Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA

A. Konsep Dasar
1. Definisi
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya
disebabkan oleh agen infeksius. Pneumonia adalah penyakit infeksius yang
sering mengakibatkan kematian. Pneumonia disebabkan terapi radiasi, bahan
kimia dan aspirasi. Pneumonia radiasi dapat menyartai terapi radiasi untuk
kanker payudara dan paru, biasanya enam minggu atau lebih setelah pengobatan
sesesai. Pneoumalitiis kimiawi atau pneumonia terjadi setelah menjadi kerosin
atau inhalasi gas yang mengiritasi. Jika suatu bagian substasial dari suatu lobus
atau yang terkenal dengan penyakit ini disebut pneumonia lobaris (Jeremy, dkk,
2007, Hal  76-78).
Pneumonia adalah suatu peradangan alveoli atau pada parenchyma paru
yang terjadi pada anak. (Suriani, 2006). Pneumonia ialah suatu radang paru yang
disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan
benda asing yang mengensi jaringan paru (alveoli). (DEPKES. 2006)
Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan
adanya konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton &
Fugate, 1993). Pneumonia adalah keradangan dari parenkim paru di mana asinus
terisi dengan cairan radang dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang
ke dalam dinding alveoli dan rongga intestinum (Amin & Al sagaff, 1989).
2. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti :
a. Virus pernapasan yang paling sering lazim yaitu micoplasma pneumonia
yang terjadi pada usia beberapa tahun pertama dan anak sekolah dan anak
yang lebih tua.
b. Bakteri Streptococcus pneumoniae, S.pyogenes, dan Staphylococcus aureus
yang lazim terjadi pada anak normal.
c. Haemophilus influenzae tipe b menyebabkan pneumonia bakteri pada anak
muda, dan kondisi akan jauh berkurang dengan penggunaan vaksin efek
rutin.

1
d. Virus penyebab pneumonia yang paling lazim adalah virus sinsitial
pernapasan, parainfluenzae, influenzae dan adenovirus.
e. Virus non respirasik, bakteri enterik gram negatif, mikobakteria, coxiella,
pneumocytis carinii dan sejumlah jamur.
f. Aspirasi makanan, kerosen (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda
asing.
3. Klasifikasi
Pneumonia digolongkan berdasarkan anatomi:
a. Pneumonia lobaris radang paru-paru yang mengenai sebagian besar/seluruh
lobus paru-paru.
b. Pneumonia lobularis (bronchopneumonia) à radang pada paru-paru yang
mengenai satu/beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya
bercak-bercak infiltrate.
c. Pneumonia interstitialis (bronkhiolitis) à radang pada dinding alveoli
(interstitium) dan peribronkhial dan jaringan interlobular.
Pneumonia infeksius berdasarkan etiologi:
a. Bakteria : Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus, Streptococcus
hemolyticus, Streptococcus aureus. Hemophilus influenzae, Bacillus
Friedlander, Mycobacterium tuberculosis.
b. Virus: Respiratory syncytial virus, virus influenza, adenovirus, virus
sitomegalik.
c. Mycoplasma pneumoniae
d. Jamur : Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neoformans, Blastomyces
dermatitides, Coccidioides immitis, Aspergillus species, Candida albicans.
e. Aspirasi : makanan, kerosen (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda
asing.
f. Pneumonia hipostatik.
g. Sindrom Loeffler
4. Cara Penularan
Pneumonia ditularkan melalui percikan air ludah. Air ludah bisa berasal
dari anak atau orang dewasa sehat yang membawa organisme penyebab
pneumonia itu dalam saluran pernafasan mereka. Bisa juga tertular dari lendir
hidung atau tenggorokan orang yang sedang sakit. Penular biasanya lebih sering
dari dari orang serumah, teman sepermainan, atau teman di sekolah. Faktor
2
risiko penularan makin besar ketika bayi atau balita menderita kekurangan gizi
dan tidak mendapatkan ASI. Disamping itu tidak mendapatkan imunisasi,
kurang vitamin A, bayi terpapar asap rokok, asap dapur dan polusi lingkungan
juga meningkatkan faktor risiko menderita pneumonia.
Bayi dan balita bisa dilindungi dari pneumonia lewat imunisasi DPT,
campak dan pneumokokus.
5. Patofisiologi
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada
beberapa mekanisma yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi.
Partikel infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh
mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai
paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan
juga dengan mekanisme imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan
pertama kehidupan juga memiliki antibodi maternal yang didapat secara pasif
yang dapat melindunginya dari pneumokokus dan organisme-organisme
infeksius lainnya.
Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak
mudah mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital,
defisiensi imun didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis yang
memudahkan anak mengalami aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus
atau epitel saluran napas. Pada anak tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut,
partikel infeksius dapat mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan
anatomis dan fisiologis yang normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada
saluran napas bagian atas. Virus tersebut dapat menyebar ke saluran napas
bagian bawah dan menyebabkan pneumonia virus.
Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap
mekanisme pertahan yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen
menginfeksi saluran napas bagian bawah. Bakteri ini dapat merupakan
organisme yang pada keadaan normal berkolonisasi di saluran napas atas atau
bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke orang lain melalui penyebaran
droplet di udara. Kadang-kadang pneumonia bakterialis dan virus ( contoh:
varisella, campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr, virus herpes simpleks )
dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari sumber terlokalisir atau
bakteremia/viremia generalisata.
3
Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons
inflamasi akut yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi
leukosit polimorfonuklear di alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan
eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas pada foto
toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan
dominasi infiltrat mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial. Hal ini
menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi
pada bronkiolitis.

