Anda di halaman 1dari 24

TUGAS 3 LANDASAN KEPENDIDIKAN

Nama : RUNIAWAN

Nim : 193020209025

Kelas : A (2019)

Prodi : Pendidikan Biologi

Dosen Pengampu : Dra. Hj. Isna Fauziah, M.Pd

A. Sejarah pendidikan pada zaman pra sejarah.

Bentuk pendidikan di Indonesia pada zaman prasejarah masihlah sangat sederhana dan
pendidikan pada zaman prasejarah hanya dilakukan melalui keluarga. Orang tua pada zaman
prasejarah memberikan materi pendidikan kepada anak. Sesuai dengan karakteristik masyarakat
pada zaman prasejarah masih sangat tergantung pada alam dan lingkungan, materi pendidikan
diarahkan pada keterampilan untuk meramu, berburu, mengumpulkan makanan, bercocok tanam,
serta mencetak benda. Model pendidikan masih berbentuk aplikatif, langsung ke lapangan (alam
terbuka) dan pendidikan tersebut diturunkan secara turun-temurun. Hal itu dapat dilihat dari
kebudayaan yang telah dihasilkan masyarakat prasejarah, mulai dari zaman paleolithikum,
mesolithikum, neolithikum, megalithikum, dan perundagian. Pada masa perundagian, pendidikan
mengalami perkembangan yakni sudah diarahkan untuk menguasai keterampilan dalam
pembuatan beberapa benda logam, misalnya seperti gerabah perunggu, kapak perunggu, bejana,
nekara, moko, dan lain sebagainya. Pengajaran pada zaman ini sudah dilakukan pada tingkat
sosial tertentu. Manusia dicitacitakan sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakatnya saat
itu, yakni masyarakatnya memiliki semangat gotong royong, menghormati para tetua, dan taat
kepada adat.

Sifat maupun ciri-ciri sosial, budaya, dan ekonomi prasejarah

1) Masa mengumpulkan makanan Dalam kehidupan Sosial Ekonomi masyarakatnya


sangat bergantung dengan alam tempat tinggal mereka. Manusia purba
mengumpulkan makanan berupa tumbuh-tumbuhan. Cara hidup masyarakat nomaden
dan berkelompok.
2) Masa Bercocok Tanam Kehidupan Sosial Ekonomi, masyarakat mulai menetap dan
menghasilkan makanan. Produksi makanan mereka pada awalnya adalah keladi baru
dan setelah adalah padi. Bercocok tanam dengan cara berhuma. Masyarakat pada
zaman ini sudah mampu mengembangkan hewan ternak.
3) Masa perundagian Kehidupan sosial ekonomi saat itu dipengaruhi dengan kedatangan
bangsa detro melayu. Kemudian mengenal perdagangan, mulai mengenal logam dan
tidak sembarang orang dapat mengolah dan memilikinya. Selain itu juga sudah
mengenal aturanaturan (norma-norma) serta dapat mengolah tanah. Komunikasi, pada
awalnya menggunakan bahasa isyarat tubuh. Kedatangan bangsa luar adalah awal
bangsa Indonesia mengenal bahasa bangsa melayu adalah cikal bakal bahasa
Indonesia yang diperkenalkan oleh para pedagang yang singgah saat itu.

Kehidupan budaya, mengenal perlengkapan dari logam, mengenal pembuatan


kaca/manik-manik untuk perhiasan, berkembang juga seni lukis dan ukiran serta mengenal
teknik pencetakan logam. Pelayaran, perahu diperkenalkan pada saat kedatangan oran indo
cina, afrika dan daerah asia lainnya. Astronomi dipergunakan untuk menentukan arah dalam
pelayaran. Pekerjaan, pekerjaan awal masyarakat Indonesia adalah berburu, meramu
makanan, dan mengolahnya. Pekerjaan berikutnya adalah bercocok tanam, pada saat mulai
megenal logam pekerjaannya pun berubah menjadi tukang logam. Pekerjaan selanjutnya
adalah berdagang.

B. Sejarah Pendidikan pada Zaman Hindu

1) Perkembangan Pendidikan di Zaman Hindu Budha


Pembahasan sejarah Hindu-Budha di Indonesia akrab diawali dari kemunculan
beberapa kerajaan di abad ke-5 M, antara lain: Kerajaan Hindu di Kutei (Kalimantan)
dengan rajanya Mulawarman, putra Aswawarman atau cucu Kundung(ga). Di Jawa
Barat muncul Kerajaan Hindu Tarumanegara dengan rajanya Purnawarman.
Pada masa itu, eksistensi pulau Jawa telah disebut Ptolomeus (pengembara
asal Alexandria – Yunani) dalam catatannya dengan sebutan Yabadiou dan demikian
pula dalam epik Ramayana eksistensinya dinyatakan dengan sebutan Yawadwipa.
Ptolomeus juga sempat menyebut tentang Barousai (merujuk pada pantai barat
Sumatera Utara; Sriwijaya). Fa-Hien (pengembara asal China) dalam perjalanannya
dari India singgah di Ye-po-ti (Jawa) yang menurutnya telah banyak para brahmana
(Hindu) tinggal di sana. Maka tidak berlebihan jika Lee Kam Hing kemudian
menyatakan bahwa lembaga-lembaga pendidikan telah ada di Indonesia sejak periode
permulaan.
Pada masa itu, pendidikan lekat terkait dengan agama. Menurut catatan I-
Ching, seorang peziarah dari China, ketika melewati Sumatera pada abad ke-7 M ia
mendapati banyak sekali kuil-kuil Budha dimana di dalamnya berdiam para
cendekiawan yang mengajarkan beragam ilmu. Kuil-kuil tersebut tidak saja menjadi
pusat transmisi etika dan nilai-nilai keagamaan, tetapi juga seni dan ilmu
pengetahuan. Lebih dari seribu biksu Budha yang tinggal di Sriwijaya itu dikatakan
oleh I-Ching menyebarkan ajaran seperti yang juga dikembangkan sejawatnya di
Madhyadesa (India). Bahkan, di antara para guru di Sriwijaya tersebut sangat terkenal
dan mempunyai reputasi internasional, seperti Sakyakirti dan Dharmapala. Sementara
dari pulau Jawa muncul nama Djnanabhadra. Pada masa itu, para peziarah Budha asal
China yang hendak ke tanah suci India, dalam perjalanannya kerap singgah dulu di
nusantara ini untuk melakukan studi pendahuluan dan persiapan lainnya.
Sejarah agama Hindu-Budha di Indonesia berbeda dengan sejarahnya di India.
Disini, kedua agama tersebut dapat tumbuh berdampingan dan harmonis. Bahkan ada
kecenderungan syncretism antara keduanya dengan upaya memadukan figur Syiwa
dan Budha sebagai satu sumber yang Maha Tinggi. Sebagaimana tercermin dari satu
bait syair Sotasoma karya Mpu Tantular pada zaman Majapahit “Bhinneka Tunggal
Ika”, yakni dewa-dewa yang ada dapat dibedakan (bhinna), tetapi itu (ika) sejatinya
adalah satu (tunggal).
Sekalipun demikian, patut diketahui sempat adanya sejarah konflik politik antar
kerajaan yang berbeda agama pada masa-masa permulaannya. Pada masa Hindu-Budha
ini, kaum Brahmana merupakan golongan yang menyelenggarakan pendidikan dan
pengajaran. Perlu dicatat bahwa sistem kasta tidaklah diterapkan di Indonesia setajam
sebagaimana yang terjadi di India. Adapun materi-materi pelajaran yang diberikan ketika
itu antara lain: teologi, bahasa dan sastra, ilmu-ilmu kemasyarakatan, ilmu-ilmu eksakta
seperti ilmu perbintangan, ilmu pasti, perhitungan waktu, seni bangunan, seni rupa dan
lain-lain. Pola pendidikannya mengambil model asrama khusus, dengan fasilitas belajar
seperti ruang diskusi dan seminar. Dalam perkembangannya, kebudayaan Hindu-Budha
membaur dengan unsur-unsur asli Indonesia dan memberi ciri-ciri serta coraknya yang
khas. Sekalipun nanti Majapahit sebagai kerajaan Hindu terakhir. Runtuh pada abad ke-
15, tetapi ilmu pengetahuannya tetap berkembang
khususnya di bidang bahasa dan sastra, ilmu pemerintahan, tata negara dan hukum.
Beberapa karya intelektual yang sempat lahir pada zaman ini antara lain: Arjuna Wiwaha
karya Mpu Kanwa (Kediri, 1019), Bharata Yudha karya Mpu Sedah (Kediri, 1157),
Hariwangsa karya Mpu Panuluh (Kediri, 1125), Gatotkacasraya karya Mpu Panuluh,
Smaradhahana karya Mpu Dharmaja (Kediri, 1125), Negara Kertagama karya Mpu
Prapanca (Majapahit, 1331-1389), Arjunawijaya karya Mpu Tantular (Majapahit, ibid),
Sotasoma karya Mpu Tantular, dan Pararaton (Epik sejak berdirinya Kediri hingga
Majapahit). Menjelang periode akhir tersebut, pola pendidikan tidak lagi dilakukan dalam
kompleks yang bersifat kolosal, tetapi oleh para guru di padepokan-padepokan dengan
jumlah murid relatif terbatas dan bobot materi ajar yang bersifat spiritual religius. Para
murid disini sembari belajar juga harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka
sehari-hari. Jadi secara umum dapatlah disimpulkan bahwa:

• pendidikan adalah kaum brahmana dari tingkat dasar sampai dengan tingkat
tinggi;
• Bersifat tidak formal, dimana murid dapat berpindah dari satu guru ke guru
yang lain;
• Kaum bangsawan biasanya mengundang guru untuk mengajar anak-anaknya
di istana disamping ada juga yang mengutus anak-anaknya yang pergi belajar
ke guru-guru tertentu;
• Pendidikan kejuruan atau keterampilan dilakukan secara turun-temurun
melalui jalur kastanya masingmasing
2) Pengaruh Hindu-Budha Terhadap Pendidikan
Bidang pendidikan membawa pengaruh bagi munculnya lembaga-lembaga
pendidikan. Meskipun lembaga pendidikan tersebut masih sangat sederhana dan
mempelajari satu bidang saja, yaitu keagamaan. Akan tetapi lembaga pendidikan yang
berkembang pada masa Hindu-Buddha ini menjadi cikal bakal bagi lahirnya lembaga-
lembaga pendidikan di Indonesia.
Bukti bukti yang menunjukkan telah berkembangnya pendidikan pada masa
kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, antara lain adalah :
• Dalam catatan perjalanan I-Tsing, seorang pendeta yang berasal dari Cina,
menyebutkan bahwa sebelum dia sampai ke India, dia terlebih dahulu singgah
di Sriwijaya. Di Sriwijaya I-Tsing melihat begitu pesatnya pendidikan agama
Buddha, sehingga dia memutuskan untuk menetap selama beberapa bulan di
Sriwijaya dan menerjemahkan salah satu kitab agama Buddha bersama
pendeta Buddha yang ternama di Sriwijaya, yaitu Satyakirti. Bahkan I-Tsing
menganjurkan kepada siapa saja yang akan pergi ke India untuk mempelajari
agama Buddha untuk singgah dan mempelajari terlebih dahulu agama Buddha
di Sriwijaya. Berita I-Tsing ini menunjukkan bahwa pendidikan agama
Buddha di Sriwijaya sudah begitu maju dan tampaknya menjadi yang terbesar
di daerah Asia Tenggara pada saat itu.
• Prasasti Nalanda yang dibuat pada sekitar pertengahan abad ke9, dan
ditemukan di India. Pada prasasti ini disebutkan bahwa raja Balaputradewa
dari Suwarnabhumi (Sriwijaya) meminta pada raja Dewapaladewa agar
memberikan sebidang tanah untuk pembangunan asrama yang digunakan
sebagai tempat bagi para pelajar agama Buddha yang berasal dari Sriwijaya.
Berdasarkan prasasti tersebut, kita bisa melihat begitu besarnya perhatian raja
Sriwijaya terhadap pendidikan dan pengajaran agama Buddha di kerajaannya.
Hal ini terlihat dengan dikirimkannya beberapa pelajar dari Sriwijaya untuk
belajar agama Buddha langsung ke daerah kelahirannya yaitu India. Tidak
mustahil bahwa sekembalinya para pelajar ini ke Sriwijaya maka mereka akan
menyebarluaskan hasil pendidikannya tersebut kepada masyarakat Sriwijaya
dengan jalan membentuk asrama-asrama sebagai pusat pengajaran dan
pendidikan agama Buddha.
• Catatan perjalanan I-Tsing menyebutkan bahwa pendeta Hui-Ning dari Cina
pernah berangkat ke Ho-Ling (salah satu kerajaan Buddha di Jawa). Tujuannya
adalah untuk bekerja sama dengan pendeta Ho-Ling yaitu Jnanabhadra untuk
menerjemahkan bagian terakhir kitab Nirwanasutra. Dari berita ini menunjukkan
bahwa di Jawa pun telah dikenal pendidikan agama Buddha yang kemudian
menjadi rujukan bagi pendeta yang berasal dari daerah lain untuk bersamasama
mempelajari agama dengan pendeta yang berasal dari Indonesia.
• Pada prasasti Turun Hyang, yaitu prasasti yang dikeluarkan oleh Raja
Airlangga menyebutkan tentang pembuatan Sriwijaya Asrama oleh Raja
Airlangga. Sriwijaya Asrama merupakan suatu tempat yang dibangun sebagai
pusat pendidikan dan pengajaran keagamaan. Hal ini menunjukkan besarnya
perhatian Raja Airlangga terhadap pendidikan keagamaan bagi rakyatnya
dengan memberikan fasilitas berupa pembuatan bangunan yang akan
digunakan sebagai sarana pendidikan dan pengajaran.
• Istilah surau yang digunakan oleh orang Islam untuk menunjuk lembaga
pendidikan Islam tradisional di Minangkabau sebenarnya berasal dari
pengaruh Hindu-Buddha. Surau merupakan tempat yang dibangun sebagai
tempat beribadah orang Hindu-Buddha pada masa Raja Adityawarman. Pada
masa itu, surau digunakan sebagai tempat berkumpul para pemuda untuk
belajar ilmu agama. Pada masa Islam kebiasaan ini terus dilajutkan dengan
mengganti fokus kajian dari Hindu-Buddha pada ajaran Islam.

C. Sejarah pendidikan pada zaman islam

1. Pendidikan Islam Pada Masa Permulaan di Indonesia


Sejak awal perkembangan Islam pendidikan menjadi prioritas utama
masyarakat muslim Indonesia. Disamping karena bersarnya arti pendidikan,
kepentingan Islamisasi mendorong umat Islam melaksanakan penagajaran Islam
kendati dalam sistem yang sederhana, dimana pengajaran diberikan dengan sistem
halaqah yang dilakukan di tempat-tempat ibadah semacam masjid, mushalla, bahkan
juga di rumah-rumah ulama. Kebutuhan terhadap pendidikan mendorong masyarakat
Islam di Indonesia menagadopsi dan mentransfer lembagalembaga keagamaan dan
sosial yang sudah ada kedalam lembaga pendidikan Islam di Indonesia.
Pada tahap awal pendidikan Islam di indonesia berlangsung secara informal.
Kontak-kontak personl antara mubaligh dan masyarakat sekitar yang tidak terancang
dan terstruktural secara jelas dan tegas. Pergaulan keseharian yang di dalamnya
mengandung unsur pendidikan, seperti keteladanan yang diberikan oleh para
muballigh menampakkan ketertarikan masyarakat sekitar terhadap agama Islam.
Pendidikan awal Islam informal tidak ada jadwal waktu tertentu, tidak ada hari
tertentu dan tidak ada tempat khusus sehingga hal ini tidak terprogram secara ketat.
Hal ini yang memicu munculnya pendidikan formal. Pendidikan yang terencana,
punya waktu, tempat dan materi tertentu. Dengan demikian ada beberapa lembaga
pendidikan islam formal pertama yang muncul di Indonesia.

