PENYAJI
LEMBAR PENGESAHAN
Telah dibacakan pada tanggal : 23 Desember 2015
Nilai :
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus ini dengan judul SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada PPDS
pembimbing dr. Ayu Sitoningrum dan dr. M. Balada Amin dan supervisor dr.
Suryadi Panjaitan, Sp.PD yang telah meluangkan waktunya dan memberikan
banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan. Sehingga, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
demi kebaikan penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan
kasus ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1.
Latar Belakang
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) merupakan penyakit autoimun
kronis yang paling sering ditemukan pada perempuan usia produktif yaitu usia 15
44 tahun. Menurut The Lupus Foundation of America, diperkirakan sekitar 1,5
juta penduduk Amerika menderita lupus dengan rasio perbandingan 9 : 1 antara
perempuan dan laki-laki pada setiap 100.000 penduduk.1
Berdasarkan data Yayasan Lupus Indonesia, jumlah ODAPUS di Indonesia
meningkat dari tahun 2004 sampai akhir tahun 2007 yaitu tercatat 8018 orang,
sementara di RS. Hasan Sadikin Bandung terdapat 291 pasien lupus dari total
pasien yang berobat ke Poliklinik Reumatologi selama tahun 2010. Dari data
Yayasan Lupus Indonesia, ternyata di Sumatera Utara juga terdapat sebuah
komunitas lupus yang bernama Cinta Kupu yang didirikan oleh para penderita
lupus yang ada di Sumatera Utara.2
Bukti ilmiah menyatakan bahwa etiologi utama penyakit SLE belum
diketahui. Meskipun demikian, beberapa faktor seperti genetik, imunologi,
hormonal serta lingkungan diketahui dapat berperan dalam patofisiologi SLE.1
SLE
dapat
berdampak
pada
beberapa
organ,
seperti
ginjal,
1.2
Definisi
Lupus berasal dari bahasa latin yang berarti anjing hutan atau serigala,
Epidemiologi
Angka prevalensi lupus diperkirakan 51 kasus per 100.000 penduduk di
Amerika Serikat. Wanita sembilan kali lebih sering menderita dibanding pria, dan
orang campuran afrika-amerika dan Amerika Latin lebih sering menderitanya
dibanding orang Kaukasia. Penyakit ini lebih sering dijumpai di daerah urban
dibanding daerah pedesaan. 65% pasien dengan SLE memiliki onset penyakit
antara usia 16 hingga 55 tahun, 20% usia di bawah 16 tahun dan 15% di atas 55
tahun. 1
Pria dengan SLE cenderung kurang memiliki fotosensitifitas, lebih tampak
serositis, onset lebih tua dan angka kematian 1 tahun lebih tinggi dibanding
wanita. SLE cenderung lebih ringan pada orang usia tua dengan lebih sedikit
dijumpai tampilan ruam malar, fotosensitifitas, purpura, alopesia, Raynauds
phenomenon, serta lebih sedikit pengaruhnya pada sistem saraf dan ginjal, tetapi
lebih sering terkena serositis, keterlibatan paru, gejala sika, dan keterlibatan
musculoskeletal.1,3
1.4
Etiologi
Etiologi SLE meliputi genetik dan komponen lingkungan dengan jenis
Faktor genetik
Seseorang dengan saudara menderita SLE adalah sekitar 30 kali lebih
Faktor Lingkungan
Faktor pemicu lingkungan dari SLE termasuk cahaya ultraviolet, obatobatan, dan infeksi atau elemen virus. Sinar matahari adalah faktor yang paling
jelas yang dapat memperburuk SLE. Epstein-Barr virus (EBV) telah
teridentifikasi sebagai faktor mungkin dalam pengembangan lupus. EBV dapat
tinggal dan berinteraksi dengan sel B dan mempromosikan produksi interferon
(IFN) oleh sel dendritik plasmasitoid (pDCs), menunjukkan bahwa IFN tinggi
di lupus.3.4
Hal ini juga ditetapkan bahwa obat-obatan tertentu menginduksi
autoantibodi di sejumlah pasien. Lebih dari 100 obat telah dilaporkan
menyebabkan lupus (DIL), termasuk sejumlah yang lebih baru biologis dan agen
antivirus. Meskipun patogenesis DIL tidak dipahami dengan baik, kecenderungan
genetik mungkin berperan dalam kasus obat-obatan tertentu, terutama yang agen
yang dimetabolisme oleh asetilasi seperti procainamide dan hydralazine. Obat
yang dapat mengubah ekspresi gen dalam sel CD4 + T dengan menghambat
metilasi DNA dan menginduksi ekspresi berlebihan dari antigen LFA-1 sehingga
mempromosikan autoreactivity.3,4
1.4.4
Faktor Hormonal
Penambahan estrogen atau prolaktin dapat menyebabkan fenotipe
autoimun dengan peningkatan sel B autoreaktif tinggi yang dapat dijumpai pada
penggunaan kontrasepsi oral.
