Anda di halaman 1dari 15

TAKE HOME

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


KEPERAWATAN KELUARGA
Dosen Pengampu : Ns. Dwi Yunita Haryanti S.Kep.,M.Kep

Oleh :

ZUNANDA HANDRIE LUKMAN 1711011088

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2020
1. Kasus Keluarga

Keluarga Tn. B adalah keluarga yang bercukupan. Dimana keluarga Tn. B


beranggotakan 6 anggota kelurga yang tinggal bersamanya terdiri dari istrinya, 3 orang anak,
dan Ibu kandung Tn. B yang sudah berumur 65thn dan memiliki riwayat penyakit diabetes
militus II yang merupakan penyakit keturunan. Tn. B dan istri yang berkerja sebagai karyawan
swasta. Sedangkan ibu Tn. B hanya dirumah dan mengasuh anak dari Tn. B. Keluarga Tn. B
sangat sering mengkonsumsi makanan yang manis, bersantan dan berlemak. Sering kali ibu
Tn.B keluar masuk rumah sakit karena penyakt diabetes yang dimilikinya. Terkadang Tn. B
dan Istri kerap kali mengomel karena Ibu Tn. B yang sering kali keluar masuk rumah sakit. Ibu
Tn.B pun terkadang terlihat sedih dan bahkan pernah nangis dikarenakan merasa membebani
anaknya.

Analisis Permasalah
Dari kasus diatas dapat dianalisis bahwa keluarga Tn. B mengalami masalah psikososial

2. Intervensi

Intervensi yang dapat dilakukan sebagai seorang perawat adalah melakukan pemberdayaan
keluarga (family Empowerment) dengan cara membuat program binaan yang bertujuan dapat
meningkatkan koping keluarga. Melakukan pendidikan kesehatan atau penyuluhan keluarga Tn. B
tentang pemahaman bagaimana merawat keluarga yang sakit terutama keluarga yang memiliki
penyakit diabetes miletus II, meningkatkan kesehatan keluarga, merawat keluarga yang meiliki
penyakit diabetes miletus, dan cara meningkatkan koping keluarga dan anggota keluarga yang sakit.
Memberikan pendidikan tentang bagaimana berinteraksi dan berkomunikasi dalam keluarga agar
tidak terjadi koping keluarga yang menurun dan agar bisa mengemukakan pendapat yang baik dan
tidak membuat salah satu anggota keluarga sakit hati. Mengajarkan pola makan serta konsumsi
makanan yang danjurkan untuk penderita diabetes miletus agar gula darah dari Ibu Tn.B tidak
meningkat dan tetap sehat. Memberikan arahan tentang bagaimana pola hidup sehat bagi keluarga
yang mempunyai anggota penderita diabetes miletus II.
Keluarga memiliki fungsi sebagai memberikan dukungan, pengertian dan juga kasih sayang
terhadap seluruh anggota keluarganya, terutama kepada anggota keluarga yang menagalami penyakit
yang membutuhkan dukungan yang dimana kondisi kesehatannya renta dan kemampuannya tidak
seperti dulu. Karena dengan dukungan itulah ia merasa diperhatikan, dengan pengertian ia merasa
diterima dengan baik, dan kasih sayang dapat memberikan rasa nyaman dan tidak merasa menjadi
beban keluarga. Selain itu dengan dukungan dari anggota keluarga akan meningkatkan koping diri
Jurnal Ilmu Keperawatan - Volume 1, No. 2, Nopember 2013
2
sehingga kondisikesehatannya dapat membaik.

3. Lampiran Jurnal Terkait

PEMBERDAYAAN KELUARGA (FAMILY EMPOWERMENT)


MENINGKATKAN KOPING KELUARGA DIABETES MILITUS TIPE-2

Iwan Ardian

ABSTRAK
Diabetes Militus merupakan penyakit kronis yang diderita oleh pasien seumur hidup. Kondisi ini
menjadikan keluarga tertekan dan stress serta banyak keluarga tidak memiliki kemampuan dalam
menggunakan strategi koping dalam menghadapi masalah dengan anggota keluarga mengalami
diabetes militus tipe-2. Intervensi keperawatan diperlukan untuk meningkatkan kompetensi
keluarga dalam menghadapi masalah. Intervensi yang dapat dilakukan adalah pemberdayaan
keluarga (family empowerment). Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan pengaruh penggunaan
intervensi keperawatan keluarga: pemberdayaan keluarga (family empowerment) terhadap
peningkatan koping keluarga dengan Diabetes Militus tipe-2 di kelurahan Muktiharjo Kidul
Semarang. Jenis penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment), design penelitian non
equivalent control group. Populasi penelitian adalah keluarga yang memiliki anggota keluarga
menderita penyakit Diabetes Militus Tipe-2. Besar sampel sebanyak 15 sampel kelompok
perlakuan dan 15 sampel kelompok kontrol, diambil dengan teknik consecutives sampling dengan
kriteria inklusi. Pengukuran koping keluarga menggunakan Family Coping Index (FCI) City
Nursing Service and the Johns Hopkins School of Hygiene and Public Health data dianalisa uji
Paired t Test dan uji t independent Test. Hasil penelitian pada kelompok perlakuan menunjukan
terdapat perbedaan tingkat koping keluarga sebelum dan setelah diberikan intervensi keperawatan
keluarga: family empowerment (p = 0,000). Pada kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan
tingkat koping keluarga saat pre test dan post test (p = 0,082). Terdapat perbedaan peningkatan
koping keluarga yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (p = 0,000).
Kesimpulan yang diambil yaitu pemberdayaan keluarga (family empowerment) berpengaruh
signifikan terhadap peningkatan koping keluarga (family coping) pada keluarga dengan diabetes
millitus tipe-2. Intervensi pemberdayaan keluarga (family empowerment) dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah psikologis keluarga sehingga dapat dikembangkan dan digunakan oleh
perawat keluarga.
Kata Kunci: pemberdayaan keluarga, koping keluarga, diabetes millitus tipe-2

