Anda di halaman 1dari 48

CASE REPORT SESSION (CRS)

*Kepaniteraan Klinik Senior/Tahun 2019


**Pembimbing

DEPRESI

Oleh

Meika Amsi Munte, S.Ked (G1A218104)


Anna Hanifa Defrita, S.Ked (G1A218105)
Roganda Hotmauli Marsoit, S.Ked (G1A218106)

Pembimbing: dr. Fatmawati, Sp.KJ**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH
PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

Case Report Session (CRS)

DEPRESI

DISUSUN OLEH

Meika Amsi Munte, S.Ked (G1A218104)


Anna Hanifa Defrita, S.Ked (G1A218105)
Roganda Hotmauli Marsoit, S.Ked (G1A218106)

Telah diterima dan dipresentasikan sebagai salah satu tugas


Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi
Program Studi Kedokteran Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Jambi, Oktober 2019

PEMBIMBING

dr. Fatmawati, Sp.KJ

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas segala limpahan kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan
Case Report Session ini dengan judul “Depresi”. Laporan ini merupakan bagian
dari tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah
Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi.
Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada dr. Fatmawati, Sp.KJ selaku pembimbing yang telah memberikan arahan
sehingga laporan Case Report Session ini dapat terselesaikan dengan baik dan
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan Case
Report Session ini.
Penulis menyadari laporan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis.Sebagai
penutup semoga kiranya laporan Case Report Session ini dapat bermanfaat bagi
kita khususnya dan bagi dunia kesehatan pada umumnya.

Jambi, Oktober 2019

Penulis

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Depresi adalah satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan


dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan
pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan,
rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri.1

Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah


masyarakat. Berawal dari stres yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke
fase depresi. Penyakit ini kerap diabaikan karena dianggap bisa hilang sendiri
tanpa pengobatan. Padahal, depresi yang tidak diterapi dengan baik bisa berakhir
dengan bunuh diri. Depresi merupakan salah satu gangguan psikiatrik yang sering
ditemukan dengan prevalensi seumur hidup adalah kira kira 15%. Pada
pengamatan yang universal terlepas dari kultur atau negara prevalensi gangguan
depresi berat pada wanita dua kali lebih besar dari pria.2

Pada umumnya onset untuk gangguan depresi berat adalah pada usia 20
sampai 50 tahun, namun yang paling sering adalah pada usia 40 tahun. Depresi
berat juga sering terjadi pada orang yang tidak menikah dan bercerai atau
berpisah. Depresi tersebar luas, tetapi jumlah dan rata-rata dari gejala fisik dan
kognitif berhubungan dengan gangguan depresi mayor atau major depressive
disorder (MDD) yang berarti banyak orang tidak menunjukkan gejala emosional.
Satu dari tujuh orang akan menderita gangguan psikososial dari MDD, beberapa
tidak terdiagnosis kecuali dengan kunjungan ke dokter yang berulang. Dan, tidak
hanya dokter keluarga, psikiatri, dan klinisi kesehatan mental juga harus dapat
mendiagnosis depresi.1

Tingginya prevalensi dari MDD dengan penyakit medis lainnya


menunjukkan bahwa professional kesehatan dan dokter, ataupun internis atau
onkologis atau ahli bedah atau kardiologis atau neurologis atau spesialis lainnya,
juga harus mengenali dan memberikan tatalaksana depresi klinis pada pasien.
Patogenesis depresi kenyataannya sampai saat ini masih membingungkan dan

iv
belumlah pasti sehingga banyak teori-teori semuanya timbul dan berkembang
seiring dengan kemajuan bidang psikofarmakologi.2

Berdasarkan uraian yang dipaparkan sebelumnya maka disimpulkan


bahwa depresi yang merupakan gangguan suasana hati ditandai dengan
kehilangan minat atau tidak percaya diri dalam menjalani aktifitas sehari-hari
yang disertai perasaan sedih, putus asa, menyalahkan diri sendiri, menyendiri, dan
memandang rendah diri sendiri, serta melihat lingkungan secara negatif. Dan akan
membahas mengenai depresi lebih jelas dan rinci.

v
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


1. Nama : Tn. P
2. Tanggal Lahir/Umur : Kuala Tungkal, 30 Juni 1991/28 tahun
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Alamat : Jl. Angkasa RT 008 No 09, Talang Banjar, Jambi
5. Suku/Bangsa : Melayu/Indonesia
6. Agama : Islam
7. Status Perkawinan : Belum Menikah
8. Pekerjaan : Pegawai Swasta
9. Pendidikan : S1
10. MRS tanggal : 23 Oktober 2019

2.2 ANAMNESIS
2.2.1 Keluhan Utama
Keinginan untuk bunuh diri sejak ± 2 hari SMRS.
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan niat sendiri ke POLI Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Jambi dengan keluhan timbulnya keinginan untuk bunuh diri sejak ±
2 hari SMRS.
Keinginan bunuh diri muncul sudah 2 kali, keinginan pertama pasien
mencoba bunuh diri dengan menyayat tangannya, namun saudara sepupu
pasien melihat tindakan yang dilakukan pasien, kemudian pasien
menghentikannya, kedua pasien yang sedang berkendara sepeda motor
menabrakkan diri ke mobil yang berhenti. Namun, keinginan tersebut tiba-tiba
hilang disaat pasien mengingat nasehat temannya. Keinginan tersebut biasanya
timbul disaat pasien menyendiri, termenung, melamun dan sedang ada
masalah. Keluhan disertai kehilangan minat, menurunnya aktivitas, merasa

vi
depresi, kepercayaan diri berkurang, sulit tidur, nafsu makan menurun,
kehilangan fokus saat bekerja, bahkan pasien sulit untuk percaya kepada orang
sekitar dan selalu merasa curiga bahwa pasien dibicarakan, melihat bayang-
bayang (-), mendengarkan bisikan (+). Pasien lebih sering menyendiri dan
menarik diri dari pertemanan dan keluarga, sehingga enggan bercerita karena
takut dianggap gila.
Keluhan ini muncul sejak pasien kehilangan kedua orang tua nya yang
meninggal akibat kecelakaan maut sejak ± 11 tahun yang lalu, disaat pasien
masih kuliah, pasien merasa sangat terpukul dengan kepergian kedua orang
tuanya, karena tidak sempat membahagiakan mereka. Pasien merasa bersalah,
karena sebelum kedua orang tuanya meninggal, mereka meminta pasien untuk
berhenti menggunakan narkoba yaitu jenis shabu-shabu, namun pasien belum
memenuhi permintaan kedua orang tua nya. Diketahui pasien menggunakan
narkoba selama ± 1 tahun disaat masih kuliah, dan berhenti setelah kepergian
orang tuanya.
Keluhan memberat disaat ± 2 bulan yang lalu, pasien menjalani kerja sama
bisnis bersama temannya, dengan menginvestasikan uang untuk membuka
usaha kuliner, namun pasien ditipu atas kerjasama bisnis tersebut. Kemudian
pasien merasa bahwa dirinya sulit untuk mengendalikan masalah tersebut. Dan
merasa bahwa dirinya tidak berguna lagi, kemudian pasien berobat atas
keinginan diri sendiri ke RS Jiwa Provinsi Jambi.