1.5
Patogenesis
Patogenesis SLE diawali dari interaksi antara faktor gen predisposisi dan
lingkungan yang akan menghasilkan respon imun yang abnormal. Respon ini
termasuk :3
1. Aktivasi dari imunitas oleh CpG DNA, DNA pada kompleks imun, dan RNA
dalam RNA/protein self-antigen
2. Ambang aktivasi sel imun adaptif yang menurun (Limfosit antigen-specific T
dan Limfosit B)
3. Regularitas dan inhibisi Sel T CD4+ dan CD8+
1.6
Manifestasi Klinis
Penyakit
Adamantiades-Behcet,
bekas
gigitan,
leukoplakia,dan
keganasan. Ulkus oral pada SLE biasanya tidak menimbulkan rasa sakit. Lesi oral
mungkin tanda-tanda pertama dari lupus. Lesi diskoid khas dengan eritema atrofi
dan depigmentasi dapat terjadi pada bibir. Ulkus di hidung dan keterlibatan
mukosa napas yang menimbulkan suara serak juga dapat ditemui.4
.
1.6.2 Tampilan Muskuloskeletal
Sistem muskuloskeletal dijumpai pada 53-95% dari pasien SLE. Arthritis /
arthropathy digambarkan dengan artralgia non erosifdan non deformasi dijumpai
pada sendi kecil tangan, pergelangan tangan, dan lutut. Gejala yang timbul berupa
nyeri dan kaku pada sendi. Tenosinovitis adalah awal manifestasi SLE dan tendon
pecah dijumpai pada tendon patella, tendon Achilles, kepala panjang biseps,
triseps, dan ekstensor tangan. Nodul subkutan sepanjang tendon flexor tangan
dapat ditemukan pada SLE. Sakit dada atau ketidaknyamanan sekunder untuk
kostokondritis telah dilaporkan dan kondisi lain seperti angina pectoris,
perikarditis, dan kejang esofagus harus dikesampingkan. Kambuh polychondritis
juga dapat terjadi dan biasanya merespon dosis rendah pengobatan kortikosteroid.
Myositis. Mialgia dan nyeri otot yang menyeluruh terjadi selama
eksaserbasi penyakit. Myositis melibatkan otot-otot proksimal dengan nilai serum
creatine fosfokinase (CPK) rendah (CPK) nilai dapat ditemukan pada pasien
dengan penyakit jaringan ikat termasuk SLE.4
10
Sistem saraf perifer (PNS). Kelainan pada sistem saraf dapat dilihat pada tabel
berikut ini :4
11
Tampilan Kardiovaskular
Perikarditis dapat terjadi pada sekitar 25% dari pasien SLE. Efusi
Nyeri pleuritik hadir dalam 45-60% pasien dan dapat terjadi dengan atau tanpa
efusi pleura. Efusi pleura biasanya bilateral dan merata pada hemitoraks. Tampilan
12
efusi pleura selalu eksudatif dengan glukosa yang lebih tinggi dan tingkat laktat
dehidrogenase lebih rendah dari yang ditemukan di rheumatoid arthritis.4
Lupus pneumonitis akut tampil dengan batuk, dyspnoea, nyeri pleuritik,
hipoksemia, dan demam terjadi pada 1-4%. Radiografi dada mengungkapkan
unilateral atau bilateral infiltrat. Perdarahan paru adalah jarang namun berpotensi
komplikasi parah, dan yang sering dijumpai adalah perdarahan alveolar.
Sindroma penyusutan paru ditandai dengan dyspnoea progresif dan
volume paru-paru kecil pada radiografi dada, dan diduga disfungsi diafragma.
Hipertensi paru (PH) jarang namun berpotensi mengancam jiwa.4,5
1.6.7
penyakit atau selama penyakit. Pembesaran kelenjar getah bening biasanya lunak,
tidak nyeri, diskrit, dan biasanya terdeteksi di leher, ketiak, dan inguinal.