ABSTRACT
Diabetes mellitus is a chronic disease that will be suffered by the patient continuously. This
condition makes families depressed and showed a lot of stress these families do not have the
ability in the use of coping strategies in the face of a family member experiencing a problem with
type-2 diabetes mellitus. Nursing interventions required to improve the competence of the family
in dealing with the problem. Interventions that can be done is Empowering Families.The purpose
of this study is to explain the effect of the use of family nursing interventions: Empowering
Families to increase family coping with type 2 diabetes mellitus in Muktiharjo Kidul Semarang.
This is a quasi- experimental study research design is non-Equivalent Control Group. The
population in this study is a family who has a family member suffering from Type-2 diabetes
mellitus. The sample size used was 15 samples of the treatment group and 15 control group
samples. Taken with consecutives sampling techniques with the inclusion criteria. Measurements
using a family coping Family Coping Index (FCI) City Nursing Service and the Johns Hopkins
School of Hygiene and Public Health. Analyzed with Paired t test and t independent test. The
results showed the treatment group there are different levels of family coping after a given
intervention before the family nursing: Family empowerment (p = 0,000). In the control group
there was no difference in the level of family coping at pre-test and post-test (p = 0,082). There
are differences in family coping significant improvement between the treatment group and the
control group (p = 0,000). The conclusion of this study is the provision of family nursing
intervention: Empowering Families have a significant influence on improved family coping in
families with type 2 diabetes millitus.Family empowerment intervention is still limited use in
nursing as a client order that is in the order of the family in society and very effective in
improving family coping.
Keywords: family empowerment, family coping, type 2 diabetes millitus
watan, Vol : 1, No. 2, Nopember 2013; Korespondensi : Iwan Ardian, Muktiharjo Kidul, Kec. Pedurungan, Kota Semarang, kode pos 68155 Jawa J