2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


1. Gangguan Mental dan Emosi
Riwayat gangguan mental dan emosi sebelumnya ditemukan yakni
gangguan cemas sejak os SMA. Os rutin dibawa oleh orang tua nya
berobat ke RSJD Jambi.
2. Gangguan Psikosomatis
Tidak didapatkan adanya riwayat asma, nyeri lambung, eksim, rematik
atau penyakit psikosomatis lainnya
3. Kondisi Medik

vii
Tidak ada kelainan
4. Riwayat Penggunaan Zat Narkotika dan Alkohol
Riwayat penggunaan zat narkotika dan alkohol ada tahun 2007-2008
5. Gangguan Neurologi
Riwayat demam, muntah-muntah, penglihatan ganda sebelumnya tidak
ada. Riwayat trauma kepala, kejang dan kehilangan kesadaran tidak ada.

2.2.4 Riwayat Keluarga


Pasien merupakan anak tunggal. Riwayat penyakit keluarga dengan
keluhan serupa tidak ada.

Struktur Keluarga
No Nama L/P Usia Hubungan Sifat
1. Tn. B L Alm Ayah pasien Tegas, penyayang
2. Ny. R P Alm Ibu pasien Ramah, penyayang
3. An. P L 28 th Pasien Mudah cemas, kurang
percaya diri

Genogram

Ket:

: sudah meninggal : sudah meninggal

: pasien

viii
2.2.5 Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Riwayat prenatal dan perinatal
Pasien lahir cukup bulan, merupakan kehamilan yang diharapkan dan
direncanakan. Pasien lahir di bidan. Pasien lahir dengan berat badan cukup
dan tidak ada kelainan fisik.
2. Riwayat masa kanak-kanak awal (0-3 tahun)
Pasien lupa mengenai riwayat masa kanak-kanak awal
3. Riwayat masa kanak-kanak menengah (3-11 tahun)
Pasien pergi ke sekolah dengan berjalan bersama teman-temannya. Pasien
merupakan anak yang sering menghabiskan masa kecilnya dengan bermain
bersama teman-teman seusianya, namun terkadang pasien kurang percaya
diri,rajin belajar, cukup dimanja.
4. Masa pubertas hingga dewasa
a. Hubungan sosial
Pasien merupakan pribadi yang sulit bergaul. Pasien mudah
dipengaruhi oleh temannya, memiki cukup teman, baik laki-laki
maupun perempuan.
b. Riwayat sekolah
Pasien lulusan S1 jurusan Ekonomi dan sekarang bekerja sebagai
pegawai bank.
c. Perkembangan kognisi dan motorik
Pasien lupa mengenai perkembangan kognisi dan motorik
d. Masalah emosi dan fisik
Pasien mengaku sering merasakan cemas, menarik diri dari temannya.
e. Riwayat Psikoseksual
Pasien pertama kali tertarik dengan lawan jenis saat usia 14 tahun.
Pasien pernah pacaran. Saat ini pasien belum menikah. Namun,
memiliki niat untuk menikah.
f. Latar belakang agama

ix
Pasien mendapatkan agama yang cukup dari orang tuanya. Saat masih
kecil, pasien sering pergi mengaji ke masjid.
g. Riwayat pekerjaan
Pasien sebagai pegawai bank, dan membuka usaha kuliner.
h. Aktivitas sosial
Pasien bila ada masalah sulit terbuka untuk bercerita kepada teman-
temanya, kecuali kepada satu orang sahabatnya.
i. Kehidupan seksual
Orientasi seksual pasien terhadap lawan jenis baik.
j. Riwayat pernikahan
Pasien belum pernah menikah
k. Riwayat militer dan masalah hukum
Pasien tidak pernah melakukan pendidikan militer. Pasien tidak
pernah terlibat dengan masalah hukum dan kepolisian.

2.3 Status Internistik


1. Pemeriksaan Tanda Vital
 Kesadaran : Compos mentis
 TD : 110/70 mmHg
 Nadi : 80 x/menit
 Suhu : 36,5º C
 RR : 20 x/menit
2. Status Gizi
 Tinggi Badan : 170 cm
 Berat Badan : 90 kg
 IMT : 32 kg/m2 (obesitas)
3. Status Generalisata
Kulit : Turgor baik
Kepala : Normochepal, rambut hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), pupil bulat

x
isokor (+/+).
Hidung : Deformitas (-), epistaksis (-)
Telinga : Serumen minimal, Nyeri tekan (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), Trakea terletak ditengah
Thorax
Paru
 Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, pergerakan dada simetris,
retraksi dinding dada (-), sikatriks (-)
 Palpasi : Fremitus dada kanan = kiri
 Perkusi : Sonor pada kedua paru
 Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, Ronkhi (-/-), Wheezing
(-/-)
Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Ictus cordis teraba
 Perkusi : Batas atas : ICS II linea parastenalis sinistra
Batas bawah : ICS V linea midclavicularis sinistra
Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra
 Auskultasi : BJ1- BJ2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
 Inspeksi : Abdomen datar, distensi (-), ikterik (-), sikatriks (-)
 Auskultasi : Bising usus normal
 Palpasi : Soepel
 Perkusi : Timpani di keempat kuadran, pekak alih (-)

Ekstremitas
 Superior : Akral hangat, edema (-/-), CRT 2detik
(kanan=kiri)
 Inferior : Akral hangat, edema (-/-), CRT 2detik
(kanan=kiri)

xi
Pemeriksaan Neurologis
 GCS :15 (E4 V6 M5)
Pemeriksaan Psikometrik :Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Pemeriksaan Penunjang Lainnya :
a. Laboratorium darah rutin : Tidak dilakukan pemeriksaan

2.4 Status Psikiatri


a. Keadaan Umum
1. Penampilan : Pasien datang dalam keadaan tenang, penampilan sesuai
usianya, kondisi fisik terlihat sehat namun seperti tidak bersemangat
dan lemas, pakaian rapi.
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor : Kooperatif
4. Pembicaraan
a. Kuantitas: Terjadi peningkatan kuantitas pembicaraan
b. Kualitas: Koheren
c. Tidak ada hendaya berbahasa.
d. Sikap terhadap pemeriksa :Pasien kooperatif, kontak mata adekuat.
5. Orientasi
 Tempat : baik, pasien dapat mengetahui bahwa ia sedang berada di
Poli Jiwa RSJD Jambi
 Waktu : baik, pasien mengetahui bahwa pemeriksaan berlangsung
di pagi hari
 Orang :baik, pasien mengenal orang tua dan keluarganya.
6. Sikap dan tingkah laku :Pasien kooperatif dengan pemeriksa, kontak
mata dengan pemeriksa terarah, serta pasien mampu menjawab
pertanyaan.
b. Gangguan berpikir
1. Bentuk pikir : Realistik
2. Arus pikir : Relevan
3. Isi pikir : Waham (-) Preokupasi (+) terhadap

xii
Masalah keluarga dan pekerjaan.
c. Alam perasaan
1. Mood : Depresi, cemas
2. Afek : sesuai

d. Persepsi
1. Halusinasi : Auditorik (+)
2. Ilusi : (-)
e. Fungsi intelektual
1) Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan
a. Taraf pendidikan : Pasien lulusan S1 Ekonomi
b. Pengetahuan umum :Mudah dinilai, karena pasien menjawab saat
diajukan pertanyaan
2) Daya konsentrasi dan perhatian
a. Konsentrasi dan perhatian pasien baik.
3) Orientasi
a. Waktu: Baik, pasien mengetahui saat wawancara saat pagi hari
b. Tempat: Baik, pasien mengetahui dia sedang berada di rumah sakit
jiwa jambi
c. Orang : Baik, pasien mengetahui orang tua dan keluarga serta
mengetahui sedang diwawancara oleh siapa.
4) Daya Ingat
a. Daya ingat jangka panjang : Baik, pasien dapat mengingat
b. Daya ingat jangka menengah : Baik, pasien dapat mengingat
c. Daya ingat jangka pendek : Baik, pasien dapat mengingat
d. Daya ingat segera : Baik, pasien dapat mengingat
5) Kemampuan baca tulis : Baik
6) Pikiran abstrak : Baik
f. Pengendalian impuls : Baik
g. Daya nilai : Baik
h. Tilikan : Derajat 6

xiii
i. Taraf dapat dipercaya : Dapat dipercaya
2.5 Diagnosis Banding
1. Bereavement (Kehilangan teman atau keluarga karena kematian)
2. Gangguan Afektif Disebabkan Karena Kondisi Medis Umum
3. Gangguan Afektif Disebabkan Karena Zat
4. Gangguan Bipolar

