Disusun Oleh:
1. Syayida Yunita Sari 1711011066
2. Rizal Fajri Maulana 1711011072
3. Naning Anggraini Putri 1711011087
4. Zunanda Handrie Lukman 1711011088
PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2020
BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Dasar Medis
1. Definisi Anemia
BPH adalah suatu kondisi yang sering terjadi sebagai hasil dari
pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat. (Yuliana elin, 2011).
2. Etiologi
Etiologi BPH hanya dimengerti sebagian.Walaupun pembesaran
prostat hampir pada umumnya dialami oleh laki-laki dengan testis
yang berfungsi, didapatkan bahwa hal ini terjadi setelah orkiektomi
bilateral.Walaupun androgen, dan terutama testosteron, bukan
penyebab langsung BPH, keberadaannya sangat penting bagi
pertumbuhan dan perkembangan prostat normal serta BPH.
Analisis prospektif terhadap 2115 laki-laki dari Olmstead Country,
Minnesota, menunjukkan bahwa walaupun laki-laki dengan diabetes
melitus cenderung mengalami LUTS yang mengganggu dibandingkan
laki-laki non-diabetes, mereka menunjukkan peningkatan ukuran
prostat yang diragukan. Aktivitas flsik telah diketahui memberikan
efek protektif terhadap pembesaran prostat, kemungkinan karena efek
tidak langsung terhadap obesitas. Penelitian yang dilakukan pada
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou didapatkan bahwa pasien BPH
terbanyak pada tahun 2016 yaitu 15 pasien (38,46%), disusul tahun
2014 sebanyak 11 pasien (28,21%), dan tahun 2017 sebanyak 10
pasien (25,64%), dan yang paling sedikit tahun 2015 sebanyak 3
pasien (7,69%). Hasil ini menunjukkan bahwa tahun 2016 dengan
angka kejadian BPH tertinggi. Pasien BPH dengan jumlah tertingg
yaitui pada kelompok usia 61-70 tahun 18 pasien (46,15%). Sekitar 5
juta laki-laki di Indonesia berusia 60 tahun menderita gejala saluran
kemih bagian bawah akibat BPH. Gejala awal BPH meningkat 50%
pada usia 60 tahun dan akan sangat tinggi 90% pada usia >80 tahun.
Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan keseimbangan
testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan
terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa
perifer. Karena proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-
lahan, efek perubahan juga terjadi secara perlahan-lahan.
3. Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen
uretra pars prostatika dan menghambat aliran urine sehingga
menyebabkan tingginya tekanan intravesika. Untuk dapat
mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat untuk
melawan tekanan, menyebabkan terjadinya perubahan anatomi
buli-buli, yakni: hipertropi otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya
selula, sakula, dan divertikel bulibuli. Perubahan struktur pada
buli-buli tersebut dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih
bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) .
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-
buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua
muara ureter ini menimbulkan aliran balik dari buli-buli ke ureter
atau terjadinya refluks vesikoureter. Jika berlangsung terus akan
mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan jatuh ke dalam
gagal ginjal
Pathways
4. Tanda Dan Gejala
Pasien BPH dapat menunjukkan berbagai macam tanda dan gejala.
Gejala BPH berganti-ganti dari waktu ke waktu dan mungkin dapat semakin
parah, menjadi stabil, atau semakin buruk secara spontan.
Berbagai tanda dan gejala dapat dibagi dalam dua kategori:
A. Obstruktif: Terjadi ketika faktor dinamik atau faktor statik mengurangi
pengosongan kandung kemih.
a. Pancaran urin melemah
b. Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan
baik
c. Menunggu lama untuk miksi
d. Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
e. Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
f. Urin terus menetes setelah berkemih
g. Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan
inkontinensia karena penumpukan berlebih.
h. Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi Azotemia (akumulasi
produk sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis
dan volume residu yang besar.
i. Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia, mual dan
muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.
B. Iritatif: Hasil dari obstruktif yang sudah berjalan lama pada leher
kandung kemih.
a. Peningkatan frekuensi berkemih
b. Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
c. Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda
(urgensi)
d. Nyeri pada saat miksi (disuria).