Splenomegali terjadi pada 10-45 % dari pasien, terutama selama penyakit
aktif, dan tidak tentu terkait dengan cytopenias. Atrofi limpa dan hiposplenisme
fungsional juga telah dilaporkan pada SLE dan mungkin predisposisi komplikasi
septik parah.5
1.6.8
Tampilan Hematologi
Manifestasi termasuk anemia, leukopenia, trombositopenia, dan sindrom
antifosfolipid Anemia pada SLE adalah umum dan berkorelasi dengan aktivitas
penyakit. Patogenesis yang meliputi anemia penyakit kronis, hemolisis (autoimun
atau mikroangiopati), kehilangan darah, ginjal insuffiefisiensi, obat-obatan,
infeksi, hipersplenisme, myelodysplasia, fibrosis myelofi, dan anemia aplastik.
Penyebab yang sering adalah supresi proses eritropoiesis dari peradangan kronis.
Anemia hemolitik autoimun telah dilaporkan hingga 10% dari pasien; pasien SLE
mungkin memiliki tes Coombs positif tanpa hemolisis yang jelas. Kehilangan
darah, baik dari gastrointestinal (GI) saluran, biasanya efek sekunder untuk obat
(non-steroid anti inflamasi-infl obat (NSAID)), atau karena perdarahan menstruasi
yang berlebihan dapat menyebabkan anemia defisiensi besi. Anemia hemolitik
13
14
usus melebar, penebalan usus kecil dan ascites. Vaskulitis umumnya melibatkan
arteri kecil, yang dapat menyebabkan arteriogram negatif. Pankreatitis karena
lupus bisa terjadi akibat vaskulitis atau trombosis dan terjadi di sebanyak 2-8%
dari pasien. Peningkatan kadar serum amilase telah dijelaskan pada pasien dengan
SLE tanpa pankreatitis dan dengan demikian harus ditafsirkan dalam terang
pemeriksaan klinis secara keseluruhan.4
Penyakit hati mungkin lebih umum di SLE daripada yang diperkirakan
semula. Kejadian hepatomegali adalah 12-25%. Infiltrasi Lemak berlebihan
(steatosis) sering ditemukan. Fungsi hati (aspartate aminotransferase (AST),
SGPT (ALT), LDH, alkaline fosfatase) mungkin abnormal pada pasien dengan
SLE aktif atau mereka yang menerima NSAID. Istilah 'lupoid hepatitis
'sebelumnya digunakan untuk menggambarkan autoimun hepatitis karena klinis
dan serologi kesamaan dengan SLE. Autoantibodi dapat membantu untuk
membedakan antara hepatitis autoimun dan penyakit hati terkait dengan lupus.
ANAs dapat dilihat di kedua gangguan, tapi antismooth antibodi otot dan antimitokondria tidak umum di SLE (<30%) dan biasanya ketika ditemukan berada di
titer rendah. Dalam lupus terkait hepatitis histologis jarang menunjukkan
periportal hepatitis dengan sedikit demi sedikit dengan karakteristik nekrosis
hepatitis autoimun, dan kimia hati terkait cenderung lebih rendah di lupus dengan
hanya ringan (biasanya sampai tiga sampai empat kali normal) elevasi. adanya
antibodi ini dan kehadiran anti-ribosom antibodi P protein bisa menjadi sugestif
lupus hepatitis.5
Asites jarang di SLE dan, ketika terdeteksi, penyebab infeksi dan / atau
perforasi harus dikeluarkan oleh paracentesis. Gagal jantung kongestif dan
hipoalbuminemia sekunder untuk sindrom nefrotik kemungkinan penyebab lain
asites pada pasien dengan lupus. Kehilangan protein-enteropati pada beberapa
pasien dengan SLE biasanya terjadi pada wanita muda dan ditandai oleh onset
edema mendalam dan hipoalbuminemia.
15
Diagnosis
Diagnosis dari lupus eritematosus sistemik didasarkan pada kriteria klinis
16
Artritis nonerosif yang melibatkan dua atau lebih sendi perifer, ditandai oleh
nyeri tekan, begkak, atau efusia.
6. Serositis
Pleuritis: terbukti nyeri pleuritik atau pleuritic friction rub yang didengar oleh
dokter pemeriksa, atau terdapat bukti efusi pleura, atau
Perikarditis: terbukti dengan rekaman EKG atau pericardial friction rub atau
terdapat bukti efusi perikardium.
7. Kelainan ginjal
Proteinuria menetap >0,5gram/hari atau >3+ bila tidak dilakukan pemeriksaan
kuantitatif, atau silinder seluler dapat berupa silinder eritrosit, hemoglobin,
glanular, tubular, atau campuran.
8. Kelainan neurologis
Kejang yang bukan disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan metabolik
(misalnya uremia, ketoasidosis, atau ketidakseimbangan elektrolit), atau
Psikosis yang bukan disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan metabolik
(misalnya uremia, ketoasidosis, atau ketidakseimbangan elektrolit).