2.6 Diagnosis Multiaksial


Aksis I :
Aksis II :
Aksis III :
Aksis IV :
Aksis V :

2.7 Penatalaksanaan
Terapi non-farmakologi yang diberikan pada pasien ini adalah:

 Terapi Psikoterapi
 Edukasi
Terapi Farmakologi
 Sertraline 1 x 50 mg (PO)
 Alprazolam 2 x 0,5 mg (PO)

IX. PROGNOSIS
1) Prognosis ke arah baik
 Pasien menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya
 Pasien rutin untuk kontrol dan minum obat
 Respon terhadap pengobatan baik 
 Keluarga mendukung untuk sembuh
 biaya pengobatan dibantu oleh BPJS.

2) Prognosis ke arah buruk 


 Jika berhenti minum obat pasien tidak dapat tidur 
 Gangguan ini sudah berlangsung kronis sekitar 13 tahun yang lalu

xiv
Berdasarkan data-data diatas dapat disimpulkan prognosis pasien ini
adalah :
 Ad vitam : dubia ad bonam
 Ad functionam : dubia ad bonam
 Ad sanationam : dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Etiologi 3,4,5
1. Faktor Genetik
Genetik merupakan indikasi kuat dan signifikan yang terlibat pada
perkembangan gangguan suasana hati, tapi pola warisan genetik komplek. Faktor
yang bukan genetik juga berperan dalan perkembangan gangguan suasana hati.
Pada penelitian, genetik sebagai indikasi terjadi depresi menunjukan pengaruh
dari multiple gene dengan lingkungan atau faktor yang lain. Terdapat beberapa
penelitian tentang penyebab dari depresi yaiutu bila 1 orangtua mmenderita
gangguan depresi, terdapat kemungkinan anaknya 25% menderita suatu gangguan
mood, jika kedua orangtuanya mengalami gangguan depresi maka terdapat
kemungkinan 50-75% anaknya untuk menderita suatu gangguan mood.
2. Faktor Biologikal
Banyak faktor biologikal diidentifikasi pada depresi. Meskipun faktor ini
mendasari depresi mayor, tapi tidak perlu sebagai penyebab. Beberapa faktor
endokrin: peningkatan kortisol, ketidakmampuan untuk menekan produksi
kortisol endogenus setelah menerima dexamethasone (DST) eksogenus; respon
thyroid-stimulating hormone terhadap thyroglobulin-releasing factor (TRF)
kurang baik; dan peningkatan respon hormone pertumbuhan untuk prolaktin.
Level norepinephrine (NE) dan serotonin (5- hydroxytryptamine: 5-HT) pada
sistem saraf pusat mungkin berubah, tapi lebih seperti, fungsi reseptor NE atau 5-
HT atau jumlahnya dipenagruhi oleh depresi. Platelet imipramine dan platelet
paroxetine binding telah diidentifikasi sebagai marker aktifitas serotonin pusat.

xv
Depresi juga mengganggu fisiologi tidur, dengan induksi rapid eye movement
(REM) tidur dan secara keseluruhan peningkatan kepadatan REM.1 Pada
gambaran otak dengan menggunakan magnetic resonance imaging (MRI)
menunjukan perbedaan pada orang depresi dengan orang tanpa depresi.4 Bagian
otak yang bertanggung jawab untuk mengatur suasana hati, pikiran, tidur, nafsu
makan, tingkah laku memperlihatkan fungsi yang abnormal. Neurotransmitter sel
otak yang digunakan untuk komunikasi terlihat tidak seimbang. Tapi gambaran ini
tidak menunjukan kenapa depresi bisa terjadi. Terdapat juga hipotesis tentang
depresi yang berhubungan dengan perubahan dalam keseimbangan acetylcholine-
adenergic dan karekterisasi oleh relative cholinergic dominance. Fungsi
dopamine menurun dalam beberapa kasus depresi dan meningkat pada kasus
mania.3,5,8 Pada penelitian subtype baru dari reseptor dopamine dan peningkatan
pengertian regulasi presynaptic dan postsynaptic dari fungsi dopamine
menunjukan bahwa terdapat hubungan antara dopamine dan gangguan suasana
hati.
a. Amin Biogenik
Norepinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmitter yang paling
berperan dalam patofisiologi gangguan mood. Selain itu juga terdapat
disregulasi asetil kolin dalam gangguan mood.
b. Factor neurokimiawi lain
Walaupun data belum meyakinkan, neurotransmitter asam amino dan
peptide neuro aktif telah dilibatkan dalam patofisiologi gangguan
perasaan. Sejumlah peneliti telah mengajukan bahwa sistem messengers
kedua seperti regulasi kalsium, adenilat siklase, dan fosfatidilinositol-
dapat menjadi penyebab. Asam amino glutamat dan glisin tampaknya
menjadi neurotransmitter eksitasi utama pada sistem saraf pusat. Glutamat
dan glisin berikatan dengan reseptor N-Metil-D-Aspartat (NMDA), jika
berlebihan dapat memiliki efek neurotoksik. Hipokampus memiliki
konsentrasi reseptor NMDA yang tinggi sehingga mungkin jika glutamate
bersama dengan hiperkortisolemia memerantarai efek neurokognitif pada

xvi
stres kronis. Terdapat 11 bukti yang baru muncul bahwa obat yang
menjadi antagonis reseptor NMDA memiliki efek antidepresan.
c. Regulasi Neuroendokrin
Sumbu neuroendokrin yang menarik perhatian di dalam gangguan mood
adalah sumbu adrenal, tiroid dan hormone pertumbuhan. Kelainan
neuroendokrin lainnya yang telah digambarkan pada passion dengan
gangguan mood adalah penurunan sekresi nocturnal melantonin,
penurunan pelepasan prolactin terhadap pemberian tryptophan, penurunan
kadar FSH dan LH dan penurunan kadr tostesteron pada laki-laki.
d. Pertimbangan neuroanatomis
Disfungsi pada hypothalamus diperkirakan oleh perubahan tidur, nafsu
makan, dan perilaku seksual pasien dengan depresi dan oleh perubahan
biologis pada parameter endokrin, imunologis dan kronologis.
Ditemukannya postur tubuh membunngkuk, perlambatan motoric dan
gangguan kognitif minor pada pasien terdepresi adalah mirirp dengan
tanda yang ditemukan pada gangguan ganglia basalis, seperti penyakit
Parkinson.

