Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH BIOLOGI

KELAINAN PADA SISTEM IMUNITAS

GURU PEMBIMBING
Abdul Malik Jalaludin, M.Pd

Disusun Oleh :
1. Amirah Nayla
2. Gita Aprilia
3. Najwa Shafa
4. Rania Aisah
5. AditSaputra
6. Muhammad Fauzi A.
7. Rizq Muhammad S.

Kelas : XI IPA 5
BAB I

1.1
BAB II
LUPUS

2.1 Pengertian
Penyakit Lupus merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis multisistemik
dengan etiologi yang belum diketahui secara pasti. Manifestasi klinis, perjalanan
penyakit dan prognosis Penyakit Lupus sangat beragam. Faktor genetik,
imunologis, hormonal serta lingkungan berperan penting dalam patofisiologi
Penyakit Lupus. Sistem kekebalan tubuh pada penyakit ini akan mengalami
kehilangan kemampuan untuk melihat perbedaan antara substansi asing dengan sel
dan jaringan tubuh sendiri. Pada Penyakit Lupus terjadi produksi antibodi yang
berlebihan namun tidak menyerang kuman atau antigen tetapi menyerang sistim
kekebalan sel dan jaringan tubuh sendiri. Antibodi seperti ini disebut “auto-
antibodi” yang bereaksi dengan antigen “sendiri” membentuk kompleks imun.
Kompleks imun yang terdapat dalam jaringan akan mengakibatkan terjadinya
peradangan dan kerusakan pada jaringan.

Diagnosis Penyakit Lupus ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis dan kriteria


imunologis. Pedoman yang umumnya digunakan di Indonesia adalah kriteria
berdasarkan American College of Rheumatology tahun 1997 yang sudah direvisi
dan divalidasi oleh The Systemic Lupus International Collaborating Clinics
(SLICC). Manifestasi Penyakit Lupus sangat luas, meliputi keterlibatan kulit dan
mukosa, sendi, darah, jantung, paru, ginjal, susunan saraf pusat dan sistem imun.
Oleh karena itu manifestasi penyakit Lupus sangat beragam dengan perjalanan
penyakit yang bervariasi dan memiliki risiko kematian yang tinggi, sehingga
memerlukan pengobatan yang lama dan seumur hidup. Untuk itu diperlukan
pengenalan dini serta penatalaksanaan yang tepat. Kriteria imunologis didasarkan
pada hasil pemeriksaan ANA dan anti-dsDNA. Terapi Penyakit Lupus berupa obat
anti inflamasi non-steroid (OAINS), kortikosteroid, dan disease modifiying drug
yang pemberiannya disesuai dengan derajat keparahan penyakit. Diperlukan
pemeriksaan secara periodik untuk mengetahui adanya keterlibatan sistem organ
lain serta pemantauan respon terapi dan efek samping.

Penyakit Lupus sering dijuluki dengan istilah “great imitator” yang berarti peniru
yang ulung atau disebut juga sebagai Penyakit Seribu Wajah karena
manifestasinya yang beragam. Perempuan usia reproduktif memiliki prevalensi
yang paling tinggi. Berdasarkan data Infodatin 2017, diperkirakan jumlah pasien
Penyakit Lupus di Indonesia mencapai 1.250.000 orang.

2.2 Penyebab/Etiologi
Penyebab lupus belum diketahui secara pasti. Kombinasi dari faktor genetik dan
lingkungan sering dikaitkan dengan terjadinya lupus. Beberapa pemicu dari
munculnya gejala lupus adalah paparan sinar matahari, penyakit infeksi, atau obat-
obatan tertentu.

Pada faktor genetik, Penyakit Lupus lebih rentan terjadi pada orang-orang dengan
kulit berwarna, terutama pada ras Asia, Afrika, dan Hispanik. Selain itu,
seseorang yang memiliki kerabat tingkat pertama atau kedua dengan penyakit
lupus akan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkannya.

