Anda di halaman 1dari 2

Telah dilaporkan sebuah laporan kasus pasien laki-laki usia 24 than dengan diagnosis akhir :

—> Sistemik lupus eritematosus dengan nefritis lupus

Diagnosis SLE pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.

Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan sesak nafas yang dipengaruhi oleh polisi, dimana
meningkat ketika pasien berbaring dan berkurang Ketika pasien duduk. Pasien juga
mengeluhkan adanya nyeri sendi pada sendi lutut, pergelangan kaki dan pergelangan tangan,
nyeri tidak disertai kaku dipagi hari. Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya sembab pada
bagian wajah kemudian diikuti tungkai hingga pada skrotum. Pasien juga mengeluhkan
adanya muka merah dan gatal jika terkena matahari, Riwayat sariawan berulang, BAK
berwarna keruh disertai busa serta disertai darah.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan ada edema pada ekstremitas dan skrotum, serta adanya
efusi pleura bilateral

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan adanya leukositosis dengan netrofilia shift to the
right, adanya gangguan ginjal ( urinalisa : proteinuria, leukosituria, eritrosit urin). Pada ANA
profile menunjukkan positif pada RNP/Sm dan Sm. Sementara itu hasil Analisa Ciaran efusi
pleura adalah transudat.

Berdasarkan kriteria ACR jika didapatkan 4 dari 11 kriteria ( ruam malar, ruam discoid,
fotosensitivitas, ulkus mulut, artritis, serositis, pleuritis, pericarditis, gangguang ginjal,
gangguan neurologi, gangguan hematologi serta gangguan imunologi) dapat ditegakkan
diagnosis SLE. Pada pasien ini ditemukan 5 kriteria yaitu : fotosensitivitas, ulkus mulut,
serositis, gangguan ginjal, gangguan imunologi  SLE

SLE penyakit autoimun yang melibatkan organ sistemik. Penyakit ini terutama menyerang
wanita usia reproduksi ( biasanya diagnosis ditegakkan sebelum usia 50 tahun) dengan
perbandingan 9:1 dengan pria dimana wanita 9x lebih sering terkena daripada pria. Factor
genetic, imunologik, hormonal dan lingkungan diduga berperan dalam patofisilogi SLE.
Secara global insiden SLE 1-15/100000/tahun denga puncak umur 15-40 tahun.

Yang menarik pada kasus ini adalah secara konteks seksual pasien merupakan seorang pria,
dimana sangat jarang ditemukan SLE pada pria bahkan dengan perbadingan 1:9 hingga 1:12
frekuensi kejadian antara pria dibandingkan wanita.
Hal ini diduga adanya pengaruh hormonal pada system imun. Secara umum wanita dewasa
memiliki respon innate immunity dan adaptive immunity yang lebih kuat dibandingkan pria.
Hal ini juga memberikan hasil bahwa wanita memiliki resiko yang lebih rendah terhadap
infeksi disbanding pria akan tetapi sebaliknya wanita memiliki resiko yang lebih tinggi untuk
mengalami penyakit autoimun dibandingkan pria. Beberapa studi juga telah menunjukkan
keterlibatan hormone seks terhadap pathogenesis dan peran estrogen pada penyakit autoimun
juga telah dipelajari. Estrogen menstimulasi pelepasan sitokin yang dimediasi Th2,
meingkatkan aktivitas sel natural killer, dan menstimulasi produksi antibody oleh sel B.
selain itu ada juga keterlibatan hormonal lain yang juga ditemukan dalam kadar yang tinggi
pada wanita reproduktif. Prolactin merupakan hormone yang juga bersifat proinflamasi.
Beberapa penyakit autoimun didaptkan kadar prolactin yang meningkat secara signifikan
pada wanita. Juga didapatkan keterlibatan hormone Leptin dalam meningkatkan resiko
penyakit autoimun pada wanita. Leptin merupakan hormone yang bertugas dalam pengaturan
jarian lipid dan adiposa yang dimana setelah pubertas , wanita memiliki kadar yang sangat
tinggi dibandingkan pria , karena testosterone menekan kadar leptin. Leptin diduga
meneyebakan penekanan terhadap fungsi dan kadar Treg pada tubuh.

Testosterone juga diduga memiliki efek dalam regulasi sel T. dimana penigkatan kadar
testosterone akan menurunkan jumlah CD4, makrofag jaringan, serta meningkatkan jumlah
T-reg.testosterone juga menurunkan ekspresi TNF, IL6, dan MCP-1reduksi IL2 dan
Interferon gamma.

Pasien juga telah diberikan terapi yang sesaui dengan aktivitas penbyakit dan keterlibatan
organ yang dikenai, dalam hal ini adalah ginjal. Ke depannya perlu di control rutin terhadap
aktivitas penyakit pasien dan tappeirng terhadap steroid yang digunakan serta intervensi utk
pencegahan infeksi pada pasien.

Anda mungkin juga menyukai