Anda di halaman 1dari 3

Etiologi dan Faktor Predisposisi

SLE disebabkan oleh interaksi antara kerentanan gen (termasuk alel HLA-
DRB1,IRF5, STAT4, HLA-A1, DR3, dan B8), pengaruh hormonal, dan faktor
lingkungan. Interaksi ketiga faktor ini akan menyebabkan terjadinya respon imun

yang abnormal.1,2.3

Faktor Genetik
SLE merupakan penyakit multigen. Gen yang terlibat termasuk alel HLA-DRB1,IRF5,
STAT4, HLA-A1, DR3, dan B8. Interaksi antara kerentanan gen, pengaruh hormonal,
dan faktor lingkungan, menghasilkan respons imun abnormal. Respons imun
mencakup hiperreaktivitas dan hipersensitivitas limfosit T dan B dan regulasi antigen
dan respons antibodi yang tidak efektif. Hiperreaktivitas sel T dan B ditandai dengan
peningkatan ekspresi molekul permukaan seperti HLA-D danCD40L, menunjukkan
bahwa sel mudah teraktivasi oleh antigen yang menginduksi sinyal aktivasi pertama
dan oleh molekul yang mengarahkan sel ke aktivasi penuh melalui sinyal kedua. Hasil
akhir anomali ini adalah produksi autoantibodi patogen dan pembentukan kompleks
imun yang mengikat jaringan target, menghasilkan (1)sekuestrasi dan destruksi Ig-
coated circulating cells; (2) fiksasi dan cleaving protein komplemen, dan (3) pelepasan
kemotaksin, peptida vasoaktif, dan enzim destruktif ke jaringan. Banyak autoantibodi
pada orang dengan SLE yang ditujukan pada kompleks DNA/protein atau
RNA/protein seperti nukleosom, beberapa jenis RNA nukleus, dan RNA spliceosomal.
Selama apoptosis antigen bermigrasi ke permukaandan fosfolipid membran berubah
orientasi sehingga bagian antigen menjadi dekat dengan permukaan. Molekul intrasel
yang meningkat selama aktivasi atau kerusakan sel bermigrasi ke permukaan sel.
Antigen yang dekat dengan atau terdapat di permukaan sel ini dapat mengaktivasi
sistem imun untuk menghasilkan autoantibodi. Pada individu dengan SLE, fagositosis
dan penghancuran sel apoptotik dan kompleks imun tidak mumpuni.

3
Jadi, pada SLE, antigen tetap tersedia; dipresentasikan dilokasi yang dikenali oleh
sistem imun; dan antigen, autoantibodi, dan kompleks imun bertahan dalam jangka
waktu yang lebih lama, memungkinkan kerusakan jaringan terakumulasi pada titik

kritis.2,3 Sejak hampir 50 tahun yang lalu telah dikenali suatu antibodi yang
melawan konstituen sel normal. Antibodi ini dapat ditemukan dalam serum pasien
dengan lupus. Serum pasien dengan lupus dapat dikenali dari keberadaan antibodi
di serum terhadap antigen nukleus (antinuclear antibodies, atau ANA).
Selain ANA, masih terdapat autoantibodi lain yang dapat dapat ditemukan pada
pasien dengan SLE, misalnya anti-dsDNA, anti-Sm, anti-Ro, dan lain-lain. Daftar
berbagai autoantibodi yang dapat ditemukan pada pasien dengan SLE, prevalensi,

antigen target, dan kegunaan klinisnya dapat dilihat pada table berikut.1,3 Pada
kasus ini ditemukan tes antinuclear antibodies, atau ANA yang positif.

Faktor Lingkungan

Di antara pencetus aktivitas penyakit lupus, sinar ultraviolet merupakan faktor


yang paling dikenal. Mekanisme aksinya dapat mencakup induksi epitop antigen
didermis atau epidermis, pelepasan materi inti oleh sel kulit yang dirusak oleh
cahaya, atau disregulasi sel imun kulit. Berbagai faktor lingkungan lain juga
terlibat dalam lupus. Pengobatan seperti prokainamid, hidralazin, dan minosiklin
dapat menyebabkan lupus eritematosus yang diinduksi obat, penyakit yang mirip
dengan SLE. Mungkin yang paling menarik adalah beberapa obat antirematik
dapat menginduksi penyakit yang tampilan klinis dan serologisnya mirip SLE.

Bahan kimia, khususnya senyawa amino aromatik, dikenal sebagai penyebab


lupus-like syndromes. Sindrom ini lebih mirip dengan lupus yang diinduksi
obatdaripada SLE dan menghilang setelah pajanan berakhir. Laporan mengenai
pengaruh geografis pada lupus masih belum mengkonfirmasi faktor lingkungan

ini.3

Asam amino esensial L-canavanine dicurigai sebagai penyebab lupus. Pajanan


terhadap asam amino ini menyebabkan manifestasi singkat autoimun pada
manusia,seperti juga telah terbukti pada kera. Keberadaan fitoestrogen diajukan
sebagai penjelasan untuk peningkatan kejadian SLE selama 30 tahun terakhir.
4
Agen infeksius dapat berperan dalam aktivasi penyakit. Jika pasien mengidap
SLE, infeksi yang umum terjadi pada saluran napas atau saluran kemih seringkali
diikuti dengan cetusan aktivitas penyakit. Studi pada hewan menunjukkan bahwa
retrovirus dapat menginduksi fenomena autoimun mirip SLE. Kasus SLE
meningkat sejalan dengan pajanan kimiawi, kecelakaan, atau trauma fisik dan
psikologis. Belum ada pola yang jelas dalam kemunculan SLE, dan kausalitas

hubungan ini masih spekulatif.2,3


Pada kasus ini, sinar ultraviolet merupakan faktor pencetus yang jelas karena
menurut anamnesis, pasien mengeluh ruam atau kemerahan pada mukanya
menjadi berat dengan paparan pada sinar matahari. Pada pasien ini juga terjadi
infeksi yaitu pneumonia. Sesuai dengan teori, antara infeksi yang sering terjadi
adalah infeksi yang melibatkan salur pernafasan, yaitu pneumonia.

Pengaruh Hormonal
Observasi klinis menunjukkan peran hormon seks steroid sebagai penyebab SLE.
Observasi ini mencakup kejadian yang lebih tinggi pada wanita usia produktif,
peningkatan aktivitas SLE selama kehamilan, dan risiko yang sedikit lebih tinggi
pada wanita pascamenopause yang menggunakan suplementasi estrogen.
Walaupun hormon seks steroid dipercaya sebagai penyebab SLE, namun studi
yang dilakukan oleh Petri dkk menunjukkan bahwa pemberian kontrasepsi
hormonal oral tidak meningkatkan risiko terjadinya peningkatan aktivitas penyakit
3
pada wanita penderita SLE yang penyakitnya stabil.

Daftar pustaka

1. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauseer SL, Jameson JL.
2005.Harrison’s principles of internal medicine. 17th ed. USA: McGraw-Hill;
2. Maidhof W, Hilas O. April 2012. Lupus: An Overview of the Disease And
Management Options. P&T. Vol.37. No.4.
3. Rahman A, Isenberg DA. Mechanisms of Disease Systemic Lupus
Erythematosus. N Engl J Med 2008;358:929-39

Anda mungkin juga menyukai