5. Penatalaksanaan Medis
Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup
pasien. Terapi yang ditawarkan pada pasien tergantung pada derajat
keluhan, keadaan pasien, maupun kondisi obyektif kesehatan pasien yang
diakibatkan oleh penyakitnya. (Ikatan Ahli Urologi Indonesia)
Pilihan terapi pada pasien BPH:
A. Watchful Waiting
Pada watchful waiting ini, pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan
hanya diberi penjelasan mengenai suatu hal yang mungkin dapat
memperburuk keluhannya, misalnya jangan banyak minum, mengkonsumsi
kopi atau alkohol setelah makan malam, kurangi konsumsi makanan atau
minuman yang menyebabkan iritasi pada buli-buli (kopi atau cokelat),
batasi penggunaan obat-obatan influenza yang mengandung
fenilpropanolamin, kurangi makan makanan pedas dan asin, dan jangan
menahan kencing terlalu lama.
Setiap 6 bulan psien diminta untuk kontrol dengan ditanya dan
diperiksa tentang perubahan keluhan yang dirasakan, penilaian IPSS,
pemeriksaan laju pancaran urine, maupun volume residual urine. Jika
keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu
difikirkan untuk meilih terapi yang lain.
B. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk: Mengurangi resistensi
otot polos prostat sebagai komponen dinamik atau mengurangi volume
prostat sebagai komponen statistik. Jenis obat yang digunakan:
1) Antagonis adrenergik reseptor – α yang dapat berupa:
2) Inhibitor 5 α reduktase, yaitu finasteride dan dutasteride
3) Fitofarmaka
C. Terapi Intervensi
Dibagi dalam 2 golongan, yakni teknik ablasi jaringan prostat atau
pembedahan dan teknik instrumentasi alternatif. Yang termasuk ablasi
jaringan prostat adalah pembedahan terbuka, TURP, TUIP, TUVP, laser
prostatektomi. Sedangkan teknik instrumentasi alternatif adalah interstitial
laser coagulation, TUNA, TUMT, dilatasi balon, stent uretra. (Ikatan Ahli
Urologi Indonesia).
C. Konsep Dasar Keperawatan
Pengkajian asuhan keperawatan pada Benign Prostatic
Hyperplasia adalah sebagai berikut :
a. Pengumpulan data : mengenai nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan,
tempat tinggal, adanya riwayat BPH pada keluarga.
b. Keluhan utama pada BPH adalah Nyeri saat BAK, pancaran kencing
melemah, aliran urin tidak lancar, urine terus menetes saat berkemih
c. Mengkaji keluhan yang dirasakan ketika pasien datang ke rumah
sakit biasanya pasien dengan HPB mengeluh nyeri saat berkemih
d. Riwayat penyakit keluarga seperti BPH, TURP
e. Riwayat penyakit keluarga pada klien dengan BPH perlu dikaji
adanya keluarga yang mempunyai riwayat BPH & TURP
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Perawat perlu mengkaji pasien
b. Pemeriksaan B1 dan B6
1. System pernafasan (B1 : Breathing) Dapat
ditemukan peningkatan frekuensi nafas atau masih
dalam batas normal.
2. System sirkulasi (B2 : Bleeding) Kaji adanya
penyakit jantung, frekuensi nadi apika;, sirkulasi
perifer, warna dan kehangatan.
3. System persarafan (B3 : Brain) Kaji adanya
hilangnya gerakan/ sensai, spasme otot, terlihat
kelemahan/hilang fungsi. Pergerakan
mata/kejelasan melihat, dilatasi pupil.
4. System perkemihan (B4 : Bleder) Perubahan pola
perkemihan, seperti nyeri saat berkemih, pancaran
melemah, disuria, distensi kandung kemih, warna
dan bau urin
5. Sitem pencernaan (B5 : Bowel) Konstipasi,
konsistensi feses, frekuensi eliminasi, auskultasi
bising usus, anoreksia, adanya distensi abdomen,
nyeri tekan abdomen.
6. System musculoskeletal (B6 : Bone) kaji adanya
nyeri berat tiba-tiba/mungkin, terlokasi pada area
jaringan, dapat berkurang pada imobilisasi,
kekuatan, otot, kontraktur, atrofi oto, laserasi kulit
dan perubahan warna.
1. Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan sumbatan saluran
pengeluaran pada kandung kemih: Benigna Prostatic Hyperplasia
b) Nyeri akut berhubungan dengan agent injuri fisik (spasme kandung
kemih)
c) Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan sebagai
efek skunder dari prosedur pembedahan
d) Risiko perdarahan berhubungan dengan trauma efek samping
pembedahan
e) Risiko ketidakefektifan perfusi ginjal
f) Retensi urine
g) Ansietas berhubungan dengan perasaan takut terhadap tindakan
pembedahan (Nanda, 2017)
2. Intervensi Keperawatan
Rencana tindakan reumatik
a. Nursing treatment
1) Atur posisi klien semiflower, anjurkan tehnik relaksasi nafas
2) Atur jadwal istirahat pasien
b. Observasi
1) TTV : R/ mengetahui keadaan umum pasien
2) Kaji nyeri
c. Edukasi
1) Edukasi pasien tentang bph
2) Berikan posisi semiflower
3) Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas jika terjadi
palpitasi
d. Kolaborasi
a. Dengan dokter terkait
R/ profesionalisme lebih tepat
Daftar Pustaka
Allender, J et al. (2010). Community & Public Health Nursing: Promoting the
Public’s health. Philadelphia: Lipincot William and Wilkins.
Haryono, R., & Setianingsih, S. (2013). Awas Musuh-musuh anda setelah usia 40
tahun. Yogyakarta: Gosyen Publising
ANALISIS JURNAL
A. Laporan Kasus
A. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. C Suami Istri / Orang tua : Istri
Umur : 58 tahun Nama : Ny. A
B. KELUHAN UTAMA
Klien mengeluhkan nyeri di organ kemaluannya terutama saat kencing
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
5. Abdomen
Tidak ada peningkatan JVP, tidak ada pembesaran
Kelenjar tiroid
6. Tulang belakang
7. Ekstremitas
Atas : Terpasang infus pada tangan kiri, pergerakan
Terbatas
Bawah: Tidak ada oedema, tidak ada varises, pergerakan terbatas Klien
belum menikah dan terpasang kateter urin.
8. Integumen
Kulit Tn. C CRT <3 detik ektremitas hangat, mampu menggerakan
tubuhnya secara bebas, kekuatan baik, postur tinggi besar
9. Genetalia dan anus
Tidak terkaji, namun klien mengatakan tidak ada keluhan
10. Pemeriksaan neurologis
5555 5555
5555 5555
J. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tgl Jenis Hasil
Pemeriksaan
ANALISIS DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1 Gangguan
DS:
eliminasi urin
- Klien mengatakan nyeri pada
pada saat berkemih dan air bak
sedikit keluar
DO:
- Klien tampak gelisah
- Klien tampak meringis
- Klien tampak berhati-hati saat
bergerak.
2 Intoleransi
DS:
Aktifitas
- Klien mengatakan kedua kakinya masih kebas.