PENDAHULUAN Tahun 2003, Internasional Diabetes Federation


Menurut American Diabetes Association (IDF) melalui Diabetes Atlas edisi kedua
(ADA) tahun 2010, diabetes militus merupakan menyebutkan bahwa prevalensi diabetes di
suatu kelompok penyakit metabolik dengan Indonesia pada tahun 2000 adalah 1,9 % (2,5 juta
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena orang) dan TGT (toleransi glukosa terganggu)
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau 9,7% (12,9 juta orang) dengan prediksi bahwa
kedua-duanya (Perkeni, 2011). WHO pada tahun 2025 berturut-turut akan menjadi 2,8% (5,2
tahun 1985 telah membagi penyakit diabetes juta orang) dan 11,2% (20,9 juta orang) dengan
militus ke dalam lima golongan klinis, yaitu TGT. Dalam Diabetes Care, yang melakukan
DM tergantung Insulin (DMTI), DM tidak analisa data WHO dan memprediksikan Indonesia
tergantung insulin (DMTTI), DM berkaitan tahun 2000 dikatakan sebagai nomor 4 terbanyak
dengan malnutrisi (MRDM), DM karena orang yang menderita diabetes millitus yaitu
toleransi Glukosa Terganggu (TGT), dan DM sekitar 8,4 juta orang, pada tahun 2030 akan tetap
karena kehamilan (GDM) (Dinkes Propinsi nomor 4 di dunia tetapi dengan terjadi
Jateng, 2011). peningkatan jumlah penderita menjadi 21,3 juta
Prevalensi dan angka insidens diabetes militus penderita (Depkes RI, 2008).
tipe-2 di dunia menunjukan kecenderungan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2007),
terjadi peningkatan, baik yang terjadi di dunia menyebutkan bahwa terdapat 12,5 juta penduduk
maju maupun negara-negara yang sedang Indonesia mengalami diabetes militus dan
berkembang hal ini terjadi sebagai dampak diperkirakan angkanya meningkat menjadi 21,3
pertumbuhan ekonomi yang semakin baik. juta jiwa pada tahun 2030. Diabetes Militus
Internasional Diabetes Federation (IDF) merupakan penyebab kematian keenam setelah
menyatakan bahwa pada tahun 2005 di dunia stroke, TBC, hipertensi dan perinatal, dengan
terdapat 200 juta (5,1%) orang dengan diabetes proporsi sekitar 5,7%. Diabetes militus juga
dan diduga 20 tahun kemudian yaitu tahun merupakan penyebab kematian pada umur 15-44
2025 akan meningkat menjadi 333 juta (6,3%) tahun dengan prosentase laki-laki 2,6%, wanita
orang. Negara-negara seperti Indonesia, India, 4,2%, pada umur 45-54 tahun merupakan
China dan Amerika merupakan 10 besar negara penyebab kematian urutan pertama dengan
dengan jumlah penduduk diabetes terbanyak prosentase 6,0% pada laki-laki
(Depkes RI, 2008).
Jurnal Ilmu Keperawatan - Volume 1, No. 2, Nopember 2013
4
dan 16,3% pada wanita dan menjadi berobat dengan mengalami diabetes militus.
penyebab kematian pada umur 55-64 tahun
Tingginya angka kejadian diabetes millitus di
dengan prosentase 10,5% laki- laki, 12%
Kelurahan Muktiharjo Kidul dan didukung
pada wanita.
dengan hasil pengkajian pada studi
Jawa Tengah tahun 2011 penyakit diabetes pendahuluan, terhadap 10 keluarga yang
millitus masuk dalam golongan penyakit menderita diabetes militus tipe-2 menunjukan
tidak menular yang mengalami peningkatan 70% keluarga hanya memenuhi sebagian
kasus, dari total 1.409.857 kasus penyakit kebutuhan penderita diabetes militus, 80%
tidak menular sebesar 239.676 kasus (17%) keluarga tidak mampu melaksanakan tindakan
adalah kasus diabetes militus. Dilihat dari terapi yang tepat bagi penderita diabetes
prevalensi penyakit diabetes militus tipe-1 di militus, 60% keluarga tidak mengetahui prinsip
Provensi Jawa Tengah pada tahun 2011 penyebab atau mendapat informasi yang salah
sebesar 0,09% mengalami peningkatan bila tentang diabetes militus, 60% keluarga
dibanding prevalensi tahun 2010 sebesar mengetahui sumber dikomunitas namun tidak
0,08%. Prevalensi tertinggi adalah di kota menggunakan semuanya untuk menolong
Semarang. Sedangkan prevalensi kasus penderita diabetes militus. Data lain yang
diabetes militus tipe-2 angka prevalensi ditemukan adalah umur penderita paling
sebesar 0,63%, prevalensi tertinggi adalah banyak pada usia 50-59 tahun sebanyak 40%,
Kota Magelang dan Kota Semarang (Dinkes jenis kelamin sama banyak antara laki-laki dan
Prop. Jateng, 2011). Data yang dikumpulkan wanita, lama menderita penyakit paling banyak
dari Puskesmas Tlogosari Kulon dari sepuluh antara 1-5 tahun sebanyak 60%, frekuensi
besar penyakit yang ada pada tahun 2011 periksa paling banyak adalah tidak periksa
penyakit diabetes militus menduduki urutan secara teratur sebesar 50%. Dari data di atas
keempat setelah penyakit ISPA, Faringitis dapat disimpulkan bahwa sebagain besar
dan Hipertensi sebesar 2760 pasien(10,23%) keluarga dengan anggota keluarga menderita
dari total pasien yang berobat di Puskesmas diabetes millitus tidak memiliki koping yang
Tlogosari Kulon. Sedangkan jumlah pasien kompeten.
yang berasal dari Kelurahan Muktiharjo
Diabetes Militus adalah penyakit menahun
Kidul berdasarkan laporan dari Puskesmas
yang akan diderita seumur hidup oleh penderita
Pembantu di Kelurahan Muktiharjo Kidul
dan keluarga.
pada tahun 2011 terdapat 123 pasien yang
Tidak jarang kondisi ini menjadikan penderita ketidakadekuatan dan ketidakefektifan keluarga
dan keluarga jatuh pada kondisi stress. membantu klien untuk mengelola dan
Keluarga berusaha mengatasi dan beradaptasi menguasai tugas adaptif terkait masalah
terhadap situasi tersebut, sakit pada anggota kesehatan. Hal ini disebabkan karena beberapa
keluarga merupakan stress situasional yang faktor yang berhubungan antara lain; sakit yang
tidak diharapkan oleh keluarga yang dapat berlangsung lama dan menghabiskan
menyebabkan masalah kesehatan pada keluarga kemampuan suportif dari keluarga, kurangnya
sering disebut sebagai “ penyakit keluarga” informasi pada keluarga, tidakadekuatnya
( Foreman 2001, dalam Freidman, 2010). pemahaman keluarga dan informasi yang tidak
benar kepada keluarga tentang masalah
Tidak semua keluarga memiliki koping yang
kesehatan yang dihadapi keluarga ( NANDA,
efektif atau kompeten dalam menghadapi
2012).
masalah anggota keluarga dengan penyakit
kronis. Nanda (2012), menjelaskan masalah Penerapan intervensi keperawatan
penurunan koping keluarga sebagai pemberdayaan keluarga (family empowerment)
untuk meningkatkan koping keluarga dengan Cara pengambilan sampel menggunakan teknik
diabetes militus tipe-2 masih sangat jarang consecutives sampling sebanyak 30 keluarga
dilakukan oleh perawat dan masih sedikit (kelompok perlakuan 15 responden dan
penelitian yang dilakukan, hal ini terjadi karena kelompok control 15 responden) yang memiliki
banyak peneliti lebih melihat aspek anggota keluarga menderita Diabetes Militus
pemberdayaan keluarga pada sisi peningkatan Tipe-2 dengan kriteria inklusi: 1) anggota
pengetahuan dan sikap saja, tidak sampai pada keluarga adalah anggota keluarga yang
kemampuan koping keluarga. Keluarga dengan berfungsi sebagai pengambil keputusan baik
diabetes militus tidak hanya sisi pengetahuan suami atau istri atau anak dari penderita
dan sikap saja yang menjadi tujuan intervensi diabetes millitus tipe-2; 2) usia 25-60 tahun; 3)
namun, sampai pada tingkat kemampuan untuk tinggal satu rumah dengan penderita; 4)
hidup secara sehat dan produktif dengan anggota keluarga bisa menulis dan membaca.
anggota keluarga mengalami diabetes militus
tipe-2. Instrumen koping keluarga diadaptasi dari
family coping index (FCI) City Nursing Service
METODE and the Johns Hopkins School of Hygiene and
Jenis penelitian eksperimen semu (quasy Public Health. Berisikan kemampuan atau
exsperiment) dengan rancangan penelitian non kompetensi keluarga dalam melakukan asuhan
equivalent control group design, menggunakan atau perawatan pada anggota keluarga yang
kelompok pertama (perlakuan) diberikan sakit, dengan penilaian 1, 3 atau 5 dengan
perlakuan dan kelompok yang lain (control) kriteria: 1) tidak kompeten (nilai 9-20) bila
tidak ada perlakuan. Tujuan penelitian untuk keluarga tidak menunjukan kemampuan yang
mengetahui pengaruh penggunaan intervensi baik berkaitan dengan asuhan dan perawatan
keperawatan keluarga: pemberdayaan keluarga kepada keluarga yang menderita Diabetes
(family empowerment) terhadap peningkatan Militus Tipe-2; 2) kompeten sedang (nilai 21-
koping keluarga. 32) bila keluarga menunjukan sebagaian
kemampuan yang baik berkaitan dengan asuhan
Populasi penelitian adalah keluarga yang dan perawatan kepada keluarga yang menderita
memiliki anggota keluarga menderita penyakit Diabetes Militus Tipe-2; 3) kompeten utuh
Diabetes Militus Tipe-2 yang tinggal di (nilai 33-45) bila keluarga menunjukan
Kelurahan Muktiharjo Kidul Semarang pada kemampuan yang baik berkaitan dengan asuhan
bulan Maret sampai dengan April 2013. dan perawatan kepada keluarga yang menderita
Diabetes Militus Tipe-2.
Penelitian ini telah mengaplikasi prinsip etik
(otonomy, beneficience, maleficience, dan
justice) serta telah lulus uji etik dari komite etik
Universitas Airlangga.
Pengumpulan data pre test dan post test
dilakukan dengan kunjungan rumah pada setiap
keluarga dengan mengajukan kuesioner dan
mengukur koping keluarga menggunakan indek
koping keluarga dengan waktu 40 menit untuk
setiap responden.
Data hasil penelitian diuji normalitas
menggunakan uji Shapiro-Wilk terhadap

