09-01-2020 Gangguan eliminasi S:
urin berhubungan - Klien

dengan sumbatan mengatakan nyeri


saat berkemih dan
saluran pengeluaran
sedikit yang keluar
pada kandung
kemih: Benigna - O:

Prostatic - Klien tampak gelisah


Hyperplasia - Klien tampak meringis
- Klien tampak berhati-hati saat
bergerak.
- Pasie n tmpak kesakitan
- Pasien tampak menahan bagian
yang nyeri
A: Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
10-01-2019 S:
- Klien
mengatakan nyeri
saat berkemih
sudah tidak begitu
terasa

O:

- Klien sudah tidak tampak


gelisah
- Klien sudah tidak tampak
meringis
- Klien tampak berhati-hati saat
bergerak.

A: Masalah teratasi sebagian


P : Intervensi dilanjutkan.
11-01-2019 S:
- Klien mengatakan nyeri saat
berkemih sudah hilang
- sehat O:

- Klien tampak gelisah


- Klien tampak meringis
- Klien tampak berhati-hati saat
bergerak.
A : Malasah terasi
P : Intervensi dihentikan
BAB V

ANALISI VIDIO

PEMBESARAN PROSTAT JINAK

Bph kondisi bertambahnya sel prostat,prostat akan membesar tetapi tidak


menyebar ke jaringan sekitar . prostat sebenarnya adalah suatu organ kelenjar
yang terletak pada saluran kencing luar pria atau dalam bahasa medis dinamakan
urether. Fungsi dari prostat menghasilkan untuk menjaga kelangsungan hidup sel-
sel sperma didalam cairan ejakulasi. Saluran uretra ini menghubungkan antara
kandung kemih dan lubang kencing sehingga aliran kencing dapat terhambat .
penyebab kebanyakan bph adalag fakor usia, bertambahnya usia pria dapat
membuat sel prostat terus membesar karena produksi hormon, hormon dapat
menekan prostat terhadap urether dan aliran urine terhambat serta dapat terjadi
gangguan berkemih. Gejalanya antara lain; sering berkemih terutama pada malam
hari, mengejan saat berkemih, aliran urine yang lemah dan tersedat, keinginan
kencing yang sering dan sering kali sulit ditahan, terasa adanya sisa setelah
berkemih atau BAK tidak tuntas, menetes pada akhir BAK. Penyebab lain yaitu
infeksi pada prostat, infeksi pada saluran kemih, penyempitan uretrha.
Pemeriksaan pada BPH antara lain pemeriksaan pancaran air kencing,
ultrasonografi prostat dan pemeriksaan darah, PSA, urininasi. Bilama ada indikasi
keganasan maka pemeriksaan tambahan dioksiprostat. Setelah diperiksa akan
diklasifikasikan dalam ke arah ringan sedang dan berat. Untuk gejala yang
ringan akan dianjurkan dengan perubahan pola hidup yaitu hindari kafein, hindari
alkohol, hindari minum malam hari, 2-3 jam sebelum tidur, olahraga yang
teratur dan pengaturan keinginan berkemih dalam bimbingan medis dengan cara
mengendalikan keinginan berkemihnya setiap 2 jam. Gejala sedang berupa terapi
obat yaitu penghambat reseptor. Gejala berat dengan tindakan operasi.

Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=cqdkJOY_-4Q
LAPORAN KEGIATAN KELOMPOK
PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
MINGGU KE : 4 PERIODE TANGGAL : 30-10-2020
Hari dan Jumlah Mahasiswa
Waktu Topik Keterangan Bukti Kegiatan
Tanggal Hadir Tidak Hadir
Minggu 09.25 Diskusi 4 - - Via Whatsapp Audio
25-10-20 WIB Pembag
ian
Materi
Sesuai
RPS
Juma’at 18.35 Diskusi 4 - -
30-10-20 WIB ASKEP

Link Zoom: oin Zoom Meeting


https://us04web.zoom.us/j/5026485196?pwd=TnpDL2t
mL0twZU1OYzh6d1FCTzZtQT09
AFIYAH.VOL.V NO. 1 BULAN JANUARI TAHUN 2018