- Klien mengatakan masih lemas
- Klien mengatakan pusing
DO:
- Klien post anestesi spinal
- Klien tampak lemah
- TD: 130/70 mmHg, N: 80x/mnt
S: 35.6 C
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN
SESUAI PRIORITAS
NO TGL/JAM DIAGNOSA KEPERAWATAN PARAF
1 09-01-2020 Gangguan eliminasi urin
berhubungan dengan sumbatan
saluran pengeluaran pada kandung
kemih: Benigna Prostatic Hyperplasia
DX
TGL TINDAKAN KEPERAWATAN
KEPERAWATAN
09-01- 1) Mengkaji tanda-tanda
Gangguan eliminasi 2020 vital,
urin berhubungan 2) Memberi posisi senyaman
mugkin
dengan sumbatan
3) Mengkaji nyeri dan adanya
saluran pengeluaran palpitasi
pada kandung 4) Kolaborasi
kemih: Benigna 5) Berikan edukasi terkait
Prostatic gangguan eliminasi urine
Hyperplasia 6) Ajarkan unutk membatasi
masukan cairan pada malam
hari
7) Ajarkan teknik untuk
mencetuskan refleks berkemih
(ransangan pacantus dengan
penepukan supra pubik)
8) Kaji kebiasaan pola berkemih
dan gunakan catatatn berkemih
sehari
10-01- 1) Kaji kebiasaan pola berkemih
2020 dan gunakan catatatn berkemih
sehari
2) Mengkaji nyeri
3) Mengevaluasi tanda-tanda vital
klien yang sudah mulai normal
O:
ANALISI VIDIO
Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=cqdkJOY_-4Q
LAPORAN KEGIATAN KELOMPOK
PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
MINGGU KE : 4 PERIODE TANGGAL : 30-10-2020
Hari dan Jumlah Mahasiswa
Waktu Topik Keterangan Bukti Kegiatan
Tanggal Hadir Tidak Hadir
Minggu 09.25 Diskusi 4 - - Via Whatsapp Audio
25-10-20 WIB Pembag
ian
Materi
Sesuai
RPS
Juma’at 18.35 Diskusi 4 - -
30-10-20 WIB ASKEP
Lampiran jurnal
Abstrak
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah suatu keadaan dimana kelenjar prostat mengalami
pembesaran. Jumlah penderita Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dari tahun 2015 sampai dengan 2017
mengalami peningkatan di Poliklinik Bedah Rumah Sakit Ibnu Sina, dimana pada tahun 2015 jumlah
penderita BPH sebanyak 168 orang, tahun 2016 sebanyak 185 orang dan tahun 2017 meningkat sebanyak
204 orang. BPH sering terjadi pada pria usia lanjut. obesitas menjadi salah satu pencetus timbulnya
gangguan prostat. Hal ini diakibatkan karena pada obesitas, merokok dan konsumsi alkohol menyebabkan
penurunan kadar testosteron. Tujuan penelitian ini untuk melihat apakah ada hubungan obesitas, merokok
dan konsumsi alkohol dengan kejadian BPH. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
metode Case Control. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang pernah
berkunjung ke Poliklinik Bedah RS Ibnu Sina Bukittinggi yang berjumlah 60 orang. Data diperoleh
dengan melakukan wawancara pada pasien yang pernah berkunjung baik yang menderita BPH maupun
yang tidak menderita BPH. Hasil analisis diketahui dari 20 penderita BPH sebagian besar mengalami
obesitas 13 (65,0%), merokok 19 (95%) dan konsumsi alkohol sebanyak 10 (50 %). Hasil uji chi square
diketahui adanya hubungan yang bermakna antara obesitas, merokok dan konsumsi alkohol dengan
kejadian BPH dengan P value :0,012; 0,027; 0,036 dengan nilai p value < 0,05. Untuk mengurangi angka
kejadian dan angka keganasan dari BPH diharapkan kepada tenaga kesehatan agar meningkatkan
pelayanan melalui pendidikan kesehatan dengan cara memberikan informasi mengenai risiko, tanda dan
gejala BPH serta membekali pasien dengan pengetahuan tentang penyakit yang diderita agar tidak
berujung pada keganasan.