Jurnal Ilmu Keperawatan - Volume 1, No. 2, Nopember 2013


6
variabel koping keluarga pada kelompok mengetahui perbedaan sebelum dan setelah
perlakuan dan kontrol dengan nilai p > dari α diberikan perlakuan menggunakan uji paired t
(0,05) sehingga didapatkan semua data test. Sedangkan untuk mengetahui pengaruh
berdistribusi normal. Untuk menguji pengaruh pemberdayaan keluarga terhadap koping
pemberian implementasi keperawatan keluarga pada kelompok perlakuan dan
keluarga terhadap koping keluarga pada kelompok kontrol menggunakan uji t
kelompok perlakuan dan kontrol dengan independent test.
HASIL Perbedaan Tingkat Koping
Karakteristik Responden
Tabel 1.3 Perbedaan koping keluarga pada
Tabel 1.1 Distribusi responden berdasarkan
kelompok perlakuan dan kelompok
usia, lama sakit, jenis kelamin,
kontrol tahun 2013
pendidikan, pekerjaan, tempat
No Variabel Mean Mean
pelayanan kesehatan, kegiatan
Awal Akhir Difference
promosi kesehatan,
pemeriksaan gula darah pada 1 Koping 20,80 31,40 10,60
Keluarga
kelompok perlakuan dan kontrol Kelompok 27,13 27,53 0,40
tahun 2013 Perlakuan
No Variabel Perlakuan Kontrol 2 Koping
Keluarga
Jumlah (%) Jumlah (%) Kelompok Kontrol
1 Usia Responden:
30-40 2 3 Perbedaan Koping Keluarga Sebelum dan
41-50 Setelah
13,33 20,00 Perlakuan
4 3

26,66 20,00
51-60 9 60,00 9
60,00
Tabel 1.4 Hasil uji paired t test peningkatan
2. Lama Sakit: koping keluarga pada kelompok
Kurang 1 tahun 2 13,33 3 20,00 perlakuan dan kelompok kontrol
1-5 tahun 13 86,66 9 60,00
tahun 2013
6-10 tahun - - 3 20,00
No Lebih 1tahun - - - - Kelompok Test Nilai t Nilai p
Koping
3 Jenis Kelamin
Keluar
Responden: 9 60,00 8 53,33
Laki-laki 6 40,00 7 46,66 ga
1 Perlakuan Pre Test -9,089 0,000
Post Test
2 Kontrol Pre Test -1,871 0,082
Perempuan Post Test
4 Tingkat Pendidikan:
Tidak 2 1
Sekolah Pada tabel 1.4 hasil uji paired t test kelompok
Lulus SD 13,33 6,66 perlakuan dengan nilai t hitung -9,089 dan nilai p
9 7 = 0,000 lebih
SLTP
60,00 46,70
3 4

20,00 26,66
SLTA 1 6,66 3
20,00 kecil dari nilai α (0,05) terdapat perbedaan tingkat
Jenis Pekerjaan:
5 Tidak 2 13,33 2 13,3 koping keluarga sebelum dan setelah diberikan
Bekerja 3
Pegawai 5 33,33 4 26,6 intervensi keperawatan keluarga: family
Swasta 6 empowerment.
Wiraswa Nilai t negatif menunjukan nilai indek koping
sta 3 6
Buruh keluarga
20,00 40,00
5 33,33 3 sebelum intervensi lebih rendah dari pada setelah
20,00 intervensi. Pada kelompok kontrol dengan nilai
t hitung - 1,871 dan nilai p = 0,082 lebih tinggi
6 Jenis dari nilai α (0,05) tidak terdapat perbedaan
Tempat
Pelayanan: 3 20,0 4 26,70 tingkat koping keluarga saat pre test dan post
0
Dokter 2 13,3 4 26,70 test.
Swasta 0
Poliklinik 9 60,0 6 40,00 Pengaruh Intervensi Pemberdayaan Keluarga
0 terhadap
Puskesmas 1 6,70 1 6,70
Rumah Sakit
7 Kegiatan Promosi
Kesehatan: 4 8
Pernah Peningkatan Koping Keluarga
Mendapat 26,70 53,30
11 7

73,30 46,70
Belum Pernah
8 Pemeriksaan Gula Tabel 1.5 Hasil Uji t independent test
peningkatan koping
Darah: 6 4 8 53,33 keluarga pada kelompok perlakuan
dan kelompok
0
Teratur 9 6 7 46,66 kontrol tahun 2013
0
Tidak Teratur No Variabel t P