3. Faktor Sosial dan Psikologikal


Psikososial stessor, khususnya rasa kehilangan, terkadang menjadi pemicu
depresi. Kehilangan orang tua atau pasangan, putus hubungan, dan kehilangan
kepercayaan diri, seperti berhenti dari pekerjaan. Beberapa klinisi percaya
peristiwa dalam kehidupan berperan pada terjadinya depresi, tetapi yang lain
mengatakan peristiwa dalam kehidupan perannya terbatas dalam terjadinya
depresi. Orang dengan beberapa gangguan kepribadian seperti, obsessive-
compulsive, histeris, dan yang ada pada garis batasnya, mungkin memiliki resiko
yang lebih tinggi untuk terkena depresi dari pada orang dengan kepribadian
antisosial atau paranoid. Pada pengertian psikodinamik depersi dijelaskan oleh
Sigmund Freud dan dikembangkan oleh Karl Abraham yang diklasifikasikan
dalam 4 teori: (1) gangguan pada hubungan bayi dan ibu selama fase oral (10-18
bulan awal kehidupan) sehinga bisa terjadi depresi; (2) depresi dapat dihubungkan
dengan kehilangan objek secara nyata atau imajinasi; (3) Introjeksi dari

xvii
kehilangan objek adalah mekanisme pertahanan dari stres yang berhubungan
dengan kehilangan objek tersebut (4) karena kehilangan objek berkenaan dengan
campuran cinta dan benci, perasaan marah berlangsung didalam hati.7,8

2.5 Patogenesis6
Bukti terkini menunjukkan adanya interaksi yang kompleks antara
neurotransmitter dan regulasi reseptor dan gejala afektif yang mendasarinya.
Percobaan klinis dan preklinis menemukan adanya gangguan pada aktivitas
serotonin (5-HT) di sistem saraf pusat sebagai faktor penting. Neurotransmitter
lain yang terkait adalah norepinefrin (NE), dopamine (DA), glutamate dan brain-
derived-neurotrophic factor (BDNF). Bagaimanapun, obat-obatan yang
memproduksi peningkatan ketersediaan neurotransmitter seperti kokain dan
amfetamin tidak memiliki kegunaan seperti antidepresan.
Peranan aktivitas CNS 5-HT pada patofisiologi gangguan depresi mayor
adanya kegunaan terapeutik pada pemakaian SSRI, sebagai tambahan, studi
menunjukkan gejala depresif yang akut dan berulang pada subjek penelitian yang
sudah sembuh dengan pengurangan triptofan yang menyebabkan penurunan
sementara pada kadar CNS 5-HT. Efek dari SSRI pada pengangkutan 5HT
tergolong cepat dibandingkan dengan efek antidepresan yang memerlukan waktu
beberapa minggu.3
Studi neuroimaging fungsional mendukung hipotesis yang menyatakan
keadaan depresi diasosiasikan dengan berkurangnya aktivitas metabolik di
struktur neokortikal dan meningkatnya aktivitas metabolik di struktur limbik.
Sebuah studi meta-analisis membandingkan struktur otak pasien dengan depresi
berat dan pasien dengan gangguan bipolar menunjukkan adanya hubungan antara
depresi dan peningkatan ukuran ventrikel lateral, bertambahnya volume cairan
serebrospinal dan berkurangnya volume dari ganglia basal, thalamus,
hipokampus, lobus frontal, korteks orbitofrontal dan rectus gyrus. Pasien yang
mengalami episode depresi memiliki volume hippocampus yang lebih kecil
dibandingkan mereka yang sudah sembuh.

xviii
2.5.1 HIPOTESIS MONOAMIN6

Gambar 2.1 Gambar ini menunjukkan keadaan normal dari neuron


monoaminergik. Neuron yang khusus ini melepaskan neurotransmitter
norepinefrin (NE) pada tingkat normal. Semua elemen regulator dari neuron ini
juga normal, termasuk penggunaan enzim monoamine oksidase (MAO), yang
menghancurkan NE, dan pompa reuptake NE yang memutus aksi NE, dan
reseptor NE yang bereaksi terhadap pelepasan NE.

Gambar 2.2 Berdasarkan hipotesis Monoamin pada kasus depresi,


neurotransmitter dalam keadaan menurun yang menyebabkan defisiensi
neurotransmitter.

xix
Gambar 2.3 MAOI bertindak sebagai antidepressant karena memblok enzim
MAO dari kerusakan neurotransmitter monoamine sehingga membuat
neurotransmitter tersebut berakumulasi. akumulasi ini mengembalikan defisienssi
neurotransmitter secara teoritis dan berdasarkan hipotesis monoamine yang
mengurangi depresi dengan mengembalikan neuron monoamine pada keadaan
normal.

Gambar 2.4 Antidepressan Trisiklik bekerja dengan cara menghambat pompa


reuptake neurotransmitter, yang kemudian menyebabkan neurotransmitter
berakumulasi. Akumulasi ini berdasarkan hypothesis monoamine membalikkan
defisiensi neurotransmitter sebelumnya dan mengurangi depresi dengan
mengembalikan neuron monoamine pada keadaan yang normal.

xx
2.5.2 NEURON MONOAMINERGIK6

Gambar 2.5 Produksi Norepinefrin

Pada gambar 2.5 memperlihatkan bagaimana neurotransmitter norepinefrin


diproduksi pada neuron noradrenergic. Proses ini dimulai dengan prekurssor asam
amino NE yaitu tyrosin yang ditransport ke system saraf dari pembuluh darah
melalui pompa transport aktif (Tyrosin Transporter). Pompa transport aktif
tyrosin ini terpisah dari pompa transport aktif NE itu sendiri. Sekali memompa
kedalam neuron tyrosin langsung siproses oleh tiga enzim secara beruntun. Yang
pertama Tyrosin Hidroksilase (TOH) adalah enzim pembatas laju dan enzim
terpenting pada regulasi sintesis NE. TOH merubah asam amino tyrosin menjadi
dopa. Lalu enzim yang kedua bernama Dopa Decarboksilase (DDC) yang
kemudian mengubah dopa menjadi dopamine. Dan yang terakhir adalah enzim
Dopamin Beta Hidroksilase (DBH) yang mengubah dopamine menjadi
norepinnefrin. Norepinefrin kemudian diubah dan disimpan kedalam vesikel
sampai dikeluarkan oleh impuls saraf.

xxi
Gambar 2.6 Penghancuran Norepinefrin
Norepinefrin juga bisa dihancurkan oleh enzim pada neuron NE. Enzim
penghancur utama adalah MAO dan Cahtechol O-methyl Transferase (COMT).
Aksi NE dapat diputus tidak hanya oleh enzim yang merusak NE etapi juga oleh
pompa transport untuk NE yang bernama Norefinefrin transporter, yang
mencegah NE dari aksi pada sinaps tanpa merusaknya. Pompa transport ini
terpisah dari pompa transport tyrosin yang digunakan dalam membawa tyrosin ke
neuron NE untuk sintesis NE. Pompa transport yang memutus aksi sinaptik dari
NE disebut NE transporter dan kadang-kadang disebut sebagai NE Reuptake
Pump. Terdapat perbedaan molecular diantara transporter neuron NE, Dopamine
dan Serotonin, perbedaan-bedaan ini dapat di eksploitasi oleh obat sehingga
transport salah satu monoamine dapat diblok secara independen terhadap yang
lain. NE transporter adalah bagian dari komponen mekanisme presinaptik yang
mana berfungsi sebagai pembersih yang menyapu NE keluar dari sinaps dan
reseptor sinaps dan mengehentikan aksi sinaptik. Ketika telah masuk kedalam
nervus terminal presinaptik, NE dapat disimpan kembali untuk penggunaan
selanjutnya ketika terdapat impuls nervus yang lain atau NE tersebut dapat dirusak
oleh enzim.