9. Kelaian hematologi
Anemia hemolitik dengan retikulosis, atau Lekopenia <4.000/mm3 pada dua
kali pemeriksaan atau lebih, atau Limfopenia <1.500/mm3 pada dua kali
pemeriksaan atau lebih, atau Trombositopenia <100.000/mm3 tanpa disebabkan
oleh obat-obatan.
10. Kelainan imunologi
Anti-DNA: antibodi terhadap native DNA dengan titer yang banormal, atau
Anti-Sm: terdapatnya antibodi terhadap antigen nuklear Sm, atau
Temuan positif terhadap antibodi antifosfolipid yang didasarkan atas:
1.Kadar serum antibodi antikardiolipin abnormal baik IgG atau IgM,
2.Tes lupus antikoagulan positif menggunakan metoda standar, atau
3.Hasil tes serologi positif palsu terhadap sifilis sekurang-kurangnya selama 6
bulan dan dikonfirmasi dengan tes imobilisasi Treponema pallidum atau tes
fluoresensi absorpsi antibodi treponema.
11. Antibodi antinuklear (ANA)
17
Titer
abnormal
dari
antibodi
anti-nuklear
berdasarkan
pemeriksaan
menyangkut obat yang akan diberikan, berapa dosis, lama pemberian dan
pemantauan efek samping obat yang diberikan pada pasien. Salah satu upaya yang
dilakukan untuk memperkecil berbagai kemungkinan kesalahan adalah dengan
ditetapkannya gambaran tingkat keparahan SLE.
Penyakit SLE dapat dikategorikan ringan atau berat sampai mengancam nyawa.
Kriteria untuk dikatakan SLE ringan adalah:
1. Secara klinis tenang
2. Tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa
3. Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru, jantung, gastrointestinal,
susunan saraf pusat, sendi, hematologi dan kulit. Contoh SLE dengan manifestasi
arthritis dan kulit.
Penyakit SLE dengan tingkat keparahan sedang manakala ditemukan:
1. Nefritis ringan sampai sedang ( Lupus nefritis kelas I dan II)
2. Trombositopenia (trombosit 20-50x103/mm3)
3. Serositis mayor
Penyakit SLE berat atau mengancam nyawa apabila ditemukan keadaan
sebagaimana tercantum di bawah ini, yaitu:
18
Hematologi:
anemia
hemolitik,
neutropenia
(leukosit
<1.000/mm3),
Diagnosis Banding
Beberapa penyakit atau kondisi di bawah ini seringkali mengacaukan
diagnosis akibat gambaran klinis yang mirip atau beberapa tes laboratorium yang
serupa, yaitu:7
a.
Artritis reumatoid
b.
c.
Sindroma Sjgren
d.
e.
f.
g.
h.
Vaskulitis
1.10
Terapi
Sampai sekarang SLE belum disembuhkan dengan sempurna. Meskipun
demikian, pengobatan yang tepat dapat menekan gejala klinis dan komplikasi
yang mungkin terjadi, mengatasi fase akut, dan dengan demikian memperpanjang
remisi dan survival rate.8
19
Edukasi
Pasien SLE memerlukan informasi yang benar dan dukungan dari sekitarnya
dengan maksud agar dapat hidup mandiri. Pasien perlu penjelasan mengenai
perjalanan penyakit dan kompleksitasnya. Pasien memerlukan pengetahuan akan
masalah aktivitas fisik, mengurangi atau mencegah kekambuhan.. Pasien harus
memperhatikan bila mengalami infeksi. Perlu pengaturan diet agar tidak kelebihan
berat badan, osteoporosis, atau terjadi dislipidemia. Diperlukan informasi akan
pengawasan berbagai fungsi organ, baik berkaitan dengan aktivitas penyakit
ataupun akibat pemakaian obat-obatan.7
Butir-butir edukasi terhadap pasien SLE:7
1.
2.
Tipe dari penyakit SLE dan perangai dari masing-masing tipe tersebut
3.
4.
5.
6.
Farmakoterapi
20
21
NaCl 0,9 % 100 cc dan diberikan dalam 1 jam. Monitor tekanan darah dan tanda
vital lain setiap 15 menit selama pemberian pulse terapi. Jika didapatkan tekanan
darah meningkat atau menurun drastis, pemberian dihentikan sementara, atasi
tekanan darah. Jika tekanan darah telah teratasi pemberian dapat dilanjutkan
dengan kecepatan yang lebih perlahan, dan tetap dimonitor. Bilas dengan NaCl
0,9% 10-20 cc setelah infus selesai. Pemberian diulang pada hari berikutnya
dengan cara dan dosis yang sama, total
pemberian 3 hari berturut-turut.