Tingkat Koping Keluarga 1 Koping Keluarga


Kelompok
Tabel 1.2 Tingkat koping keluarga dengan Perlakuan
2 Koping Keluarga 8,603 0,000
anggota keluarga diabetes millitus Kelompok
tipe-2 pada kelompok perlakuan Kontrol
dan kontrol tahun 2013
Pada tabel 1.5 hasil uji t independent test
No Tingkat Perlakuan Kontrol terhadap variabel koping keluarga antara
Koping Pre-Test Post-Test Pre-Test
Post-Test kelompok perlakuan dan kontrol, dengan nilai p
Keluarga Jumlah (%) Jumlah (%) = 0,000 lebih kecil dari nilai α
Jumlah
1 Kompeten(%) - Jumlah
- 7 (%)
46,70 5 33,3 5 33,3
2 Kompeten 7 46,70 8 53,30 6 40 7 46,6 (0,05) terdapat pengaruh yang bermakna pemberian
Sedang
3 Tida intervensi keperawatan keluarga: pemberdayaan
k 8 53,30 - - 4 26,6 3
20
Kompeten keluarga terhadap peningkatan koping keluarga.
PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukan terjadi peningkatan
Pengaruh Pemberdayaan Keluarga koping keluarga pada tabel 1.5 perbedaan
Terhadap Peningkatan Koping Keluarga peningkatan koping keluarga yang terjadi pada
Diabetes Millitus Tipe-2 keluarga dengan koping tidak kompeten 8
Jurnal Ilmu Keperawatan - Volume 1, No. 2, Nopember 2013
8
responden menjadi kompeten sedang berjumlah dengan lingkungan dalam keluarga maupun
6 responden 75% dan menjadi kompeten hanya lingkungan luar keluarga antara lain:
2 responden 25%. Pada kelompok kontrol mengandalkan kelompok keluarga, membentuk
menunjukan terjadinya peningkatan namun kebersamaan yang lebih besar dan adanya
tidak bermakna yaitu terjadi peningkatan pada fleksibilitas peran. Strategi Koping internal lain
responden dengan koping tidak kompeten adalah strategi kognitif dimana keluarga
menjadi kompeten sedang 1 responden. berusaha melakukan
Perbedaan tingkat koping keluarga juga dapat
dijelaskan berdasarkan nilai rata-rata dan
perbedaan nilai rata-rata pada kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol menunjukan
peningkatan koping keluarga pada kelompok
perlakuan lebih besar dibanding kelompok
kontrol.
Hasil penelitian tersebut dapat dijelaskan sesuai
dengan konsep Mc Cubbin dalam Friedmen
(2010) bahwa koping keluarga adalah
merupakan sebuah proses aktif saat keluarga
memanfaatkan sumber keluarga yang ada dan
mengembangkan perilaku serta sumber baru
yang akan memperkuat unit keluarga dan
mengurangi dampak peristiwa hidup penuh
stress yang berlangsung cukup lama, koping
keluarga menjadi semakin komplek karena
bergeser dari individu menjadi keluarga.
Caudle (1993) menyebutkan bahwa beberapa
studi dan penelitian menyimpulkan bahwa
koping keluarga merupakan kombinasi respon
individu dan keluarga dan menggunakn
pendekatan kognisi khusus sehingga untuk
merubahnya membutuhkan intervensi
keperawatan. Peningkatan koping keluarga
dapat dijelaskan dengan menggunakan
indikator indek koping keluarga yang
merupakan rangkuman dari strategi koping
yang dimiliki oleh keluarga (Caudle, 1993).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Burr dan
Bahr (1993) menyebutkan bahwa dengan
menggunakan berbagai koping strategi untuk
mengatasi masalah dalam keluarga adalah lebih
penting dibanding menggunakan satu atau dua
strategi tertentu sepanjang waktu (Burr & Bahr,
1993). Keluarga memiliki strategi koping baik
internal maupun eksternal. Strategi koping
internal keluarga berusaha menjalin hubungan
normalisasi keluarga, pengendalian terhadap masalah diabetes millitus yang masih akut pada
makna masalah dengan pembingkaian ulang anggota keluarga dapat berespon lebih baik
dan penilaian pasif, pemecahan masalah dalam menggunakan mekanisme kopingnya
bersama, serta berusaha mendapatkan penyembuhan secara lebih baik dan keluarga
informasi dan pengetahuan. Strategi internal hanya membuat perubahan kecil dalam
yang lain adalah Komunikasi,dimana keluarga menyesuaikan kondisi yang dialami oleh
berusaha mengedepankan keterbukaan dalam anggota keluarga. Kondisi yang lain dapat
komunikasi keluarga, menggunakan strategi terjadi pada keluarga dimana masalah penyakit
humor dan tawa. diabetes millitus yang dialami anggota keluarga
sudah kronis dengan beberapa komplikasi yang
Strategi koping eksternal, antara lain: strategi
nyata dan keluarga tidak adekuat untuk
komunitas dengan cara memelihara jaringan
menangani masalah itu, keluarga akan bergerak
aktif dengan komunitas. Strategi dukungan
ke dalam situasi krisis dan masuk ke fase
sosial dengan cara membangun dukungan dari
adaptasi.
keluarga, teman, tetangga dan dukungan sosial
formal. Strategi spiritual dengan cara mencari Fase adaptasi, respon keluarga terhadap situasi
bantuan rohaniawan, lebih banyak terlibat krisis ditentukan oleh akumulasi kebutuhan,
dalam kegiatan keagamaan, berdo’a, mencari stresor, transisi, dan ketegangan, serta kekuatan
pembaharuan dan keterkaitan dalam hubungan dan kemampuan keluarga. Hal ini mencakup
erat dengan alam.Strategi koping tersebut. pola fungsi, penilaian keluarga tentang
Peningkatan koping keluarga juga dapat pemenuhan kebutuhan dan pandangan yang
dijelaskan dengan menggunakan konsep luas terhadap sumber-sumber yang ada dalam
model resiliency yang menjelaskan bahwa keluarga dan masyarakat. Pada kondisi ini
respon keluarga terhadap peristiwa hidup dan intervensi pemberdayaan keluarga menjadi
transisi penuh stres berjalan melalui berbagai sangat penting dan harus segera dilakukan.
fase antara lain: fase penyesuaian dimana
Berdasarkan tabel 1.1 bahwa keluarga lebih
keluarga berusaha merespon peristiwa dalam
banyak menggunakan tempat pelayanan
kehidupannya namun masih tidak terlalu berat
kesehatan Puskesmas 60% untuk
sehingga hanya membutuhkan perubahan
memeriksakan anggota keluarganya yang
kecil. Hal ini ditunjukan pada keluarga dengan
menderita penyakit diabetes, namun data yang melakukan fungsinya.
lain menunjukan 60% keluarga tidak
Peningkatan koping keluarga lebih banyak terjadi
melakukan pemeriksaan secara rutin. Hal ini
pada keluarga dengan jenis kelamin perempuan
menunjukan sebenarnya keluarga telah
yaitu 66,66% dibanding laki-laki hanya 33,33%,
menggunakan strategi koping komunitas
hal ini menunjukan bahwa perempuan dalam hal
dengan memelihara jalinan aktif dengan
ini adalah istri atau ibu dari penderita memiliki
komunitas dan pelayanan kesehatan namun
koping keluarga yang lebih baik. Penelitian yang
masih perlu ditingkatkan. Menurut McCubbin
dilakukan oleh Falicov menyebutkan bahwa
(1993), menyebutkan bahwa keluarga berperan
kepala keluarga seorang ayah (laki-laki) kurang