Pada faktor lingkungan, merokok, paparan sinar matahari, pengobatan, dan infeksi
virus dapat menyebabkan lupus. Peningkatan jumlah kasus lupus dalam beberapa
dekade terakhir dapat disebabkan oleh paparan tembakau yang lebih tinggi. Lalu,
beberapa sumber mengatakan jika pancaran sinar matahari yang terkena tubuh
kemungkinan dapat meningkatkan risiko dari lupus. Pada pengobatan tertentu,
sekitar 10 persen kasus lupus mungkin terkait dengan obat. Terakhir, infeksi virus
juga dapat memicu gejala pada orang yang rentan terhadap penyakit Lupus.

Risiko terjadinya lupus juga meningkat jika seseorang berjenis kelamin wanita,
berusia 15–45 tahun, dan memiliki anggota keluarga dengan penyakit lupus. Perlu
diingat, lupus bukanlah penyakit menular.

2.3 Gejala
Lupus dapat menyebabkan peradangan di berbagai organ dan bagian tubuh. Hal ini
menyebabkan gejala lupus bisa sangat beragam dan berbeda antara satu penderita
dengan penderita lain. Meski demikian, terdapat sejumlah umum yang bisa terjadi,
yaitu:

1. Rasa lelah yang esktrem


2. Ruam pada hidung dan pipi (butterfly rash)
3. Nyeri pada pesendian
4. Sariawan yang terus muncul;
5. Demam tinggi (38 derajat Celsius atau lebih);
6. Tekanan darah tinggi;
7. Pembengkakan kelenjar getah bening;
8. Sakit kepala;
9. Rambut rontok;
10. Mata kering;
11. Sakit dada;
12. Hilang ingatan;
13. Napas pendek akibat inflamasi paru-paru, dampak ke jantung, atau anemia.
14. Tubuh menyimpan cairan berlebihan, sehingga terjadi gejala, seperti
pembengkakan pada pergelangan kaki
15. Jari-jari tangan dan kaki yang memutih atau membiru jika terpapar hawa
dingin atau karena stres (fenomena Raynaud)

2.4 Klasifikasi/Jenis-jenisnya
 Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
Jenis lupus ini yang paling sering diidap masyarakat umum. SLE dapat menyerang
jaringan serta organ tubuh mana saja dengan tingkat gejala yang ringan sampai
parah. Banyak yang hanya merasakan beberapa gejala ringan untuk waktu lama
atau bahkan tidak sama sekali sebelum tiba-tiba mengalami serangan yang parah.
Timbulnya rasa nyeri dan lelah berkepanjangan merupakan salah satu gejala
ringan SLE. Oleh karena itu, pengidap SLE bisa merasa tertekan, depresi, dan
cemas, meski hanya mengalami gejala ringan.

 Discoid Lupus Erythematosus (DLE)


DLE pada dasarnya hanya menyerang kulit. Namun, dampak yang ditimbulkan
oleh lupus jenis ini mampu menyerang jaringan dan organ tubuh lainnya. DLE
umumnya bisa dikendalikan dengan menghindari paparan langsung sinar matahari
dan obat-obatan. Berikut ini beberapa gejala DLE:
1. Rambut rontok.
2. Pitak permanen.
3. Ruam merah dan bulat, seperti sisik pada kulit yang terkadang akan
menebal dan menjadi bekas luka.

 Lupus Akibat Obat


Efek samping obat pasti berbeda-beda pada tiap orang. Kurang lebih ada lebih dari
100 jenis obat yang bisa menimbulkan efek samping yang mirip dengan gejala
lupus pada orang-orang tertentu. Gejala lupus akibat obat umumnya akan hilang
jika berhenti mengonsumsi obat tersebut, sehingga tidak perlu menjalani
pengobatan khusus. Namun, jangan lupa untuk selalu berbicara dengan dokter
sebelum memutuskan berhenti mengonsumsi obat dengan resep dokter.

2.5 Patofisiologi
Penyakit Lupus terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan
peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan imuno regulasi ini ditimbulkan
oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti
olehawitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan
(cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin,
prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan
disamping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam Penyakit Lupus
akibat senyawa kimia atau obat-obatan. Pada Lupus, peningkatan produksi
autoimun diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal
sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi
akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan
siklus tersebut berulang kembali.