Cara pengurangan dosis kortikosteroid
Karena berpotensial mempunyai efek samping, maka dosis KS mulai
dikurangi segera setelah penyakitnya terkontrol. Tapering harus dilakukan secara
hati-hati untuk menghindari kembalinya aktivitas penyakit, dan de isiensi kortisol
yang muncul akibat penekanan aksis hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA) kronis.
Tapering secara bertahap memberikan pemulihan terhadap fungsi adrenal.
Tapering tergantung dari penyakit dan aktivitas penyakit, dosis dan lama terapi,
serta respon klinis. Sebagai panduan, untuk tapering dosis prednison lebih dari 40
mg sehari maka dapat dilakukan penurunan 5-10 mg setiap 1-2 minggu. Diikuti
dengan penurunan 5 mg setiap 1-2 minggu pada dosis antara 40-20 mg/hari.
Selanjutnya diturunkan 1-2,5 mg/hari setiap 2-3 minggu bila dosis prednison < 20
mg/hari. Selanjutnya dipertahankan dalam dosis rendah untuk mengontrol
aktivitas penyakit. Kortikosteroid merupakan obat yang sangat penting dalam
pengobatan SLE. Dapat digunakan secara topikal untuk manifestasi kulit, dalam
dosis rendah untuk aktivitas minor, dan dalam dosis tinggi untuk aktivitas mayor.
Pada aktivitas minor, dapat diberikan prednison ( atau ekuivalennya)
<0,5mg/kg/hari, dosis tunggal atau terbagi. Pada aktivitas mayor, dapat diberikan
secara oral yaitu prednison (atau ekuivalennya) 1mg/kgBB/hari, dosis tunggal
atau terbagi, tidak lebih lama dari 4-6 minggu, maupun secara bolus intravena
1gram (atau 15mg/kgBB/hari) metilprednisolon Na-suksinat selama 30 menit;
sering diberikan 3 hari berturut-turut.
22
psikosis,
diberikan
prednison
dosis
tinggi
(100-200mg/hari
atau
2mg/kgBB/hari).
Setelah kelainan klinis menjadi tenang, dosis kortikosteroid diturunkan
(tapering)
dengan
kecepatan
2,5-5,0mg/minggu
sampai
mencapai
dosis
antimalaria
efektif
dalam
mengatasi
manifestasi
kulit,
muskuloskeletal, dan kelainan sistemik ringan pada SLE. Preparat yang paling
sering dipakai ialah klorokuin atau hidroklorokuin dengan dosis 200-500mg/hari.
Selama pemakaian obat ini pasien harus kontrol ke Ahli Mata setiap 3-6 bulan,
karena adanya efek toksik berupa degenerasi makula. Mekanisme kerjanya belum
diketahui, tetapi beberapa kemungkinan telah diajukan seperti antiinflamasi,
imunosupresif, fotoprotektif, dan stabilisasi nukleoprotein. Klorokuin mengikat
DNA, sehingga tidak dapat bereaksi dengan anti-DNA.8
Biasanya
obat
imunosupresif
diberikan
bersama-sama
dengan
adalah
3-4mg/kgBB/hari
(maksimum
200mg/hari),
kemudian
23
pemberian
antikoagulan.
Heparin
diberikan
dalam
dosis
Indikasi Rujuk
Lupus eritematosus sistemik termasuk ke dalam kompetensi IIIA yang
artinya lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.
Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.9
Tatalaksana yang sesuai untuk SLE membutuhkan partisipasi aktif dari
reumatologis. Keparahan dari keterlibatan organ menunjukkan rujukan ke
subspesialis lainnya, seperti nefrologis dan pulmonologis.10
1.12
Prognosis
Prognosis dari SLE sangat bervariasi. Namun secara umum angka
24
survival rate lebih tinggi pada pasien dengan keterlibatan kulit yang terisolasi dan
muskuloskeletal dibandingkan pada yang dengan penyakit ginjal dan penyakit
SSP.12
25
BAB II
STATUS ORANG SAKIT
Nomor RM : 00.66.09.59
Tanggal Masuk: 16 Desember 2015
Jam: 15.00WIB
Ruang: RA1 III 3 bed 1
Dokter Ruangan:
dr. Darmadi
Dokter Chief of Ward:
Dr. Ayu/ Dr. Taufiq/ Dr. Julahir
Dokter Penanggung Jawab Pasien
ANAMNESIS PRIBADI
Nama
: Nuraini
Umur
: 26 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Status Perkawinan
: Sudah Menikah
Pekerjaan
Suku
: Melayu
Agama
: Islam
Alamat
ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan utama
Telaah
Hal ini dialami pasien sejak 7 bulan yang lalu, awalnya bercak hanya sedikit
namun lama kelamaan meluas hingga berbentuk seperti kupu-kupu. Bercak ini
terasa panas dan semakin merah jika terkena sinar matahari. Bercak merah
kehitaman tersebut juga timbul di dada, punggung, lengan atas kiri dan kanan.
