Anda di halaman 1dari 4

 Chorea Latrogenik

Jenis chorea ini disebabkan karena penggunaan obat-obatan yang


pada umumnya obat yang digunakan untuk pasien sakit jiwa atau di sebut
obat antipsikosis seperti haloperidol dan fenotiazin.

Chorea dapat melibatkan seisi tubuh saja, sehingga disebut


hemikorea. Bila hemikorea bangkit secara keras sehingga seperti
membanting-bantingkan diri, maka istilahnya ialah hemibalismus.

E. Manifestasi Klinis

Diagnosis chorea ditegakkan berdasarkan gejala klinis :

o Gerak chorea melibatkan jari-jari dan tangan, diikuti secara gradual


oleh lengan dan menyebar ke muka dan lidah. Bicara menjadi
cadel. Bila otot faring terlibat dapat terjadi disfagia dan
kemungkinan pneumonia oleh aspirasi. Sensibilitas normal.
o Gerakan terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga dan akan berkurang
atau menghilang jika penderita tertidur, tetapi akan bertambah
buruk jika melakukan aktivitas atau mengalami tekanan emosional
o Pasien yang menderita chorea tidak sadar akan pergerakan yang
tidak normal, kelainan mungkin sulit dipisahkan. Pasien dapat
menekan chorea untuk sementara dan sering beberapa gerakan
tersama (Parakinesia) ketidak mampuan untuk mengendalikan
kontraksi voluntar (impersisten motorik) seperti terlihat selama tes
mengenggam manual atau mengeluarkan lidah, adalah gambaran
karakteristik dari chorea dan menghasilkan gerakan menjatuhkan
objek dan kelemahan. Peregangan refleks otot sering bersifat hung
up dan pendular. Pada beberapa pasien yang terkena gerakan
berjalan seperti menari dapat ditemukan.
Berdasarkan pada penyebab dasar chorea gejala motorik lain
termasuk disartria, disfagiam ketidakstabilan postural, ataksia,
distonia dan mioklunus
F. Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium

Untuk membedakan chorea primer dan sekunder :

1. Penyakit huntington; satu-satunya pemeriksaan


laboratorium untuk mengkonfirmasi penyakit ini
adalah dengan cara tes genetik. Kelainan ini terdapat
pada kromosom ke 4 yang ditandai dengan adanya
pengulangan abnormal dari trinucleotide CAG,
dimana panjang lengan menetukan lamanya
serangan.
2. Penyakit Wilson; rendahnya kadar seruloplasmin
dalam serum dan meningkatnya kadar tembaga
dalam serum pada pemeriksaan urin. Protenuria
ditemukan pada pasien yang mempunyai gangguan
ginjal, tetapi tidak semua pasien mengalami hal ini.
Pada pemeriksaan fungsi hati umumnya abnormal.
Kadar amoniak dalam serum mungkin meningkat.
Jika hasil diagnosa masih belum pasti maka biopsi
hati akan sangat membantu dalam mengkonfirmasi
diagnosa tersebut
3. Sydenham Chorea; chorea dapat terjadi setelah
infeksi streptokokus. Umumnya 1-6 bulan pasca
infeksi, kadang-kadang setelah 30 tahun. Oleh
karena itu, maka titer antibody antistreptokokus
tidak begitu dipresentasikan. Tanpa bukti adanya
infeksi streptokokus yang mendahului, maka
diagnosa chorea harus ditegakkan tanpa penyebab
lain.
4. Neuroachanthocytosis; diagnosa ditegakkan oleh
adanya gambaran acanthosit pada darah perifer.
Kadar kreatinin kinase serum mungkin meningkat.
Pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk
diferensial diagnosis dari pada chorea adalah:
o pemeriksaan kadar complement
o titer antinuclear antibody (ANA)
o titer antibody fosfolipid
o asam amino dalam serum dan urin
o tiroid stimulating hormone (TSH), thyroxine
(T4) dan parathyroid (PTH)

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Pasien dengan Hutington Disease dan Choreo acantocithosis menunjukan


adanya penurunan signal pada neostriatum, cauda dan putamen. Tidak ada
perbedaan penting pada penyakit ini. Penurunan signal neostriatal dihubungkan
dengan adanya peningkatan zat besi. Atrofi umum, seperti halnya atrofi lokal pada
neostriatum, pada sebagian cauda dengan adanya pelebaran pada bagian cornu
anterior menandakan adanya penurunan signal pada neostriatal.

Kebanyakan kasus sydenham korea tidak menunjukan adanya kelainan.


Akan tetapi, pada beberapa laporan studi ditemukan adanya perbedaan volume
pada cauda, putamen dan globus pallidus dimana pada sydenham korea lebih
besar di banding yang normal. Pasien dengan hemibalimus menunjukkan adanya
perubahan signal pada inti subthalmik kontra lateral dan sedikit pada striatum atau
nukleus thalamik.

MRI otak pada pasien korea senilis menunjukkan adanya penurunan


intensitas sinyal pada seluruh striatum (diakibatkan deposit besi) dan pada batas
caput caudatus dan putamen tetapi tidak ada atrofi pada sturktur tersebut.

Positron Emission Tomography (PET)


Uptake fluorodopa (F-dopa) normal atau sedikit berkurang pada pasien dengan
korea. Pada HD dan coreoacanthocytosis terjadi hipermetabolisme bilater pada
nucleus caudatus dan putamen.

Pada pasien chorea dan demensia terjadi menurunan metabolisme glukosa pada

Anda mungkin juga menyukai