2.6 Pengobatan
Berikut pengobatan yang dapat dijalani oleh pasien Penyakit Lupus :
1. Kortikosteroid (prednison 1-2 mg/kg/hr s/d 6 bulan postpartum)
(metilprednisolon1000 mg/24jam dengan pulse steroid th/ selama 3 hr, jika
membaik dilakukan tapering off).
2. AINS (Aspirin 80 mg/hr sampai 2 minggu sebelum TP).
3. Imunosupresan (Azethiprine 2-3 mg/kg per oral).
4. Siklofospamid, diberikan pada kasus yang mengancam jiwa 700-1000 mg/m
luas permukaan tubuh, bersama dengan steroid selama 3 bulan setiap 3
minggu.

Selain itu asuhan keperawatan pada pasien Penyakit Lupus dapat dilakukan
dengan cara :
1. Pekalah terhadap reaksi psikologis pasien akibat perubahan yang terjadi dan
proses Penyakit Lupus yang tidak terduga; dorong pasien untuk berpartisipasi
dalam kelompok pendukung, yang dapat memberikan informasi mengenai
penyakit, tips penatalaksanaan sehari-hari, dan dukungan sosial.
2. Ingatkan pasien untuk menghidari paparan sinar matahari dan sinar ultraviolet atau
untuk melindungi diri mereka dengan tabir surya dan pakaiaan.
3. Karena beberapa sistem organ berisiko tinggi terkena penyakit ini, ingatkan pasien
tentang pentingmya menjalani screening rutin secara berkala dan juga aktivitas
untuk meningkatkan kesehatan.
4. Rujuk pasien untuk menemui ahli diet jika perlu.
5. Jelaskan kepada pasien tentang pentingnya melanjutkan medikasi yang telah
diterapkan, dan memahami perubahan serta kemungkinan efek samping yang
cenderung terjadi akibat penggunaan obat tersebut.
6. Ingatkan pasien tentang pentingnya menjalani pemantauan karena mereka berisiko
tinggi mengalami gangguan sistemik, termasuk pada ginjal dan kardiovaskuler.

2.7 Pertanyaan
Jelaskan mekanisme mengapa wanita lebih rentang mengalami penyakit
lupus?

Wanita berisiko sekitar 9 kali lebih besar daripada pria untuk terkena lupus. Hal
ini karena adanya perbedaan terkait hormon dan kromosom seks antara pria dan
wanita. Namun, sejauh mana perbedaan jenis kelamin ini berpengaruh pada
pengembangan lupus masih belum diketahui. Lupus paling sering terjadi pada
wanita yang berada di kisaran usia 15–45 tahun atau masih dalam masa
reproduksi. Hormon estrogen, khususnya, memiliki kemungkinan untuk
berkontribusi pada perkembangan lupus pada wanita yang rentan secara genetik.
Baik estrogen endogen yang dibuat tubuh dan estrogen sintetis dalam
pengendalian kelahiran mendukung perkembangan lupus.
BAB III
PSORIASIS

3.1 Pengertian
Psoriasis adalah penyakit peradangan kronis dan bersifat autoimun (penyakit
yang muncul sebagai akibat dari reaksi sistem kekebalan atau sistem imun tubuh)
yang terjadi pada kulit yang ditandai dengan bercak putih, perak, atau merah
bersisik tebal di berbagai bagian tubuh terutama pada kaki, punggung bawah,
lutut, siku, tangan, dan kulit kepala. Penyakit tidak menular ini biasanya terjadi
pada orang dewasa, walaupun ada juga beberapa kasus pada anak-anak dan
remaja. Gangguan pada kulit ini dipicu oleh faktor lingkungan, serangan
kekebalan tubuh (autoimun) karena jumlah limfosit yang tidak normal, dan
sistem kekebalan tubuh yang terlalu aktif. Psoriasis diduga disebabkan oleh
proliferasi atau penyebaran sel-sel kulit yang sangat cepat. Psoriasis dapat
bersifat ringan, sedang, ataupun berat. Meskipun pasien dengan kasus ringan
hampir tidak tgejalanya, pasien yang menderita kasus yang lebih parah akan
memperlihatkan gejala seperti kulit tebal, merah, dan bersisik pada seluruh tubuh
mereka. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa orang dengan Psoriasis memiliki
risiko yang lebih tinggi untuk terkena penyakit jantung, diabetes, dan penyakit
darah tinggi atau hipertensi.