4
6. Patway

5
7. Klinis
a. Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas. Suhu dapat naik
secara mendadak (38 – 40 ºC), dapat disertai kejang (karena demam tinggi).
b. Batuk, mula-mula kering  (non produktif) sampai produktif.
c. Nafas : sesak, pernafasan cepat dangkal,
d. Penggunaan otot bantu pernafasan, retraksi interkosta, cuping hidung
kadang-kadang terdapat nasal discharge (ingus).
e. Suara nafas : lemah, mendengkur, Rales (ronki), Wheezing.
f. Frekuensi napas :
 Umur 1 - 5 tahun 40 x/mnt atau lebih.
 Umur 2 bln-1 tahun 50 x/mnt atau lebih.
 Umur < 2 bulan 60 x/mnt.
g. Nadi cepat dan bersambung.
h. Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk.
i. Kadang-kadang terasa nyeri kepala dan abdomen.
j. Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia dan perut kembung.
k. Mulut, hidung dan kuku biasanya sianosis.
l. Malaise, gelisah, cepat lelah.
m. Thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar.
n. Pemeriksaan laboratorium = lekositosis.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial);
dapat juga
menyatakan abses)
b. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi
semua organisme yang ada.
c. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme
khusus.
d. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas
berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
e. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis
f. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
g. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.

6
9. Komplikasi
Bila tidak ditangani secara tepat maka kemungkinan akan terjadi komplikasi
sebagai berikut :
a. Otitis media akut (OMA) à terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang
berlebihan akan masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi
masuknya udara ke telinga tengah dan mengakibatkan hampa udara,
kemudian gendang telinga akan tertarik ke dalam dan timbul efusi.
b. Efusi pleura.
c. Emfisema.
d. Meningitis.
e. Abses otak.
f. Endokarditis.
g. Osteomielitis.
10. Penatalaksanaan
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal
itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya :
a. Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
b. Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
c. Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia
mikroplasma.
d. Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda.
e. Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
f. Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
 Anak-anak cenderung mengalami infeksi virus dibanding dewasa.
 Mycoplasma terjadi pada anak yang relatif besar.
 Sering terjadi pada bayi & anak
 Banyak < 3 tahun
 Kematian terbanyak bayi < 2 bl.

7
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Sesak napas.
2) Riwayat Keperawatan Sekarang
Didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas selama beberapa
hari, kemudian mendadak timbul panas tinggi, sakit kepala / dada
( anak besar ) kadang-kadang pada anak kecil dan bayi dapat timbul
kejang, distensi addomen dan kaku kuduk. Timbul batuk, sesak, nafsu
makan menurun.
Anak biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis
atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi. Kesadaran kadang
sudah menurun apabila anak masuk dengan disertai riwayat kejang
demam (seizure).
3) Riwayat Keperawatan Sebelumnya
Anak sering menderita penyakit saluran pernapasan atas.
Predileksi penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza
sering terjadi dalam rentang waktu 3-14 hari sebelum diketahui adanya
penyakit Pneumonia.
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat
memperberat klinis klien.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tempat tinggal: Lingkungan dengan sanitasi buruk beresiko lebih besar
c. Pemeriksaan Fisik :
1) Data Fokus
 Inspeksi :
 Adanya PCH - Adanya sesak napas, dyspnea,
 Sianosis sirkumoral - Distensi abdomen
 Batuk : Non produktif Sampai produktif. Dan nyeri dada
 Palpasi :
 Fremitus raba meningkat disisi yang sakit
 Hati kemungkin membesar
 Perkusi :  Suara redup pada paru yang sakit
 Auskultasi : Rankhi halus, Rankhi basah, Tachicardia.

8
2) Body System
 Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, cengeng
Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/ nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu
pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju
pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,
 Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit kepala
Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi,
kualitas darah menurun
 Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
 Sistem genitourinaria
Subyektif : -
Obyektif : produksi urine menurun/normal,
 Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare.
 Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan.
 Sistem Integumen
Subyektif : -
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat, suhu kulit meningkat, kemerahan
Data dasar pengkajian pasien :
 Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
 Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
9
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
 Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes
mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk,
penampilan kakeksia (malnutrisi)
 Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
 Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia,
artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk
membatasi gerakan).
 Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda :
 Sputum: Merah Muda, Berkarat
 Perpusi: Pekak Datar Area Yang Konsolidasi
 Premikus: Taksil Dan Vocal Bertahap Meningkat Dengan
Konsolidasi
 Bunyi Nafas Menurun
 Warna: Pucat/Sianosis Bibir Dan Kuku
 Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan
steroid, demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar
 Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6 – 8 hari
Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas
pemeliharaan rumah.
d. Faktor Psikososial/Perkembangan

10
a) Usia, tingkat perkembangan.
b) Toleransi/kemampuan memahami tindakan.
c) Koping.
d) Pengalaman berpisah dengan keluarga/orang tua.
e) Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya.
e. Pengetahuan Keluarga, Psikososial
a) Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit bronchopneumonia.
b) Pengalaman keluarga dalam menangani penyakit saluran pernafasan.
c) Kesiapan/kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya.
d) Koping keluarga.
e) Tingkat kecemasan.
f. Pemeriksaan Penunjang
Studi Laboratorik :
a) Hb : menurun/normal
b) Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen
darah, kadar karbon darah meningkat/normal
c) Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan peradangan, penumpukan
secret.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane kapiler
alveolus.
c. Berkurangnya volume cairan berhubungan dengan intake oral tidak adekuat,
demam, takipnea.

11
3. Intervensi
Tujuan
No Diagnosa Intervensi
Kriteria Hasil Rasional
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan intervensi  Mandiri :
nafas tidak efektif keperawatan selama 3 x 24 jam, 1. Kaji frekuensi/kedalaman 1. Takipnue pernafasan dangkal dan
berhubungan diharapkan jalan nafas kembali pernapasan dan gerakan dada. gerakan dada tak simetris sering terjadi
dengan inflamasi efektif dengan kriteria hasil : karena ketidak nyamanan. Simetris
trachea bronchial,  Batuk efektif yang sering terjadi karena
peningkatan  Nafas normal ketidaknyamanan gerakan dinding dada
produksi sputum  Bunyi nafas bersih dan/ atau cairan paru.

 Tidak sianosis 2. Auskultasi area paru, catat area 2. Penurunan aliran udara terjadi pada
penurunan/tak ada aliran udara area konsolidasi dengan cairan. Bunyi
 TTV : DBN :
dan bunyi napas adventisius, napas bronkial (normal pada bronkus)
TD : 120-130/80-90 mmhg
mis, krekels, mengi stridor. dapat juga terjadi pada area konsilidasi.
N : 60-100 x/i
Krekel, ronki, dan mengi terdengar
RR : 16-24 x/i
pada inspirasi dan/atau ekpirasi pada
respon terhadap pengumpulan cairan,
sekret kental, dan spesme jalan
napas/obstruksi.
3. Bantu pasien latih napas sering 3. Merangsang batuk atau pembersihan
Tunjukan/bantu pasien nafas secara mekanik pada pasien yang

12
mempelajari melakukan batuk, tidak mampu melakukan karena batuk
mis., menekan dada dan batuk tak efektif atau penurunan tingkat
efektif sementara posisi duduk kesadaran.
tinggi.
4. Penghisapan  sesuai indikasi. 4. Cairan (khususnya yang hangat)
memobilisasi dan mengeluarkan sekret
5. Berikan cairan paling sedikit 5. Cairan (khususnya yang hangat)
2500 ml/hari (Kecuali kontra memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
indikasi). Tawarkan air hangat,
daripada air dingin.
 Kolaborasi :
6. Berikan obat sesuai indikasi: 6. Alat untuk menurunkan spasme
mukolitik, ekspektoran, bronkus dengan mobilisasi sekret,
bronkodolator, analgesik. analgetik diberikan untuk memperbaiki
batuk dengan menurunkan
ketidaknyamanan tetapi harus
digunakan secara hati-hati, karena
dapat menurunkan upaya
batuk/menekan pernafasan.
7. Berikan cairan tambahan 7. Cairan diperlukan untuk mengganti

13
misalnya : Intravena,oksigen kehilangan dan memobilisasi sekret.
humidifikasi, dan ruang
humidifikasi.
8. Awasi sinar X dada, GDA, nadi 8. Mengevaluasikan kemajuan dan efek
oksimetri. proses penyakit dan memudahkan
pemilihan terapi yang diperlukan.
9. Bantu bronkostropi / toresentesis 9. Kadang-kadang diperlukan untuk
bila diindikasikan. membuang perlengketan mukosa.
Mengeluarkan sekresi purulen,
mencegah atelektasis.
2. Nyeri Setelah dilakukan asuhan  Mandiri :
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam 1. Tentukan karakteristik nyeri, 1. Nyeri dada biasanya ada dalam
dengan inflamasi Nyeri berhubungan dengan misalnya : tajam, konstan, beberapa derajat pada peneumonia,juga
parenkim paru, inflamasi parenkim paru, reaksi selidiki perubahan karakter / dapat timbul komplikasi pneumonia
reaksi seluler seluler terhadap sirkulasi toksin lokasi nyeri dan  ditusuk. seperti perikarditis dan indokarditis.
terhadap sirkulasi dan batuk menetap, Dengan 2. Pantau tanda vital. 2. perubahan frekuensi jantung atau TD
toksin dan batuk kriteria hasil : menunjukkan bahwa pasien mengalami
menetap.  Dispenea dan takipnea tidak nyeri, khususnya bila alasan lain untuk
ada perubahan tanda vital telah terlihat.
 Kesulitan bernafas tidak ada 3. Berikan tindakan nyaman 3. tindakan non analgesik diberikan
misalnya, pijatan punggung, dengan sentuhan lembut dapat

14
 Akral hangat sianosis perubahan posisi, musik tenang, menghilangkan ketidak nyamanan dan
 Kapilari refile kembali relaksasi atau latihan napas. memperbesar efek terapi analgesik.
dalam 2-3 detik 4. Tawarkan pembersihan mulut 4. Pernapasan mulut dan terapi oksigen
 Gelisah tidak ada dengan sering. dapat mengiritasi dan mengeringkan

 Penurunan kesadaran tidak membran mukosa, potensial ketidak

ada nyamanan umum.

 Pucat dan sianosis tidak ada 5. Anjurkan dan bantu pasien 5. Alat untuk menontorl ketidak nymanan
dalam teknik menekan dada dada sementara meningkatkan
    TTV : DBN :
selama episode batuk. keefektifan upaya batuk.
TD : 120-130/80-90 mmhg
 Kolaborasi :
N : 60-100 x/i
6. Berikan analgesik dan atitusip 6. Obat ini digunakan untuk menekan
RR : 16-24 x/i
sesuai indikasi. batuk non produktif atau proksismal
Hb : 14-18 gr/dl
atau menurunkan mukosa berlebihan,
AGD : DBN :
meningkatkan kenyamanan atau
Ph : 7,35-7,45
istirahat umun.
PCO2 : 35-45 mmhg
HCO3 : 22-28 mEq/L
3. Perubahan nutrisi Setelah dilakuakn intervensi  Mandiri :
kurang dari keperawatan selama 3 x 24 jan, 1. Identifikasi faktor yang 1. Pilihan intervensi terganggung pada
kebutuhan tubuh diharapkan kebutuhan nutrisi menimbulkan mual atau muntah penyebab masalah.u kebersihanmulut
berhubungan dapat terpenuhi, dengan kriteria misalnya: sputum banyak, setelah muntah, setelah tindakan

15
dengan anoreksia, hasil : pengobatan aerosol, dispenea aerosol dan drainase postur sebelem
akibat toksin  Mual dan muntah tidak ada berat, nyeri. maka.
bakteri dan rasa  BB stabil / tidak turun atau 2. Berikan wadah tertutup untuk 2. Menghilangkan tanda bahaya, rasa bau,
sputum . tidak naik. sputum dan buang sesering dari lingkungan pasien dan dapat
 Mukosa bibir lembab. mungkin. Berikan atau bantu. menurunkan mual.

 Turgor kulit elastis. 3. Jadwalkan pengobatan 3. Menurunkan efek mual yang

 Peningkatan nafsu makan. pernapasan sedikitnya 1 jam berhubungan dengan pengobatan ini.
sebelum makan.
 Nilai Lab : DBN :
4. Auskultasi bunyi usus. 4. Bunyi usus mungkin menurun / tak ada
Hb : 14-18 gr/dl
Observasi atau palpasi distensi bila proses infeksi memanjang.
Albumin : 3,5-5,5 gr/dl
abdomen. Distensi abdomen terjadi sebagai
Protein total : 6,0-8,0 gr/dl
akibat menelan udara atau
menunjukkan pengaruh toksin, bakteri
pada saluran GI.
5. Berikan makan dengan pori 5. Tindakan ini dapat meningkatka
kecil dan sring termasuk dengan masukkan meskipun nafsu makan
makan kering ( roti panggang ) mungkin lambat untuk kembali.
dan makanan yang menarik
untuk pasien.
6. Evaluasi status nutrisi umum, 6. Adanya kondisi kronis ( PPOM atau

16
ukuran berat badan dasar. alkoholisme ) atau keterbatasan
keuangan dapat menimbulkan
malnutrisi, rendahnya tahanan terhadap
innfeksi lambatnya respon terhadap
terapi.

17
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Widya Harwina. 2010. Asuhan Keperawatan Anak dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: TIM

Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1, EGC,
Jakarta.

Doengoes Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman Untuk


Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta.

http://ardyanpradanaoo7.blogspot.com/2011/02/laporan-pendahuluan-asuhan-
keperawatan.html

http://stikmuh-ptk.medecinsmaroc.com/t3-askep-anak-dengan-pneumonia

http://wildanprasetya.blog.com/2009/04/18/askep-pneumonia/

http://wwwensufhy.blogspot.com/2011/04/asuhan-keperawatan-anak-pneumonia.html

Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.

Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine, Patofisiologi, buku-2, Edisi 4, EGC,
Jakarta.
Suparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. EGC. Jakarta

Suriadi, SKp, MSN. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Sagung Seto.

Tim Penyusun. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3. Volume II, 2001, FKUI.

18

Anda mungkin juga menyukai