Lampiran jurnal

HUBUNGAN OBESITAS, MEROKOK DAN KONSUMSI ALKOHOL DENGAN


KEJADIAN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH) DI POLIKLINIKBEDAH
RUMAH SAKIT IBNU SINA BUKITTINGGI

dr. Agung¹, Yasri Dewi², Mardhatillah³,Khiat Saputra4

¹,2)Dosen Univ. Mohammad Natsir Bukittinggi


3,4 )
Mahasiswa Prodi ARS Univ. Mohammad Natsir Bukittinggi

Abstrak

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah suatu keadaan dimana kelenjar prostat mengalami
pembesaran. Jumlah penderita Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dari tahun 2015 sampai dengan 2017
mengalami peningkatan di Poliklinik Bedah Rumah Sakit Ibnu Sina, dimana pada tahun 2015 jumlah
penderita BPH sebanyak 168 orang, tahun 2016 sebanyak 185 orang dan tahun 2017 meningkat sebanyak
204 orang. BPH sering terjadi pada pria usia lanjut. obesitas menjadi salah satu pencetus timbulnya
gangguan prostat. Hal ini diakibatkan karena pada obesitas, merokok dan konsumsi alkohol menyebabkan
penurunan kadar testosteron. Tujuan penelitian ini untuk melihat apakah ada hubungan obesitas, merokok
dan konsumsi alkohol dengan kejadian BPH. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
metode Case Control. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang pernah
berkunjung ke Poliklinik Bedah RS Ibnu Sina Bukittinggi yang berjumlah 60 orang. Data diperoleh
dengan melakukan wawancara pada pasien yang pernah berkunjung baik yang menderita BPH maupun
yang tidak menderita BPH. Hasil analisis diketahui dari 20 penderita BPH sebagian besar mengalami
obesitas 13 (65,0%), merokok 19 (95%) dan konsumsi alkohol sebanyak 10 (50 %). Hasil uji chi square
diketahui adanya hubungan yang bermakna antara obesitas, merokok dan konsumsi alkohol dengan
kejadian BPH dengan P value :0,012; 0,027; 0,036 dengan nilai p value < 0,05. Untuk mengurangi angka
kejadian dan angka keganasan dari BPH diharapkan kepada tenaga kesehatan agar meningkatkan
pelayanan melalui pendidikan kesehatan dengan cara memberikan informasi mengenai risiko, tanda dan
gejala BPH serta membekali pasien dengan pengetahuan tentang penyakit yang diderita agar tidak
berujung pada keganasan.

Kata kunci : Benign Prostatic Hyperplasia (BPH), obesitas, merokok dan konsumsi alkohol

Abstract

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) is a situation where the prostate gland undergoes enlargement. Number of
Benign Prostatic Hyperplasia sufferer (BPH) from 2015 to 2017 with experienced an increase in Surgical Clinic
Hospital Ibn Sina, where in the year 2015 the number of sufferers of BPH as many as 168 people, the year 2016 as
much as 185 people and the year 2017 increased by 204 people. BPH often occur in elderly men. obesity is becoming
one of the founders of the incidence of disorders of the prostate. This is caused because of obesity, smoking and
alcohol consumption causes a decrease in testosterone levels. The variables examined include obesity, smoking and
alcohol intake with incidence of BPH. This research is quantitative research in methods of Case Control that aims to
1
AFIYAH.VOL.V NO. 1 BULAN JANUARI TAHUN 2018
find out the relationship between the independent variable and the dependent variable. As for the population in
this research is the entire patient who travelled to the Ibn Sina HOSPITAL Surgical Clinic Bukittinggi that add up to
60 people. The data obtained by conducting interviews in patients who never visited either suffering from BPH and
not suffer from BPH. Research results are analyzed in Univariate and the Chi Square test with bivariat. Results of
the analisisdiketahui of the 20 most experienced BPH sufferers obesitas13 (65.0%), 19 (95%) of smoking and
alcohol consumption as much as 10 (50%). There is a meaningful relationship between obesity, smoking and
alcohol intake with incidence of BPH. To reduce the numbers of Genesis and numbers malignancy of BPH in order to
improve services through health education by means of providing information on the risks, signs and symptoms of
BPH as well as equip patients with knowledge about a disease suffered so as not to culminate in violence

Kata kunci : Benign Prostatic Hyperplasia (BPH), obesity , smoking and alcohol consumption

2
AFIYAH.VOL.V NO. 1 BULAN JANUARI TAHUN 2018
PENDAHULUAN dengan berkembangnya sebuah Negara, maka
usia harapan hidup pasti bertambahdengan sarana
Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang makin maju maka jumlah penderita Benign
juga dapat dilakukan dengan cara menurunkan Prostatic Hyperplasia (BPH) secara pastinya
jumlah penyakit degeneratif. Proses degenerasi turut meningkat. Prevalensi umur 41-50 th
menyebabkan perubahankemunduran fungsi sebanyak 20%, 51-60 th 50%, >80 th sekitar
organ tersebut, termasuk juga sistem traktus 90%. Angka di Indonesia, bervariasi 24-30
urinarius,sehingga menyebabkan macam-macam persen dari kasus urologi yangdirawat di
kelainan atau penyakit urologis tertentu, beberapa rumah sakit. Dalam rentang 1994-1997,
termasuk kelainan pada kelenjar prostat. jumlah

Kelainan yang paling sering terjadi pada sistem


traktus urinarius adalah Benign Prostatic
Hyperplasia. Benign Prostatic Hyperplasia
adalah penyakit yang paling umum pada pria
(selain kanker kulit nonmelanoma) dan
merupakan penyebab kedua kematian yang
paling umum akibat kanker pada pria Amerika
yang berusia lebih dari 55 tahun. Pada pria
Afrika-Amerika, Benign Prostatic Hyperplasia
adalah penyakit yang paling prevalensi secara
keseluruhan. Insidennya hampir dua kali lipat
dari populasi umum dan angka kematian sekitar
tiga kali lebih tinggi. Sekitar 1 orang dari 11
orang pria di Amerika Serikat akan mengalami
Benign Prostatic Hiperplasia. Kira- kira 125.000
kasus baru Benign Prostatic Hiperplasia di
diagnosa setiap tahunnya dan 32.000 pria yang
sudah mengalami kematian akibat penyakit
tersebut.