26
Riwayat nyeri sendi (+) 6 bulan lalu, tidak berhubungan dengan aktivitas dan
cuaca.
RPT
Tidak ada
RPO
27
ANAMNESIS ORGAN
Jantung
Saluran Pernafasan
Batuk-batuk: Dahak : -
Saluran Pencernaan
Saluran Urogenital
Endokrin
Saraf Pusat
Sakit Kepala: -
Hoyong: +
Lain-lain: -
Perdarahan: +
Purpura: Lain-lain: -
Sirkulasi Perifer
ANAMNESIS FAMILI
Claudicatio Intermitten: -
Lain-lain: -
Keadaan Penyakit
28
BB
x 100 % = 63,5 %
TB-100
60
BB = 63,5 kg
BW = 105,8 %
IMT: 24.8 kg/m2 Kesan: Overweight
KEPALA:
Wajah : makula eritematous
Mata :konjungtiva
palpebra
pucat
(+/+),
ikterus
(-/-),
pupil:
gigi geligi
tonsil/faring
LEHER:
29
Struma membesar/ tidak membesar, tingkat: (-) , nodular / multi nodular / diffuse
Pembesaran kelenjar limfa (-), lokasi: (-) , jumlah (-), konsistensi (-), mobilitas:(-),
nyeri tekan (-)
Posisi trakea: medial, TVJ: R-2 cm H2O
Kaku kuduk (-), lain-lain: _
THORAX DEPAN
Inspeksi
Bentuk
: Simetris fusiformis
Pergerakan
Palpasi
Nyeri tekan
: Tidak ada
Perkusi
Paru
Peranjakan
: 2 cm
Jantung
Batas atas jantung
: ICS V LPSS
Auskultasi
Paru
Suara pernafasan : Vesikuler melemah pada lap paru kiri
Suara tambahan
Jantung
: Tidak ada
30
M1 > M2, P2 > P1, T1 > T2, A2 > A1, desah sistolis (-), tingkat (-)
Desah diastolis (-), lain-lain: (-)
HR: 80 x/menit, reg/irreg, intensitas: cukup
THORAX BELAKANG
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: Tidak ada
31
ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk
: Simetris
Gerakan Lambung/Usus
: Tidak terlihat
Vena Kolateral
: Tidak dijumpai
Caput Medusae
: Tidak dijumpai
Palpasi
Dinding Abdomen
HATI
Pembesaran
:-
Permukaan
:-
Pinggir
:-
Nyeri tekan
:-
LIMFA
Pembesaran
GINJAL
Ballotement
: Tidak dijumpai
Perkusi
Pekak Hati
:+
Pekak Beralih
:-
Auskultasi
Peristaltik usus
: Normoperistaltik
Lain-lain
:-
32
Pinggang
Nyeri Ketuk (-), Kiri / Kanan
INGUINAL
sendi -
:
Lokasi
Jari Tabuh
Tremor Ujung Jari
Telapak tangan sembab
Sianosis :
Eritema
palmaris
Lain-lain
:
:
:
:
:
kiri dan kanan
33
Kiri
Kanan
Edema:
Arteri Femoralis :
Arteri Tibialis Posterior :
Arteri Dorsalis Pedis :
Refleks KPR :
Refleks APR :
Refleks Fisiologis :
Refleks Patologis :
Lain-lain :
+
+
+
++
++
++
-
+
+
+
++
++
++
-
Kemih
Warna: Kuning Jernih
Tinja
Warna: -
Eritrosit: 3,29x106/mm3
Protein: -
Konsistensi: -
Leukosit:7,12x103/mm3
Reduksi: -
Eritrosit:-
Trombosit: 193x103/mm3
Bilirubin: -
Leukosit:-
Ht: 25,50%
Urobilinogen: +
Amoeba/Kista:-
Limfosit: 19.20%
Sedimen
Telur Cacing
Monosit:4.50 %
Eritrosit: - /lpb
Ascaris: -
Eosinofil: 0.10%
Leukosit: - /lpb
Ankylostoma: -
Basofil:2.200 %
Epitel: - /lpb
T. Trichiura: -
Silinder: - /lpb
Kremi: -
Neutrofil:74.00 %
Kesan: Anemia
Normokrom
Kimia Klinik
34
35
RESUME
Keluhan Utama : bercak merah kehitaman pada wajah.