terhadap dan mendapatkan manfaat dari
terlibat dalam pengasuhan anggota keluarga
jaringan dukungan dan pelayanan yang ada
dibanding dengan peran ibu. Dalam penelitan ini
dalam komunitas secara aktif. Rasionalisasi
ibu digambarkan sebagai seorang wanita yang
dari pentingnya hubungan ini sebagai upaya
lembut, mengasuh, dan rela berkorban, serta
peningkatan koping keluarga berdasarkan pada
secara tradisional berada di dalam rumah dengan
teori sistem, yang menerangkan bahwa setiap
rasa tanggung jawab kepada suami dan anak-
sistem sosial harus memiliki gerakan informasi
anaknya (Falicov, 1998). De Dauza dan Gualda
dan aktivitas melawati batasnya jika ingin
Jurnal Ilmu Keperawatan - Volume 1, No. 2, Nopember 2013
10
(2000) menjelaskan bahwa keluarga berperan millitus sebanyak 73,3%. Friedman (2010)
sebagai titik tumpu acuan guna mengkaji menyebutkan bahwa keluarga yang lebih
perilaku kesehatan dan batasan dasar sehat berbasis pengetahuan dan informasi berkenaan
sakit, keluarga dapat mempengaruhi persepsi dengan stresor atau kemungkinan stresor dapat
individu. Biasanya seorang ibu menjadi meningkatkan perasaan memiliki pengendalian
seorang penerjemah utama dari makna suatu terhadap situasi dan mengurangi rasa takut
gejala dan sakit tertentu pada anggota keluarga keluarga terhadap sesuatu yang tidak diketahui
dan pengambil keputusan akan tindakan apa juga membantu keluarga menilai stresor
yang perlu diambil, dan bertindak sebagai (maknanya) lebih akurat dan menentukan
pemberi layanan kesehatan informal. Doherty strategi koping yang tepat dengan mengambil
dan Baird dalam Friedman (2010) tindakan yang tepat. Walsh dalam Friedman
menyebutkan bahwa anggota keluarga yang (2010) menjelaskan bahwa salah satu tipe
paling sentral adalah ibu yang dapat koping fungsional yang menyebabkan
mempengaruhi penilaian kesehatan, sehingga resiliency keluarga adalah dengan memberikan
sering disebut sebagai “ahli kesehatan intervensi yang berorientasi pada solusi dan
keluarga.” pemecahan masalah. Pemberdayaan keluarga
Peningkatan koping keluarga pada semua adalah intervensi yang bersifat pemberian
tingkat pendidikan dari kelompok perlakuan solusi, pemecahan masalah dan pemberian
dibanding dengan kelompok kontrol. Hal ini informasi yang spesifik. Pemberian informasi
disebabkan karena pada kelompok perlakuan terkait masalah yang sedang dihadapi keluarga
mendapatkan intervensi pemberdayaan dapat meningkatkan koping keluarga, seperti
keluarga dimana mendapatkan materi- materi penelitian yang dilakukan oleh Barnett yang
yang dapat meningkatkan pemahaman, sikap menyebutkan bahwa program yang berfokus
dan tindakan. Pada tabel 1.1 dapat dijelaskan pada pemberian informasi pada keluarga
bahwa sebagian besar keluarga mengatakan berkaitan dengan penyakit kronis dalam
belum pernah mendapatkan penyuluhan tentang keluarga dapat memperlihatkan perbaikan
penyakit diabetes dalam penatalaksanaan penyakit dan
perawatannya (Friedman 2010).
Pada aspek sosial ekonomi setelah dilakukan
intervensi pada kelompok responden buruh
mengalami peningkatan menjadi 80% koping
keluarga sedang dan 20% koping keluarga
kompeten, sedangkan responden pegawai
swasta mengalami peningkatan menjadi
66,66% menjadi kompeten sedang dan 33,33%
menjadi kompeten. Pada kelompok kontrol
responden dengan jenis pekerjaan wiraswasta
saat pre test sebesar 66,66% berada pada
koping keluarga kompeten sedang. Pada saat
post test tidak terjadi peningkatan koping
keluarga. Hal ini tidak dapat disimpulkan
bahwa jenis pekerjaan keluarga mempengaruhi
peningkatan koping keluarga, perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut untuk mengetahui
apakah ada hubungan antara jenis pekerjaan
dengan tingkat koping keluarga. Mc Cubbin keluarga jatuh pada kondisi ketidakberdayaan.
(1993) dalam resiliency models,
Penelitian yang dilakukan oleh Burr dalam
menyebutkan bahwa pekerjaan yang ketat,
Friedman (2010) menyebutkan bahwa faktor
berhenti bekerja karena merawat anggota
kelas sosial dapat berpengaruh dalam koping
keluarga yang mengalami sakit kronis,
keluarga. Keluarga dengan kelas sosial tinggi
pensiun adalah merupakan kategori stressor
dan status pendidikan tinggi merasakan
dan ketegangan yang dapat menjadikan
memiliki kebutuhan yang lebih besar untuk
mengatur dan mengendalikan perawatan dihadapinya. Penelitian yang dilakukan oleh
kesehatan mereka sehingga menggunakan lebih Folkman (1996) menjelaskan bahwa terdapat
banyak strategi koping keluarga dalam pengaruh yang sangat positif pemberdayaan
mendapatkan informasi dan pengetahuan. pada keluarga dengan masalah penyakit kronis
Keluarga miskin dan tingkat pendidikan rendah terhadap kemampuan pemusatan makna koping
merasakan kurang percaya diri dengan keluarga. Penelitan serupa juga pernah
kemampuan mereka sehingga menggunakan dilakukan oleh Jones (2003) yang melaporkan
sifat pengendalian dengan penilaian pasif. bahwa pemberian intervensi pemberdayaan
keluarga menggunakan cergiver empowerment
Pemberian implementasi keperawatan keluarga
model telah dapat mengubah keluarga dalam
berupa pemberdayaan keluarga (family
resiko kerentanan terhadap masalah-masalah
empowerment) berpengaruh terhadap
yang dapat mengakibatkan keluarga tidak
peningkatan koping keluarga. Peningkatan
sejahtera. Patricia (2011), merekomendasikan
koping keluarga menggunakan family coping bahwa intervensi keperawatan pemberdayaan
index (FCD) setelah dilakukan intervensi keluarga dengan memperhatikan cergiver
bergerak pada rentang yang sangat lambat, ini empowerment model dapat digunakan oleh
dapat dijelaskan seperti pada tabel 5.5 dari 8 perawat dalam meningkatkan kemampuan
responden tidak kompeten hanya 2 responden individu dan keluarga untuk mengatasi masalah-
yang meningkat menjadi kompeten atau 25%, masalah yang dihadapi dengan memperhatikan
sedangkan 6 responden 75% meningkat sumberdaya keluarga yang tersedia.
menjadi kompeten sedang. Pada kelompok
kontrol sebagian besar responden cenderung
memiliki nilai yang tetap, hanya ada
peningkatan 1 responden tidak kompeten
menjadi kompten sedang, 2 responden tidak
kompeten terjadi peningkatan nilai indek
koping keluarga namun tidak bergeser pada
peningkatan kopingnya. Hal ini menunjukan
bahwa pemberian intervensi keperawatan
sangat mutlak untuk diberikan pada keluarga
untuk meningkatkan koping keluarga.
Andren dan Elmstahl (2007) menjelaskan
bahwa meskipun keluarga mengalami masalah
psikologis dalam merawat anggota keluarga