Penyakit Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)


menjadi urutan kedua dari kasus urologi di
Indonesia setelah penyakit batu saluran kemih,
dan jika dilihat secara umumnya,diperkirakan
hampir 50 persen pria Indonesia yang berusia di
atas 50 tahun,dengan kini usia harapan hidup
mencapai 65 tahun ditemukan menderita Benign
Prostatic Hyperplasia(BPH). Selanjutnya, 5 %
pria Indonesia sudah masuk ke dalamlingkungan
usia di atas 60 tahun. Oleh karena itu, jika
dilihat dari 200 juta lebihbilangan rakyat
Indonesia, maka dapat diperkirakan 100 juta
adalah pria, dan yang berusia 60 tahun ke atas
adalah kira- kira sebanyak 5 juta, maka dapat
secaraumumnya dinyatakan bahwa kira-kira 2.5
juta pria Indonesia menderita penyakit Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH).

Indonesia kini semakin hari semakin maju dan


3
AFIYAH.VOL.V NO. 1 BULAN JANUARI TAHUN 2018

penderitadi RS Cipto Mangunkusumo pembentukan Benign Prostatic Hyperplasia


menangani 462 kasus, di RS Hasan Sadikin (BPH) melalui peningkatan sensitisasi prostat
Bandung selama kurun 1976-1985 tercatat terhadap androgen dan menghambat proses
1.185 kasus, pada rentang 10tahun terakhir kematian sel-sel kelenjar prostat.
(1993-2002), tercatat 1.038 kasus Di RS Dr.
SoetomoSecara khususnya di Indonesia, Konsumsi alkohol akan menghilangkan
menurut (WHO,2008), untuk tahun kandungan zink dan vitamin B6 yang penting
2005,insidensi terjadinya Benign Prostatic untuk prostat yang sehat. Zink sangat penting
Hyperplasia adalah sebesar 12 orang setiap untuk kelenjar prostat. Prostat menggunakan
100,000 orang,yakni yang keempat setelah zink 10 kali lipat dibandingkan dengan organ
kanker saluran napas atas, saluran pencernaan yang lain. Zink membantu mengurangi
kandungan prolaktin di dalam
dan hati (Rahardjo, 2008) darah.Prolaktin

Gangguan sistem genitourinaria merupakan


komponen penting dari kesehatan pria.Namun
demikian, pria sering enggan untuk konsultasi
mengenai masalah kesehatan mereka. Karena
mereka menganggap masalah ini masih tabu
dan merupakan privasi, beberapa pria juga
mungkin takut reaksi negatif dari pelayanan
kesehatan apabila mereka konsultasi. Karena
keengganan untuk konsultasi masalah
kesehatan mereka, maka komunikasi terapeutik
sangat penting untuk membantu mereka untuk
mengungkapkan masalah kesehatan mereka.
Khususnya mengenai faktor risiko yang
menyebabkan terjadinya Benign Prostatic
Hyperplasia. Beberapa peneliti melaporkan
kebiasaan merokok juga meningkatkan risiko
terkena BenignProstatic Hyperplasia.Nikotin
dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada
rokok meningkatkan aktifitas enzim perusak
androgen, sehingga menyebabkan penurunan
kadartestosteron.

Menurut Misnadiarli (2007) sejauh ini, dalam


sejarah kedokteran belum pernah dikatakan
bahwa obesitas akan memberikan dampak
positif pada kesehatan tubuh. Justru sebaliknya,
hampir setiap orang menyadari bahwa obesitas
akan menimbulkan berbagai keluhan dan
kesulitan, jasmani, rohani maupun sosial. Oleh
para ahli dikatakan bahwa obesitas memberikan
pengaruh negatif hampir pada seluruh sistem
tubuh.Obesitas juga menimbulkan risiko
terhadap timbulnya beberapa penyakit
diantaranya Benign Prostatic Hyperplasia
(BPH). Pada obesitas terjadi peningkatan kadar
estrogen yang berpengaruh terhadap
4
AFIYAH.VOL.V NO. 1 BULAN JANUARI TAHUN 2018
meningkatkan penukaran hormon testosteron Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa dari 66
kepada DHT. responden terdapat lebih dari separuh (66,7 %).
responden adalah kelompok kontrol (tidak
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik mengalami BPH ).
untuk meneliti lebih lanjut tentang “hubungan
obesitas, merokok, dan konsumsi alkohol
dengan kejadian Benign Prostatic Hyperplasia Tabel 2.
(BPH) di Poliklinik Bedah Rumah Sakit Ibnu Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Sina Bukittinggi Tahun 2018”. Kejadian ObesitasdiPoliklinik Bedah Rumah Sakit
Ibnu Sina Bukittinggi Tahun 2018
METODE PENELITIAN
No Kejadian Jumlah %
Obesitas
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif 1. 24 40
Mengalami
dengan metode penelitian yang digunakan yaitu Obesitas
case control, yaitu suatu penelitian yang 2. Tidak mengalami 36 60
menyangkut bagaimana faktor resiko dipelajari Obesitas
Jumlah 60 100
dengan menggunakan pendekatan retrospective.
Dengan kata lain efek diidentifikasi pada saat
ini, kemudian faktor resiko diidentifikasi adanya Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa dari 60
atau terjadinya pada waktu yang lalu orang responden terdapat 60 % responden tidak
mengalami obesitas.
(Notoatmodjo,2005).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui


hubungan obesitas, merokok dan konsumsi Tabel 3.
alkohol dengan kejadian Benign Prostatic Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Hyperplasia dengan studi kasusnya retrospektif. Kebiasaan Merokok di Poliklinik Bedah Rumah
Pemilihan desain penelitian kasus kontrol Sakit Ibnu Sina Bukittinggi Tahun 2018
didasarkan karena membandingkan derajat
No Merokok Jumlah %
pemaparan antara kasus dan kontrol sehingga
1. Beresiko 45 75,0
dapat diketahui ada tidaknya hubungan obesitas, 2. Tidak beresiko 15 25,0
merokok dan konsumsi alkohol dengan kejadian Jumlah 60 100
Benign Prostatic Hyperplasia. Sampel pada
penelitian ini diambil secara purposive Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa dari 60
sampling, yaitu dengan cara mengambil subjek orang responden terdapat 75 % responden
sesuai dengan tujuan tertentu dan memenuhi adalah kelompok berisiko merokok.
kriteria.

HASIL PENELITIAN Tabel 4


Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Tabel . Konsumsi Alkohol di Poliklinik Bedah Rumah Sakit
Ibnu Sina Bukittinggi Tahun 2018
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Kejadian Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) di No Konsumsi Jumlah %
Poliklinik Bedah Rumah Sakit Ibnu Sina Bukittinggi alkohol
Tahun 2018 1. Beresiko 18 30
No Kejadian Benign Jumlah % 2. Tidak beresiko 42 70
Prostatic Jumlah 60 100
Hyperplasia
(BPH) Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa dari 60
1. Kasus 20 33,3 orang responden terdapat 70 % responden
2. Kontrol 40 66,7 adalah kelompok tidak berisiko mengkonsumsi
Jumlah 60 100
5
AFIYAH.VOL.V NO. 1 BULAN JANUARI TAHUN 2018
alkohol.

6
AFIYAH.VOL.V NO. 1 BULAN JANUARI TAHUN 2018

Tabel 5
Distribusi Responden berdasarkan Obesitas dan kejadian Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) di Poliklinik
Bedah Rumah Sakit Ibnu Sina Bukittinggi Tahun 2018
No obesitas Kejadian Benign Jumlah OR 95% P-
Prostatic Hyperplasia CI Value
(BPH)
Kasus Kontrol
Jml % Jml % Jml %
1 Mengalami 13 65,0 11 27,5 24 40 4,896
obesitas (1,548 –
2 Tidak mengalami 7 35,0 29 72,5 36 60 15,486) 0,012
obesitas
Total 20 100 40 100 40 100

Tabel 6

Distribusi Responden berdasarkan Merokok dan kejadianBenign Prostatic Hyperplasia (BPH)di Poliklinik
Bedah Rumah Sakit Ibnu Sina Bukittinggi Tahun 2018
No Merokok Kejadian Benign Prostatic Jumlah OR 95% P-
Hyperplasia (BPH)
CI Value
Kasus Kontrol
Jml % Jml % Jml %
1 Beresiko 19 95,0 26 65,0 45 75 10,231
2 Tidak Beresiko 1 5,0 14 35,0 15 20 (1,236 – 0,027
84,660)
Total 20 100 40 100 60 100

Tabel 7

Distribusi Responden berdasarkan Konsumsi Alkohol dan kejadianBenign Prostatic Hyperplasia (BPH)di
Poliklinik Bedah Rumah Sakit Ibnu Sina Bukittinggi Tahun 2018

No Konsumsi Kejadian Benign Jumlah OR 95% P-


Prostatic Hyperplasia Value
Alkohol CI
(BPH)
Kasus Kontrol
Jml % Jml % Jml %
1 Beresiko 10 50,0 8 20,0 18 30,0 4,000 0,036
(1,242 –
2 Tidak Beresiko 10 50,0 32 80,0 42 67,5 12,886)
Total 20 100 40 100 60 100

PEMBAHASAN sebagian besar dikonversikan oleh enzim 5-alfa-


reductase menjadi dihidrotestosteron yang lebih aktif
secara fisiologis di jaringan sasaran sebagai pengatur
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak fungsi ereksi. Tugas
20 responden mengalami Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH) dari 60 responden. Testis lain dari testosteron adalah pemacu
menghasilkan beberapa hormon seks pria, yang libido,
secara keseluruhannya dinamakan
androgen.Hormon tersebut mencakup testosteron,
dihidrotestosteron dan androstenesdion. Testosteron
7
AFIYAH.VOL.V NO. 1 BULAN JANUARI TAHUN 2018

pertumbuhan otot dan mengatur deposit


kalsium di tulang. Sesuai dengan pertambahan
usia, kadar testosteron mulai menurun secara
pelan-pelan pada usia 30 tahun, dan turun lebih
cepat mulai sekitar usia 60 tahun. Penurunan
kadar testosteron telah diketahui sebagai
penyebab dari penurunan libido, massa otot,
melemahnya otot pada organ seksual dan
kesulitan ereksi. Tetapi, kadar testosteron yang
rendah juga menyebabkan masalah lain yang
tidak segera terlihat, yaitu Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH).

Penyebab Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) belum


diketahui secara pasti, tetapi hingga saat ini
dianggap

8
AFIYAH.VOL.V NO. 1 BULAN JANUARI TAHUN 2018
berhubungan dengan proses penuaan yang
mengakibatkan penurunan kadar hormon pria Perawat dapat berperan sebagai edukator dan
terutama testosteron. Adapun faktor risiko konselingmengenai Benign Prostatic
terbentuknya Benign Prostatic Hyperplasia Hyperplasia (BPH) yang dicegah sehingga tidak
(BPH) adalah usia, pola makan tinggi lemak, mengarah pada keganasan dengan cara
tidak aktif olahraga, stress kronis, keturunan, melakukan pemeriksaan dini terhadap gejala
diabetes mellitus, merokok, konsumsi alkohol, yang dicurigai mengarah kepada Benign
obesitas dan kurang mengkonsumsi makanan Prostatic Hyperplasia (BPH) sehingga tidak
yang mengandung lycopen. Mengkonsumsi berlanjut ke derajat yang lebih ganas dan
obat-obatan pemicu libido dari golongan mempunyai
hormon juga beresiko terhadap Benign Prostatic risiko Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) karena
Hyperplasia (BPH). Dari beberapa faktor risiko
yang menjadi penyebab Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH), sebagian responden yang
mengalami Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
di RSI Ibnu Sina Bukittinggi disebabkan oleh
obesitas sebanyak 65 %, merokok sebanyak 95
% dan konsumsi alkohol sebanyak 50 %.

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)


berhubungan erat dengan obesitas, merokok dan
konsumsi alkohol, biasanya terjadi pada pria
pada usia lanjut. Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa dari 20 responden yang
menderita Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
13responden (65,0%) mengalami obesitas.
Sedangkan pada responden yang tidak menderita
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) sebagian
besar(72,5 %) responden yang tidak mengalami
obesitas

Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui


bahwa dari 20 responden yang menderita Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH) sebanyak 19
responden (95 %) yang beresiko (merokok > 12
batang/hari). Sedangkan pada 40 responden yang
tidak menderita Benign Prostatic Hyperplasia
(BPH) sebanyak 26 responden (65 %) yang
beresiko (merokok > 12 batang/hari).

Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui


bahwa dari 20 responden yang menderita Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH) sebanyak 10
responden (50 %) yang beresiko (mengkonsumsi
alkohol > 4 gelas/hari). Sedangkan pada 40
responden yang tidak menderita Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH)sebanyak 8
responden (20 %) yang beresiko (mengkonsumsi
alkohol > 4 gelas/hari)

9
AFIYAH.VOL.V NO. 1 BULAN JANUARI TAHUN 2018
mengalami obesitas, merokok ataupun Prostatic Hyperplasia (BPH) sebagian besar
konsumsi alkohol. (65%) merokok > 12 batang/hari

Hubungan Obesitas dengan Kejadian Benign Hasil uji statistik diperoleh nilai Odds Ratio
Prostatic Hyperplasia (BPH). (OR) = 10,231 artinya responden yang merokok
> 12 batang/hari mempunyai peluang 10 kali
untuk menderita Benign Prostatic Hyperplasia
Berdasarkan hasil penelitian diketahui dari 60
(BPH) dibandingkan respondenyang tidak
responden sebagian (40%) responden yang
merokok > 12 batang/hari. Hasil uji statistik
mengalami obesitas.Dari 20 responden yang
diperoleh nilai p-value
menderita Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
= 0,027 (p < 0,05). Hasil uji ini menunjukkan
sebagian besar (65,0%) tergolong obesitas, ada
sedangkan dari 40 responden yang tidak
menderita Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
sebagian besar (72,5%) tidak tergolong
obesitas.

Hasil uji statistik diperoleh nilai Odds Ratio


(OR) = 4,896 artinya responden mengalami
obesitas mempunyai peluang 4 kali untuk
menderita Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
dibandingkan responden yang tidak mengalami
obesitas. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-
value = 0,012 (p < 0,05). Hasil uji ini
menunjukkan ada hubungan yang bermakna
antara obesitas dengan kejadian Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH).

Hasil penelitian ini sejalan dengan apa yang


dikemukakan penelitian Adi Nugroho (2002),
tentang Pengaruh Faktor Usia, Status Gizi dan
Pendidikan Terhadap International Prostate
Symptom Score (IPSS) Pada Penderita Prostat
Hyperplasia, Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro Semarang. Hasil penelitian
menyebutkan bahwa didapatkan jumlah penderita
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) yang mengalami
obesitas sebanyak 39,1%.