xxii
Gambar 2.7 Reseptor Norepinefrin
Neuron noradrenergic diregulasi oleh reseptor NE yang beragam. Pada gambar
2.7 adalah gambar transporter NE dan beberapa reseptor NE termasuk presinaptik
alfa-2 autoreseptor, post sinaptik alfa-1 dan alfa-2 dan Beta adrenergic reseptor.
Presinaptik alfa-2 reseptor penting karena merupakan autoreseptor. Yang mana
ketika presinaptik alfa-2 reseptor mengenali sinaptik NE, ia akan berubah dan
melepaskan NE, lalu presinaptik alfa-2 terminal autoreseptor bekerja untuk
memperlambat neuron NE. Stimulasi pada reseptor ini menghentikan neuron dari
kerusakan. Hal ini terjadi secara fisiologis untuk mencegah pengeluaran NE
neuron secara berlebihan karena dapat merusak neuron NE itu sendiri ketika laju
pengeluaran terlalu tinggi dan autoreseptor menjadi terstimulasi. Post sinaptik NE
reseptor secara umum bekerja untuk mengenali ketika NE dilepaskan dari neuron
presinaptik dan bereaksi dengan menyiapkan kaskade molecular pada neuron
postsinaptik sehingga menyebabkan neurotransmitter melewati presinaps ke
postsinaps neuron.

xxiii
Gambar 2.8 Norepinefrin Pathway
Kebanyakan badan sel dari neuron noradrenergic diotak terletak di batang otak
pada sebuah tempat yang bernama Locus Coeruleus. Ini adalah pusat bagi
hamper seluruh jalu noradrenergic yang penting yang memediasi perilaku dan
fungsi lain seperti kognisi, mood, emosi dan pergerakan. Malfungsi dari Locus
Coeruleus di perkirakan menjadi penyebab gangguan pada mood dan kognisi
seperti depresi, cemas dan gangguan atensi dan proses pengolahan informasi.

Gambar 2.9 Gangguan Norepinefrin Pathway 1

Beberapa proyeksi noradrenergic dari Locus Coeruleus dianggap berperan pada


aksi regulasi norepinerfrin pada mood. Reseptor beta-1 presinaptik mungkin
penting dalam transduksi sinyal noradrenergic yang meregulasi mood di target
postsinaptik.

xxiv
Gambar 2.10 Gangguan Norepinefrin Pathway 2
Proyeksi lain noradrenergic dari Locus Coeruleus ke korteks frontal dianggap
memediasi efek norepinefrin pada atensi, konsentrasi dan fungsi kognitif lain
seperti kerja memori dan kecepatan proses informasi. Alfa-2 postsinaptik reseptor
penting dalam tranduksi sinyal postsinaptik yang meregulasi atensi pada neuron
target postsinaptik.

Gambar 2.11 Gangguan Norepinefrin Pathway 3


Proyeksi noredrenergik dari Locus Coeruleus mungkin memediasi emosi, energy,
kelelahan dan agitasi psikomotor atau retardasi psikomotor.

xxv
Gambar 2.12 Gangguan Norepinefrin Pathway 4
Proyeksi noradrenergic dari Locus Coeruleus ke Cerebellum mungkin memediasi
pergerakan motoric khususnya tremor.

Gambar 2.13 Gangguan Norepinefrin Pathway 5


Norepinefrin di batang otak pada pusat kardiovaskular mengontrol tekanan darah.

Gambar 2.14 Gangguan Norepinefrin Pathway 6


Inervasi noradrenergic dari jantung melalui saraf simpatis yang berjalan dari
medulla spinalis meregulassi fungsi kardiovaskular termasuk detak jantung
melalui beta-1 reseptor.

xxvi
Gambar 2.15 Gangguan Norepinefrin Pathway 7
Inervasi noredrenergik pada traktur urinarius melalui neuron simpatis dari
medulla spinalis meregulasi pengosongan vesica urinaria melalui alfa-1 reseptor.

Gambar 2.16 Produksi Dopamin


Dopamine diproduksi pada neuron dopaminergic dari prekursor tyrosin yang
ditransport kedalam neuron melalui pompa transport aktif yang disebut tyrosin
transporter yang kemudian diubah menjadi DA melalui 2 dari 3 enzim yang juga
sama-sama mensisntesis norepinefrin. Enzim-enzim yang mensintesis DA adalah
tyrosin hidroksilase yang memproduksi dopa dan Dopa Decarboksilase (DDC)
yang memproduksi dopamine.

xxvii
Gambar 2.17 Penghancuran Dopamin
Dopamine dihancurkan oleh enzim yang sama dengan yang merusak norepinefrin
seperti Monoamine Oksidase (MAO) dan Cahtechol O-methyl Transferase
(COMT). Neuron DA mempunyai transporter presinaptik atau pompa reuptake
yang unik terhadap neuron dopamine namun bekerja dengan cara yang sama
seperti transporter NE.

Gambar 2.18 Reseptor Dopamin

xxviii
Reseptor dopamin meregulasi neurotransmisi dopaminergic. Keberadaan reseptor
dopamine yang berlebihan termasuk setidaknya 5 subtipe farmakologis dan masih
banyak lagi molekul isoform. Namun reseptor dopamine yang paling sering
diteliti adalah Dopamine-2 reseptor, yang mana reseptor ini distimulasi oleh
agonis dopaminergic dalam tatalaksana penyakit Parkinson dan dihambat oleh
neuroleptic antagonis dopamine dan antipsikotik atipikal pada tatalaksana
Skizophrenia.

Gambar 2.19 Produksi Serotonin


Serotonin atau 5HT diproduksi dari enzim yang mengubah precursor asam amino
tryptophan yang ditranspor kedalam neuron serotonin. Pompa transport
tryptophan berbeda dari transporter serotonin. Ketika tryptophan telah ditransport
kedalam reseptor serotonin, trypthophan diubah menjadi 5HTP oleh enzim
tryphophan hidroksilase (TryOH) yang lalu diubah menjadi 5HT oleh enzim
aromatic asam amino dekarboksilase (AAADC). Serotonin disimpan didalam
vesikel sinaptik dan tetap berada disitu sampai ada impuls neuronal.

xxix
Gambar 2.20 Penghancuran Serotonin
Serotonin dirombak oleh enzim mono amin oksidase dan diubah menjadi zat
metabolit inaktif. Neuron 5HT mempunyai pompa transport presinaptik selektif
untuk serotonin yang disebut serotonin transporter dan analog dengan
norepinefrinn transporter di neuron NE dan transporter dopamine di neuron
dopamine.

Gambar 2.21 Reseptor Serotonin

xxx
Subtipe reseptor neuronserotonergik terbagi menjadi varian yang cukup banyak
dengan setidaknya 4 kategori mayor dari reseptor 5HT yang setiap subtipeenya
dibagii lagi berdasarkan farmakologikal dan molekularnya. Seperti pada
transporter serotonin terdapat kunci pada reseptor serotonin presinaptik dan kunci
reseptor presinaptik lainnya yaitu alfa-2 noradrenergik hetero reseptor. System ini
memungkinkan serotonin yang terlepas dikontrol tidak hanya oleh serotonin tetapi
juga oleh norepinefrin bahkan namun neuron serotonin tidak dengan sendirinya
melepas norepinefrin. Beberapa reseptor serotonin postsinaptik seperti 5HT1A,
5HT1D, 5HT2A, 5HT2C, 5HT3, 5HT4, dan masih banyak lainnya juga
ditemukan seperti itu. Mereka menyampaikan pesan dari neuron serotonergic
presinaps ke target sel secara post sinaps.