Kata kunci : Benign Prostatic Hyperplasia (BPH), obesitas, merokok dan konsumsi alkohol
Abstract
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) is a situation where the prostate gland undergoes enlargement. Number of
Benign Prostatic Hyperplasia sufferer (BPH) from 2015 to 2017 with experienced an increase in Surgical Clinic
Hospital Ibn Sina, where in the year 2015 the number of sufferers of BPH as many as 168 people, the year 2016 as
much as 185 people and the year 2017 increased by 204 people. BPH often occur in elderly men. obesity is becoming
one of the founders of the incidence of disorders of the prostate. This is caused because of obesity, smoking and
alcohol consumption causes a decrease in testosterone levels. The variables examined include obesity, smoking and
alcohol intake with incidence of BPH. This research is quantitative research in methods of Case Control that aims to
1
AFIYAH.VOL.V NO. 1 BULAN JANUARI TAHUN 2018
find out the relationship between the independent variable and the dependent variable. As for the population in
this research is the entire patient who travelled to the Ibn Sina HOSPITAL Surgical Clinic Bukittinggi that add up to
60 people. The data obtained by conducting interviews in patients who never visited either suffering from BPH and
not suffer from BPH. Research results are analyzed in Univariate and the Chi Square test with bivariat. Results of
the analisisdiketahui of the 20 most experienced BPH sufferers obesitas13 (65.0%), 19 (95%) of smoking and
alcohol consumption as much as 10 (50%). There is a meaningful relationship between obesity, smoking and
alcohol intake with incidence of BPH. To reduce the numbers of Genesis and numbers malignancy of BPH in order to
improve services through health education by means of providing information on the risks, signs and symptoms of
BPH as well as equip patients with knowledge about a disease suffered so as not to culminate in violence
Kata kunci : Benign Prostatic Hyperplasia (BPH), obesity , smoking and alcohol consumption
2
AFIYAH.VOL.V NO. 1 BULAN JANUARI TAHUN 2018
PENDAHULUAN dengan berkembangnya sebuah Negara, maka
usia harapan hidup pasti bertambahdengan sarana
Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang makin maju maka jumlah penderita Benign
juga dapat dilakukan dengan cara menurunkan Prostatic Hyperplasia (BPH) secara pastinya
jumlah penyakit degeneratif. Proses degenerasi turut meningkat. Prevalensi umur 41-50 th
menyebabkan perubahankemunduran fungsi sebanyak 20%, 51-60 th 50%, >80 th sekitar
organ tersebut, termasuk juga sistem traktus 90%. Angka di Indonesia, bervariasi 24-30
urinarius,sehingga menyebabkan macam-macam persen dari kasus urologi yangdirawat di
kelainan atau penyakit urologis tertentu, beberapa rumah sakit. Dalam rentang 1994-1997,
termasuk kelainan pada kelenjar prostat. jumlah
6
AFIYAH.VOL.V NO. 1 BULAN JANUARI TAHUN 2018
Tabel 5
Distribusi Responden berdasarkan Obesitas dan kejadian Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) di Poliklinik
Bedah Rumah Sakit Ibnu Sina Bukittinggi Tahun 2018
No obesitas Kejadian Benign Jumlah OR 95% P-
Prostatic Hyperplasia CI Value
(BPH)
Kasus Kontrol
Jml % Jml % Jml %
1 Mengalami 13 65,0 11 27,5 24 40 4,896
obesitas (1,548 –
2 Tidak mengalami 7 35,0 29 72,5 36 60 15,486) 0,012
obesitas
Total 20 100 40 100 40 100
Tabel 6
Distribusi Responden berdasarkan Merokok dan kejadianBenign Prostatic Hyperplasia (BPH)di Poliklinik
Bedah Rumah Sakit Ibnu Sina Bukittinggi Tahun 2018
No Merokok Kejadian Benign Prostatic Jumlah OR 95% P-
Hyperplasia (BPH)
CI Value
Kasus Kontrol
Jml % Jml % Jml %
1 Beresiko 19 95,0 26 65,0 45 75 10,231
2 Tidak Beresiko 1 5,0 14 35,0 15 20 (1,236 – 0,027
84,660)
Total 20 100 40 100 60 100
Tabel 7
Distribusi Responden berdasarkan Konsumsi Alkohol dan kejadianBenign Prostatic Hyperplasia (BPH)di
Poliklinik Bedah Rumah Sakit Ibnu Sina Bukittinggi Tahun 2018
8
AFIYAH.VOL.V NO. 1 BULAN JANUARI TAHUN 2018
berhubungan dengan proses penuaan yang
mengakibatkan penurunan kadar hormon pria Perawat dapat berperan sebagai edukator dan
terutama testosteron. Adapun faktor risiko konselingmengenai Benign Prostatic
terbentuknya Benign Prostatic Hyperplasia Hyperplasia (BPH) yang dicegah sehingga tidak
(BPH) adalah usia, pola makan tinggi lemak, mengarah pada keganasan dengan cara
tidak aktif olahraga, stress kronis, keturunan, melakukan pemeriksaan dini terhadap gejala
diabetes mellitus, merokok, konsumsi alkohol, yang dicurigai mengarah kepada Benign
obesitas dan kurang mengkonsumsi makanan Prostatic Hyperplasia (BPH) sehingga tidak
yang mengandung lycopen. Mengkonsumsi berlanjut ke derajat yang lebih ganas dan
obat-obatan pemicu libido dari golongan mempunyai
hormon juga beresiko terhadap Benign Prostatic risiko Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) karena
Hyperplasia (BPH). Dari beberapa faktor risiko
yang menjadi penyebab Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH), sebagian responden yang
mengalami Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
di RSI Ibnu Sina Bukittinggi disebabkan oleh
obesitas sebanyak 65 %, merokok sebanyak 95
% dan konsumsi alkohol sebanyak 50 %.
