Anda di halaman 1dari 23

CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

Manajemen Terapi
Hipertensi Urgensi dan
Hipertensi Emergensi

Oleh: Regina Tri Oktaviani (G1A220103)


Pembimbing: dr. Hasan Basri, Sp.PD-KGH, FINASIM
Pendahuluan
 Hipertensi merupakan penyebab utama kematian dan menjadi faktor risiko untuk jantung, otak, penyakit ginjal dan
vaskular. Di Indonesia, prevalensi hipertensi berdasarkan diagnosis dokter sebesar 8.4%.
 Krisis hipertensi merupakan salah satu kegawatan yang sering dijumpai di IGD, ditandai oleh tekanan darah yang
sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbul atau telah terjadi kelainan organ target.
 Klasifikasi krisis hipertensi: Darurat hipertensi (emergency hipertension) dan Hipertensi mendesak (urgency
hypertension)
 Dalam keadaan hipertensi emergensi, penatalaksanaan yang tepat dan segera dengan obat parenteral adalah wajib,
sedangkan pada hipertensi urgensi tekanan darah harus diturunkan dalam 24-48 jam dengan obat aktif oral.
TINJAUAN PUSTAKA
Krisis hipertensi
 Definisi
 Sindroma klinis yang ditandai oleh tekanan darah sangat tinggi, dengan kemungkinan akan timbul atau telah terjadi
kelainan organ target seperti jantung, otak, ginjal, mata (retina), dan arteri perifer.
 Hipertensi emergensi: berkaitan dengan kerusakan target organ.
 Manifestasi klinisnya ↑ tekanan darah mendadak dengan adanya/berlangsungnya kerusakan target organ yang bersifat
progresif (perubahan status neurologis, hipertensif ensefalopati, infark serebri, perdarahan intrakranial, iskemi miokard
atau infark, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi aorta, insufusiensi renal, atau eklamsia)
 Hipertensi urgensi: peningkatan tekanan darah yang berat pada kondisi klinis stabil tanpa adanya perubahan akut atau
ancaman kerusakan organ target atau disfungsi organ.
Epidemiologi

Prevalensi hipertensi di negara berkembang meningkat pesat,


peningkatan ini disebabkan oleh penuaan populasi.
8,4%
36,9% 31,3%

Pada pasien gawat darurat, 1-6% akan datang dengan hipertensi


berat (> 180/120 mm Hg), sepertiga hingga setengahnya akan
mengalami kerusakan organ target.
Etiologi
Penyebab Umum:
 Ketidakpatuhan Pengobatan
 Penghentian obat antihipertensi
 Penyakit parenkim ginjal
 Reno vascular disease
 Obat-obatan (seperti kokain, PCP)
 Collagen Vascular Diseases
 Cushing disease
 Feokromositoma
 Preeklamsia dan eklamsia
 Keadaan pasca operasi
Klasifikasi
 Hipertensi darurat (emergency hypertension)
Tekanan darah yang sangat tinggi (hipertensi berat; biasanya tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg, tekanan darah diastolik ≥
110 mmHg) yang disertai penyulit akut pada organ target seperti cardiac, serebral dan renal, yang membutuhkan penurunan
tekanan darah secepatnya, biasanya dalam hitungan jam, yang dapat dicapai dengan pemberian anti-hipertensi secara parenteral
di intensive care unit (ICU).
 
 Hipertensi Urgensi (urgency hypertension)
Tekanan darah yang sangat tinggi, tetapi tidak disertai kelainan/ kerusakan organ target yang progresif, penurunan
tekanan darah dapat diturunkan dalam 24-48 jam, dengan pemberian anti-hipertensi secara oral. Hipertensi urgensi dapat
memburuk menjadi hipertensi emergensi bila tidak diobati dengan segera.
Patofisiologi
Mekanisme awal yang memicu keadaan
krisis hipertensi melibatkan penyebab yang
multifaktorial yaitu cedera endotel,
ketidakseimbangan neurohormonal, dan
disfungsi autoregulasi
Manifestasi klinis
 Tanda dan gejala hipertensi urgensi:  Tanda dan gejala hipertensi emergensi:

 Sakit kepala 22%  Nyeri dada 27%


 Dispnea 22%
 Epistaksis 17%
 Defisit neurologis 21%
 Pingsan 10%
 Akhir kerusakan organ
 Agitasi psikomotor 10%
a. Infark serebral 24%
 Nyeri dada 9% b. Edema paru akut 22%
 Dispnea 9% c. Ensefalopati hipertensi 16%
 Gejala yang kurang umum adalah aritmia dan d. Gagal jantung kongestif 12%

parestesia. e. Heamorrhage intrakranial, diseksi aorta akut, MI akut, cedera ginjal