Gambar 2.22 Serotonin Pathway


Pusat dari badan sel neuron serotonergic terdapat pada batang otak pada area
yang disebut dengan Nucleus Raphe.

xxxi
Gambar 2.23 Gangguan Serotonin Pathway 1
Proyeksi serotonergic dari Raphe ke korteks frontal penting untuk regulasi mood.

Gambar 2.24 Gangguan Serotonin Pathway 2


Proyeksi serotonergic dari Raphe ke Ganglia Basalis mungkin membantu
mengontrol pergerakan sama seperti obsesi dan kompulsi.

Gambar 2.25 Gangguan Serotonin Pathway 3


Proyeksi serotonergic dari Raphe ke area limbic mungkin terlibat pada anxietas
dann panic.

xxxii
Gambar 2.26 Gangguan Serotonin Pathway 4
Proyeksi serotonergic ke hypothalamus meregulasi nafsu makan dan kebiasaan
makan.

Gambar 2.27 Gangguan Serotonin Pathway 5


Neuron serotonergic ke pusat tidur di batang otak mereguasi tidur khusunya tidur
gelombang pendek.

Gambar 2.28 Gangguan Serotonin Pathway 6


Penurunan neuron serotonergic pada medulla spinalis berperan pada refleks spinal
yang menjadi bagian respon seksual seperti orgasme dan ejakulasi.

xxxiii
Gambar 2.29 Gangguan Serotonin Pathway 7
Kemoreseptor trigger zone pada batang otak dapat memediasi muntah khusunya
melalui 5HT3 reseptor.

Gambar 2.30 Gangguan Serotonin Pathway 8


Reseptor 5HT3 dan 5HT4 perifer di usus mungkin meregulasi nafsu makan sama
seperti fungsi gastrointestinal lain seperti motilitas GI Track.

xxxiv
2.7 Klasifikasi & Diagnosis7
Klasifikasi depresi menurut PPDGJ7
Episode depresif
 Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat)
o Afek depresif
o Kehilangan minat dan kegembiraan
o Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja ) dan menurunnya
aktivitas
 Gejala lainnya
o Konsentrasi dan perhatian berkurang
o Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
o Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
o Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
o Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
o Tidur terganggu
o Nafsu makan berkurang
 Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan
masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan
tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa
beratnya dan berlangsung cepat
 Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0) sedang (F32.1) dan
berat (F32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang
pertama). Episode depresif berikutnaya harus diklasifikan dibawah salah
satu diagnosis gangguan depresif berulang (F 33.0)

1. Episode depresif ringan

Kriteria diagnosis
 Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti
tersebut diatas
 Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
 Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya
 Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu
 Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang
biasa dilakukannya

Karakter kelima F32.00  tanpa gejala somatik

xxxv
F32.01 dengan gejala somatik
2. Episode depresif sedang

Kriteria diagnostik
 Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari gejala utama depresi seperti pada
episode depresi ringan F30.0)
 Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya
 Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu
 Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan dan urusan rumah tangga
 Karakter kelima F32.1 tanpa gejala somatik F32.11 dengan gejala
somatic

3. Episode depresif berat tanpa gejala psikotik

Kriteria diagnostik
 Semua 3 gejala utama depresi harus ada
 Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa
diantarnaya harus berintensitas berat
 Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor)
yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu
untuk melaporkan banyak gejala nya secara rinci, dalam hal demikian,
penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih
dapat dibenarkan
 Episode depresif biasanya akan harus berlangsung sekurang-
kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset
sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis
dalam kurun waktu kurang dari dua minggu
 Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan
sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang
sangat terbatas.

4. Episode depresif Berat dengan gejala psikotik

Kriteria diagnostik
 Episode depresi berat yang memenuhi kriteri menurut F32.2 tersebut
diatas
 Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya
melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang

xxxvi
mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi
auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau
menuduh atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor
yang berat dapat menuju pada stupor
 Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi
atau tidak serasi dengan afek (mood congruent)
F 32.8  episode depresif lainnya
F 32.9  episode depresif YTT

5. Gangguan depresif berulang

Kriteria diagnostik
 Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari :
o Episode depresi ringan (F32.0)
o Episode depresi sedang (F32.1)
o Episode depresi berat (F32.2 dan F32.3)
o Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan akan tetapi
frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar.
 Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dan peninggian afek dan
hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2)
 Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode namun sebagian
kecil pasien mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap, terutama
pada usia lanjut
 Episode masing-masing dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali
dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh stres atau trauma mental
(adanya stres tidak esensial untuk penegakkan diagnosis)
 Diagnosis banding  episode depresif singkat berulang (F38.1)

6. Gangguan depresif berulang episode kini ringan

Kriteria diagnostik
 Untuk diagnosis pasti
o Kriteria untuk gangguan depresif berulang harus dipenuhi dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan dan
o Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing
selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa
gangguan afektif yang bermakna
o karakter kelima F33.00 tanpa gejala somatik
F33.01 dengan gejala somatic

xxxvii
7. gangguan depresif berulang, episode kini sedang

Kriteria diagnostik
 Untuk diagnostik pasti
o Kriteria untuk gangguan depresif berulang harus dipenuhi dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif sedang dan
o Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing
selama minimal 2 minggu dengan selang waktu beberapa bulan tanpa
gangguan afektif yang bermakna
Karakter kelima F33.10 tanpa gejala somatik; F33.11 dengan
gejala somatik

8. gangguan depresif berulang, episode kini berat tanpa gejala psikotik

Kriteria diagnostik
 Kriteria gangguan depresif berulang harus dipenuhi dan episode sekarang
harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa gejala psikotik
 Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan sela waktu beberap bulan tanpa gangguan
afektif yang bermakna

9. gangguan depresif berulang episode kini berat dengan gejala psikotik.

Kriteria diagnostik:
 Kriteria untuk gangguan depresif berulang harus dipenuhi dan episode
sekarang haryus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan
gejala psikotik dan
 Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan
afektif yang bermakna

10. gangguan depresif berulang, kini dalam remisi

Kriteria diagnostik:
 Kriteria untuk gangguan depresif berulang harus pernah dipenuhi di masa
lampau, tetapi keadaan sekarang harusnya tidak memenuhi kriteria untuk
episode depresif dengan derajat keparahan apapun atau gangguan lain
apapun dalam F30-39 dan

xxxviii
 Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan
afektif yang bermakna

F33.8 gangguan depresif berulang lainnya


F33.9 gangguan depresif berulang YTT

KLASIFIKASI DEPRESI MENURUT DSM IV-TR8


DSM-IV-TR mengklasifikasikan gangguan depresi menjadi Gangguan
Depresif Mayor (MDD), Gangguan Distimik dan Gangguan Depresif Mayor yang
Tidak Tergolongkan (YTT).

Gangguan Depresif Mayor


MDD memiliki karakteristik dengan adanya satu atau lebih episode
depresi mayor kriteria diagnosis menunjukkan beberapa gejala yang harus ada
pada waktu yang sering, sekurang-kurangnya dalam 2 minggu, walaupun
durasinya terkadang lebih lama dari waktu yang terlihat. Gejala yang muncul juga
harus memperlihatkan perubahan fungsi yang signifikan.
MDD dapat ditemukan sebagai penyakit yang baru pertama kali diderita
atau saat kambuh, setidaknya sudah pernah mengalami 2 kali episode depresi
mayor dengan jarak penyembuhan paling tidak 2 bulan. MDD juga dapat juga
memiliki beberapa sub tipe yang memiliki perbedaan pada beberapa spesifikasi
dan derajat keparahan, hal ini dapat digunakan untuk membedakan setiap jenis
depresi yang berimplikasi pada pengenalan (gejala-gejala tertentu atau pola
penyakitnya), prognosis dan pemilihan terapi.