9
AFIYAH.VOL.V NO. 1 BULAN JANUARI TAHUN 2018
mengalami obesitas, merokok ataupun Prostatic Hyperplasia (BPH) sebagian besar
konsumsi alkohol. (65%) merokok > 12 batang/hari
Hubungan Obesitas dengan Kejadian Benign Hasil uji statistik diperoleh nilai Odds Ratio
Prostatic Hyperplasia (BPH). (OR) = 10,231 artinya responden yang merokok
> 12 batang/hari mempunyai peluang 10 kali
untuk menderita Benign Prostatic Hyperplasia
Berdasarkan hasil penelitian diketahui dari 60
(BPH) dibandingkan respondenyang tidak
responden sebagian (40%) responden yang
merokok > 12 batang/hari. Hasil uji statistik
mengalami obesitas.Dari 20 responden yang
diperoleh nilai p-value
menderita Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
= 0,027 (p < 0,05). Hasil uji ini menunjukkan
sebagian besar (65,0%) tergolong obesitas, ada
sedangkan dari 40 responden yang tidak
menderita Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
sebagian besar (72,5%) tidak tergolong
obesitas.
1
0
AFIYAH.VOL.V NO. 1 BULAN JANUARI TAHUN 2018
hubungan yang bermakna antara merokok dengan value = 0,036 (p < 0,05). Hasil uji ini
kejadian Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). menunjukkan ada hubungan yang bermakna
antara konsumsi alkohol dengan kejadian Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH).
Hasil penelitian ini sejalan dengan apa yang
dikemukakan oleh Rizki Amalia (2007), tentang
Hasil penelitian ini kurang sejalan dengan
Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Pembesaran
penelitian Rizki Amalia (2007), tentang Faktor-
Prostat Jinak di RS dr.Kariadi, RS Roemani dan
Faktor Risiko Terjadinya Pembesaran Prostat
RSI Sultan Agung Semarang. Hasil penelitian
Jinak di RS dr.Kariadi, RS Roemani dan RSI
menyebutkan bahwa didapatkan jumlah
Sultan Agung Semarang. Hasil penelitian
penderita Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
menyebutkan bahwa didapatkan jumlah
yang mengalami obesitas sebanyak 44 responden penderita Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) yang
(84,6 %) dengan Odds Ratio = 6,935; 95% CI,
Pvalue = 0,0001.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Kountur, Ronny.2007. Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis.Edisi Revisi. Jakarta:
PPM.
Kumar, Vinay, 2005.Robbins and Cotran Pathologic Basis Of Disease. Elsevier Saunder.
Philadelphia
Lamesshow,S.1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Gadjah Mada University Press :
Yogyakarta
Misnadiarly, 2007.Obesitas sebagai faktor risiko beberapa penyakit. Pustaka Obor Populer. Jakarta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nugroho, Adi. 2002. Pengaruh Faktor Usia, Status Gizi dan Pendidikan Terhadap International
Prostate Symptom Score (IPSS) pada Penderita Prostat
Hiperplasia.http://eprints.undip.ac.id/14692
/1/2002FK525.pdf (Online) Diakses pada tanggal 10 Maret 2017.
(Online) Diakses Pada Tanggal 10 Maret 2017 Setiadi. 2007. Konsep dan penulisan
riset
keperawatan.Edisi 1.Yogyakarta : Graha ilmu.
Setiadi, 2007.Anatomi Fisiologi Manusia.Yogyakarta.
Graha Ilmu
Sjamsuhidajat, R & Jong, D.W, 2004.Buku Ajar Ilmu Bedah (Edisi 2), Jakarta : EGC
Smeltzer, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Jakarta : EGC
Sustrani, Lanny dkk, 2007.Panduan Lengkap Untuk Penderita dan Keluarga yang menderita
prostat.Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Syaifudin, 2006. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan, Jakarta : EGC
Nursalam, 2000.Pendekatan praktis metodologi riset keperawatan..jakarta : CV. Informedika
Jakarta.
