Anda di halaman 1dari 6

Priapismus iskemik dan Non iskemik

Diagnosis dari priapismus bersifat self-evident pada pasien yang tidak ditangani. Evaluasi
daari priapismus berfokus terhadap mendiferensiasi bentuk dari priapismus iskemik dan
non iskemik. Setelah diferensiasi ini dibuat maka penanganan yang sesuai dapat
ditentukan dan diinisiasi. Evaluasi dari pasien dengan priapismus ada tiga komponen
yaitu : riwayat pasien, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang secara laboratorium
dan radiologis. Secara garis besar evaluasi diagnosis priapismus ditunjukkan pada tabel 1.

Mengerti tentang riwayat dari episode priapismus itu penting karena dapat
menentukan etiologi dan penanganan yang paling efektif. Hal-hal yang harus
diidentifikasi dalam riwayat pasien adalah :

Durasi dari ereksi


Derajat rasa nyeri (Priapismus iskemik itu nyeri sedangkan priapismus non iskemik
tidak nyeri)
Riwayat Priapismus sebelumnya dan penanganan sebelumnya
Penggunaan obat-obatan yang diasosiasikan dengan priapismus antara lain,
antihipertensi, antikoagulan, antidepresant, zat psikoaktif (alkohol, marijuana,
kokaine dan yang lainya) dan agen vasoaktif yang digunakan untuk injeksi
intracavernosa sebagai terapi alprostadil, papaverine, prostaglandin E1,
phentolamine, dll.
Riwayat dari trauma pelvis, genital, dan perineum terutama straddle injury
Riwayat dari penyakit sickle cell anemia dan abnormalitas hematologis lainya.

Pada Permeriksaan fisik pada status generalis dapat ditemukan tanda-tanda trauma dan
keganasan pada regio abdomen, pelvis, dan perineal yang mengarah pada priapismus
yang non iskemik. Dapat pula ditemukan tanda-tanda trauma pada tulang vertebra. Dapat
pula ditemukan tanda-tanda penyakit hematologi seperti leukemia, sickle cell anemia, dan
thalasemia. Hal ini dapat membantu dalam mencari tanda-tanda yang mengacu pada
etiologi priapismus tertentu.
Pada status regional genitalia dapat ditemukan bagian corpora cavernosa yang menjadi
rigid tanpa disertai peningkatan rigiditas corpus spongiosum dan glans penis. Pada
prapismus iskemik corpora cavernosa tampak sangat rigid sedangkan pada priapismus
non iskemik corpora cavernosa membengkak tetapi tidak sepenuhnya rigid.

Pada pemeriksaan penunjang laboratorium harus diperiksa darah lengkap atau


complete blood count (CBC) dengan perhatian kusus terhadap jumlah leukosit,
diferensiasi leukosis, dan jumlah trombosit. Hal ini terutama untuk mengidentifikasi
kelainan berupa infeksi akut atau abnormalitas darah (sickle cell anemia, leukemia,
abnormalitas trombosis). Pemeriksaan darah lain yang dapat dilakukkan adalah jumlah
hitung retikulosit (meningkat pada sickle cell anemia), Hemoglobin elektrophorosis
(thalasemia). Pada keadaan emergensi skrining untuk sickle cell anemia dapat
menggunakan tes sikledex dan pemeriksaan darah tepi.
Skrining untuk obat psikoaktif dan toksikologi urin dapat dilakukan (jika dicurigai) dapat
menyebabkan priapismus..
Analisa gas darah dari corpora cavernosam dan color duplex ultrasonography adalah
metode diagnostik yang paling dapat diandalkan untuk membedakan priapismus iskemik
dan non iskemik. Darah dari corpus cavernosum pada patien dengan priapismus iskemik
bersifat hipoksik sehingga berwarna gelap, sedangkan pada pasien priapismus non
iskemik berwarna merah terang karena teroksigenasi baik. Pada pasien dengan
priapismus iskemik dapat ditmukan penurunan PO2, peningkatan PCO2, dan penurunan
pH, sedangkan dengan pasien dengan priapismus noniskemik sama dengan hasil analisa
gas darah dari darah arteri. Pada penis yang flacid hasil analisa gas darah hampir sama
pada darah vena yang tercampur (arteri pulmonalis). Nilai gas darah ditunjukkan pada
tabel dua.

Color duplex ultrasonography dapat dipakai sebagai alternatif dalam membedakan


priapismus iskemik dan nonsikemik. Pasien dengan priapismus iskemik menunjukkan
sedikit atau tidak sama sekali ada darah yang mengarih ke arteri cavernosa, sedangkan
pasien dengan priapismus noniskemik menunjukkan aliran darah yang normal/tinggi ke
arteri cavernosa. Pemeriksaan ini juga dapat digunakan untuk melihat abnormalitas
anatomis seperti fistula arteri cavernosa dan pseudoaneurisma pada pasien dengan
priapismus non iskemik.Abnormalitas ini paling sering disebabkan karena straddle injury
atau trauma scrotum secara langsung sehingga paling sering ditemukan di porsi perineum
dari corpora cavernosa. Color duplex ultrasonography harus dilakukkan pada posisi
litotomi mulai dari perineum hingga sepanjang penis.
Arteriografi penis dapat digunakan sebagai studi tambahan untuk mengidentifikasi
keberadaan dan tempat dari fistula arteri cavernosa.Karena color duplex ultrasonography
dapat mendiagnosis fistula arteri cavernosa maka arteriografi biasanya digunakan sebagai
bagian dari proses prosedur embolisasi. Kesimpulan dapat dilihat dari gambar dibawah
ini :
Priaprismus Rekuren atau Intermiten

Priapismus rekuren atau intermiten mirip dengan priapismus iskekmik dan jika tidak
dilakukkan penanganan dapat menyebabkan kerusaka yang signifikan pada jaringan
penis. Penyebab tersering adalah sickle cell anemia, namun dapat pula bersifat idiopatik
atau karena gangguan neurologis. Pada Priaprismus intermiten ditemukan :
Riwayat pasien : Terdapat riwayat ereksi berkepanjangan yang berulang. Diantara
periode ereksi berkepanjangan terdapat periode detumescence atau penis
normal/flacid. Durasi dari episode iskemik lebih pendek daripada priapismus
iskemik. Onset biasa terjadi selama tidur dan periode detumescence tidak terjadi
walau pasien bangun. Biasanya nyeri.
Pemeriksaan fisik : Ereksi sakit dan penis rigid seperti pada priapismus iskemik,
antara durasi penyakit penis normal. Dapat ditemukan tanda fibrosis.
Pemeriksaan laboratorium : Secara prinsip mengikuti alur dari priapismus iskemik
dan non iskemik.
Penile imaging : Tidak ada temuan spesifik pada priapismus intermitten atau rekuren.
DAFTAR PUSTAKA
Montague DK, Jarow J, Broderick GA, Dmochowski R, Heaton JP, Lue TF, Nehra A,
Sharlip ID. American urological association guidelines on the management of
Priapism. J Urol 2003;170:131824.

Salonia A, et al.European Association of Urology Guidelines on Priapism European


Urology 2015;Volume 65,Issue 2 , 480 - 489

Anda mungkin juga menyukai