Kriteria diagnostik DSM-IV-TR untuk Gangguan Depresif Mayor Episode


Tunggal :
A. Adanya suatu episode depresi mayor tunggal
a. Terdapat lima atau lebih simtom yang ada selama periode 2 minggu dan
terlihat adanya perubahan dari fungsi sebelumnya paling sedikit satu
simtom lainnya, (1) mood depresif, (2) hilangnya minat dan rasa nyaman.

xxxix
Catatan: Jangan memasukkan gejala-gejala yang jelas-jelas karena suatu
kondisi medis umum, atau waham atau halusinasi yang tidak sejalan
dengan mood.
1. Mood depresif hampir sepanjang hari, seperti yang ditunjukkan baik
oleh laporan subjektif maupun pengamatan yang dilakukan oleh orang
lain (misalnya tampak sedih atau menangis). Catatan: Pada anak-anak
dan remaja, dapat berupa mood yang iritabel
2. Hilangnya minat atau kesenangan secara jelas dalam semua atau
hampir semua aktivitas sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti
yang ditunjukkan baik oleh keterangan subjektif maupun pengamatan
yang dilakukan oleh orang lain).
3. Penurunan berat badan yang bermakna ketika tidak sedang melakukan
diet atau penambahan berat badan (misalnya perubahan berat badan
lebih dari 50% dalam satu bulan) atau penurunan atau peningkatan
nafsu makan hampir setiap hari. Catatan: Pada anak – anak ,
pertimbangkan kegagalan mencapai pertambahan berat badan yang
diharapkan.
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (teramati oleh
orang lain, tidak semata-mata perasaan subjektif dari kegelisahan atau
menjadi lamban).
6. Kelelahan atau hilangnya energi hampir setiap hari.
7. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau
tidak sesuai (yang mungkin bersifat waham) hampir setiap hari (tidak
semata-mata mencela diri sendiri atau perasaan bersalah karena sakit).
8. Hilangnya kemampuan untuk berpikir atau memusatkan perhatian,
atau tidak dapat mengambil keputusan, hampir setiap hari (baik oleh
keterangan subkjetif maupun yang teramati oleh orang lain).
9. Pikiran tentang kematian yang berulang (bukan hanya rasa takut akan
kematian), ide bunuh diri yang berulang tanpa suatu rencana spesifik,

xl
atau suatu usaha bunuh diri atau rencana khusus untuk melakukan
bunuh diri.
b. Gejala-gejala tidak memenuhi kriteria untuk episode campuran.
c. Gejala-gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
hendaya dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.
d. Gejala-gejala bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat
(misalnya obat yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi
medis umum (misalnya hipotiroidisme).
e. Gejala tidak lebih baik diterangkan oleh dukacita, yaitu setelah kehilangan
orang yang dicintai, gejala-gejalanya menetap lebih dari 2 bulan atau
ditandai oleh hendaya fungsional yang jelas, preokupasi morbid dengan
rasa tidak berharga, ide bunuh diri, gejala psikotik atau retardasi
psikomotor.
B. Episode depresif mayor tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan
skizofreniform, gangguan waham atau gangguan psikotik yang tak
tergolongkan
C. Tidak pernah terdapat suatu episode manik, episode campuran atau episode
hipomanik. Catatan : penyingkiran ini tidak berlaku jika semua episode mirip
manik, mirip campuran atau mirip hipomanik adalah diinduksi oleh zat atau
pengobatan atau oleh efek fisiologis langsung dari suatu kondisi medis umum.
Jika kriteria lengkap memenuhi suatu Episode Depresif Mayor, tentukan status
klinis dan atau gambaran sekarang :
 Ringan, sedang, berat tanpa ciri psikotik, berat dengan ciri psikotik
 Kronis
 Dengan ciri katatonik
 Dengan ciri melankolik
 Dengan ciri atipikal
 Dengan onset postpartum

xli
Jika kriteria lengkap tidak memenuhi suatu Episode Depresif Mayor, tentukan
status klinis dari Gangguan Depresif Mayor sekarang atau gambaran dari
episode paling akhir
 Dalam partial Remission,
 Full remission
 Kronis
 Dengan ciri katatonik
 Dengan ciri melankolik
 Dengan ciri atipikal
 Dengan onset postpartum

Kriteria diagnostik DSM-IV-TR untuk Gangguan Depresif Mayor Episode


Berulang :
A. Adanya dua atau lebih episode depresif mayor
Catatan : Untuk dipertimbangkan sebagai episode terpisah, harus didapatkan
jarak waktu setidaknya dua bulan berturut yang tidak memenuhi kriteria MDD
(Major Depressive Disorder)
B. Episode depresif mayor tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan
skizofreniform, gangguan waham atau gangguan psikotik yang tak
tergolongkan
C. Tidak pernah terdapat suatu episode manik, episode campuran atau episode
hipomanik. Catatan : penyingkiran ini tidak berlaku jika semua episode mirip
manik, mirip campuran atau mirip hipomanik adalah diinduksi oleh zat atau
pengobatan atau oleh efek fisiologis langsung dari suatu kondisi medis umum.
Jika kriteria lengkap memenuhi suatu Episode Depresif Mayor, tentukan status
klinis dan atau gambaran sekarang :
 Ringan, sedang, berat tanpa ciri psikotik, berat dengan ciri psikotik
 Kronis
 Dengan ciri katatonik

xlii
 Dengan ciri melankolik
 Dengan ciri atipikal
 Dengan onset postpartum
Jika kriteria lengkap tidak memenuhi suatu Episode Depresif Mayor, tentukan
status klinis dari Gangguan Depresif Mayor sekarang atau gambaran dari
episode paling akhir
 Dalam partial remission
 Full remission
 Kronis
 Dengan ciri katatonik
 Dengan ciri melankolik
 Dengan ciri atipikal
 Dengan onset postpartum
Menentukan :
 Ketentuan rangkaian longitudinal
 Dengan pola musiman

Kriteria penentu tingkat keparahan/psikotik/remisi dari Episode Depresi


Mayor:
1. Ringan : Adanya beberapa gejala diagnostik yang menyebabkan
hambatan minor pada fungsi okupasional, aktifitas sosial atau hubungan
dengan sesama.
2. Sedang : Gejala dan hambatan yang ada berada diantara ”ringan”
dan ”berat”.
3. Berat tanpa gambaran psikotik : Adanya sejumlah gejala diagnostik
(lebih dari ringan dan sedang) dimana nyata menggangu fungsi
okupasional, aktifitas2 sosial atau hubungan dengan sesama.
4. Berat dengan gambaran psikotik : Terdapat waham atau halusinasi, jika
memungkinkan tentukan:

xliii
 gambaran psikotik sesuai mood: Waham dan halusinasi yang menetap
bertema khas depresi tentang ketidakmampuan, rasa bersalah, penyakit,
kematian, nihilistik atu berhak menerima hukuman.
 gambaran psikotik tidak sesuai mood:  Adanya waham persekutorik, sisip
pikir, siar pikir, atau dikendalikan.
5. Dalam remisi parsial : kriteria penuh Episode Depresi Mayor tidak
terpenuhi atau adanya periode tanpa gejala khas sedikitnya 2 bulan
sesudah Episode Depresi Mayor terakhir (jika bertumpang tindih dengan
gangguan Distimia maka diagnosis ini yang ditegakan saat kriteria penuh
Episode Depresi Mayor tidak terpenuhi).
6. Dalam remisi penuh : tidak ada gejala dan tanda bermakna Episode
Depresi Mayor dalam 2 bulan terakhir.
7. YTT
Kriteria penentu gambaran Katatonik
Dapat dipakai utk Episode Depresi Mayor, Mania atau Campuran, Gangguan
Bipolar I, Gangguan Bipolar II yg berlangsung. Gambaran klinis didominasi
setidaknya oleh 2 hal berikut:
1. Imobilitas motorik seperti catalepsy ( termasuk flexibilitas cerea) atau stupor.
2. Aktifitas motorik berlebihan (yang tidak bertujuan dan tidak dipengaruhi
stimulus eksternal).
3. Negativisme berat (resistensi tak bermotif pada semua perintah atau
mempertahankan postur kaku pada tiap usaha untuk menggerakannya) atau
mutisme.
4. Keanehan gerakan volunter dengan membuat postur (asumsi spontan dari
postur tidak sesuai atau janggal), gerakan stereotipik, manerisma atau
menyeringai yang nyata.
5. Adanya echolalia atau echopraxia.