Nursalam, 2002.Manajemen Keperawatan: Aplkasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional.
Salemba Medika: Jakarta
Potter & Perry, 2005.Buku Ajar Fundamental Keperawatan.Konsep, Proses dan Praktik.Edisi
4.Volume 1.Jakarta : EGC
Price, Sylvia Anderson, 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta :
EGC Rahardjo D, Birowo. P2008.Pembesaran Prostat
Jinak.Jurnal Kedokteran & Farmasi Medika.http://www.usu.ac.id/files/Pidato/p
pgb/2007/ppgb-2008-usul-majadi- sinaga.pdf. (Online) di akses pada 21 Februari 2017
sehari. Penampilan umum baik, pemakaian baju sesuai dengan kondisi, rambut
tidak
rapi, tangan kasar dan kering, bau badan tidak tercium, kulit kepala berminyak.
i. Neurosensori
Klien tidak merasa pusing atau sakit kepala, tidak ada kesemutan, mata sudah
mengalami penurunan fungsi, telinga kanan-kiri mampu mendegar. Tidak ada
epistaksis pada hidung, indra penciuman tidak ada masalah, status mental sadar,
bicara terkadang tidak koheren, reaksi pupil positif, tidak menggunakan kacamata
Klien mengeluhkan nyeri didaerah kemaluan yang terpasang kateter dengan skala 3-
4, nyeri seperti tertusuk-tusuk dan tidak menyebar, nyeri hilang timbul, durasi 3-6
menit. Wajah tampak mengerutkan muka, tidak ada penyempitan fokus, klien
tampak
k. Pernapasan
pasrah dengan keadaannya.
Klien tidak mengeluhkan sesak napas namun ada riwayat asma, batuk tidak ada,
emfisema
bungkus/ hari.tidak ada,
Klien bronchitis
tidak tidak ada,
menggunakan alatTBC tidak
bantu ada, riwayat
pernapasan, merokok
frekuensi 1 24 kali/
napas
menit, sianosis tidak ada, pucat tidak ada, wheezing tidak ada, ronkhi tidak ada, status
mental compos mentis.
l. Keamanan
Klien tidak ada riwayat alergi, perubahan sistem imun tidak ada, penyakit hubungan
seksual tidak ada, pembesaran nodus tidak ada, fraktur/ dislokasi tidak ada, nyeri
sendi tidak ada, gangguan penglihatan ada, gangguan pendengaran tidak ada. Suhu
tubuh 36.2 C, integritas kulit utuh, jaringan perut tidak ada, kemerahan tidak ada,
laserasi tidak ada, lumpuh tidak ada, rentang gerak sempurna, cara berjalan mandiri,
paralisis tidak ada. Kekuatan otot 5555 5555
‘ 5555 5555
m. Seksualitas
Klien belum menikah dan terpasang kateter urin.
n. Interaksi sosial
Klien tinggal dengan keluarga adaik perempuannya karena belum menikah. Klien
mengatakan jarang berinteraksi dengan orang di luar rumah. Klien tidak bekerja.
Keluarga besar tinggal berjauhan sehingga jarang berkumpul. Peran dalam struktur
keluarga sebagai adik. Tidak ada laringektomi. Bicara jelas, dapat dimengerti namun
pelan-pelan. Komunikasi vverbal dan non verbal dengan orang terdekat lain baik,
tidak dengan nada tinggi. Keluarga saling membantu.
o. Penyuluhan/ pembelajaran
Bahasa dominan sehari-hari bahasa Indonesia, melek huruf. Pendidikan terakhir
SMA, klien berobat ke rumah sakit jika ada keluhan penyakit, klien mengalami
demensia ringan.
Faktor risiko keluarga hipertensi ada, penyakit jantung tidak ada, TBC tidak ada,
diabetes tidak ada, stroke tidak ada, kanker tidak ada, penyakit ginjal tidak ada,
penyakit jiwa tidak ada.