Masjid dan Langgar


Sebagai implikasi dari terbentuknya masyarakat muslim di suatu tempat maka secara
serta merta mereka membutuhkan Masjid dan Langgar tempat melaksankan ibadah. Fungsi
masjid dan langgar tersebut diperluas selain sebagai tempat ibadah (shalat) juga tempat
pendidikan. Di tempat terseburt dilaksanakan pendidikan untuk orang dewasa dan anak.

Menurut Hasbullah pengajian Al Qur'an pada pendidikan Langgar dibedakan menjadi dua
macam:

Tingkat Rendah, merupakan tingkat pemula. Yaitu mulai mengenal huruf Al Qur'an
sampai bisa membacanya, diadakan pada tiap-tiap kampung dan anak-anak hanya belajar
pada malam hari dan pagi hari setelah sholat subuh,

Tingkat atas, pelajarannya selain di tingkat pemula diatas, ditambah lagi dengan pelajaran
lagu qasida, berjanzi, tajwid serta mengaji kita-kitab.

Pesantren

Belum ditemukan tahun yang pasti kapan pesantren pertama kali didirikan, banyak
pendapat mengatakan bahwa pesantren muncul pada zaman Walisongo dan Maulana Malik
Ibrahim dipandang sebagai orang yang pertama mendirikan pesantren.

Di Jawa sebelum Islam masuk telah dikenal adanya lembaga pendidikan Jawa kuno
yang diberi nama Pawiyatan, ditempat tersebut tinggal bersama Ki Ajar dan Cantrik. Ki Ajar
yang mengajar dan Cantrik murid yang diajar. Di Pawiyatan berlangsung pendidikan
sepanjang hari dan malam. Sistem ini mirip dengan sistem pesantren. Jadi dengan demikian
sistem pendidikan pesantren itu telah ada di Jawa sebelum datangnya Islam. Setelah Islam
masuk maka sistem ini termasuk yang diislamkan.

CC Berg berpendapat bahwa santri berasal dari istilah Shastri , yang dalam bahasa
India, orangorang yang tahu buku0buku suci Agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab
suci Agama Hindu. Kata Shastri berasal dari Shastra yang berarti buku suci, buku-buku
agama atau bukubuku tentang ilmu pengetahuan.

Meunasah, rangkang dan dayah

Secara Etimologi, meunasah berasal dari perkataan madrasah, tempat belajar atau
sekolah. Sebagai pendidikan awal bagi anak-anak yang dapat disamamakan dengan tingkat
Sekolah Dasar. Meunasah ini dipimpin atau diasuh oleh seorang Tengku Meunasah (Guru)
yang bertugas untuk membina dan mengajarkan ilmu agama kepada para murid.[11]
Di setiap gampong (kampung) di Aceh ada mennasah sebagai tempat belajar bagi
anak-anak. Pada dasarnya mennasah memiliki multi fungsi yaitu fungsi ibadah, sosial dan
pendidikan. Rangkang adalah tempat tinggal murid yang dibangun di sekitar masjid karena
murid perlu mondok dan tinggal, maka perlu dibangun tempat tinggal untuk mereka di sekitar
masjid.

Snoucch Hurgronje, mendeskripsikan Rangkang dalam bentuk rumah kediaman,


tetapi lebih sederhana, memiliki satu lantai saja di kanan kiri gang pemisah (blok) masing-
masing untuk 1-3 murid. Kadang-kadang rumah yang tidak dipakai lagi oleh orang saleh
diwakafkan untuk siswa. rumah tersebut diserahkan kepada guru untuk dijadikan rengkang.

Lembaga berikutnya adalah dayah. Dayah berasal dari bahasa Arab zawiyah merujuk
pada sudut dari suatu bangunan dan sering dikaitkan dengan masjid. Di sudut Masjid itulah
berlangsungnya proses pendidikan dalam bentuk halaqah atau juga zawiyah dikaitkan juga
dengan tarekat sufi. Di mana Syeikh atau Mursyid melakukan pendidikan sufi.

Hasjmy menjelaskan tentang dayah adalah sebuah lembaga pendidikan yang


mengajarkan mata pelajaran agama yang bersumber dari Bahasa Arab, misalnya Tauhid,
Fiqh, Tasawuf, Bahasa Arab dan lain-laqin. pendidikan setingkat SLTA.

Surau. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, surau diartikan tempat (rumah) umat Islam
melakukan Ibadah (sembahyang, mengaji dan lain-lain). Christin Pobbin memberi pengertian
bahwa surau adalah rumah yang didiami para pemuda setelah aqil baligh terpisah dari rumah
keluarganya yang menjadi tempat tinggal wanita dan anak-anak.

Jadi surau adalah tempat aktifitas masyarakat sehari-hari dalam hal peribadatan,
pendidikan dan sosial budaya. Intinya bahwa surau memiliki multifungsi bagi masyarakat
dan sangat penting keberadaannya di masyarakat itu sendiri.

Jadi jelas bahwa dalam pendidikan Islam di Indonesia juga terjadi akulturasi-
akulturasi budaya, baik berupa istilah-istilah, ataupun budaya langsung. Karena memang
sesuai sejarah Islam masuk ke Indonesia dalam keadaan telah memeluk agama (Hindu dan
Budha) ataupun kepercayaan (Animisme dan Dinamisme) yang telah melekat kuat di
masyarakat Indonesia. Maka tidak mungkin terjadi penghapusan secara ekstrim terhadap apa
yang telah melekat di masyarakat itu, melainkan dengan cara mengadopsi dan akulturasi
budaya dengan ajaran Islam, sehingga Islam bisa diterima dengan damai di Indonesia.
Dapat dimengerti bahwa pendidikan Islam dimasa awal di indonesia amat fleksibel dan
mudah nerasu kedalam budaya masyaraakat denagan menggunakan fasilitas-fasilitas yang
sederhana, namun ternyata Islam dapat diterima dan mampu berkembang secara dinamis di
negeri Nusantara ini. Ini juga sebagai bukti bahwa Islam menjadi Agama yang Universal
(Rahmatan Lil 'Alamin), bisa diterima di berbagai tempat dalam suasana dan keadaan apapun.

2. Pendidikan Islam Pada Masa Wali Songo

Kata wali berasal dari bahasa Arab ‫ ﻰﻟاو‬N– N‫ ﻲﻟو‬artinya kekasih,- ‫ ﻲﻟو‬N‫ ﻰﻟاو‬artinya penguasa.
Para wali songo ditinjau dari kepribadian dan dakwahnya termasuk kekasih Allah. Dan
ditinjau dari tugas dan fungsinya dalam kerajaan Demak, mereka mendapat gelar Susuhunan
(Sunan), yaitu sebagai penasihat dan pembantu raja. Dengan demikian maka sasaran
pendidikan dan dakwah Islam meliputi rakyat umum dan kalangan pemerintah.