Hubungan Merokok dengan Kejadian Benign


Prostatic Hyperplasia (BPH).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui dari 60


responden sebanyak 45(75,0 %) responden
yang mempunyai kebiasaan merokok. Dari 20
responden yang menderita Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH) sebagian besar (95,0%)
merokok > 12 batang/hari, sedangkan dari 40
responden yang tidak menderita Benign

1
0
AFIYAH.VOL.V NO. 1 BULAN JANUARI TAHUN 2018
hubungan yang bermakna antara merokok dengan value = 0,036 (p < 0,05). Hasil uji ini
kejadian Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). menunjukkan ada hubungan yang bermakna
antara konsumsi alkohol dengan kejadian Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH).
Hasil penelitian ini sejalan dengan apa yang
dikemukakan oleh Rizki Amalia (2007), tentang
Hasil penelitian ini kurang sejalan dengan
Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Pembesaran
penelitian Rizki Amalia (2007), tentang Faktor-
Prostat Jinak di RS dr.Kariadi, RS Roemani dan
Faktor Risiko Terjadinya Pembesaran Prostat
RSI Sultan Agung Semarang. Hasil penelitian
Jinak di RS dr.Kariadi, RS Roemani dan RSI
menyebutkan bahwa didapatkan jumlah
Sultan Agung Semarang. Hasil penelitian
penderita Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
menyebutkan bahwa didapatkan jumlah
yang mengalami obesitas sebanyak 44 responden penderita Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) yang
(84,6 %) dengan Odds Ratio = 6,935; 95% CI,
Pvalue = 0,0001.

Merokok adalah faktor risiko paling prevalen,


dan telah dibuktikan bahwa merokok memiliki
dampak yang sangat besar pada risiko Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH) dan penyakit
lainnya.Untuk itu sangat dianjurkan untuk
menghindari merokok.Selain itu rumah sakit
perlu memberlakukan kebijakan mengenai
pentingnya promosi kesehatan Rumah Sakit
Raden Mattaher Jambi dalam memberikan
promosi kesehatan peningkatan kesehatan
terutama mengenai faktor risiko Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH).

Hubungan Konsumsi Alkohol


dengan Kejadian
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui dari 60


responden sebanyak 18 (30,0%) responden yang
mengkonsumsi alkohol> 4 gelas/hari. Dari 20
responden yang menderita Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH) sebagian besar (50,0%)
mengkonsumsi alkohol> 4 gelas/hari, sedangkan
dari 40 responden yang tidak menderita Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH) sebagian kecil
(20%) mengkonsumsi alkohol< 4 gelas/hari

Hasil uji statistik diperoleh nilai Odds Ratio


(OR) = 4,000 artinya responden yang
mengkonsumsi alkohol> 4 gelas/hari mempunyai
peluang 4 kali untuk menderita Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH) dibandingkan
respondenyang tidak mengkonsumsi alkohol> 4
gelas/hari. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-
1
1
AFIYAH.VOL.V NO. 1 BULAN JANUARI TAHUN 2018
mengkonsumsi alkohol sebanyak 4 responden Nursing, Clinical Management For Positif
(7,7 %) dengan Odds Ratio = 1,973; 95% CI, Outcomes. Eighth Edition.Volume 1. Evolve
Pvalue = 0,126 Konsumsi alkohol merupakan Depkes RI 2000.Pelayanan kesehatan
faktor risiko yang dapat dicegah.Di Rumah bermutu.Pusdinakes : Jakarta
Sakit Umum Raden Mattaher di Poliklinik Gunardi, Santoso, 2007, Anatomi Sistem
Bedah belum pernah Reproduksi. Fakultas Kedokteran Universitas
melakukan penyuluhan. Seharusnya Indonesia. Jakarta
peranan perawat di Poliklinik Bedah adalah
memberi penyuluhan dan menyebarkan leaflet
serta memberi bimbingan konseling mengenai
risiko atau dampak dari konsumsi alkohol. Hal
ini perlu dilakukan untuk mengurangi jumlah
penderita Benign Prostatic Hyperplasia.

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dalam penelitian ini


adalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil penelitian diketahui sebagian


besar responden (65,0 %) mengalami obesitas
(IMT > 30), sebagian besar responden (95 %)
mempunyai kebiasaan merokok dan sebagian
responden (50%) mengkonsumsi alkohol
2. Terdapat hubungan bermakna antara obesitas
dengan kejadian Benign Prostatic Hyperplasia
(BPH) dengan P-Value 0,012.
3. Terdapat hubungan bermakna antara merokok
dengan kejadian Benign Prostatic Hyperplasia
(BPH) denganP-Value0,027.
4. Terdapat hubungan bermakna antara konsumsi
alkohol dengan kejadian Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH) dengan P-Value 0,036

DAFTAR PUSTAKA

Alimul , A.A. 2002. Riset keperawatan &


teknik penulisan ilmiah. Jakarta: Salemba
Medika
Amalia, Rizki. 2007. Factor-Faktor Risiko
Pembesaran
Prost
at
Jinak.http://eprints.undip.ac.id/19133/1/rizki
.amal ia.pdf (Online) Diakses pada tanggal
20 Februari 2017
Arikunto, 2006. Proses Penelitian suatu
pendekatan praktek. Rineka Cipta. Jakarta
Black, M. Joyce, 2009. Medical Surgical
1
2
Hidayat, 2009.Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Masalah Benign ProstaticHyperplasia
(BPH).http://hidayat2.wordpress.com/200 9/04/30/askep-bph/ (Online) diakses pada 23
Juni 2017

