Kelompok : A.15
1
Skenario 3
2
Kata Sulit
1. Malar rash: Bercak kemerahan yang melintas diatas hidung dan menyebar ke
kedua pipi yang gambarannya menyerupai kupu-kupu dan merupakan tanda
khas Lupus.
2. Sistemic Lupus Eritematosus: Penyakit automun multisystem dengan
manifestasi dan sifat yang sangat berubah ubah. Dan mengakibatkan
peradangan dan kerusakan jaringan.
3. Marker Autoimun: Kompleks antibody yang dihasilkan akibat adanya
inflamasi
4. Suhu subfebris: Suhu hangat 37,5°C-38°C
5. Anti ds-DNA: Untuk mengetahui keberadaan auto antibody igG dari ds-DNA
yang dapat ditemukan secara spesifik pada individu yang menderita SLE.
3
Pertanyaan
1. Mengapa dapat timbul Malar rash disekitar hidung dan pipi? Karena kulit
penderita lupus sensitive dan sinar UV meningkatkan apoptosis sel dan terjadi
pembentukan anti-DNA. Dan menimbulkan reaksi epidermal.
2. Mengapa jika terkena sinar matahari pipi dapat memerah? Karena kulit
penderita lupus sensitive dan sinar UV meningkatkan apoptosis sel dan terjadi
pembentukan anti-DNA. Dan menimbulkan reaksi epidermal.
3. Bagian tubuh apa saja yang diserang penyakit lupus? Bisa menyerang organ
apa saja. Tapi terutama; kulit, ginjal, membrane serosa, sendi dan jantung.
4. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan SLE? Genetik, lingkungan,
hormone (biasanya hormone esterogen), obat-obatan dan sistem imunitas.
5. Kenapa gejalanya bisa demam yang hilang timbul? Jadi, sel mast melepaskan
mediator inflamasi seperti sitokin dan prostaglandin dan merangsang
termoregulator di hipotolamus.
6. Mengapa dokter menyarankan melakukan pemeriksaan laboratorium
hematologi, urin dan marker autoimun? Karena pada pemeriksaan lab tersebut
dapat ditemukan leukopenia, trombositopenia, limfopenia dan laju endap
darah cepat yang merupakan manifestasi penyakit Lupus. Dan karena
kerusakan pada ginjal, urin pada penderita Lupus mengandung darah dan
protein > 0,5gr/hari. Marker autoimun sebagai identifikasi adanya inflamasi.
7. Mengapa penanganan penyakit Lupus membutuhkan waktu yang lama?
Karena sampai saat ini belum ditemukan obat untuk Lupus dan biasanya pada
penderita Lupus diberikan obat-obat non-Steroid dan kortikosteroid.
8. Apa penyebab nyeri di persendian? Karena adanya inflamasi di sendi
9. Apa penyebab SLE? Penyebab pasti dari SLE belum diketahui. Tetapi
biasanya diturunkan secara genetik. Kegagalan tubuh dalam mempertahankan
toleransi diri.
10. Mengapa kekebalan tubuh dalam kasus ini dapat menyerang sel tubuh sendiri?
Karena antibody membentuk kompleks autoimun yang disebut auto antibody.
Auto antibody mengendap atau tersimpan dijaringan atau organ. Mereka inilah
yang menimbulkan kerusakan jaringan.
11. Bagaimana pandangan Islam dalam menghadapi suatu cobaan? Menghadapi
suatu cobaan harus ikhlas dan sabar. Seperti yang tertera pada Al-Qur’an
surat: Al-Baqarah ayat 155-157 dan akan datang kabar gembira bagi orang
yang sabar.
4
Hipotesis
Toleransi imunitas adalah respon tubuh untuk menjaga respon imun yang berlebihan
yang dapat menyerang tubuh sendiri. Dimana bila terjadi kegagalan akan terjadi
reaksi autoimun. Salah satu dari contoh reaksi autoimun yang bersifat sistemik adalah
Lupus Eritematosus Sistemik. Yang dapat menimbulkan malar rash, nyeri sendi dan
gangguan beberapa organ lainnya. Penyakit ini dapat dikendalikan dengan pengobatan
seumur hidup sehingga harus sabar dalam menerima cobaan.
5
LI. 1. Memahami dan menjelaskan autoimun
LO 1.1 Definisi
LO 1.2 Etiologi
LO 1.3 Klasifikasi
LO 1.4 Patogenesis
LO 2.1 Definisi
LO 2.2 Etiologi
LO 2.3 Manifestasi
LO 2.4 Patofisiologi
LO 2.6 Tatalaksana
LO 2.7 Komplikasi
LO 2.8 Prognosis
6
LI.1. Memahami dan menjelaskan autoimun
Definisi
Etiologi
1. Genetik
2. Defisiensi komplemen
7
sistem pertahanan tubuh, antara lain melalui proses opsonisasi, untuk memudahkan
eliminasi kompleks imun oleh sel karier atau makrofag. Kompleks imun akan diikat
oleh reseptor komplemen (Complement receptor = C-R) yang terdapat pada
permukaan sel karier atau sel makrofag. Pada defisiensi komplemen, eliminasi
kompleks imun terhambat, sehingga jumlah kompleks imun menjadi berlebihan dan
berada dalam sirkulasi lebih lama.
3. Hormon
4. Lingkungan
Pengaruh fisik (sinar matahari), infeksi (bakteri, virus, protozoa), dan obat-
obatan dapat mencetuskan atau memperberat penyakit autoimun. Mekanismenya dapat
melalui aktivasi sel B poliklonal atau dengan meningkatkan ekspresi MHC kelas I atau
II.
Klasifikasi
Penyakit autoimun yang melibatkan kerusakan seluler terjadi ketia sel limfosit
atau antibodi berikatan dengan antigen membran sel, sehingga menyebabkan lisis
ataupun respon inflamasi pada organ terkait. Lama kelamaan, struktur sel yang rusak
itu diganti oleh jaringan penyambung (scar tissue), dan fungsi organ nya menurun.
Contoh : Anemia pernisiosa, pemfigoid bulosa (salah satu penyakit kulit
melepuh), tiroiditis hashimoto, miksedem primer, tirotoksikosis, penyakit Addison,
dll.
Pada penyakit autoimun sistemik, respon imunnya diarahkan kepada banyak antigen
target, sehingga melibatkan banyak jaringan dan organ. Penyakit ini disebabkan oleh
8
kerusakan pada regulasi imun, sehingga menyebabkan munculnya sel T dan sel B
yang hiperaktif. Kerusakan jaringan terjadi di banyak bagian tubuh. Kerusakan
tersebut dapat disebabkan oleh cell-mediated immune respone maupun direct cellular
damage (seperti yang sudah disebutkan pada penyakit autoimun organ-specific).
Contoh : Artritis rheumatoid, SLE, LE discoid, scleroderma, Dermatomiositis, dll.
Patogenesis
9
3) Mediasi Antibodi dan sel T cell :Sel T adalah salah satu dari dua
tipe (yang satunya disebut sel B) sel darah putih yang memediasi
reaksi immune. Ketika dihadapkan pada suatu antigen tertentu, sel T
terprogram untuk mencari dan merusak protein tertentu itu pula
dikemudian hari. Jika seekor hewan terekspose pada suatu antigen,
maka menjadi lebih berkemampuan untuk memberikan respon lebih
banyak dan lebih cepat dalam memberikan perlawanan terhadap
antigen tertentu itu dikemudian hari. Inilah dasar pelaksanaan
vaksinasi. Pada kejadian Thyroiditis (autoimmune hypothyroidism)
tampaknya memberikan dampak mixed ethiology, dimana beberapa
antigen yang menjadi target dan juga sekaligus hormon penting
thyroglobulin yang diproduksi oleh tyroid menjadi dikenali.
Autoantibodi terhadap antigen-antigen pada ephitel sel thyroid juga
dikenali. Thyroid menjadi terinvasi oleh sejumlah besar sel T, sel B
demikian pula sel Makrophage yang akan "menelan" dan
menghancurkan sel-sel lainnya. Sel T yang terprogram secara spesifik
terhadap thyroglobulin ini telah diidentifikasi (Aronson, 1999 :
Salyers dan Whitt, 1994 : Madigan dkk, 1997).
Definisi
10
banyaknya antigen, meningkatnya sel T helper, terganggunya supresi sel B dan
perubahan respon imun dari Th1 ke Th2 menyebabkan hiperreaktivitas sel B
dan terbentuknya autoantibody.
Penyakit Lupus secara umum merupakan kelainan yang bersifat kronik pada
masalah imunitas tubuh.Manusia memiliki sistem kekebalan tubuh yang berfungsi
untuk menyerang benda asing, virus, bakteri atau kuman yang dapat menyebabkan
penyakit.Tetapi, pada penderita penyakit Lupus, sistem kekebalan yang harusnya
berfungsi sebagai pelindung tubuh mengalami kelainan.Tubuh tidak dapat
membedakan antara benda asing yang harus dimusnahkan dengan jaringan tubuh
sendiri yang bermanfaat untuk kelangsungan hidup.
Etiologi
1. Genetik:
a. Sering pada anggota keluarga dan saudara kembar monozigot (25%)
dibanding kembar dizigotik (3%), berkaitan dengan HLA seperti DR2,
DR3 dari MHC kelas II.
b. Individu dengan HLA DR2 dan DR3 risiko 2-3 kali dibanding dengan
HLA DR4 dan HLA DR5.
c. Gen HLA diperlukan untuk proses pengikatan dan presentasi antigen,
serta aktivasi sel T.
d. Haploptip (pasangan gen yang terletak dalam sepasang kromosom
yang menetukan ciri seseorang), HLA menggangu fungsi sistem imun
yang menyebabkan peningkatan autoimunitas.
Penemuan terakhir menyebutkan tentang gen dari kromosom 1. Hanya
10% dari penderita yang memiliki kerabat (orang tua maupun saudara
kandung) yang telah maupun akan menderita lupus. Statistik
menunjukkan bahwa hanya sekitar 5% anak dari penderita lupus yang
akan menderita penyakit ini.
2. Defisiensi komplemen
a. Defisiensi C3 / C4 jarang pada yang manifestasi kulit dan SSP.
b. Defisiensi C2 pada LES dengan predisposisi genetik.
c. 80% penderita defisiensi komplemen herediter cenderung LES.
11
d. Defisiensi C3 menyebabkan kepekaan tehadap infeksi meningkat, yang
akan menyebabkan predisposisi penyakit kompleks imun.
Defisiensi komplemen menyebabkan eliminasi kompleks imun terhambat,
menaikkan jumlah kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi lebih
lama, lalu mengendap di jaringan yang menyebabkan berbagai macam
manifestasi LES.
3. Hormon
a. Estrogen : imunomodulator terhadap fungsi sistem imun humoral yang
akan menekan fungsi sel Ts dengan mengikat reseptor menyebabkan
peningkatan produksi antibodi.
b. Androgen akan induksi sel Ts dan menekan diferensiasi sel B
(imunosupresor).
c. Imunomodulator adalah zat yang berpengaruh terhadap keseimbangan
sistem imun.
3 jenis imunomodulator :
Imunorestorasi
Imunostimulasi
Imunosupresi
4. Autoantibodi
Antigen Spesifik Prevalensi (%) Efek Klinik Utama
Sm 10 – 30 Gangguan ginjal
5. Lingkungan
12
a. Bakteri atau virus yang mirip antigen atau berubah menjadi neoantigen.
b. Sinar UV akan meningkatkan apoptosis, pembentukan anti DNA
kemudian terjadi reaksi epidermal lalu terjadi kompleks imun yang
akan berdifusi keluar endotel setelah itu terjadi inflamasi.
Faktor fisika / kimia
Amin aromatik
Hydrazine
Obat – obatan (prokainamid, hidralazin, klorpromazin, isoniazid,
fenitoin, penisilamin)
Merokok
Pewarna rambut
Sinar ultra violet (UV)
Faktor makanan
Agen infeksi
Retrovirus
DNA bakteri / endotoksin
13
c. Ras/Suku
Lupus sering terjadi pada wanita afrika (kulit hitam) dan asia
(kulit kuning langsat) di banding wanita berkulit putih
d. Genetik
10% dari penderita lupus memiliki anggota keluarga yang juga
menderita lupus
e. Stress/infeksi
Jika seseorang memiliki kecendrungan genetik untuk menderita
lupus, maka stress atau adanya infeksi dapat memacu penyakit
ini.
Patofisiologi
Adanya satu atau beberapa faktor pemicu yang tepat pada individu yang
mempunyai predisposisi genetik akan menghasilkan tenaga pendorong abnormal
terhadap sel TCD 4+, mengakibatkan hilangnya toleransi sel T terhadap self-antigen.
14
4 Manifestasi
a. Manifestasi konstitusional
Kelelahan merupakan keluhan yang umum dijumpai pada penderita LES dan
biasanya mendahului berbagai manifestasi klinis lainnya. Kelelahan ini agak
sulit dinilai karena banyak kondisi lain yang dapat menyebabkan kelelahan
seperti anemia, meningkatnya beban kerja, konflik kejiwaan, serta
pemakaian obat seperti prednison. Apabila kelelahan disebabkan oleh
aktivitas penyakit LES, diperlukan pemeriksaan penunjang lain yaitu kadar
C3 serum yang rendah. Kelelahan akibat penyakit ini memberikan respons
terhadap pemberian steroid atau latihan.
Penurunan berat badan dijumpai pada sebagaian penderita LES dan terjadi
dalam beberapa bulan sebelum diagnosis ditegakkan.Penurunan berat badan
ini dapat disebabkan oleh menurunnya nafsu makan atau diakibatkan gejala
gastrointestinal.
Demam sebagai salah satu gejala konstitusional LES sulit dibedakan dari
sebab lain seperti infeksi karena suhu tubuh lebih dari 40oC tanpa adanya
bukti infeksi lain seperti leukositosis. Demam akibat LES biasanya tidak
disertai menggigil.
b. Manifestasi Muskuloskeletal
15
c. Manifestasi Kulit
d. Manifestasi Kardiovascular
e. Manifestasi Paru-paru
Kelainan paru-paru pada LES sering kali bersifat subklinik sehingga foto
torax dan spirometri harus dilakukan pada pasien LES dengan batuk, sesak
nafas atau kelainan respirasi lainnya.Pleuritis dan nyeri pleuritik dapat
ditemukan pada 60% kasus.Efusi pleura dapat ditemukan pada 30% kasus,
tetapi biasanya ringan dan secara klinik tidak bermakna.
f. Manifestasi ginjal
g. Manifestasi Hemopoetik
Pada SLE, terjadi peningkatan Laju Endap Darah (LED) yang disertai
dengan anemia normositik normokrom yang terjadi akibat anemia akibat
penyakit kronik, penyakit ginjal kronik, gastritis erosif dengan pendarahan
dan anemia hemolitik autoimun. Selain itu ditemukan juga lekopenia dan
limfopenia pada 50-80% kasus.Adanya leukositosis harus dicurigai
16
kemungkinan infeksi. Trombositopenia pada LES ditemukan pada 20%
kasus,
i. Manifestasi gastrointestinal
17
10. Sensitif terhadap cahaya sinar matahari 30 %
14. Stroke 15 %
18
pada anamnesis atau pemeriksaan fisik
5. Artritis non erosif Artritis nonerosif pada dua atau lebih persendian perifer,
ditandai dengan nyeri tekan, bengkak atau efusi
6. Serositif a. Pleuritis
b. Perikarditis
Psikosis
8999
Gangguan darah Terdapat salah satu kelainan darah
19
Limfopenia à < 1500/mm3 pada > 2 pemeriksaan
Anti-Sm(Smith) (+)
*Empat dari 11 kriteria positif menunjukkan 96% sensitivitas dan 96% spesifisitas
Pemeriksaan penunjang
Darah tepi lengkap, LED, urinalisis, sel LE, ANA*, antibodi anti
doublestranded-DNA*, antibodi antifosfolipid, antibodi lain (anti-Ro, anti-La, anti-
RNP), faktor rheumatoid, titer komplemen C3, C4,dan CH50*, titer IgM ,IgG, dan
IgA, uji Coombs, kreatinin, ureum darah*, protein urin >0.5 gram/24 jam (Nefritis)*,
dan pencitraan (foto Rontgen toraks*, USG ginjal, MRI kepala).
20
Dalam menegakkan diagnosis tidak semua pemeriksaan laboratorium ini harus ada,
tetapi pemeriksaan awal (diberi tanda*) sebaiknya dilakukan.
5. Pemeriksaan untuk menguji tingkat total dari serum complement (kelompok pro
tein yang dapat terjadi pada reaksi kekebalan) dan pemeriksaan untuk
menilaitingkat spesifik dari C3 dan C4 – dua jenis protein dari kelompok
pemeriksaanini.
21
7. Pemeriksaan darah lengkap, leukosit, thrombosit
8. Urine Rutin
9. Antibodi Antiphospholipid
10. Biopsy Kulit
11. Biopsy Ginjal
2.6 Tatalaksana
22
Pengaturan kehamilan (terutama pada penderita nefritis
lupus/penderita mendapat terapi antimalaria atau
siklifosfamid)
Evaluasi serta terapi terhadap infeksi
Terapi konservatif
Diberikan apabila penyakit ini tidak mengancam nyawa dan tidak berhubungan
dengan kerusakan organ.Bila dipertimbangkan pemberian glukokortikoid dapat
diberikan prednison 0.5 mg/kgBB/hari.
23
bermakna pada foto radiologik konvensional, sehingga memerlukan
pemeriksaan MRI.
Lupus kutaneus
Sekitar 70% mengalami fotosensitifitas.Eksaserbasi akut SLE timbul
bila penderita terpapar sinar UV, inframerah, fluoresensi. Sehingga perlu
diberikan sunscreen berupa cream, minyak, lotion, atau gel yang
mengandung PABA (ρ-aminobenzoit acid) dan esternya, benzofenon,
salisilat, sinamat yang kesemuanya dapat menyerap sinar UV α dan β
(pemakaian diulang setelah mandi dan berkeringat).
OAM sangat baik untuk mengatasi lupus kutaneus, baik subakut maupun
diskoid. OAM mempunyai efek :
o Sunblocking
Mengikat melanin
o Antiinflamasi
o Imunosupresan
Berhubungan dengan ikatannya pada membran lisosomal sehinggga mengganggu
metabolisme rantai α dan β HLA II.
24
o Mengurangi pelepasan IL-1, IL-6, TNF-α oleh makrofag, IL-2
dan IFN-γ oleh sel T.
o Methemoglobinemia
o Sulfhemoglobinemia
o Anemia hemolitik (memperburuk ruam LE kulit)
Terapi agresif
Vaskulitis
Lupus kutaneus berat
Poliartritis
Poliserositis
25
Miokarditis pneumonitis lupus
Glomerulonefritis (bentuk proliferatif)
Anemia hemolitik
Trombositopenia
Sindrom otak organik
Defek kognitif berat
Mielopati
Neuropati perifer
Krisis lupus (demam tinggi, prostrasi)
26
Penderita SLE dengan terapi steroid dosis tinggi (steroid
sparing agent)
Penderita SLE dengan kontraindikasi terhadap steroid dosis
tinggi
Penderita yang kambuh setelah diterapi dengan steroid jangka
panjang lama atau berulang
Glomerulonefritis difus awal
SLE dengan trombositopenia yang resisten terhadap steroid
Penurunan GFR atau peningkatan kreatinin serum tanpa adanya
faktor-faktor ekstrarenal lainnya.
SLE dengan manifestasi SSP
Pada penderita dengan penurunan fungsi ginjal sampai 50%, dosis
siklofosfamid diturunkan sampai 500-750 mg/m2.Setelah pemberian siklofosfamid,
segera pantau jumlah leukosit darah, bila mencapai 1500/ml maka dosis siklofosfamid
berikutnya diturunkan 25%.Kegagalan menekan jumlah leukosit sampai 4000/ml
menunjukkan dosis yang tidak adekuat, sehingga harus ditingkatkan 10% pada
pemberian berikutnya.Siklofosfamid diberikan selama 6 bulan dengan interval 1
bulan, kemudian tiap 3 bulan selama 2 tahun.Selama pemberian siklofosfamid
diberikan, dosis steroid diturunkan secara bertahap dengan memperhatikan aktifitas
lupusnya. Toksisitas siklofosfamid meliputi :
Nausea
Vomitus alopesia
Sistitis hemoragika
Keganasan kulit
Penekanan fungsi ovarium dan azoospermia
Obat sitotoksik lain dengan toksisitas dan efektifitas yang lebih rendah dari
siklofosfamid adalah azatioprin yang merupakan analog purin yang dapat digunakan
sebagai alternatif siklofosfamid dengan dosis 1-3 gr/kgBB/hari peroral. Obat ini dapat
diberikan selama 6-12 bulan pada penderita SLE, setelah penyakitnya dapat dikontrol
dengan steroid seminimal mungkin, maka dosis azatioprin dapat diturunkan perlahan
dan dihentikan. Toksisitas dari azatioprin meliputi :
27
Penekanan sistem hemopoetik
Peningkatan enzim hati
Mencetuskan keganasan
Terapi hormonal
Imunoglobulin
Afaresis
o Plasmafaresis
o Leukofaresis
o Kriofaresis
Yang paling banyak digunakan yaitu danazol, merupakan androgen yang dapat
mengatasi trombositopenia pada SLE.Mekanismenya tidak diketahui secara pasti.
Pemberian Ig intravena juga dapat mengatasi trombositopenia, dengan dosis 300-400
mg/kgBB/hari selama 5 hari berturut-turut, diikuti dosis pemeliharan setiap bulan
untuk mencegah kekambuhan. Pemberian Ig kontraindikasi mutlak dengan penderita
defisiensi IgA pada penderita SLE.
Penatalaksanaan non-farmako :
Edukasi
28
penyakit yang kronis. Penderita perlu dibekali informasi yang cukup tentang
berbagai
sehingga dapat mengurangi kejadian flare up dan risiko kelainan pada janin
maupun
Hal ini bisa berasal dari dokter, keluarga, teman maupun mengikut sertakan
peer
pasien Lupus, yakni care for Lupus SD di Bandung dan Yayasan Lupus
Indonesia di
Istirahat
Penderita LES sering mengalami fatigue sehingga perlu istirahat yang cukup,
selain perlu dipikirkan penyebab lain seperti hipotiroid, fibromialgia dan
depresi.
Tabir surya
29
pada 30-60 menit sebelum terpapar, diulang tiap 4-6 jam.
Monitor ketat
Trombosis
Pilihan terapi :
30
Heparin (warfarin bersifat teratogenik pada kehamilan trimester
I)
Semua regimen ini meningkatkan keberhasilan kehamilan secara bermakna,
pemantauan pada ibu dan janin secara ketat sangat penting untuk diperhatikan.
Lupus neonatal
Merupakan sindrom pada neonatus yang lahir dari ibu yang menderita
SLE.Gejala paling sering adalah ruam kemerahan dikulit disertai plakat.Lesi ini
berhubungan dengan transmisi antibodi Anti Ro (SS-A) melalui plasenta. Kelainan
yang serius seperti blok jantung kongenital jarang terjadi. Sehingga pada wanita hamil
perlu diperiksa kemungkinan adanya antibodi anti-Ro.
Trombositopenia
Pada penderita yang resisten atau penderita dengan keterlibatan organ mayor
dapat diberikan bolus siklofosfamid tiap bulan sampai 6 bulan.
Penderita SLE pada susunan saraf pusat dibagi menjadi dua, yaitu :
31
Pemberian antikoagulan lebih berguna dibandingkan pemberian
imunosupresan
Penderita dengan kelainan SSP yang lebih luas
Apabila disertai vaskulitis perifer, maka imunosupresan menjadi pilihan utama.
Pada penderita SLE dengan kejang-kejang tanpa aktivitas pada organ lain,
dapat diberikan antikonvulsan tanpa imunosupresan. Pada penderita psikotik tanpa
manifestasi SLE lain cukup diberikan obat psikoaktif. Kelainan kognitif ringan dapat
diberikan prednison 30mg/hari selama beberapa minggu lalu dosis diturunkan secara
bertahap.Pada sindrom otak organik berat, koma, mielopati diberikan terapi agresif
dengan glukokortikoid dosis tinggi, dengan atau tanpa obat sitotoksik.
Nefritis lupus
Penatalaksanaan umum :
32
c. Kreatinin serum
d. Albumin serum
e. Protein urin 24 jam
f. Komplemen C3
2.7 Komplikasi
Hipertensi (41%)
Gangguan pertumbuhan (38%)
Gangguan paru-paru kronik (31%)
Abnormalitas mata (31%)
Kerusakan ginjal permanen (25%)
Gejala neuropsikiatri (22%)
Kerusakan muskuloskeleta (9%) dan Gangguan fungsi gonad (3%)
2.8 Prognosis
5 tahun : 85-88%
10 tahun : 76-87%
Infeksi penyakit
Nefritis lupus
Konsekuensi gagal ginjal (termasuk terapinya)
• Penyakit kardiovaskular
Lupus sistem saraf pusat
33
Trombosis arteri mempunyai prognosis buruk. Penyakit ginjal
merupakan indikator prognosis yang paling buruk pada SLE, dikarenakan
tuter antibodi pengikat DNA positif/meningkat, yang berkaitan dengan
keterlibatan ginjal, dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk.
Hakikat sabar adalah ketika kita mampu mengendalikan diri untuk tidak
berbuat keji dan dosa, ketika mampu menaati semua perintah Alloh, ketika mampu
memegang teguh akidah islam, dan serta tidak mengeluh atas musibah dan keburukan
apapun yang menimpa kita.
Allah berfirman:
34
“Dan orang-orang yang bersabar dalam kesulitan, penderitaan dan dalam
peperangan.Mereka itulah orang-orang yang benar imannya dan mereka itulah orang-
orang yang bertaqwa.”
(Al-Baqarah: 177).
َ َوأَ ِطيعُوا هَّللا َ َو َرسُولَهُ َواَل تَنَا َزعُوا فَتَ ْف َشلُوا َوت َْذه
]46/َب ِري ُح ُك ْم َواصْ بِرُوا إِ َّن هَّللا َ َم َع الصَّابِ ِرينَ [األنفال
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan,
yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah.
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
Dalam ayat yang mulia ini Allah memerintahkan untuk bersabar setelah perintah
untuk berbuat taat kepada-Nya dan kepada rasul-Nya. Ini menunjukkan bahwa dalam
melakukan ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya amat butuh pada kesabaran.
2.) Sabar dalam mengendalikan diri dari hal-hal yang diharamkan dalam agama
35
“kamu sungguh – sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga)
kamu sungguh – sungguh akan mendengar dari orang – orang yang diberi kitab
sebelum kamu dan dari orang – orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang
banyak yang menyakitkan hati .jika kamu bersabar dan bertakwa, maka
seseungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut di utamakan.”(Ali
Imran : 186).
3.) Sabar dalam menghadapi cobaan dan ujian (musibah) dari Allah
ٌ صلَ َو
ات ِم ْن َ ِ) أُولَئ156( َصيبَةٌ قَالُوا إِنَّا هَّلِل ِ َوإِنَّا إِلَ ْي ِه َرا ِجعُون
َ ك َعلَ ْي ِه ْم َ َ) الَّ ِذينَ إِ َذا أ155( ََوبَ ِّش ِر الصَّابِ ِرين
ِ صابَ ْتهُ ْم ُم
]157-155/ك هُ ُم ْال ُم ْهتَ ُدونَ [البقرة َ َِربِّ ِه ْم َو َرحْ َمةٌ َوأُولَئ
“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. yaitu) orang-orang
yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi
raaji’uun.” Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat
dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”(Al-
Baqarah:155-157).
36
Daftar Pustaka
Baratawidjaja, K. G., & Rengganis, I. (2010). Imunologi Dasar (IX ed.). Jakarta:
Balai Penerbit FKUI
Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Setiati, S., & K, M. S. (Penyunt.). (2009 ).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (V ed.). Jakarta: Interna Publishing
http://medicastore.com/penyakit/538/Lupus_Eritematosus_Sistemik.html
http://www.anneahira.com/sabar-dan-ikhlas.htm
37
38