Adapun Walisongo itu ialah :

Maulana Malik Ibrahim = Maulana Syeikh Maghribi

Sunan Ampel = Raden Rahmat

Sunan Bonang = Maulana Ibrahim

Sunan Derajad = Raden Qasim

Sunan Giri = Raden Ainulyaqin

Sunan Kudus = Raden Amin Haji = Ja’far Shadiq

Sunan Muria = Raden Prawoto = Raden Said

Sunan Kalijogo = Raden Syahid

Sunan Gunung Jati = Raden Abd. Qadir = Syarif Hidayatullah = Falatehan = Fatahillah

Jika ditinjau lebih lanjut kata Wali Sanga tidak semata-mata Wali (Auliya') yang
berjumlah sembilan. Namun wali sanga adalah suatu lembaga dakwah yang dilegalisasikan
dibawah naungan kerajaan demak, atu juga anggota Dewan yang mengurus penyebaran Islam
di Jawa. Kata Sanga (Sembilan) itu sendiri memilioki berbagai pengertian. Seperti diketahui
bahwa para wali berdakwah juga menggunakan Budaya, Kesenian dan lain-lain. Dan kata
Sanga pun juga memiliki berrbagai implikasi dengan media yang digunakan oleh para wali
tersebut.

Jika ditinjau dari Walisanga sebagai dewan, maka ini dapat dimengerti wali yang
sembilan tersebut adalah wali-wali pokok yang menjadi tokoh sentral dalam dewan tersebut,
selain juga para murid-murid dari wali pokok tersebut dan wali sanga sendiri terdiri dari
beberapa periode atau dekade, dan yang menjadi wali pokoknya jelas mengalami pergantian.

Jadi Walisongo adalah orang-orang yang saleh yang tingkat taqwanya kepada Allah
sangat tinggi, pejuang dakwah Islam dengan keahlian yang berbeda. Ada yang menonjol ilmu
tasawufnya, ada seni budayanya, ada yang memegang pemerintahan dan militer secara
langsung. Semuanya diabdikan untuk pendidikan dan dakwah Islam.

3. Pendidikan Islam Pada Masa Kerajaan - Kerajaan Islam

Kerajaan Samudera Pasai

Dari berbagai catatan sejarah, bahwa kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah
Kerajaan Samudra Pasai yang didirikan pada abad ke-10 M, dengan raja pertama adalah Al
Malik Ibrahim bin Mahdum.(a) pengembara dari maroko Ibnu Batutah sempat singgah di
Kerajaan Pasai pada masa pemerintahan Malik Az Zahir pada tahun 1345 M, Ibnu Batutah
menuturkan bawa ia sangat mengagumi akan keadaan Kerajaan Pasai, dimana rajanya sangat
Alim dan ilmu Agama, dengan menganut mazhab Syafi'im serta mempraktekan pola hidup
yang sangat sederhana.[15]

Kedatangan Ibnu batutah tersebut dapat ditarik kesimpulan pendidikan yang berlaku
di zaman kerajaan Samudera Pasai adalah sebagai berikut : a) materi pendidikan dan
pengajaran agama bidang syari’at adalah fiqh madzhab syafi’i; b) Sistem pendidikannya
secara informal berupa majlis ta’lim dan halaqah; c) Tokoh pemerintahan merangkap sebagai
tokoh agama; d) biaya pendidikan berasal dari negara.

Menurut Ibnu Batutah juga Pasai pada abad ke-14 M sudah merupakan pusat studi Islam
di Asia Tenggara dan banyak berkumpul ulama-ulama dari negara-negara Islam. Ibnu Batutah
mengatakan bahwa Sultan Malik Zahir adalah orang yang cinta kepada para ulama dan ilmu
pengetahuan. Bila hari jum’at tiba Sultan sembahyang di Masjid menggunakan pakaian ulama.
Setelah sembahyang mengadakan diskusi dengan para alim pengetahuan agama antara
lain Amir Abdullah dari Delhi dan Tajuddin dari Isfahan. Bentuk pendidikan dengan cara
diskusi disebut majlis taklim atau halaqah. Sistem halaqah yaitu para murid mengambil posisi
melingkari guru. Guru duduk ditengah-tengah lingkaran murid dengan posisi seluruh wajah
murid menghadap guru.

Kerajaan Perlak

Kerajaan Islam kedua di Indonesia adalah Perlak di Aceh. Rajanya bernama Sultan
Alaudin (tahun1161 -1186 H / abad ke-12 M). Antara Pasai dan Perlak terjalin kerja sama
yang baik sehingga seorang raja Pasai menikah dengan putri raja Perlak.

Rajanya yang ke enam Sultan Mamdum Alauddin Muhammad, adalah seorang


Ulama' yang mendirikan perguruan tinggi Islam, suatu lembaga majelis Taklim yang dihadiri
khusus oleh para murid yang sudah Alim. Yang diajarkan adalah kitab-kitab yang berbobot
pengetahuan tinggi, misalnya Al Um karya Imam Syafi'i.

Kerajaan Islam perlak juga mempunyai pusat pendidikan Islam Dayah Cut Kala. Dayah
disamakan dengan perguruan tinggi, materi yang diajarkan yaitu : bahasa Arab, tauhid, tasawuf,
akhlak, ilmu bumi, ilmu bahasa dan sastra Arab, sejarah dan tata negara, mantiq, ilmu falaq dan
filsafat. Daerahnya kira-kira dekat dengan Aceh Timur sekarang. Pendirinya adalah ulama
Pangeran Tengku Chik M. Amin pada akhir abad ke-3 H / abad ke-10 M. Inilah pusat pendidikan
pertama. Rajanya Sultan Muhammad Alaudin Muhammad Amin (1245 – 1267) mendirikan
perguruan tinggi islam yaitu Majlis Ta’lim. Lembaga tersebut juga mengajarkan kitab-kitab
agama yang berbobot pengetahun tinggi, misalnya Al-Umm karya Imam Syafi’i.

D. pendidkan di Indinesia pada zaman penjajahan belanda

Pemerintah kolonial Belanda mempunyai ambisi dan strategi sendiri ketika menerapkan
pola pendidikan modern. Pada awalnya, Pemerintah Kolonial Belanda hanya memberikan model
pendidikan pada anak bangsa yang berupa sekolah ongko loro dan ongko siji. Sekolah ini
bertujuan agar anak bangsa mendapatkan pendidikan satu tahun dan tiga tahun saja, di mana
materi yang diberikan berupa ketrampilan berhitung, membaca, dan menulis sederhana.
Ketrampilan ini jelas dibutuhkan untuk membantu tugas-tugas administrasi pemerintah Kolonial
Belanda sendiri. Hal ini dilakukan karena di satu sisi pemerintah Belanda ingin mendapatkan
tenaga administrasi level bawah yang bergaji rendah, di sisi lain Belanda tidak ingin memberikan
sepenuhnya ilmu pengajaran dan pengetahuan bagi anak bangsa yang
status sosialnya dipandang rendah. Pemerintah Kolonial Belanda memberikan persyaratan
bagi siswa yang masuk di sekolah ongko siji dan loro. Syarat utamanya adalah latar belakang
keningratan bagi siswa-siswanya.

Namun demikian, setelah munculnya politik etis yang dimotori van Deventer dan Baron
van Hoevel, maka terjadi perubahan kebijakan pendidikan di Indonesia. Sistem persekolah dan
kurikulum mengalami banyak perubahan. Semula jenjang pendidikan terlama di bangku sekolah
dasar hanya tiga tahun, dengan kebijakan baru berubah menjadi 5 (lima) tahun dan 6 (enam
tahun). Model persekolahan ini dinamakan schakel school dan HIS (Holland Inlandsche School).
Materi pengajaran mengalami perubahan yang cukup banyak. Tingkat kesulitan mengalami
peningkatan dan tidak setiap anak bangsa bisa menjadi siswa di sekolah ini. Kedua sekolah ini
tetap mempertahankan sistem lama dalam penerimaan siswa baru. Mereka yang berasal dari
kalangan rakyat biasa tetap tidak diperbolehkan memasuki jenjang pendidikan HIS. Mereka yang
berasal dari kalangan priyayi rendah, tentu saja harus ngenger dahulu agar dapat diterima menjadi
siswa sekolah ini. Bahasa Belanda menjadi bahasa pengantar dalam kegiatan belajar di sekolah
ini. Sebagai pembanding, pemerintah Kolonial Belanda mendirikan pula ELS (Eropesch Lagere
School) sebagai sekolah dasar untuk anak-anak eropa dan China Lagere School bagi anak-anak
keturunan Tionghoa. Sekolah ini jelas bukan milik kaum pribumi yang secara sosial berada di
bawah posisi orang Eropa dan China.

Di tingkat lanjut, pemerintah Kolonial Belanda mendirikan MULO yang setingkat


SMP jaman sekarang. Kurikulum yang dipergunakan semakin lengkap. Bahasa Belanda tetap
menjadi bahasa pengantar. Selain itu diajarkan bahasa Perancis dan Inggris. Tidak setiap anak
bangsa bisa memperoleh pendidikan tingkat ini. Banyak kendala rasialis dan sosial yang
menghalangi anak bangsa untuk memperoleh kesempatan ini. Jika dibandingkan jaman
sekarang lulusan MULO sebanding kualitasnya dengan lulusan S-1 sekarang. Bagi lulusan
MULO maka ia berhak mendapatkan tempat pekerjaan di struktur kepegawaian negeri
maupun militer pemerintah Kolonial Belanda. Pengembangan aspek kepegawaian dan sistem
birokrasi pemerintah Kolonial Belanda yang semakin lengkap, jelas membutuhkan pegawai
lokal yang lebih cerdas. Oleh karena itu, dengan jumlah lulusan MULO yang tidak banyak
maka kebutuhan akan jumlah kepegawaian itu dapat terpenuhi.

Pada level yang tertinggi, kebijakan Kolonial Belanda menjelang pertengahan abad
ke-20 mulai mendirikan sekolah setingkat SLTA sekarang dengan sebutan AMS (Algemens
Middlebars School) dan HBS (Hoogere Bourgere School). Minimal anak bangsawan tinggi
yang diperbolehkan memasuki jenjang sekolah ini. Untuk AMS ditempuh selama 3 (tiga)
tahun, sedangkan untuk HBS ditempuh 5 (lima) tahun. Siswa yang bersekolah di HBS secara
sosial ia adalah pribumi yang sudah disamakan derajatnya dengan bangsa Eropa/Belanda.
Pada pendidikan tingkat ini, kualitas menjadi sebuah ukuran mutlak. Oleh karena pola
pendidikannya yang disiplin dengan kurikulum yang jelas maka dengan sendirinya
menghasilkan alumni yang disegani oleh siapa saja. Para alumninya antara lain: Soekarno,
Hatta, Sutan Syahrir, Syafruddin Prawiranegara, Soetomo, Cipto Mangunkusuma, A. Rivai,
Suwardi Suryaningrat, dan sebagainya. Sangat jelas bahwa sistem pendidikan masa Kolonial
Belanda sangat diwarnai oleh dualisme pendidikan. Di satu sisi, adanya politik etis tersebut
pemerintah menyetujui untuk memberikan politik balas jasa bagi pribumi dengan
memberikan kesempatan memperoleh pendidikan. Namun di sisi lain, pribumi tetap
dipelihara seperti sediakala. Pendidikan yang diberikan pada pribumi jelas tidak sama dengan
pendidikan yang diberikan pada anak-anak Belanda, Tionghoa, dan Eropa lainnya. Hanya
anak kaum bangsawan tinggi yang diperbolehkan memasuki sekolah seperti MULO, AMS,
dan HBS. Akibatnya pemerintah tetap melestarikan rust en orde, yaitu sebuah kestabilan
politik di bawah kendali ratu Belanda, sehingga dapat menekan benih-benih ketidakpuasan
dari kaum intelektual yang mungkin terlahir dari sistem dan kebijakan Belanda sendiri.

E. Sejarah pendidikan pada zaman penjajahan jepang

a. Tujuan Pendidikan Di Indonesia Pada Masa Penjajahan Jepang


Dengan semboyang “Asia Untuk Bangsa Asia” Jepang mengusai daerah yang
berpenduduk empat ratus juta jiwa yang antara lain menghasilkan 50% produksi karet
dan 70% produksi timah dunia. Indonesia sebagai sember bahan mentah merupakan
sarana yang perlu dibina sebaik-baiknya untuk kepentingan perang Jepang. Tujuan
pendidikan pada masa penjajahan Jepang tidaklah banyak dapat di kemukakan.
Memenangkan perang adalah tujuan utama. Angtan bersenjata Jepang memberikan
sedikit perhatian terhadap pendidikan. Namun demikian hasilnya sangat luar biasa untuk
Indonesia di kemudian hari. Dalam hal ini ialah bahasa Indonesia menjadi pengatar
resmi, baik di kantor-kantor maupun di sekolah-sekolah. Bangsa belanda ditawan dan di
usir sedangkan bahasa Belanda sama sekali dilarang. Bahasa Jepang menjadi bahasa
kedua. Selama masa pendudukan ialah bahasa Indonesia berkembang dan dipermoderen
sehingga menjadi bahasa pergaulan dan bahasa ilmiah.
Konkritnya tujuan pendidikan pada masa pendidikan Jepang di Indonesia
adalah menyediakan tenaga-tenaga cuma-cuma (Romusha) dan prajurit-prajurit untuk
membatu perperangan bagi kepentingan Jepang. Oleh karena itu pelajarpelajar di
haruskan latihan phisik, latihan kemiliteran, dan indoktrinasi ketat. Pada akhir masa
Jepang terdapat tanda-tanda tujuan pendidikan menjepangkan anakanak Indonesia.

b. Sistem Persekolahan Di Indonesia Pada Masa Penjajahan Jepang


Sistem persekolahan pada masa penjajahan Jepang banyak mengalami perubahan
karena sestem penggolongan baik menurut golongan bangsa maupun status sosial
dihapus. Dengan demikian terdapat integrasi terhadap macam-macam sekolah yang
sejenis. Sejak masa Jepang bahasa dan istilah-istilah mulai dipergunakan di sekolah-
sekolah dan lembaga pendidikan. Sekolah Dasar, waktu itu dipergunakan istilah Sekolah
Rakyat (Kokumin Gakko), terbuka untuk semua golongan penduduk. Lama
pendidikannya enam tahun. Sebagai kelanjutannya adalah Sekolah Menengah Pertama
(Shoto Chu Gakko) dan selanjutnya Sekolah Menengah Tinggi (Koto Chu Gakko). Lama
pendidikannya tiga tahun untuk SMP dan tiga tahun untuk SMT. Sekolah kejuruan
menengah yang ada ialah Sekolah Pertukaran (Kogyo Gakko) dan Sekolah Teknik
Menengah (Kogyo Semmon Gakko). Sedangkan Sekolah Hukum dan MOSVIA di
tiadakan. Sebaliknya pada masa Jepang didirikan Sekolah Pelayaran dan Sekolah
Pelayaran Tinggi. Untuk mandidik guru terdapat tiga jenis sekolah yaitu
: 1. Sekolah Guru 2 tahun (Syoto Sihan Gakko) 2. Sekolah Guru 4 tahun (Gotu Sihan
Gakko) 3. Sekolah Guru 6 tahun (Koto Sihan Gakko) Di samping itu terdapat sekolah
Pertanian (Nogyo Gakko) di Tasikmalaya dan Malang. Lama belajarnya 3 tahun
sesudah sekolah rakyat.

F. Pendidikan pada zaman awal kemerdekaan

Penyelenggaraan pendidikan Islam agama setelah Indonesia merdeka mendapat perhatian


serius dari pemerintah, baik di sekolah Negeri maupun Swasta. Usaha untuk itu mulai dengan
memberikan bantuan terhadap lembaga sebagaimana yang dianjurkan oleh Badan Pekerja Komite
Nasional Pusat (BPKNP) 27 Desember 1945 menyebutkan bahwa: Madrasah dan pesantren yang
pada hakikatnya adalah satu alat dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat berakar dlam
masyarakat Indonesia pada umumnya, hendaklah pula mendapat
perhatian dan bantuan nyata tututan dan bantuan material dari pemerintah. Sementara itu bila
membicarakan organisasi Islam dan kegiatan pendidikan, sudah tentu tidak bisa terlepas dari
membicarakan bentuk, sistem dan cita-cita bangsa Indonesia yang sekian lama. Dasar Negara
yang telah disepakati bersama saat mendirikan Negara adalah Pancasila, yang tertuang dalam
pembukaan UUD 1945 inilah yang dijadikan pangkal tolak pengelolaan Negara dalam
membangun Bangsa Indonesia. Meskipun Indonesia baru memproklamasikan
kemerdekaannya dan tenagh menghadapi revolusi fisik, pemerintah Indonesia sudah bebenah
terutama memerhatikan masalah pendidikan yang dianggap cukup vital dan untuk itu
dibentukalah Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan K). dengan
terbentuknya Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaaan tersebut, maka
diadakanlah berbagai usaha terutama sistem pendidikan dan menyelesaikannya dengan
keadaan yang baru.

Kementrian Pendidikan Pengajaran Dan Kebudayaan (PP dan K) pertama ki hajar dewantara
mengeluarkan instruksi umum yang isisnya memerintahkan pada semua kepala-kepala
sekolah dan guru-guru, yaitu :

a) Sang Merah Putih tiap-tiap hari di halaman sekolah.


b) Melagukan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
c) Menghentikan pengibaran bendera jepang dan menghapuskan nyanyian kimogayo
lagu kebangsaan Jepang.
d) Menghapuskan pelajaran Bahasa Jepang, serta segala ucapan yang berasal dari
pemerintah bala tentara Jepang.
e) Memberi semangat kebangsaan kepada semua murid-muridnya.

Seirama dengan perjalanan sejarah bangsa dan negara Indonesia sejak proklamasi
Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 hingga sekatrang, maka kebijakan
Pendidikan di Indoensia termasuk di dalamnya tertentu, yang ditandai dengan peristiwa-
peritiwa penting dan tonggak sejarah sebagai pengingat.

G. sejarah pendidikan pada zaman orde lama

Secara umum pendidikan orde lama sebagai wujud interpretasi pasca kemerdekaan
dibawah kendali kekuasaan Soekarno cukup memberikan ruang bebas terhadap pendidikan.
Pemerintahan yang berasaskan sosialisme menjadi rujukan dasar bagaimana pendidikan akan
dibentuk dan dijalankan demi pembangunan dan kemajuan bangsa Indonesia di masa
mendatang. Pada prinsipnya konsep sosialisme dalam pendidikan memberikan dasar bahwa
pendidikan merupakan hak semua kelompok masyarakat tanpa memandang kelas sosial.
Perkembangan politik masa orde lama yang mempengaruhi jalannya kebijakan pendidikan
nasional adalah sejak 1959, Indonesia berada di bawah gelora Manipol (Manifestasi
Politik)USDEK (UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Kepribadian
Indonesia). Manipol-Usdek telah menjadi "dewa" dalam kehidupan politik Indonesia dan
juga "dewa" dalam bidang kehidupan lainnya, termasuk bidang pendidikan. Keputusan
Presiden Nomor 145 tahun 1965 merumuskan tujuan pendidikan nasional pendidikan
Indonesia sesuai dengan Manipol-Usdek, yaitu "Tujuan pendidikan nasional, baik yang
diselenggarakan oleh pihak pemerintah maupun pihak swasta, dari pendidikan prasekolah
sampai pendidikan tinggi supaya melahirkan warga negara sosialis Indonesia yang susila,
yang bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia, adil dan
makmur spiritual maupun material dan berjiwa Pancasila.

Berdasarkan intsruksi Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan No. 2 tanggal 17


Agustus 1961, diadakan perincian yang lebih lanjut mengenai Pantja Wardhana/Hari Krida.
Untuk menyesuaikan kebijakan pendidikan dengan Manipol diinstruksikan sebagai berikut :

a) Menegaskan Pancasila dengan Manipol sebagai pelengkapnya sebagai asas


pendidikan Nasional.
b) Menetapkan Panca Wardhana sebagai sistem pendidikan yang berisi prinsip-prinsip
Perkembangan cinta bangsa dan tanah air, moral nasional/internasional,
Perkembangan kecerdasan, Perkembangan emosional artistik atau rasa keharuan dan
keindahan lahir batin, Perkembangan kerajinan tangan dan Perkembangan jasmani.
c) Menyelenggarakan "hari krida" atau hari untuk kegiatan-kegiatan lapangan kebudayaan,
kesenian, olahraga, dan permainan pada tiap-tiap hari Sabtu. Di perguruan tinggi, baik
negeri maupun swasta, Pancasila dan Manipol diajarkan sebagai mata pelajaran.
Demikian pula pendidikan agama diberikan dengan pengertian bahwa mahasiswa berhak
tidak ikut serta apabila menyatakan keberatannya. Perguruan tinggi telah dijadikan saran
melaksanakan kehidupan politik yang hidup pada masa itu.

Dalam menyesuaikan perkembangan perguruan tinggi dengan politik pemerintah pada


waktu itu, dirumuskalah kebijakan Departemen PTIP sebagai berikut :
• Menghasilkan sarjana-sarjana pancasila/manipol dan ahli untuk melaksanakan
pembangunan. Kebijaksanaan negara sosialis yang mendidik sarjana-sarjana red and
expert. Sarjana-sarjana demikian membawa kemajuan pesat dalam bidang
pembangunan.
• Mengintensifkan dan dorongan penelitian-penelitian, baik penelitian dasar maupun
terapan, yang ditujukan kepada kebutuhan masyarakat Indonesia dengan memberikan
prioritas kepada bidang sandang, pangan dan pembangunan.
• Mewajibkan kepada perguruan-perguruan tinggi untuk mengintegrasikan dirinya
dengan masyarakat sehingga dapat menjadi mercusuar guna menghindarkan
pemisahan-pemisahan perguruan tinggi dari persoalan-persoalan masyarakat yang
aktual.

d) Dalam rangka mewujudkan sistem pendidikan nasional, melalui penetapan Presiden


Indonesia Nomor 19 Tahun 1965 tentang Pokokpokok Sistem Pendidikan Nasional
Pancasila, antara lain dirumuskan kembali mengenai dasar asas pendidikan nasional,
tujuan, isi moral, dan politik pendidikan nasional. Hal yang menarik di dalam
rumusanrumusan tersebut adalah diteggaskan sekali lagi bahwa tugas pendidikan
nasional dalam revolusi Indonesia ialah menghimpun kekuatan progresif revolusioner
berporoskan Nasakom. Antara tahun 1953 dan 1960, jumlah anak yang memasuki
sekolah dasar meningkat dari 1,7 juta menjadi 2,5 juta orang. Akan tetapi, sekitar 60%
dari jumlah itu keluar sebelum tamat. Sekolah-sekolah lanjutan negeri dan swasta
(Kebanyakan sekolah agama) dan lembaga-lembaga tingkat universitas bermunculan
dimanamana. Akan tetapi, terutama di Jawa, banyak yang mencapai standar tinggi.
Dua keuntungan penting perluasan pendidikan ini segera tampak nyata. Pada 1930,
jumlah orang dewasa yang melek huruf adalah 7,4%. Jumlah tersebut terdiri dari
anak-anak di atas usia 10 tahun (56,6% di Sumatra dan 45,5% di Jawa).

H. Sejarah pendidkan pada zaman orde baru

Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998, dan dapat dikatakan sebagai era
pembangunan nasional. Dalam bidang pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan
dasar, terjadi suatu loncatan yang sangat signifikan dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres)
Pendidikan Dasar. Namun, yang disayangkan adalah pengaplikasian inpres ini hanya
berlangsung dari segi kuantitas tanpa diimbangi dengan perkembangan kualitas. Yang
terpenting pada masa ini adalah menciptakan lulusan terdidik sebanyak-banyaknya tanpa
memperhatikan kualitas pengajaran dan hasil didikan.

Pelaksaan sistem pendidikan di Indonesia pada masa Orde Baru.

Pelaksanaan pendidikan pada masa Orde Baru ternyata banyak menemukan kendala,
karena pendidikan Orde Baru mengusung ideologi “keseragaman” sehingga memampatkan
kemajuan dalam bidang pendidikan. EBTANAS, UMPTN, menjadi seleksi penyeragaman
intelektualitas peserta didik. Pada masa ini, peserta didik diberikan beban materi pelajaran
yang banyak dan berat tanpa memperhatikan keterbatasan alokasi kepentingan dengan faktor-
faktor kurikulum yang lain untuk menjadi peka terhadap lingkungan.

Beberapa hal negatif lain yang tercipta pada masa ini di antaranya, yang pertama,
Produk-produk pendidikan diarahkan untuk menjadi pekerja, Sehingga berimplikasi pada
hilangnya eksistensi manusia yang hidup dengan akal pikirannya (tidak memanusiakan
manusia). Yang kedua, lahirnya kaum terdidik yang tumpul akan kepekaan sosial, dan
banyaknya anak muda yang berpikiran positivistik. Yang ketiga, hilangnya kebebasan
berpendapat.

Pemerintah Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto mengedepankan motto


“membangun manusia Indonesia seutuhnya dan Masyarakat Indonesia”. Pada masa ini
seluruh bentuk pendidikan ditujukan untuk memenuhi hasrat penguasa, terutama untuk
pembangunan nasional.

Siswa sebagai peserta didik, dididik untuk menjadi manusia “pekerja” yang kelak
akan berperan sebagai alat penguasa dalam menentukan arah kebijakan negara. Pendidikan
bukan ditujukan untuk mempertahankan eksistensi manusia, namun untuk mengeksploitasi
intelektualitas mereka demi hasrat kepentingan penguasa. Yang lebih menyedihkan dari
kebijakan pemerintah Orde baru terhadap pendidikan adalah sistem dotrinisasi. Yaitu sebuah
sistem yang memaksakan paham-paham pemerintahan Orde Baru agar mengakar pada benak
anak-anak. Bahkan dari sejak sekolah dasar sampai pada tingkat perguruan tinggi, diwajibkan
untuk mengikuti penetaran P4 yang berisi tentang hapalan butirbutir Pancasila.

Proses indoktrinisasi ini tidak hanya menanamkan paham-paham Orde Baru, tetapi juga
sistem pendidikan masa Orde Baru yang menolak segala bentuk budaya asing, baik itu yang
mempunyai nilai baik ataupun mempunyai nilai buruk. Paham Orde Baru yang membuat kita
takut untuk melangkah lebih maju.

Dengan demikian, pendidikan pada masa Orde Baru bukan untuk meningkatkan taraf
kehidupan rakyat, apalagi untuk meningkatkan sumber daya manusia Indonesia, tetapi malah
mengutamakan orientasi politik agar semua rakyat itu selalu patuh pada setiap kebijakan
pemerintah. Bahwa putusan pemerintah adalah putusan yang adiluhung yang tidak boleh
dilanggar. Itulah doktrin Orde Baru pada sistem pendidikan kita.

Indoktrinisasi pada masa kekuasaan Soeharto ditanamkan dari jenjang sekolah dasar
sampai pada tingkat pendidikan tinggi, pendidikan yang seharusnya mempunyai kebebasan
dalam pemikiran. Pada masa itu, pendidikan diarahkan pada pengembangan militerisme yang
militan sesuai dengan tuntutan kehidupan suasana perang dingin .Semua serba kaku dan
berjalan dalam sistem yang otoriter.

Akhirnya, kebijakan pendidikan pada masa Orde Baru mengarah pada penyeragaman.
Baik cara berpakaian maupun dalam segi pemikiran. Hal ini menyebabkan generasi bangsa
kita adalah generasi yang mandul. Maksudnya, miskin ide dan takut terkena sanksi dari
pemerintah karena semua tindakan bisa-bisa dianggap subversif. Tindakan dan kebijakan
pemerintah Orde Baru lah yang paling benar.

I. Sejarah pendidikan pada awal reformasi

Reformasi pendidikan merupakan hukum alam yang akan mencari jejaknya sendiri,
khususnya memasuki masa millennium ketiga yang mengglobal dan sangat ketat dengan
persaingan. Agar kita tidak mengalami keterkejutan budaya dan merasa asing dengan dunia
kita sendiri, refleksi pendidikan ini setidaknya merupakan sebuah potret diri agar dikemudian
hari kita tidak lupa dengan wajah diri kita sendiri (Suyanto & Hisyam, 2000: 2) Perubahan
yang sangat menonjol pada era reformasi adalah dilaksanakannya otonomi daerah sebagai
implementasi dari UU No. 22/1999 tentang pemerintahan daerah. Lebih lanjut, tantangan
yang berkaitan dengan regulasi adalah kondisi UU No. 2/1989 tentang sistem pendidikan
nasional (UU SPN) yang menganut manajemen pendidikan sentralistis/k dan masih lebih
menitikberatkan penyelenggaraan pendidikan pada pemerintah, yang tidak lagi sesuai dengan
prinsip otonomi daerah.
Dari segi kualifikasi tenaga guru di Indonesia masih jauh dari harapan. Hal ini
ditunjukkan oleh statistik sebagai berikut: dari jumlah guru SD sebanyak 1.141.161 orang, 53%
diantaranya berkualifikasi D-II atau statusnya lebih rendah. Dari jumlah guru SLTP sebanyak
441.174 orang, 36% berkualifikasi D-II atau lebih rendah, 24,9% berijasah D-III kemudian dari
346.783 orang guru sekolah menengah, sebanyak 32% masih berkualifikasi D-III atau lebih
rendah statusnya. Sementara itu pengangkatan tenaga pendidik yang baru setiap tahun hanya
dipenuhi 25% dari usulan kebutuhan akan tenaga pendidik (Soearni, 2003: 396 – 397). Pada
era yang penuh perubahan, program – program yang mengembangkan tenaga pendidikan
terus berjalan. Dengan memperhatikan tantangan – tantangan yang dihadapi serta bertolak
dari misi dan visi Ditentik, maka disusunlah program – program utama sebagai berikut :

a. Ikut terlibat dalam tim perumusan perubahan UU SPN, sehingga kepentingan tenaga
pendidik terakomodasi.
b. Peningkatan kualifikasi guru SLTP melalui program penyetaraan D-III dan S-I serta
pelatihan guru yang terakreditasi bekerjasama dengan Dikti.
c. Merencanakan perencanaan berbasis kepentingan lokal untuk mengakomodasi
aspirasi dan kemajuan BPG dan PPPG dengan melibat kedua lembaga tersebut serta
lembaga yang terkait.
d. Penerapan berbasis kompetensi dengan menyaipkan substansi berupa modul – modul
kompetensi, dari kompetensi dasar sampai kompetensi lanjut.
e. Dalam rangka meningkatkan keluaran diklat yang kreatif dan inovatif telah dilakukan
pelatihan guru dengan pola pembelajaran yang mengacu kepada “Deep Dialogue and
Critical Thinking”.
f. Menambah sarana dan prasarana dana untuk BPG dan PPPG non kejuruan yang
masih kekurangan.
g. Reposisi BPG dan PPPG menuju lembaga penjamin mutu.