Telaah : hal ini telah dialami os selama 7 bulan
yang semakin panas dan memerah jika terkena sinar
matahari. Bercak juga timbul di punggung, dada,
ANAMNESIS
STATUS PRESENS
PEMERIKSAAN FISIK
: Simetris fusiformis
Palpasi
: SF kiri = SF kanan
Perkusi
: Sonor
Auskultasi
Suara pernafasan
vesikuler
: (-)
Abdomen
Inspeksi : simetris
Palpasi : soepel, H/L/R; ttb
melemah
pada
36
Perkusi : timpani
Auskultasi : normoperistaltik
Ekstremitas
Makula eritematous di lengan atas sinistra dan dextra,
edema(-)
Hb:8,40g/Dl
Eritrosit: 3,29 x106/mm3
Leukosit:7,12 x103/mm3
Trombosit: 193 x103/mm3
Ht: 25,50%
Neutrofil:74.00 %
Limfosit: 19.20%
Monosit:4.50 %
Eosinofil: 0.10%
Basofil:2.200 %
LABORATORIUM
RUTIN
37
1. SLE
DIAGNOSIS BANDING
DIAGNOSIS
2. Dermatomiositis
3. NPSLE
SLE berat
SEMENTARA
Aktivitas : Tirah baring
Diet
: Diet MB
38
BAB III
FOLLOW UP
Tgl
16/12/
Nyeri sendi(-)
2015
Mual(-)
TD :160/100 mmHg
Demam(-)
Lemas(-)
SLE berat
Anemia penyakit
Terapi
Tirah baring + pakai
kronik
NPSLE
Susp. Lupus nefritis
masker
Diet MB
IVFD NaCl0.9% 20
gtt/i
Inj. Ranitidine
50mg/12jam/IV
Inj. Metilprednisolon
ST: (-)
0,9% 2 0-30cc
Levofloxacin 1x500mg
R/
Diagnostik
Foto Thorax
39
Informed consent
Siklofosfamide
16/12/
2015
750mg
konsul Neurologi
konsul Kedokteran
Psikiatri
konsul Nefrologi
16/12/
2015
17/12/
2015
kronik
Efusi pleura kiri
masker
Diet MB
IVFD NaCl0.9% 20
40
Hoyong (+)
NPSLE
Susp. Lupus nefritis
Hiponatremia (128)
hipoosmolar
Hipoalbuminemia
berat (1,0)
Disartria + PN VII
UMN dex ec
ST: (-)
dd/stroke iskemik
dd/stroke hemoragik
gtt/i
Inj. Ranitidine
50mg/12jam/IV
Inj. Metilprednisolon
500mg dalam 100cc
NaCl 0,9% habis
dalam 1 jam diberikan
selama 3 hari (H2),
bilas dengan NaCl
0,9% 20-30cc
Levofloxacin 1x500mg
Drips Albumin 20gtt
1fls/hari
17/12/
2015
17/12/
2015
A: AKI std RISK + HT stg II + hiponatremia + SLE berat +NPSLE + efusi pleura kiri + anemia ec peny.kronik + hipoalbuminemia
P:
Tirah baring
Diet MB
IVFD NaCl 0,9% 20gtt/i
Valsartan 1x160mg
41
17/12/
2015
18/12/
P: sesuai terapi sebelumnya, belum diperlukan tambahan terapi dari bagian jiwa
Bingung (+)
Sens: Compos Mentis
SLE berat
Anemia penyakit
Lupa ingatan(+) TD :140/90 mmHg
2015
kronik
Efusi pleura kiri
NPSLE
Susp. Lupus nefritis
Hiponatremia (128)
masker
Diet MB
IVFD NaCl0.9% 20
gtt/i
Inj. Ranitidine
hipoosmolar
Hipoalbuminemia
50mg/12jam/IV
Metilprednisolon 4mg
berat (1,0)
Disartria + PN VII
4tab-4tab-4tab
Levofloxacin 1x500mg
Valsartan 1x160mg
Drips Albumin 20gtt
UMN dex ec
dd/stroke iskemik
dd/stroke hemoragik
2015
Teori
Epidemiologi
Wanita sembilan kali lebih sering menderita dibanding
Pasien
1fls/hari
42
pria. Penyakit ini lebih sering dijumpai di daerah urban Pasien pada kasus ini berjenis kelamin
dibanding daerah pedesaan. 65% pasien dengan SLE perempuan dan berusia 26 tahun
memiliki onset penyakit antara usia 16 hingga 55 tahun,
20% usia di bawah 16 tahun dan 15% di atas 55 tahun. 1
Manifestasi Klinis
SLE dapat menimbulkan gejala konstitusional berupa
demam, fatigue ,penurunan berat badan dll. Selain itu
SLE dapat bermanifestasi sebagai kelainan yang tampak
pada sistem mukokutan, musculoskeletal, ginjal,
kardiovaskular, pleura dan paru, saluran cerna dan hati,
saraf serta hematologi .