Kountur, Ronny.2007. Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis.Edisi Revisi. Jakarta:
PPM.
Kumar, Vinay, 2005.Robbins and Cotran Pathologic Basis Of Disease. Elsevier Saunder.
Philadelphia
Lamesshow,S.1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Gadjah Mada University Press :
Yogyakarta
Misnadiarly, 2007.Obesitas sebagai faktor risiko beberapa penyakit. Pustaka Obor Populer. Jakarta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nugroho, Adi. 2002. Pengaruh Faktor Usia, Status Gizi dan Pendidikan Terhadap International
Prostate Symptom Score (IPSS) pada Penderita Prostat
Hiperplasia.http://eprints.undip.ac.id/14692
/1/2002FK525.pdf (Online) Diakses pada tanggal 10 Maret 2017.

(Online) Diakses Pada Tanggal 10 Maret 2017 Setiadi. 2007. Konsep dan penulisan
riset
keperawatan.Edisi 1.Yogyakarta : Graha ilmu.
Setiadi, 2007.Anatomi Fisiologi Manusia.Yogyakarta.
Graha Ilmu
Sjamsuhidajat, R & Jong, D.W, 2004.Buku Ajar Ilmu Bedah (Edisi 2), Jakarta : EGC
Smeltzer, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Jakarta : EGC
Sustrani, Lanny dkk, 2007.Panduan Lengkap Untuk Penderita dan Keluarga yang menderita
prostat.Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Syaifudin, 2006. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan, Jakarta : EGC
Nursalam, 2000.Pendekatan praktis metodologi riset keperawatan..jakarta : CV. Informedika
Jakarta.
Nursalam, 2002.Manajemen Keperawatan: Aplkasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional.
Salemba Medika: Jakarta
Potter & Perry, 2005.Buku Ajar Fundamental Keperawatan.Konsep, Proses dan Praktik.Edisi
4.Volume 1.Jakarta : EGC
Price, Sylvia Anderson, 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta :
EGC Rahardjo D, Birowo. P2008.Pembesaran Prostat
Jinak.Jurnal Kedokteran & Farmasi Medika.http://www.usu.ac.id/files/Pidato/p
pgb/2007/ppgb-2008-usul-majadi- sinaga.pdf. (Online) di akses pada 21 Februari 2017

Reksoprodjo, Soelarto, 1995. Kumpulan Kulliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara


R. Gass, 2002. Benign Prostatic Hyperplasia : The Opposite Effects Of Alcohol And Coffee Intake. BJU
International.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed/12410741
Lampiran kasus

Tn. C. berusia 58 tahun mengeluhkan nyeri di organ kemaluannya terutama saat


kencing. Nyeri seperti tertusuk-tusuk skala 6-7 dan tidak menyebar, nyeri hilang
timbul terutama saat BAK. Klien mengeluhkan sejak sebulan lalu tidak bisa BAK dan
sebelumnya BAK tidak lancar. Oleh karena itu sejak 3 minggu laluklien di pasang
selang kencing hingga sekarang. Setelah dipasang kateter nyeri berkurang menjadi
skala 3-4. Klien juga mengeluhkan tidak nafsu makan sejak dua hari sebelum masuk
rumah sakit. Keluhan mual tidak ada, muntah tidak ada, demam tidak ada, batu/ sesak
tidak ada. TD:140/90 mmHg, N: 86x/ menir, R: 24x/ menit, S: 36.2C. Klien memiliki
riwayat asma sejak 20 tahun lalu. Kadang-kadang berobat ke poli asma. Klien juga
memiliki riwayat hipertensi, tidak ada diabetes, tidak ada penyakit jantung. Saat ini
klien tidak bekerja. Aktivitas dirumah yang klien lakukan hanya duduk- duduk,
menonton TV. Klien memiliki cukup waktu tidur namun akhir-akhir ini terganggu
karena gangguan kencing pada malam hari. Klien juga terkadang tidur siang. Pasien
kooperatif, beraktivitas dengan bantuan minimal dari keluarga, tidak menggunakan
alat bantu, status mental sadar aktif. CRT <3 detik, ektremitas hangat, mampu
menggerakan tubuhnya secara bebas, kekuatan baik, postur tinggi besar. Klien
memiliki riwayat hipertensi namun tidak merasa pusing atau neyri tengkuk, tidak ada
riwayat penyakit jantung tidak ada, demam rematik, phlebitis, penyembuhan luka
lambat, edema, kesemutan, kebas maupun batuk/ hemoptisis Klien mengeluhkan
perubahan frekuensi berkemih dimana sebelumnya berkemih tidak lancar dan akhir-
akhir ini tidak bisa BAK sejak 1 bulan lalu. TD; 140/90 mmHg, N: 86x/ menit,
Kualitas kuat, irama teratur. Hasil auskultasi ronkhi tidak ada di kedua lapang apru,
wheezing tidak ada, BJ 1 & BJ II normal, suhu 36.2 C. Warna kulit tidak pucat,
membrane mukosa bibir lembab, konjungtiva tidak anemis, sclera. Klien mengalami
demensia ringan sehingga dalam keseharian perlu bantuan minimal dari keluarga,
Status perkawinan belum menikah, budaya perkotaan, agama Kristen, gaya hidup
ekonomi menengah. Klien tampak tenang, klien mengatakan agak cemas akan
dioperasi. Namun keluarga selalu mendampingi dan mendukung. Klien mengatakan
biasanya BAB 1 kali per hari, karakteristik feses lunak. Namun sejak di rumah sakit
BAB 2 hari sekali. Tidak ada riwayat perdarahan, konstipasi maupun diare. Riwayat
nyeri BAK ada, riwayat hematuria tidak ada. Tidak ada riwayat penyakiyt ginjal.
Kateter urin dipasang sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Tidak ada nyeri
tekan, tidak ada massa, bising usus 5 kali per menit. Pasien makan makanan nasi
biasa, dengan lauk dan sayur. Makan terakhir pagi tadi namun tidak habis, mual
muntah tidak ada, pembatasan makanan tidak ada, alergi makanan tidak ada,
perubahan berat badan tidak ada. BB saat ini 62kg, TB 170cm, sehingga didapatkan
IMT 21.45 (berat badan normal). Bentuk tubuh tinggi besar edema tidak ada,
membrane mukosa lembab, distensi vena jugularis tidak ada, kodisi gigi terdapat
karies pada geraham bawah kanan dan kiri, lidah midline, agak kotor. Aktivitas
personal hygiene dengan bantuan minimal, biasanya mandi dua kali sehari pagi dan
sore. Menggunakan air dingin Namun sejak di rumah sakit hanya sekali