3.2 Penyebab/Entiologi
Sampai saat ini, para dokter dan ahli medis belum dapat menentukan secara pasti
apa penyebab psoriasis. Namun beberapa penelitian menyebutkan psoriasis
disebabkan oleh gangguan pada sistem imun tubuh seseorang, khususnya
kelainan pada sel T dan neutrofil. Keduanya adalah bagian dari sel darah putih.
Sel T berperan untuk meningkatkan kekebalan tubuh dan neutrofil berfungsi
untuk mempertahankan tubuh dari serangan infeksi bakteri. Neutrofil adalah sel
yang datang pertama kali bila terjadi infeksi pada tubuh. Pada penderita psoriasis,
sel T mengalami kelainan dengan menyerang sel kulit sehat dan
memperlakukannya seperti luka atau infeksi dengan tujuan untuk disembuhkan.
Sel T yang terlalu aktif menyebabkan produksi sel kulit baru secara berlebihan.
Kelainan ini menyebabkan sel kulit yang baru menumpuk pada permukaan kulit
dan membentuk seperti sisik disertai dengan bercak merah yang gatal dan dapat
terasa nyeri.
Penyebab kelainan ini diduga adalah faktor genetis dan lingkungan si penderita.

3.3 Gejala
Psoriasis tampak seperti bercak bersisik tebal berwarna merah, putih, atau perak
yang muncul di bagian manapun pada tubuh. Munculnya Psoriasis berbeda
menurut jenisnya:
1. Psoriasis Vulgaris (plak)
psoriasis dengan tipe vulgaris ini adalah jenis yang paling umum terjadi.
Gejalanya bisa berupa:
 Bercak-bercak plak bisa tampak kemerahan, tebal dan dilapisi sisik
berwarna perak
 Bercak bisa terasa nyeri dan gatal
 Bercak plak terkadang pecah-pecah dan berdarah
 Bercak bisa meluas di kulit
 Kerusakan pada kuku; bisa bergelombang, tidak rata dan rapuh atau
mudah lepas
 Bercak bersisik di kepala
 Tidak nyaman di bagian tubuh terutama kulit kepala, siku, lutut, wajah,
tangan, dan kaki
2. Psoriasis Gutata (seperti tetesan air)
Berbeda dengan psoriasis vulgaris yang berbentuk bercak-bercak, psoriasis
gutata cenderung memiliki gejala berupa bintik-bintik merah di kulit.
Disebutkan bahwa gejala ruam kulit autoimun ini umumnya muncul di perut,
kaki dan tangan, yang juga seringkali terjadi pada anak-anak atau memasuki
usia dewasa muda.
3. Psoriasis Inversa (di lipatan kulit)
Berikutnya, jenis psoriasis inversa (inverse psoriasis) ini gejalanya bercirikan
lesi atau ruam kulit autoimun berwarna merah terang dengan permukaan
mengkilap. Gejala ini mudah muncul di ketiak, selangkangan dan di bawah
payudara pada penderita wanita.
4. Psoriasis Pustulosa (bentuk bernanah)
Untuk jenis atau tipe psoriasis pustular atau pustular ini gejala yang terjadi
adalah berupa ruam merah bersisik pada kulit, dan juga bintil-bintil berisi
nanah. Biasanya gejala psoriasis pustulosa ini sering muncul pada bagian
telapak tangan dan telapak kaki.
5. Psoriasis Eritoderma (berwarna kemerahan dan bersisik di seluruh badan)
Untuk jenis psoriasis eritoderma atau disebut juga eritrodermik ini umumnya
pasien mengalami gejala berupa ruam merah terang dan sisik yang mudah
rontok.