yang sakit namun pemberian intervensi
pemberdayaan dengan menggunakan caregiver
empowerment model dapat memberikan
manfaat terhadap kemampuan keluarga untuk
dapat menyelesaikan masalah yang
Jurnal Ilmu Keperawatan - Volume 1, No. 2, Nopember 2013
12
Berdasarkan hasil uji statistik dengan Beberapa penelitian yang menunjang
menggunakan penggunaan intervensi pemberdayaan keluarga
paired t test sebagaimana yang tercantum adalah penelitian yang dilakukan oleh Stern
dalam tabel dalam Friedman (2010)menjelaskan
1.4 menunjukan bahwa peningkatan family bahwa pemberdayaan keluarga dapat
coping pada kelompok perlakuan lebih besar meningkatkan kemampuan keluarga dalam
dari pada peningkatan family coping pada mengambil keputusan dengan penyedia
kelompok kontrol. Hasil ini juga menunjukan pelayanan kesehatan dalam meningkatkan
bahwa terdapat perbedaan yang bermakna tingkat kenyaman pada keluarga dengan
terhadap tingkat family coping sebelum dan anggota keluarga mengalami penyakit kronis.
setelah dilakukan intervensi keperawatan Figley menjelaskan bahwa intervensi
keluarga : pemberdayaan keluarga (family pemberdayaan keluarga menekankan pada
empowerment) pada kelompok perlakuan. sikap filosofis terhadap konsep bekerja dengan
Hasil uji t independent test menunjukan keluarga. Keluarga dengan anggota keluarga
perbedaan yang bermakna terhadap mengalami penyakit kronis merupakan
peningkatan koping keluarga antara keluarga pengalaman traumatis sehingga pendekatan
yang mendapatkan intervensi keperawatan yang dilakukan adalah memperhalus intervensi
keluarga: pemberdayaan keluarga (perlakuan) keperawatan dengan memberikan
dan kelompok kontrol. penghormatan tulus terhadap kemampuan
Foreman menjelaskan bahwa keluarga, baik kognitif, afektif maupun
keluarga menghadapi,mengatasi bertindak secara alami dan kekuatan keluarga
dan beradaptasi terhadap situasi hidup yang yang dimiliki (Figley, 1995). Robinson
penuh dengan stres secara teratur selama menjelaskan bahwa intervensi pemberdayaan
perjalanan hidup keluarga juga perlu yang dilakukan pada keluarga dengan penyakit
mengatasi stresor situasional yang tidak kronis adalah dengan menjadi pendengar yang
diharapkan seperti sakit kronis pada anggota baik, penuh kasih sayang, tidak menghakimi,
keluarganya. Salah satu intervensi yang kolaborator, memotivasi munculnya kekuatan
diberikan pada keluarga dalam menghadapi keluarga, partisipasi keluarga dan keterlibatan
situasi stressor adalah dengan memberikan dalam proses perubahan dan penyembuhan
pemberdayaan keluarga (Foreman, 2001). penyakit (Robinson, 1995).
Dalam penelitian ini intervensi pemberdayaan dengan anggota keluarga mengalami penyakit
keluarga memperhatikan aspek kognitif, afektif kronis diberikan dengan memberikan informasi
dan psikomotor keluarga yang dikemas dalam yang akurat dan lengkap tentang kondisi penyakit
satuan acara pembelajaran dengan dan manajemen, mengedepankan empati dan
menggunakan 4 sesi pertemuan. Hasil menunjukan perhatian yang tulus, mengakuinya
penelitian seperti yang tertera dalam tabel 1.4 dapat meningkatkan kompetensi keluarga dalam
dan tabel 1.5 menunjukan bahwa terdapat merawat anggota keluarga serta membangun
perbedaan tingkat koping keluarga yang hubungan langsung dengan anggota keluarga
bermakna pada keluarga yang mendapatkan yang sakit.
intervensi pemberdayaan keluarga dengan Johnson juga menjelaskan bagaimana
kelompok kontrol, hal ini menunjukan bahwa memberdayakan (empowerment) keluarga dengan
intervensi pemberdayaan keluarga dapat mengatakan bahwa intervensi yang bertujuan
digunakan sebagai intervensi keperawatan membantu keluarga yang beresiko mengalami
keluarga untuk meningkatkan koping keluarga, masalah dapat dilakukan dengan memberikan
seperti yang dikemukaan oleh Hulme PA dorongan atau mobilisasi keluarga dengan
(1999) bahwa pemberdayaan pada keluarga membantu keluarga mengenali, mengidentifikasi,
dan memanfaatkan kekuatan dan sumber saling mempengaruhi. Keluarga berfokus pada
keluarga guna secara positif mempengaruhi hubungan dan dinamika internal keluarga,
kesehatan anggota keluarga yang sakit fungsi dan struktur keluarga, dan hubungan
(Johnson, 2001). subsistem keluarga dengan keseluruhan, serta
Hasil penelitian ini menguatkan bahwa hubungan keluarga dengan lingkungan.Konsep
intervensi pemberdayaan keluarga ini sejalan dengan konsep keperawatan sistem
memperhatikan karakteristik responden seperti keluarga yang dapat digunakan dalam
yang tertera dalam tabel 1.1 dan tabel 1.2 perspektif interaksi untuk menjelaskan
sebagai satu kesatuan keluarga dimana hubungan antara penyakit, anggota keluarga
intervensi pemberdayaan keluarga dilaksanakan dan keluarga sehingga juga dapat digunakan
pada tataran keluarga sebagai klien yang sebagai dasar pemberian intervensi (Wright &
menjadikan keluarga sebagai bagian terdepan, Leahey, 2000).
sedangkan individu-individu anggota keluarga KESIMPULAN
berada pada latarbelakang atau dalam kontek.
Kesimpulan penelitian: 1) terdapat peningkatan
Keluarga adalah merupakan sebuah sistem
koping keluarga pada keluarga dengan diabetes
yang
millitus tipe-2 sebelum dan setelah diberikan
perlakuan; 2) keluarga dengan diabetes millitus
tipe-2 yang tidak diberikan intervensi
pemberdayaan keluarga (family empower-
ment) tidak menunjukan peningkatan koping
keluarga;
3)pemberian intervensi keperawatan keluarga:
pember- dayaan keluarga (family
empowerment) berpengaruh terhadap
peningkatan koping keluarga (family coping)
pada keluarga dengan diabetes millitus tipe-2.
Saran yang dapat diberikan meliputi: 1)
intervensi pemberdayaan keluarga (family
empowerment) dapat digunakan untuk
meningkatkan koping keluarga dengan diabetes
millitus tipe-2; 2) untuk meningkatkan koping
keluarga dengan diabetes millitus tipe-2 di
perlukan pada peningkatan kemampuan
keluarga pada aspek kemandirian fisik,
kompetensi terapeutik dan pengetahuan tentang
kondisi kesehatan; 3) pemahaman terhadap
pendekatan intervensi keperawatan keluarga
dan kemampuan dalam menerapkan intervensi
keperawatan keluarga: family empowermen
diperlukan untuk meningkatkan hasil
peningkatan koping keluarga;
4) masih terbatasnya penelitian-penelitian
yang membahas intervensi pemberdayaan
keluarga (family empowerment),
memungkinkan untuk terus dilanjutkan pada
Jurnal Ilmu Keperawatan - Volume 1, No. 2, Nopember 2013
14
penelitian-penelitian serupa terutama keluarga.
kaitannya dengan penyakit kronis pada