Kriteria penentu gambaran Melankolis


Dapat dipakai utk episode Depresi Mayor kini atau episode Depresi Mayor yg
berlangsung dlm ggn Bipolar I dan ggn Bipolar II.

xliv
Salah satu dibawah ini terjadi selama periode terparah episode kini:
1. Tiada kesenangan pada hampir atau semua aktifitas.
2. Kehilangan reaksi pada stimulus yang biasanya menyenangkan (tidak merasa
lebih baik meskipun sebentar ketika terjadi sesuatu yang bagus).
Adanya 3 atau lebih hal berikut ini:
1. Kualitas mood depresi yang berbeda (mis. Mood depresi yag dialami berbeda
dengan ketika meninggalnya seseorang yang dicintai).
2. Depresi reguler terjadi pada pagi hari.
3. Bangun pagi lebih dini, sekurang kurangnya 2 jam lebih awal dari biasanya.
4. Adanya retardasi atau agitasi psikomotor yang nyata.
5. Adanya anorexia atau penurunan berat badan yang bermakna.
6. Rasa bersalah berlebihan atau tidak sesuai.

Gangguan Distimik
Distimia adalah penyakit kronis, gangguan mood tingkat rendah selama kriteria
pada episode depresi mayor tidak ditemukan. Gejala-gejala distimia berkembang
perlahan, seringkali tidak dikenali oleh pasien, dan menetap untuk waktu
minimum 2 tahun (median 5 tahun). Individu dengan distimia sering berkembang
menjadi episode depresi mayor (dalam bentuk “depresi ganda”), dimana hal ini
yang akan membuat mereka pergi untuk berobat

Kriteria diagnostik DSM-IV-TR untuk Gangguan Distimik


A. Mood depresi hampir sepanjang hari, untuk beberapa hari, diindikasikan baik
diceritakan secara subjektif atau dilihat oleh orang lain, paling tidak selama 2
tahun.
Catatan : Pada anak dan remaja, mood sangat irritabel dan durasinya
minimal 1 tahun
B. Kondisi saat depresi, dua atau lebih :
1. Nafsu makan yang buruk atau berlebihan
2. Insomnia atau hipersomnia
3. Lesu atau kelelahan

xlv
4. Kepercayaan diri yang rendah
5. Sulit berkonsentrasi atau kesulitan dalam membuat suatu keputusan
6. Putus asa
C. Selama 2 tahun (1 tahun untuk anak dan dewasa muda) saat terdapat
gangguan, tidak pernah tanpa gejala-gejala pada kriteria A dan B, lebih dari 2
bulan pada satu waktu
D. Tidak terdapat episode depresi mayor selama 2 tahun awal gangguan (1 tahun
untuk anak dan dewasa muda), gangguan ini lebih baik tidak dianggap
sebagai gangguan depresi mayor kronik atau gangguan depresi mayor yang
sembuh sebagian
E. Tidak pernah ada episode mania, episode campuran, atau hipomania, dan
tidak termasuk dalam gangguan siklotimik
F. Gangguan tidak terjadi saat terdapat gangguan psikotik kronis, seperti
skizofrenia atau gangguan waham
G. Gejala bukan karena efek fisiologis dari suatu zat (penyalahgunaan obat-
obatan terlarang, obat) atau kondisi medis umum (hipotiroid)
H. Gejala menunjukkan dengan jelas distress dan gangguan pada kehidupan
sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
Tentukan
Onset dini : Jika onset sebelum usia 21 tahun
Onset Lambat : Jika onset setelah usia 21 tahun
Tentukan (bagi hampir semua gangguan distimik 2 tahun terakhir)
Dengan ciri atipikal

Diagnosis Banding

1) Mayor Depressive Disorder


2) Gangguan Skizoafektif
3) Gangguan mood akibat kondisi medis umum
4) Gangguan mood akibat induksi zat

Gangguan Mood Yang Tidak Tergolongkan (YTT)

xlvi
Depresi yang tidak dapat dispesifikasikan adalah depresi yang memiliki gejala
yang tidak ditemui pada kriteria gangguan depresi utama. Beberapa kondisi
seperti depresi minor dan depresi kambuhan yang berlangsung tidak lama, masih
dalam penelitan untuk masuk dalam klasifikasi diagnosis dimasa yang akan
datang.
 Gangguan disforik premenstrual : pada kebanyakan siklus menstruasi yang
sudah berlangsung selama satu tahun, gejala biasanya terjadi pasa minggu
akhir fase lutheal dan membaik beberapa hari dari waktu menstruasi
 Gangguan depresi minor : episode terjadi selama 2 minggu dari gejala depresi
tetapi lebih sedikit dari 5 kategori untuk MDD
 Gangguan depresi singkat berulang : episode depresi yang berlangsung 2 hari
sampai 2 minggu, paling tidak satu kali dalam satu bulan dalam waktu 12
bulan dan tidak berhubungan dengan siklus menstruasi
 Gangguan depresi post psikotik skizofrenia : pada episode depresi mayor yang
terjadi saat fase skizofrenia residual
 Episode depresi mayor yang bertumpang tindih dengan gangguan waham,
gangguan psikotik yang tidak tergolongkan, atau fase aktif skizofrenia
 Keadaan dimana dokter sudah menyimpulkan adalah depresi yang terjadi
tetapi tidak secara primer karena suatu kondisi medis atau karena zat

xlvii
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, B. J., Sadock V. A. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry:


Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry 11th edition. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2015.
2. Tomb, David A. 2011. Buku Saku Psikiatri Ed 7. Jakarta: EGC
3. Cole S, Christensen J, Cole M, Feldman M. Mental & Behavior Disorder. In:
Behavioral Medicine in Primary Care. 2nd ed. New York: McGraw-Hill:
2003. p.187-189
4. Tomb David. Buku Saku Psikiatri. 6th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC: 2004. p. 47-56)
5. Brent D, Lisa P. Depressive Disoders (in Childhood and Adolescence). In:
Ebert M, Nurcombe B, Loosen P, Leckman J. Current Diagosis & Treatment
Psychiatry. 2 ed. New York: McGraw-Hill: 2008. p. 601-605
nd

6. Goldman Howard. Review of General Psychiatry. 5th ed. New York:


McGraw-Hill:2000. p. 275-279
7. Maslim, Rusdi, (2004). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III).
Jakarta: FK Jiwa Unika Atmajaya
8. DSM – IV. Diagnostic and Statistical. Manual of Mental Disorder. Fouth
Edition. Washington DC : American Psychiatric Association.

xlviii

Anda mungkin juga menyukai