3.4 Klasifikasi/Jenis-jenis
Psoriasis memiliki banyak jenis. Psoriasis plak (plaque psoriasis) adalah kasus
psoriasis yang paling sering ditemui.
Selain itu, ada banyak jenis psoriasis lainnya. Berikut adalah jenis-jenis psoriasis
dan gejalanya:
1. Psoriasis Vulgaris (plak)
adalah Psoriasis plak adalah jenis psoriasis yang paling umum. American
Academy of Dermatology (AAD) memperkirakan bahwa sekitar 80 persen
orang yang mengalami penyakit tersebut. Ini menyebabkan bercak merah
dan meradang yang menutupi area kulit. Bercak ini sering ditutupi dengan
sisik atau plak keputihan-perak. Plak ini biasanya ditemukan di siku, lutut,
dan kulit kepala.
2. Psoriasis Gutata (seperti tetesan air)
Psoriasis gutata adalah psoriasis yang banyak ditemukan pada anak kecil.
Psoriasis gutata umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri.Psoriasis gutata
akan muncul dalam bentuk bercak-bercak kecil ditutupi dengan sisik pada
bagian perut, lengan, kaki, dan kulit kepala.
3. Psoriasis Inversa (di lipatan kulit)
menyerang bagian tertutup seperti ketiak dan sekitar kemaluan. Jenis
penyakit kulit ini menyebabkan area kulit merah mengkilap, meradang.
Bercak-bercak psoriasis terbalik berkembang di bawah ketiak atau payudara,
di pangkal paha, atau di sekitar lipatan kulit di alat kelamin.
4. Psoriasis Pustulosa (bentuk bernanah)
Psoriasis pustular lebih sering terjadi pada orang dewasa yang menyebabkan
lepuh putih, berisi nanah dan area yang luas dari kulit yang meradang.
Psoriasis ini biasanya terlokalisasi pada area tubuh yang lebih kecil, seperti
tangan atau kaki, tetapi bisa meluas.
5. Psoriasis Eritoderma (berwarna kemerahan dan bersisik di seluruh badan)
adalah jenis psoriasis yang parah dan sangat jarang. Bentuk ini sering
menutupi sebagian besar tubuh sekaligus. Kulit hampir tampak terbakar
matahari. Sisik yang berkembang sering mengelupas pada sebagian besar
atau lembaran. Tidak jarang seseorang dengan penyakit ini mengalami
demam atau menjadi sangat sakit. Jenis ini dapat mengancam jiwa, sehingga
individu harus segera mengunjungi dokter.

3.5 Patofisiologi
Patofisiologi psoriasis adalah inflamasi berkelanjutan yang menyebabkan
proliferasi keratinosit tidak terkontrol dan adanya diferensiasi sel yang
disfungsional. Secara histologis, plak psoriasis menunjukkan hiperplasia
epidermal yang menutupi infiltrat inflamasi, yang terdiri dari sel dendritik
dermal, makrofag, sel T, dan neutrofil.
Pembengkakan pada pembuluh darah disebabkan oleh pelebaran pembuluh darah
superfisial dan perubahan siklus sel. Pada orang normal, produksi sel kulit
berlangsung sekitar 3–4 minggu. Namun, pada penderita psoriasis, proses
pergantian kulit hanya berlangsung sekitar 3–7 hari.
Hal inimenyebabkan peningkatan produksi sel, sehingga sel terdorong dan
menumpuk ke permukaan kulit.
Sel yang seharusnya kehilangan nukleus di stratum granulosum mempertahankan
nukleusnya (parakeratosis). Lalu, sel epidermis yang terpengaruh gagal
melepaskan lipid yang memadai, sehingga memperkuat adhesi korneosit. Stratum
korneum yang kurang melekat akan menjadi lesi psoriasis yang mengelupas
dengan permukaan yang menyerupai sisik berwarna perak.