sehari. Penampilan umum baik, pemakaian baju sesuai dengan kondisi, rambut
tidak

rapi, tangan kasar dan kering, bau badan tidak tercium, kulit kepala berminyak.
i. Neurosensori

Klien tidak merasa pusing atau sakit kepala, tidak ada kesemutan, mata sudah
mengalami penurunan fungsi, telinga kanan-kiri mampu mendegar. Tidak ada
epistaksis pada hidung, indra penciuman tidak ada masalah, status mental sadar,
bicara terkadang tidak koheren, reaksi pupil positif, tidak menggunakan kacamata

maupun alat bantu dengar.


j. Nyeri/ ketidaknyamanan

Klien mengeluhkan nyeri didaerah kemaluan yang terpasang kateter dengan skala 3-
4, nyeri seperti tertusuk-tusuk dan tidak menyebar, nyeri hilang timbul, durasi 3-6
menit. Wajah tampak mengerutkan muka, tidak ada penyempitan fokus, klien
tampak

k. Pernapasan
pasrah dengan keadaannya.

Klien tidak mengeluhkan sesak napas namun ada riwayat asma, batuk tidak ada,
emfisema
bungkus/ hari.tidak ada,
Klien bronchitis
tidak tidak ada,
menggunakan alatTBC tidak
bantu ada, riwayat
pernapasan, merokok
frekuensi 1 24 kali/
napas
menit, sianosis tidak ada, pucat tidak ada, wheezing tidak ada, ronkhi tidak ada, status
mental compos mentis.
l. Keamanan
Klien tidak ada riwayat alergi, perubahan sistem imun tidak ada, penyakit hubungan
seksual tidak ada, pembesaran nodus tidak ada, fraktur/ dislokasi tidak ada, nyeri
sendi tidak ada, gangguan penglihatan ada, gangguan pendengaran tidak ada. Suhu
tubuh 36.2 C, integritas kulit utuh, jaringan perut tidak ada, kemerahan tidak ada,
laserasi tidak ada, lumpuh tidak ada, rentang gerak sempurna, cara berjalan mandiri,
paralisis tidak ada. Kekuatan otot 5555 5555
‘ 5555 5555
m. Seksualitas
Klien belum menikah dan terpasang kateter urin.

n. Interaksi sosial
Klien tinggal dengan keluarga adaik perempuannya karena belum menikah. Klien
mengatakan jarang berinteraksi dengan orang di luar rumah. Klien tidak bekerja.
Keluarga besar tinggal berjauhan sehingga jarang berkumpul. Peran dalam struktur
keluarga sebagai adik. Tidak ada laringektomi. Bicara jelas, dapat dimengerti namun
pelan-pelan. Komunikasi vverbal dan non verbal dengan orang terdekat lain baik,
tidak dengan nada tinggi. Keluarga saling membantu.

o. Penyuluhan/ pembelajaran
Bahasa dominan sehari-hari bahasa Indonesia, melek huruf. Pendidikan terakhir
SMA, klien berobat ke rumah sakit jika ada keluhan penyakit, klien mengalami
demensia ringan.
Faktor risiko keluarga hipertensi ada, penyakit jantung tidak ada, TBC tidak ada,
diabetes tidak ada, stroke tidak ada, kanker tidak ada, penyakit ginjal tidak ada,
penyakit jiwa tidak ada.

Anda mungkin juga menyukai