Diagnosis
Diagnosis dari lupus eritematosus sistemik Pasien pada kasus ini dijumpai adanya
didasarkan pada kriteria klinis dan laboratorium. 8 dari 11 kriteria ACR yaitu:
Kriteria yang dikembangkan oleh American College of
1. Ruam malar
43
Rheumatology (ACR) adalah kriteria yang paling luas
2. Fotosensitivitas
3. Ulkus oral
4. Artritis
5. Serositis
6. Kelainan ginjal
7. Kelainan neurologis
8. Kelaian hematologi
1. Ruam malar
2. Ruam diskoid
3. Fotosensitivitas.
4. Ulkus oral
5. Artritis
6. Serositis
7. Kelainan ginjal
8. Kelainan neurologis
9. Kelaian hematologi
10. Kelainan imunologi
11. Antibodi antinuklear (ANA)
44
sampai mengancam nyawa.
2. Tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam kulit dan saraf sehingga dapat
nyawa
3. Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru,
jantung, gastrointestinal, susunan saraf pusat, sendi,
hematologi dan kulit. Contoh SLE dengan manifestasi
arthritis dan kulit.
Penyakit SLE dengan tingkat keparahan sedang
manakala ditemukan:
1. Nefritis ringan sampai sedang ( Lupus nefritis kelas I
dan II)
2. Trombositopenia (trombosit 20-50x103/mm3)
3. Serositis mayor
Penyakit SLE berat atau mengancam nyawa apabila
ditemukan keadaan sebagaimana tercantum di bawah
ini, yaitu:
a. Jantung: endokarditis Libman-Sacks, vaskulitis arteri
koronaria, miokarditis, tamponade jantung, hipertensi
maligna.
b. Paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahan paru,
45
pneumonitis,
emboli
paru,
infark
paru,
fibrosis
Penatalaksanaan
Pada SLE berat atau yang mengancam nyawa didahului
dengan pemberian metilprednisolon intra vena 500 mg
sampai 1 g / hari selama 3 hari bertutut-turut ditambah
dengan pemberian obat kelompok imunosupresan yaitu
siklofosfamid intravena 0.5 - 0.75 g / bulan x 7 dosis
untuk memberikan hasil pengobatan yang baik.
46
dalam 1 jam lalu bilas NaCl 0,9%
20-30gtt/i
*** pasien menolak pemberian
siklofosfamid
47
BAB IV
KESIMPULAN
Os ibu Nuraini, 26 tahun, datang dengan keluhan bercak merah kehitaman pada wajah, punggung, dada, lengan atas kiri dan
kanan dan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, Os didiagnosis dengan Sistemik Lupus Eritomatosus dan
mendapat terapi :
48
DAFTAR PUSTAKA
1. Somers, Emily. 2014. Population-Based Incidence and Prevalence of Systemic Lupus
66(2):369-378
2. Yayasan Lupus Indonesia. Lupus di Indonesia. http://yayasanlupusindonesia.org/ (24
Oktober 2015)
Pathol;56:481490
Eular: 476-494
5. James M., Anna M. 2003. Diagnosis of systemic lupus erythematosus. American Family Physician; 68(11): 2180-2183
6. Gill JM, Quisel AM, Rocca PV, Walters DT. Diagnosis of Systemic Lupus Erythematosus. American Academy of Family Physicians.
2003; 68(11): 2179-2186.
7. Kasjmir YI, et al. Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia untuk Diagnosis
Perhimpunan Reumatologi
Indonesia. 2011.
8. Albar Z. Lupus Eritematosus Sistemik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Penerbit FK
12. Bartels CM, Muller D. Systemic Lupus Erythematosus (SLE). Medscape. Accessed
from:
http://emedicine.medscape.com/article/332244-overview#a6
13. Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik. Perhimpunan Reumatologi
Indonesia. 2011.