DAFTAR PUSTAKA Dinkes Propinsi Jateng. (2011). Profil


Burr, W., & Bahr, K. (1993). Family science. Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun
Grove, CA: Brooks/Cole. 2011. Semarang: Dinkes Jateng.
Caudle, P. (1993). Providing culturally Falicov, C. (1998). Learning to think culturally.
sensitive health care to hispanic. Nurse New York: Guilford Press.
Practitioner , 40-51. Figley, C. (1995). Compassion fatigue :
Coping with secondary traumatized
Depkes RI. (2008). Pedoman Teknis Penemuan stress disorder in those who real the
dan Penatalaksanaan Penyakit Diabetes traumatized. New York: Brunner/Mazel.
Melitus. Jakarta: Direktorat PPTM
Depkes RI.
Foreman. (2001). Cancer's toll on marriage. Nutrition,health and safety. Journal of
Los Angeles Time . Early Education and Family Reviee , 30-
Friedman. (2010). Buku Ajar Keperawatan 31
Keluarga Riset, Teori & Praktik (Vol. 5). NANDA. (2012). Nursing Diagnoses :
Jakarta: EGC. Definitions and Classification 2012-2014.
Friedman, M. M. (2010). Keperawatan Jakarta: EGC Medical Publisher.
Keluarga. Perkeni. (2011). Panduan Penatalaksanaan
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Penyakit Diabetes Militus. Jakarta:
Hulme, P. A. (1999). Empowerment: A Perkeni.
Nursing Intervention With Suggested RI, Depkes. (2008). Pedoman Teknis
Outcomes for Families. Journal of Penemuan dan Penatalaksanaan
Family Nursing , 33-50. Penyakit Diabetes Melitus. Jakarta:
Hulme, P. A. (1999). Family Empowerment : A DPPTM.
Nursing Intervention With Suggested Robinson. (1995). Unifying distinctions for
Outcomes for Famililies of Children with
nursing research with persons and family.
Chronic Health Condition. Journal of
Journal of Advanced Nursing , 8-29.
Family Nursing , 1.
Wright, L., & Leahey, M. (2000). Nurses and
Hulme, P. A. (1999). Family Empowerment.
families : A guide In family assesment
SAGE Family Nursing Journal , 1-19.
and intervention. Philadelphia: Davis.
Johnson, S. (2001). Helping children to eat
right.

Anda mungkin juga menyukai