Anda di halaman 1dari 51

Lupus Eritematosus Sistemik

Preseptor : Hj. Hertika dr., Sp.PD

Mutiara Rahma Dianty 12100118036


Nabila Tarlita Luthfiyah 12100118046
Definisi
Merupakan penyakit inflamasi kronis sistemik yang disebabkan
oleh sistem kekebalan tubuh yang keliru sehingga mulai menyerang
jaringan dan organ tubuh sendiri. Inflamasi akibat lupus dapat
mengenai kulit, sendi, sel darah, paru-paru, dan jantung.
SLE merupakan keadaan multisystem autoimmune disorder
dengan spektrum luas yang mengenai hampir seluruh organ dan
jaringan. Gambaran penyakit yang beragam menunjukkan gejala
SLE lebih banyak berupa sindrom dibandingkan dengan sebuah
penyakit.
Epidemiologi
Terutama pada perempuan muda, rasio laki-laki :
perempuan = 1 : 6 - 10
Insidens puncak 15 – 40 tahun
Pada populasi umum: 1 dari 2000 orang
Menunjukkan sifat agregasi familial yang kuat.
Saudara kandung memiliki kemungkinan 30 kali lipat
terkena SLE.
Faktor Risiko
Faktor Genetik : sekitar 7% pasien LES memiliki
keluarga dekat yang juga terdiagnosis LES.
Faktor Lingkungan : infeksi, stres, antibiotik
(khususnya kelompok sulfa dan penicilin), cahaya
ultraviolet, merokok, Pewarna rambut
(paraphenylendiamine.
Faktor Hormonal : meningkatnya angka LES sebelum
periode menstruasi atau selama kehamilan mendukung
dugaan estrogen sebagai pencetus LES.
Patogenesis
Manifestasi Klinis
Keletihan
Sakit kepala
Perdarahan yang tidak biasa
Demam
Anemia
Sensitif terhadap cahaya
Nyeri dada ketika menarik nafas panjang
Jari-jari pucat atau kebiruan saat dingin (Raynaud’s phenomena)
Sariawan di mulut atau koreng di hidung
Mukokutan
Paling sering ditemukan: 80 – 90% kasus
 Malar rash 30 – 60%
 Bentuk kronik paling sering: DLE 15-30%
 Alopesia
 Lesi mukosa
 Vaskulitis
Muskuloskletal
Nyeri sendi  76 – 100%
Artritis dapat ditemukan, biasa simetris, pada sendi kecil
di tangan (PIP, MCP)
Pada fase awal mirip RA, namun pada SLE non erosif
dan deformitas tidak ditemukan
Efusi biasa +, namun ringan
Ginjal
Ditemukan pada ½ - 2/3 kasus
Evaluasi klinis: dipstik urin, protein 24 jam, creatinin,
UL
Biopsi ginjal  bila hasilnya dapat membawa perbedaan
yang jelas dalam pendekatan terapi dan atau bagian
dalam penelitian
GEJALA KLINIS DARI MASING-MASING KLAS NEFRITIS LUPUS
Sistem saraf
Sekitar 2/3 pasien mempunyai gejala neuropsikiatrik
Mekanisme yang mungkin: vaskulopati, vaskulitis,
leukoagregasi, trombosis
Mencakup: sindrom neurologk sentral, autonom, perifer
dan gangguan psikiatrik
Kardiovaskular
Paling sering perikarditis 6 – 45%
Aterosklerosis yang terakselerasi  IMA  pada SLE
risiko 10 x lebih besar
Keterlibatan miokard primer jarang (<10%)
Paru dan Pleura
Lebih dari 30% pasien mengalami penyakit pleura
Nyeri pleuritik dari ringan sampai berat
Efusi pleura biasa ringan dan bilateral
Keterlibatan paru: pneumositis, perdarahan paru, emboli
Kelainan hematologi
Anemia hemolitik autoimun
Leukopenia  > 50% pasien
Trombositopenia  seringkali ringan, kronik dan
asimptomatik
LED biasa meningkat
Kewaspadaan Penyakit LES
Kecurigaan akan penyakit SLE perlu dipikirkanbila dijumpai 2
(dua)atau lebih kriteria sebagaimana tercantum di bawah ini, yaitu :

1. Wanita muda dengan keterlibatan dua organ atau lebih.


2. Gejala konstitusional: kelelahan, demam (tanpa bukti
infeksi) dan penurunan berat badan.
3. Muskuloskeletal: artritis, artralgia, miositi
4. Kulit: ruam kupu-kupu (butterfly atau malar rash),
fotosensitivitas, lesi membrana mukosa, alopesia, fenomena
Raynaud, purpura, urtikaria, vaskuliti
5. Ginjal: hematuria, proteinuria, silinderuria, sindroma nefrotik
6. Gastrointestinal: mual, muntah, nyeri abdomen
7. Paru-paru: pleurisy, hipertensi pulmonal,lesi parenkhim paru.
8. Jantung: perikarditis, endokarditis, miokarditis
9. Retikulo-endotel: organomegali (limfadenopati, splenomegali,
hepatomegali)
10. Hematologi: anemia, leukopenia, dan trombositopenia
11. Neuropsikiatri: psikosis, kejang, sindroma otak organik,
mielitis transversus, gangguan kognitif neuropati kranial dan perifer.
 Klasifikasi ini terdiri dari 11 kriteria dimana diagnosis harus
memenuhi 4 dari 11 kriteria tersebut yang terjadi secara bersamaan
atau dengan tenggang waktu
 Bila dijumpai 4 atau lebih kriteria diatas, diagnosis SLE memiliki
sensitiitas 85% dan spesiisitas 95%. Sedangkanbila hanya 3 kriteria
dan salah satunya ANA positif, maka sangat mungkin SLE dan
diagnosis bergantung pada pengamatan klinis. Bila hasil tes ANA
negatif, maka kemungkinan bukan SLE. Apabila hanya tes ANA positif
dan manifestasi klinis lain tidak ada, maka belum tentu SLE, dan
observasi jangka panjang diperlukan.
Pemeriksaan Serologi
Immunological (98%)
Antinuclear antibody 95-98%
Anti-dsDNA 70%
Extractable Nuclear Antibody 30-40%
 Anti-Smith highly specific, insensitive: SLE
 Anti-RNP: mixed connective tissue disease
 Anti-Ro(SSA): SCLE, fetal heart block, Sjogren’s
 Anti-La(SSB): Sjogren’s
 Anti-histone: drug induced LE
 Anti-centromere: limited scleroderma
 Calcinosis, Raynaud’s, Esophageal dysmotility, Telangiectasia (CREST)
 Anti-Scl 70: diffuse scleroderma
Diagnosis Banding
a. Undifferentiated connective tissue disease
b. Sindroma Sjögren
c. Sindroma antibodi antifosfolipid (APS)
d. Fibromialgia (ANA positif )
e. Purpura trombositopenik idiopatik
f. Lupus imbas obat
Terapi
Pilar pengobatan Lupus Eritematosus Sistemik
1. Edukasi dan Konseling
2. Program Rehabilitasi
3. Pengobatan Medikamentosa :
- NSAID
- Antimalaria
- Steroid
- Imunosupresan/Sitotoksik
- Terapi Lain
Rehabilitasi
Turunnya masa otot hingga 30% apabila pasien dengan SLE dibiarkan
dalam kondisi immobilitas selama lebih dari 2 minggu. Disamping itu
penurunan kekuatan ototakan terjadi sekitar 1-5% per hari dalam kondisi
imobilitas.
Secara garis besar, maka tujuan, indikasi dan teknis pelaksanaan program
rehabilitasi yang melibatkan beberapa maksud di bawah ini, yaitu:
a. Istirahat
b. Terapi isik
c. Terapi dengan modalitas
d. Ortotik
NSAID
Untuk keluhan muskuloskeletal, pleuritis, perikarditis,
sakit kepala
Hati – hati dengan efek samping:
Dd/ perburukan lupus
Keluhan traktus gastrointestinal
Steroid
Efektif dalam manajemen SLE
Topikal atau intralesi  lesi kutan, artritis
Oral dan parenteral untuk terapi sistemik
Dosis 5 – 30 mg/hari untuk gejala konstitusional, kulit, artritis,
serositis
1-2 mg/kg/hari untuk nefritis, gangguan hematologi, vaskulitis
sistemik dan keterlibatan organ vital lain
Pada keadaan mengancam: bolus metilprednisolon (1000 mg)
dapat digunakan
Steroid
Efek samping:
Ostoeporosis
DM
Ulkus peptikum
Glaukoma
Instabilitas emosi
Hipertensi
Peningkatan berat badan
Antimalaria
Manajemen gejala konstitusional, lesi kulit dan
muskuloskeletal
Biasa digunakan kombinasi: hidoksiklorokuin (200-
400 mg/hari), quinacrine (100 mg/hari)
Efek samping:
Kulit berwarna kuning (quinacrine)
Toksisitas oftalmologik
Azathioprine
Alternatif untuk siklofosfamid pada terapi Lupus
nefritis atau sebagai sparing agent
Dipertimbangkan pada Lupus nefritis kelas III WHO
Efek samping: toksisitas gastrointestinal, supresi
sumsum tulang
Cylophosphamide
Terapi untuk gangguan organ berat terutama lupus
nefritis
Efek samping:
Nausea, muntah
Toksisitas gonad
Iritasi kandung kemih
Pengobatan Lupus Nefritis, Cochrane 2004

25 RCT, 915 pasien: PLN v/s kl III, IV , Vc, Vd

Membandingkan (a) Siklo + Steroid atau (b) Azatioprin + Steroid v/s (c)
Steroid saja
Siklo plus steroid menekan risiko kenaikan creatinin dibandingkan steroid saja,
tetapi tidak menekan mortalitas. Risiko infertilitas meningkat signifikan
Azatioprin plus steroid menekan angka mortalitas dibandingkan steroid saja,
tetapi tidak memperbaiki ginjal.
Ketiga pengobatan tidak meningkatkan infeksi
Kesimpulan Pengobatan Lupus Nefritis

 Kombinasi Siklofosfamid plus Steroid masih merupakan


pilihan terbaik untuk pengobatan lupus nefritis proliferatif,
untuk mempertahankan faal ginjal
 Dianjurkan memakai dosis terendah yang masih efektif, untuk
menekan risiko gonad
Cyclosporine
Menghambat respons imun yang dimediasi sel T
Dosis 2.5 – 5 mg/kg/hari
Efek samping
Hipertensi
Hiperplasia gusi
Hipertrikosis
Peningkatan ringan kreatinin
Memiliki efek yang baik dalam terapi LN kelas V
MMF
Inhibitor reversibel inosine monophospate
dehidrogenase
In vitro  menghambat proliferasi sel B dan sel T,
menurunkan ekspresi molekul adhesi
Digunakan dalam terapi rejeksi alograf ginjal,
terapi lupus nefritis
Efektif menurunkan proteinuria dan memperbaiki
kreatinin
MMF
Efek samping:
Leukopenia
Nausea
Diare
Ditoleransi baik pada dosis 500 – 1000 mg  dua kali
sehari
Terapi Hormon
Bromokriptin
DHEA
Danazol
Terapi lain-lain
Thalidomide
Dalam terapi diskoid lupus
Dosis pemeliharaan: 25 – 50 mg/hari
Efek samping: neuropati perifer
Plasmapharesis
Mengeluarkan kompleks imun dan autoantibodi pada
lupus dengan cyroglobulinemia, sindrom hiperviskositas,
TTP
IVIG  trombositopenia refrakter
Efek samping:
 demam
 Mialgia
 Sakit kepala
 Artralgia
 Meningitis aseptik  jarang
Deteksi Dini Penyakit LES
Komplikasi
Kidney failure
Blood problem (anemia)
High blood pressure
Vasculitis
Prognosis
Survival rate :
- 95% at 5 years
- 90% at 10 years
- 78% at 20 years
Poor prognosis ( 50% mortality in 10 years) karena
high serum kreatinin level, hipertensi nephrotic
syndrome, anemia, hypoalbuminemia.

Anda mungkin juga menyukai