3.6 Pengobatan
Pengobatan psoriasis tergantung pada tingkat keparahan psoriasis dan efektivitas
perawatan sebelumnya. Metode pengobatan yang bisa dilakukan untuk mengatasi
psoriasis antara lain:
1. Emolien
Emolien merupakan pelembab yang dapat digunakan untuk mengobati
psoriasis ringan. Manfaat emolien untuk psoriasis antara lain untuk
mengurangi pengelupasan kulit dan iritasi, meredakan gatal, dan mencegah
perdarahan akibat goresan pada kulit.
2. Obat oles
Pemberian obat oles bertujuan untuk meredakan gatal dan peradangan,
mengurangi gejala kulit bersisik, dan menghambat pembentukan sel kulit
baru. Obat oles berupa krim atau salep yang dapat diresepkan oleh dokter
untuk mengobati psoriasis yaitu kortikosteroid, tacrolimus, dan dithranol.
3. Fototerapi
Fototerapi atau terapi cahaya dilakukan jika psoriasis tidak dapat ditangani
dengan obat oles. Prosedur ini dilakukan oleh dokter kulit menggunakan sinar
ultraviolet (UV) UVA atau UVB.
Jika menggunakan UVA, terapi cahaya akan dikombinasikan dengan obat
jenis psoralen. Tujuannya adalah agar kulit lebih sensitif terhadap efek sinar
UV.
4. Obat minum
Pengobatan lain untuk psoriasis yang bisa diberikan oleh dokter adalah obat
minum. Beberapa jenis obat yang digunakan adalah methotrexate dan
ciclosporin.
5. Obat suntikan
Obat suntik bisa diberikan untuk menangani psoriasis parah yang tidak efektif
diobati dengan metode di atas. Jenis obat suntik yang dapat diberikan untuk
menangani psoriasis adalah etanercept, adalimumab, dan infliximab.

3.7 Pertanyaan
Jelaskan mekanisme hubungan secara patofisiologis antara stress dan
obesitas dengan penyakit Psoriasis?
JAWAB :

a) Stress
Pada pasien yang memiliki psoriasis, stres yang dialami akan memperburuk
kondisi mereka. Pasalnya, di dalam tubuh terdapat banyak ujung saraf yang
terhubung dengan kulit, sehingga kulit akan ikut bereaksi ketika sistem
saraf pusat di otak mendeteksi adanya bahaya karena stres.
Stres inilah yang akan memicu gatal-gatal, rasa nyeri, serta pembengkakan
pada kulit. Selain itu, stres juga memicu produksi keringat berlebih yang
mana dapat berpengaruh pada gejala yang dirasakan.
Hal ini bahkan sudah ditunjukkan oleh sebuah penelitian pada 2013 yang
membuktikan bahwa 68% pasien psoriasis dewasa cenderung mengalami
gejala yang lebih parah setelah dilanda stres.
Kondisi psoriasis sendiri kerap menjadi pemicu stres bagi para
penderitanya. Gejala di kulit yang muncul dapat membuat seseorang
menjadi tidak percaya diri dan malu.
Hal tersebut ditambah dengan rasa sakit yang terkadang tak tertahankan
serta pengobatannya yang memakan banyak biaya. Segala tekanan ini pun
meningkatkan stres yang kemudian menjadi penyebab kambuhnya
psoriasis.

b) Berat badan berlebih


Kelebihan berat badan meningkatkan risiko psoriasis sekaligus membuat
gejalanya semakin parah. Sebuah penelitian di JAMA Dermatology
menemukan kaitan antara diet rendah kalori dan penurunan penyebaran
psoriasis.
Orang yang mengalami obesitas cenderung mendapatkan plak di lipatan-
lipatan kulitnya yang bisa memerangkap bakteri, keringat, dan minyak
sehingga memunculkan iritasi dan gatal-gatal yang dapat memperparah
gejala psoriasis.
BAB IV

4.1
BAB V

5.1
BAB VI
Ideophathic Thrombosythopenic Purpura (ITP)
6.1 Pengertian
Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) adalah kondisi yang ditandai dengan
menurunnya jumlah trombosit darah (trombositopenia) dalam tubuh, sehingga
menimbulkan kecenderungan perdarahan. Bentuk perdarahan yang muncul bisa
sebagai purpura, yaitu perubahan warna pada kulit atau selaput lendir karena adanya
perdarahan pembuluh darah kecil (memar). Atau bisa juga dalam bentuk ptechiae,
yaitu bintik-bintik merah akibat pendarahan di dalam kulit.
Perdarahan terjadi karena sistem kekebalan tubuh yang menyerang trombosit,
sehingga jumlah trombosit menurun (rendah). Kondisi ini bisa terjadi pada siapa saja,
baik orang dewasa maupun anak-anak. Anak berusia 2–5 cukup rentan terhadap ITP.
Biasanya terjadi pasca infeksi virus.

6.2 Penyebab/Etiologi
Penyebab ITP belum diketahui secara pasti hingga saat ini. Namun, dugaan utama
penyebab ITP adalah gangguan pada sistem kekebalan tubuh yang disebut penyakit
autoimun.
Pada penderita ITP, sistem kekebalan tubuh menganggap sel keping darah
(trombosit) sebagai benda asing yang berbahaya, sehingga dibentuk antibodi untuk
menyerang trombosit. Hal inilah yang menyebabkan jumlah trombosit menurun.
Selain itu, beberapa hal berikut ini juga dapat memicu munculnya ITP:
 Infeksi virus ataubakteri, umumnyapadaanak-anak.
 Vaksinasi.
 Paparanracunataubahankimiaberbahaya, misalnya insektisida.
 Penyakitautoimunlain, misalnya lupus.
 Pengobatan kemoterapi.

6.3 Gejala
Gejala utama ITP adalah munculnya ruam merah atau memar di berbagai bagian
tubuh dan perdarahan yang sulit dihentikan ketika luka. Di samping itu, ada beberapa
tanda dan gejala tambahan lain yang disebabkan oleh ITP, yaitu:
Rasa lelah yang berlebihan.
 Mimisan.
 Bercak darah pada urine atau tinja.
 Gusi berdarah, terutama setelah menjalani perawatan gigi.
 Perdarahan berlebihan saat menstruasi.
 Pada anak-anak, ITP terkadang tidak menimbulkan gejala. Jika muncul gejala,
biasanya bersifat ringan dan berlangsung selama kurang dari 6 bulan (akut).
Namun, gejala ITP juga dapat berlangsung selama lebih dari 6 bulan (kronis),
yang biasanya terjadi pada penderita dewasa.

6.4 Klasifikasi/jenis-jenis
 ITP Akut

Jenis penyakit ITP akut adalah dialami kurang dari 6 bulan. ITP akut lebih
sering terjadi pada anak usia 2-6 tahun. Biasanya seringkali terjadi setelah
infeksi virus akut seperti Rubeola, Rubella, Varicella zoozter, Epstein Barr
virus. Selain itu juga bisa terjadi akibat penyakit saluran nafas yang disebabkan
oleh virus.

 ITP Kronik

Jenis penyakit ITP kronik ini sering dijumpai pada wanita berumur 15-50
tahun. Periode perdarahan dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa
minggu, bahkan terus menerus. Bila penderita ITP diperiksa secara fisik, maka
biasanya keadaan umumnya baik, tidak didapatkan demam, dan tidak ada
pembesaran limpa maupun hati. Namun, terdapat imun yang lemah.

6.5 Patofisiologi
ITP kemungkinan juga disebabkan oleh hipersplenisme, infeksi virus. Namun
penyebab sebenarnya tidak diketahui, meskipun diduga disebabkan oleh agen virus
yang merusak trombosit. Kerusakan trombosit disebabkan adanya Humoral
antiplatelet factor di dalam tubuh yang saat ini dikenal sebagai PAIgG atau Platelet
Associated IgG. PAIgG diproduksia oleh limpa dan sumsum tulang. Kenaikan
produksi PAIgG adalah akibat adanya antigen spesifik terhadap trombosit dan
megakariosit dalam tubuh. Pada bentuk akut, antigen spesifik diduga bersumber dari
infeksi virus yang terjadi satu sampai enam minggu sebelumnya. Antigen pertama
yang berhasil diidentifikasi berasal dari kegagalan antibody ITP untuk berikatan
dengan trombosit yang secara genetic kekurangan kompleks gp IIb/IIIa. Kemudian
berhasil diidentifikasi antibody yang bereaksi dengan GP Ib/IX, Ia/Iia, IV dan Vh
determinan trombosit yang lain. Antigen ini bersama PAIgG membentuk kompleks
antigen-antibodi, dan selanjutnya melekat di permukaan trombosit. Perlekatan ini
menyebabkan trombosit akan mengalami kerusakan akibat lisis atau penghancuran
sel-sel makrofag di RES yang terdapat di hati, limpa, sumsum tulang, dan getah
bening. Kemudian terjadi destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen yang
diperkirakan dipicu oleh antibody, akan menimbulkan pacuan pembentukan
neoantigen, yang berakibat produksi antibody yang cukup untuk menimbulkan
trombositopenia. Kerusakan yang demikian cepat dan jumlah yang besar
menyebabkan terjadinya trombositopenia yang berat diikuti manifestasi perdarahan
bentuk ITP kronik bisa merupakan kelanjutan dari bentuk akut.
Perdarahan hebat dapat mengakibatkan :
 Nyeri
 Splenomegali yaitu pembesaran limpa
 purpura meliputi ruam bintik-bintik ungu karena pembuluh darah kecil
kebocoran darah ke kulit, sendi, usus, atau organ
 anemia dapat menurunkan kadar hemoglobin yang nantinya akan terjadi
perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel. Selain itu
anemia menjadi penyebab nafsu makan seseorang berkurang sehingga terjadi
gangguan keseimbangan nutrisi, dan anemia mengakibatkan organ tubuh tidak
mendapat cukup oksigen, sehingga membuat penderita anemia pucat dan
mudah lelah sehingga terjadi intoleransi aktivitas atau ketidakcukupan energi
untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
6.6 Pengobatan
Pada ITP yang ringan, tidak diperlukan penanganan secara khusus, namun dokter
tetap akan memantau dan melakukan pemeriksaan trombosit secara rutin untuk
mencegah perdarahan.
Sedangkan pada ITP yang lebih parah, dokter akan memberikan penanganan untuk
menjaga jumlah trombosit agar tidak turun, sehingga tidak terjadi perdarahan.
Penanganan ITP dapat diberikan dalam bentuk:
a) Obat-obatan
 Kortikosteroid
Kortikosteroid berfungsi untuk menekan sistem kekebalan tubuh dan
jumlah trombosit. Dokter akan memberi instruksi kepada pasien untuk
berhenti mengonsumsi obat ini, jika jumlah trombosit sudah kembali
normal.
 Eltrombopag
Jenis obat ini digunakan untuk membantu sumsum tulang agar dapat
memproduksi lebih banyak trombosit.
 Rituximab
Rituximab berfungsi untuk meredakan respons sistem kekebalan tubuh
yang menyebabkan rusaknya trombosit.
 Intravenous immunoglobulin (IVIg)
IVIg adalah obat yang diberikan untuk meningkatkan jumlah trombosit
ketika obat lain tidak lagi efektif dalam mengatasi ITP. Obat ini juga
digunakan untuk meningkatkan jumlah darah ketika pasien mengalami
perdarahan sebelum menjalani operasi.

b) Operasi
Jika ITP sudah parah dan obat-obatan tidak lagi efektif dalam mengatasi gejala
yang muncul, dokter akan melakukan operasi pengangkatan organ limpa atau
splenektomi.
Prosedur splenektomi bertujuan untuk mencegah penghancuran trombosit di
organ limpa. Meskipun demikian, prosedur operasi ini jarang sekali dilakukan
karena berisiko menimbulkan infeksi.

6.7 Pertanyaan
Jelaskan mekanisme virus campak yang dapat meningkatkan resiko terjadinya
ITP?
Virus campak masuk ke tubuh melalui mukosa saluran nafas atas atau kelenjar air
mata. Infeksi awal dan replikasi virus terjadi secara lokal pada sel epitel trakea dan
bronkus. Fase viremia pertama terjadi setelah invasi, akibat replikasi dan kolonisasi
virus pada kelenjar limfe regional. Fase viremia kedua terjadi setelah infeksi awal
akibat penyebaran virus pada seluruh sistem retikuloendotelial. Kolonisasi dan
penyebaran pada epitel dan kulit menyebabkan gejala batuk, pilek, mata merah dan
demam yang semakin tinggi.pada awal fase demam jumlah trombosit menurun dalam
batas normal. Apabila Jumlah trombosit terus menurun maka akan mengalami
trombositopenia yang mengakibatkan ITP dan akhirnya timbul ruam makulopapular.
BAB VII

7.1

Anda mungkin juga menyukai