akut, dan eklamsia (jarang)
Alur diagnosis
Anamnesis
 Berapa lama atau sejak kapan diketahui menderita hipertensi
 Apakah pernah didiagnosis menderita hipertensi sekunder
 Tekanan darah tertinggi
 Menentukan adakah kerusakan organ target yang telah lama terjadi disertai penyakit penyerta
 Keluhan yang berkaitan dengan gangguan kardiovaskular, neurologi, dan renal seperti sakit kepala, kejang, sakit dada,
sesak dan edema
 Obat-obatan yang pernah atau masih dikonsumsi (antihipertensi atau obat lain)
 Obat-obatan yang dimakan teratur atau tidak pernah berobat
 Dosis obat yang dimakan, cara diminum, atau pernah menghentikan obat tanpa anjuran dokter
 Riwayat penyakit komorbid, penyakit kardiovaskular, ginjal dan serebrovaskular.
Alur diagnosis
Pemeriksaan fisik
 Mengukur tekanan darah dua kali dalam posisi tidur dan duduk
 Pemeriksaan nadi brakhial, femoral, dan carotid
 Pemeriksaan kardiovaskular: mendengar murmur dari aorta insufisiensi pada aorta disekans, atau regurgitasi akibat
iskemia. Bunyi jantung gallop atau rongki di paru-paru menunjukkan gagal jantung kiri disertai edema paru
 Pemeriksaan neurologi: tanda-tanda fokal dari stroke iskemik atau stroke perdarahan, menentukan status kesadaran
 Pemeriksaan abdomen: mendeteksi perbesaran ginjal dan bising arteri renalis
 Pemeriksaan funduskopi: mendeteksi perdarahan, eksudasi dan/atau edema papil
Alur diagnosis
Pemeriksaan penunjang
 Urinalisis: mendeteksi adanya albuminuria, hematuria, dan sel silinder
 Pemeriksaan kimia darah: tes fungsi ginjal, gula darah, dan elektrolit.
 Pemeriksaan elektrokardiografi: mendeteksi adanya penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri dan aritmia
 Pemeriksaan CT Scan kepala dilakukan bila ada kecurigaan stroke atau ensefalopati
 Foto thoraks: mendeteksi adanya edema paru
Tatalaksana
Hipertensi emergesi tekanan darah sistolik >180 mmHg atau tekanan darah diastolik >120 mmHg dengan adanya kerusakan
organ target akut.
Hipertensi urgensi tekanan darah >180 mmHg atau tekanan darah diastolik >120 mmHg pada orang yang stabil tanpa bukti
klinis atau laboratorium dari kerusakan organ target akut.

Ketika keadaan darurat hipertensi telah terdiagnosis segera mulai terapi obat antihipertensi. Sering sebelum hasil semua
penelitian laboratorium tersedia. Setelah pasien lebih stabil secara klinis, investigasi penyebab presentasi harus dilakukan.
Algoritme diagnosis dan manajemen krisis hipertensi

Sumber: Setiyohadi B, A Nasution S, Moda Arsana P. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam. Jakarta Pusat: Interna Publishing;
2019.
Tatalaksana
 Terapi Non-Farmakologis
 Diet rendah garam (Natrium Klorida (1.5-3.8 gram/hari)
 Diet DASH (konsumsi bahan makan tinggi buah dan sayuran (8-10 serving/hari), rendah lemak dan kolesterol
Tatalaksana
 Terapi Farmakologis
Tatalaksana
 Terapi Farmakologis
Tatalaksana
 Terapi Farmakologis
Penggunaan obat-obatan antihipertensi berdasarkan pada tipe kerusakan organ target.
Emergency condition Preffered Agent Comments
Drug of Choice Second line drugs
Neurologic
Hypertensive encephalopathy Nitroprusside Labetalol or nicardipine Avoid methyldopa and diazoxide

Subarachnoid Hemorrhage Nimodipine Labetalol or nicardipine  


CVA Labetalol Nitroprusside, enalaprilat Benefit from acute lowering of BP is
uncertain
Renal
Acute kidney injury Nicardipine Fenoldopam Avoid ꞵ-blocker, sodium nitroprusside

Cardiac
Aortic dissection ꞵ-blocker + nitroprusside Labetalol, trimethaphan Titrate BP to the lowest possible level
Avoid hydralazine, diazoxide

Pulmonary edema Nitrogycerin Nitroprusside ± ACE inhibitor  


Cardiac ischemia Nitroglycerin ± ꞵ-blocker Nitroprusside, labetalol BP should be reduced gradually.
Avoid hydralazine, diazoxide

Adrenergic crisis
Pheochromacytoma Cocaine Nitroprusside + ꞵ-blocker Phentolamine  
Eclampsia Methyldopa Hydralazine Avoid diuretics, sodium nitroprusside
Magnesium sulfate (do not use with calcium
channel blocker)
Sumber: Setiyohadi B, A Nasution S, Moda Arsana P. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam. Jakarta Pusat: Interna Publishing;
2019.
Tatalaksana
 Terapi Farmakologis
Obat hipertensi oral yang dipakai di Indonesia
Kesimpulan
 Krisis hipertensi  kegawatan yang sering dijumpai di IGD. Hipertensi emergensi (darurat), peningkatan tekanan
darah sistolik > 180 mmHg atau diastoik > 120 mmHg secara mendadak disertai kerusakan organ terget sedangkan
hipertensi urgensi (mendesak), yaitu peningkatan tekanan darah seperti pada hipertensi emergensi namun tanpa
disertai kerusakan organ target.
 Faktor penyebab hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi masih belum dipahami. Peningkatan tekanan darah yang
mendadak menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol yang berdampak pada kerusakan vaskular,
deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi.
Kesimpulan
 Manajenem penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi urgensi dengan pemberian obat-obatan oral aksi cepat
akan menurunkan tekanan darah dalam 24 jam awal.
 Terapi hipertensi emergensi disesuaikan tergantung pada kerusakan organ target. Managemen tekanan darah dilakukan
dengan obat-obatan parenteral secara tepat dan cepat. Pasien harus berada di dalam ruangan/ ICU agar monitoring
tekanan darah bisa dikontrol dengan pemantauan yang tepat.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai