Seorang laki-laki, 33 tahun dengan berat badan 75 kg datang dengan keluhan timbul
benjolan di dubur yang nyeri dan kadang berdarah selama 4 bulan. Pasien juga mengeluhkan
nyeri pinggang kanan yang hilang timbul, kemudian diperiksakan dan didiagnosis terdapat
batu di ureter kanan. Pasien direncanakan untuk dilakukan operasi bersama oleh bagian
bedah digestif dan bedah urologi,dan dijadwalkan untuk longo hemoroidektomi sebagai
terapi untuk hemoroid dan urethral retrograde sistoskopi untuk menegakkan diagnosis
kausatif obstruksi saluran kencing.
Pasien dikonsulkan ke bagian anestesi dan dilakukan kunjungan preoperatif. Pada
anamnesis tidak didapatkan riwayat alergi obat dan makanan. Riwayat tekanan darah tinggi,
asma, riwayat operasi, gangguan perdarahan disangkal. Pemeriksaan fisik menunjukkan
kondisi pasien baik, tanpa gangguan sistemik dan pasien disetujui untuk pembiusan dengan
status fisik ASA I.
Premedikasi dilakukan di kamar operasi dengan midazolam 4 mg, Fentanyl 50 mcg,
dan granisetron 1 mg. Induksi anestesi dengan teknik anestesi spinal, menggunakan jarum
27G, dan bupivacaine hiperbarik 0,5% (Marcaine Heavy) 15 mg. Pada menit ke-3 onset
tercapai blokade sensorik setinggi dermatom T10. Dilakukan oprasi longo hemoroidektomi
dalam posisi litotomi selama 30 menit. Durante operasi tidak didapatkan gejolak
kardiovaskuler yang berarti. Operasi dilanjutkan dengan ureteroretrosistoskopi (URS) dalam
posisi yang sama. Pada saat drapping untuk persiapan URS penis mengalami ereksi . Pasien
tidak merasakan keluhan apapun. Diputuskan untuk dilakukan GA dengan ketamin. Penis
tidak mengalami detumesensi secara nyata sehingga dilakukan injeksi epinefrin 0,1 mg intra
korpus kavernosus. Penis kemudian mengalami detumesensi, operasi dilanjutkan, scope
sistoskopi bisa dimasukkan tanpa kesulitan. Operasi URS selesai dalam 1 jam. Pasca operasi
pasien kembali ke ruangan.
Pemeriksaan Fisik
KU
: compos mentis
BB/TB
: 75 kg / 168 cm
Tanda Vital
: TD
HR
: 110/80 mmHg
RR: 14 x/menit
: 76 x/menit
Suhu : 37,3C
Kepala
: Mesosepal, dbn
Mata
Mulut
Leher
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
Genitalia
Khusus
: Nyeri Ketok Costovertebre kanan (+), Colok dubur terdapat benjolan
arah jam 7 dan 9 dengan kesan hemorrhoid EKSTERNA
: 15.5 mg/dl
Hitung lekosit
: 10.500/mm3
Trombosit
: 424.000/mm3
Ureum
:18,7 mg/dl
Kreatinin
:1,2 mg/dl
Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan ereksi yang tidak bisa kembali seperti
sebelumnya, ereksi terasa semakin nyeri dan ereksi terjadi lebih dari 4 jam dan sangat
menganggu pasien. Riwayat penyakit dahulu yang perlu ditanyakan adalah adanya
anemia sel sabit, leukemia, apakah terdapat riwayat penggunaan obat obat injeksi
untuk memperbesar alat vital. Riwayat trauma di genitalia biasanya berhubungan
dengan priapismus tipe non iskemik dan tidak disertai rasa nyeri. Pada priapismus tipe
iskemik terdapat riwayat cedera pada selangkang, trauma pada waktu koitus, trauma
tumpul penis atau perineum, injeksi pada penis, pembedahan pada penis, atau
prosedur diagnostik yang dilakukan melalui pembuluh darah pada pelvis dan penis.
Hal yang perlu ditanyakan pada pasien priapismus (William, 1997; Hossein, 2004):
a. Durasi ereksi
b. Terdapatnya rasa nyeri
c. Episode priapismus dan terapi sebelumnya
d. Fungsi ereksi
e. Penggunaan terapi erektogenik
f. Riwayat penggunaan obat-obatan atau obat jenis narkotik
g. Trauma pada pelvis, perineum, atau penis
h. Penyakit yang berhubungan dengan sel-sel darah dan koagulasi darah
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi dan palpasi penis diperlukan untuk memeriksa luas dan derajat
tumesensi dan rigiditas dari penis. Pada priapismus jenis iskemia, korpora kavernosa
terasa kaku, sedangkan glans penis dan korpora spongiosa tidak kaku. Walaupun
keganasan jarang menyebabkan priapismus, pemeriksaan pada abdomen, testis,
perineum, dan rektum, dan prostat dapat menolong untuk menegakkan penyebab
priapismus. Infiltrasi sel sel kanker di penis menyebabkan nodul nodul yang
teraba di dalam atau mengganti kan jaringan korpora. Jika pada pemeriksaan penis,
penis teraba tidak nyeri, mengalami parsial ereksi, maka hal tersebut dapat disangka
sebagai priapismus tipe non iskemik. Biasanya juga pada priapismus tipe non iskemik
didapatkan adanya jejas pada daerah perineum yang menandakan adanya trauma
(William, 1997; Hossein, 2004).
3. Pemeriksaan Penunjang
Penilaian mencakup pemeriksaan angka leukosit, angka eritrosit, angka
trombosit, hitung darah putih, dan profil koagulasi untuk menilai adanya anemia,
menyingkirkan infeksi, menilai adanya abnormalitas hematologi, dan menjamin
keamanan pasien ketika dilakukan intervensi secara pembedahan. Kelainan kelainan
hematologi yang lain yang perlu menjadi perhatian yang dapat menyebabkan
priapismus adalah leukemia, kelainan trombosit, dan talasemia. Analisa gas darah
diperiksa melalui darah yang diambil secara aspirasi dari korpora kavernosa.
Pemeriksaan gas darah ini berguna di dalam membedakan priampismus iskemik dan
noniskemik (William, 1997; Hossein, 2004).
Aspirasi pada corpora dan analisis gas darah dikerjakan. Analisis gas darah
memperlihatkan asidosis (pH < 7.25), hipoksia (PO2 < 30 mmHg), hipercapnea
(PCO2 > 60 mmHg) dan glukopenia sangat berguna untuk menentukan diagnosis
priampismus tipe iskemik. Priampismus dikatakan non iskemik jika analisis gas darah
corpora konsisten dengan nilai nilai normal arteri gas darah (pH 7.4, PO2 > 90
mmHg, pCO2 < 40 mmHg). Kelainan dari pemeriksaan darah dan hitung rekulosit
dan hemoglobinopathy dapat menolong di dalam manajemen priapismus. Karena
priapismus tipe iskemik membutuhkan intervensi kegawatdaruratan. Pemeriksaan
pemeriksaan ini biasanya dilakukan sebelum terapi dilakukan (William, 1997;
Hossein, 2004).
USG Doppler pada perineum dan penis dilakukan bukan untuk pemeriksaan
rutin, tetapi pada tangan seorang yang sudah ahli, alat diagnostik tersebut sangat
berguna di dalam menentukan diagnosis untuk mengetahui apakah priapismus
merupakan tipe iskemik atau merupakan non iskemik. Priampismus tipe iskemik
ditandai oleh tidak adanya aliran darah arteri di dalam korpora kavernosa. Temuan
aliran arteri kavernosa yang normal, tinggi, atau mengalami turbulensi, atau jika
terdapat suatu fistula arteri sinusoid atau pseudoaneurisma secara kuat menyatakan
priapismus tipe non iskemik. Jika ultrasound Doppler digunakan untuk menilai,
sangat penting sekali untuk memeriksa sebelum dilakukan operasi shunting karena
aspirasi korpora yang dilakukan secara berulang dapat membuat interpretasi USG
menjadi lebih sulit, karena reperfusi yang tidak teratur di dalam korpora kavernosa
dapat salah diinterpretasikan untuk menyatakan bahwa suatu priapismus merupakan
tipe non iskemik. Untuk priapismus tipe non iskemik, angiography penis
memperlihatkan fistula arteriolar sinusoid yang kasar, jadi alat ini dapat berfungsi
sebagai diagnostik dan terapi embolisasi yang dilakukan secara bersamaan (William,
1997; Hossein, 2004).
Penatalaksanaan
1. Farmakologis
a. Aspirasi
Aspirasi darah corpora dengan atau tanpa irigasi salin memiliki 30% peluang
di dalam mengatasi priampismus. Setelah penis dianestesi , suatu jarum butterfly
ukuran 19 atau 21 G dimasukkan ke dalam korpus cavernosa pada pertemuan
penoscrotal lateral pada posisi jam 3 atau jam 9 untuk mencegah terjadinya cedera
neurovascular. Sangat penting sekali untuk melakukan aspirasi sampai dengan darah
segar yang memiliki oksigen teraspirasi, ditandai oleh darah yang berwarna merah
muda
b. Medikasi (Riyanto, 2013)
1. Phenylephrin
Phenylephrin adalah agen obat yang cocok yang digunakan dalam penanganan
priapismus dan merupakan obat yang selektif terhadap reseptor alpha
adrenergic dan tidak menimbulkan efek pada sistem kardiovaskular.
Phenylephrine (200 Microgram) dapat diberikan setiap 5 10 menit dengan dosis
2.
3.
4.
5.
6.
maksimal 1 mg. Pada pasien yang lebih muda tanpa gangguan hemodinamik,
dosis phenylephrine yang lebih tinggi dapat dipertimbangkan. Pemberian
simpatomimetik intracavernosa dapat dilakukan selama 60 menit. Setelah
dilakukan anestesi blok pada penis, suatu larutan yang terdiri dari phenylephrin
dibuat dengan jalan menambahkan 1 mL phenyephrine (10 mg/mL) ke dalam 99
mL NaCl 0.9% untuk mencapai konsentrasi sebanyak 100 g/mL. Suatu jarum
dengan ukuran 19 G kemudian dimasukkan melalui aspek lateral pada salah satu
kavernosa, dan 1 atau 2 ml larutan (100 200 g dari phenylephrine) diinjeksikan
intracavernosa. Jika detumesensi tidak tampak dalam 2 menit, ditambahkan
larutan sebanyak 1 2 mL, yang diinjeksikan secara intracavernosa. Ini diulang
tiap 2 menit sampai detumesensi tercapai, dengan maksimal sebanyak 10 mL
larutan yang diinjeksikan ( 1000 g phenylephrine).
Irigasi Normal Saline
Jika detumesensi tidak tercapai dengan phenyephrine, kavernosa diirigasi dengan
normal salin, dengan atau tanpa penambahan heparin. Jika terdapat kesulitan di
dalam melakukan aspirasi irigasi, jarum 19 G dapat dimasukkan ke dalam sisi
batang penis yang lain dan terletak jauh dari jarum yang lain. 1 jarum diletakkan
di proksimal dan 1 jarum yang lain diletakkan di distal
Inhibitor cGMP dan Aspirasi
Injeksi intracavernosa dengan menggunakan metilen biru suatu inhibitor cGMP,
diikuti oleh aspirasi corpora dilaporkan efektif pada beberapa pasien dengan
priapismus dengan jalan menghambat relaksasi dari otot otot polos kavernosa.
Efek samping dari injeksi ini adalah pasien merasakan sensasi seperti terbakar dan
penis tampak berwarna. Juga terdapat beberapa laporan injeksi intracavernosa dari
activator plasminogen jaringan, suatu agen trombolitik, yang menghentikan
priapismus. Karena sangat terbatasnya bukti bukti ilmiah untuk mendukung obat
obat ini, maka mereka dipertimbangkan hanya sebagai eksperimen saja.
Natrium Nitropusside
Induksi hipotensi dengan pemberian natrium nitroprusside atau memperdalam
anastesi umum dapat menurunkan tekanan darah arteri. Namun demikian pada
pasien dengan usia lanjut dan penyakit arteri koroner dapat memicu kegawatan
jantung.
Bupuivacain
Injeksi 8 ml bupivacain 0,25% kedalam spatium subpubic untuk memblokade n.
Pudendus penis dikatahui efektif untuk membuat penis detumensi
Ketamin
Ketamin juga sering digunakan untuk mengobati priapismus sebab memiliki sifat
relaksasi penis dan juga efek disosiatif pada sistem limbik. Ketamin diberikan
intravena dengan dosis 0,5 1,8 mg/kg. Pemberian ketamin ini berdasarkan
bahwa ereksi terjadi sebagai respon terhadap ransangan eksternal. Efek disosiasi
obat ini menghambat sistem limbik. Ketamin juga dapat membantu relaksasi penis
dengan cara menurunkan central vagal outflow, menghambat reuptake
norepinefrin pada neuroeffector junction pada jaringan erektil kavernosa, atau
Shunting
Winter
Prosedur
Insersi langsung jarum biopsi trochar melalui glans penis ke dalam korpora
kavernosa
Insersi langsung scapel no 11 melalui glans penis ke dalam corpora kavernosa
Ebbehoj
Paling kurang 4 mm dari meatus uretra eksternus, scapel no 10 di masukkan
T - Shunt
melalui glans penis ke dalam corpora kavernosa, dirotasikan 90 derajat dari
uretra dan kemudian dilepaskan
TT - Shunt Untuk priapismus yang terjadi lebih dari 72 jam, dengan jalan membuat fistula
kavernogranular. Saluran intrakavernosa bilateral dapat dibuat dengan suatu
dilator 20F untuk memaksimalkan shunting dari proksimal ke distal
Al-Ghorab Suatu insisi 2 cm dibuat secara tranversal pada distal dari sulcus koronaries.
Shunting korporaglandular dibuat melalui eksisi pada lapisan tunika albuginea
pada kedua corpora kavernosa
Modifikasi dari shunting Al Ghorab, dilator Hegar ukuran 7/8 dimasukan
Corporal
beberapa cm ke dalam kedua corpora kavernosa. Darah dievakuasi dengan
(Snake)
jalan menekan penis dari arah proksimal ke distal
Shunting kavernospongiosum unilateral yang dibentuk melalui anastomosis
Quackels
proksimal korpora kavernosa ke korpus spongiosum. Suatu jaringan yang
berasal dari korpora kavernosa dan spongiosa dieksisi dan kemudian di jarit
pada kedua korpora tersebut
Sama dengan Quackels, hanya saja shunting korporaspongiosa dilakukan pada
Sacher
kedua korpora
Grayhack Shunting caverno saphena dibuat di antara korpus kavernosum dan vena
saphena. Kurang lebih 8 10 cm vena saphena distal dari fossa ovalis
dipindahkan dan di anastomosiskan secara end to side pada korpora kavernosa
Shunting kaverno vena dorsalis dicapai dengan jalan mengidentifikasi dan
Barry
memindahkan vena dorsalis penis, meligasi dan membagi bagian distal dan
membuat anastomosis pada bagian proksimal ke korpora kavernosum tanpa
adanya tegangan
Penilaian bahwa shunting telah berhasil dilakukan adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
Terlihatnya darah yang berwarna cerah pada corpora ketika dilakukan aspirasi
Analisis gas darah corpora
USG Doppler
Pengukuran tekanan intracavernosa
Manuver kompresi penis (ditekan dan dilepas)
2. Non farmakologis
a. Perawatan lanjutan dengan dokter spesialis urologi.
b. Pasien dengan gangguan penyakit yang mendasarinya agar menindaklanjuti
dengan dokter spesialis yang tepat.
c. Jika terjadi berulang agar segera mengunjungi pelayanan kesehatan
(Hosam, 2014)
Daftar Pustaka
Hosam S. A. 2014. Priapism Treatment &
http://emedicine.medscape.com/article/437237-overview
Management.
Availabel
at:
Willam J, Harmon, Ajay H. 1997. Subspeciality Clinics: Urology, Priapism: Diagnosis and
Management. Mayo Clim Proc. Vol 72 (1): 350-355
Hossein S. N., Vikram D., Allen D. S., dan Mamdouh A. M.. 2004. Prapism. Elsevire. Vol
42(1): 427-443
Riyanto R, Doso S, dan Jati L. P. 2013. Priapismus Intraopratif pada Hemoroidektomi dan
URS dengan Anastesi Spinal. Jurnal Anestesiologi Indonesia. Vol 5(1): 54-60