Adapun hasil – hasil yang dicapai pada tahun 1998 sampai 2001 dapat diuraikan
sebagai berikut :

✓ Peningkatan kesejahteraan tenaga kependidikan yang meliputi: · Kecenderungan


peningkatan tunjangan pendidikan bagi guru bertambah antara 125-150% dari masing-
masing golongan. · Pemberian subsidi pada guru sekolah swasta (SD, TK, SLTP, SMU
dan SMK) dan guru tidak tetap sekolah negeri (SLTP, SMU dan SMK) sebesar Rp
75.000. serta pemberian honor kelebihan jam mengajar Rp 2.000 per-jam dihitung dari
kelebihan 18 jam pelajaran perminggu. Peningkatan gaji guru akan diperhitungkan
terhadap tunjangan fungsional atau terhadap profesionalisme pegawai negeri sipil.

✓ Peningkatan fungsi BPG sebagai lembaga penjamin mutu pendidikan di


daerah dengan tujuan untuk menekan sekecil mungkin disparitas mutu pendidikan
antara kabupaten/kota maupun antar-provinsi para otonomi daerah. Untuk itu, masing
– masing BPG akan mendapatkan tambahan widyaswara sebanyak 30 orang dan
tambahan staf sebanyak 396 orang untuk seluruh BPG dan PPPG.

✓ Disetujuinya usulan pemerintah kepada DPR tentang dihentikannya kebijakan


“Zero Growth” mengingat saat ini kekurangan guru semakin banyak. Sehingga secara
kumulatif, GTT telah mencapai 20% terhadap jumlah guru pada sekolah negeri yang
berjumlah 1.600.000 orang; sementara GTT di sekolah swasta telah mencapai 50%
yang saat ini berjumlah 527.619 orang.

✓ Program penyetaraan D-II bagi guru-guru SD yang berstatus PNS terus


dilanjutkan dan bahkan ditingkatkan. Untuk tahun 2002 pemerintah menyediakan 51
miliyar. Pada tanggal 21 Mei 1998 merupakan tonggak awal berlakunya zaman reformasi
dan runtuhnya rezim orde baru. Berlakunya zaman reformasi merupakan suatu usaha
berani yang dilakukan oleh kalangan mahasiswa yang diperjuangkan dalam tragedi
Trisakti serta kerusuhan Mei 1998. Masa awal zaman reformasi ini ditandai dengan
kacaunya bidang politik dan ekonomi Indonesia. Krisis ekonomi melanda bangsa,
kerusuhan antaretnik dan antaragama terjadi di berbagai tempat, serta kekacauan di dalam
birokrasi pemerintahan. Setelah B.J Habibie memerintah selama 17 bulan, kemudian pada
bulan November 1999 digantikan oleh Abdurrahman Wahid yang terpilih, menjadi
presiden keempat. Kemudian Ia diberhentikan sebagai presiden oleh MPR dan Megawati
Soekarno Putri menggantikannya sebagai presiden yang kelima sampai akhir masa
jabatannya. Dan pada tahun 2004 lewat Pemilu langsung Megawati digantikan oleh
Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden keenam hingga saat ini (Ricklefs, 2001 :
655). Implikasi dari situasi bangsa Indonesia seperti itu adalah dalam waktu kurang dari
satu dasawarsa ini sering terjadi pergantian kabinet sesuai dengan presiden yang
berkuasa. Hal ini tentu saja membawa dampak secara tidak langsung terhadap sistem
pendidikan di Indonesia. Pergantian kabinet, termasuk menteri pendidikan nasional dapat
berdampak seringnya terjadi pergantian kurikulum pendidikan yang diterapkan di seluruh
Indonesia. Pada era pemerintahan Habibie masih menggunakan kurikulum 1994 yang
disempurnakan sampai pada masa pemerintahan Gus Dur.
Kemudian pada masa pemerintahan Megawati terjadi beberapa perubahan tatanan di bidang
pendidikan, antara lain :

✓ Dirubahnya kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2000 dan akhirnya


disempurnakan menjadi kurikulum 2002 (KBK). KBK atau Kurikulum Berbasis
Kompetensi merupakan kurikulum yang pada dasarnya berorientasi pada
pengembangan tiga aspek utama, antara lain aspek afektif (sikap), kognitif
(pengetahuan) dan psikomotorik (ketrampilan).

✓ Pada tanggal 8 juli 2003 disahkannya Undang – undang Nomor 20 Tahun


2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang memberikan dasar hukum untuk
membangun pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi,
desentralisasi, otonomi, keadilan dan menjunjung Hak Asasi Manusia. Menurut
Lembaran Negara Nomor 4301 Pendidikan dalam UU Republik Indonesia No.
20/2003, pembaharuan sistem pendidikan nasional dilakukan untuk memperbaharui
visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Visi dari pendidikan
nasional adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan
berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang
menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan
zaman yang selalu berubah.

Adapun misi dari pendidikan nasional adalah sebagai berikut :

✓ Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperleh pendidikan


dan bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia.

✓ Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh


sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar.

✓ Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk


mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral.

✓ Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai


pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, sikap dan nilai
berdasarkan standar nasional dan global.

✓ Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan


berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kemudian setelah Megawati turun dari jabatannya dan digantikan oleh Susilo
Bambang Yudhoyono, UU No. 20/2003 masih tetap berlaku, namun pada masa SBY
juga ditetapkan UU RI No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Penetapan Undang –
undang tersebut disusul dengan pergantian kurikulum KBK menjadi Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini berasaskan pada PP No. 19 tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. KTSP merupakan kurikum operasional
yang disusun dan dilaksanakan oleh masing – masing satuan pendidikan. KTSP terdiri
dari tujuan pendidikan, tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum
tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan serta silabus (BSNP, 2006: 2). KTSP
dikembangkan berdasarkan prinsip sebagai berikut :
• Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan pesrta
didik serta lingkungan.
• Beragam dan terpadu.
• Tanggapan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
• Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
• Menyeluruh dan berkesinambungan.
• Belajar sepanjang hayat.
• Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah Tujuan
pendidikan KTSP : a) Untuk pendidikan dasar, diantaranya meletakkan dasar
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut, b)Untuk pendidikan
menengah, meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia
serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
c)Untuk pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri
dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.

J. Seajarah pendidikan pada zaman sekarang

Pendidikan zaman sekarang di Dunia Pendidikan ini diwarnai dengan pengaruh


globalisasi. Pendidikan kehilangan maknanya sebagai sarana pembelajaran. Kemudian muncul
sebuah ide Home Schooling, yaitu pendidikan yang tidak mengandalkan institusi formal, tapi
tetap bisa dilakukan di rumah sesuai kurikulum. Home Schooling adalah pola pendidikan yang
dilatarbelakangi adanya ketidakpercayaan terhadap fenomena negatif yang umum terdapat
pada institusi formal: adanya bullying, serta metode yang didaktis dan seragam. Namun
bukan berarti institusi pendidikan formal tidak menyesuaikan diri. Kini, timbul kesadaran
bahwa prestasi bukanlah angka yang didapat di ujian, atau merah-birunya rapor. Melainkan
adanya kesadaran akan pentingnya sebuah kurikulum berdasarkan kompetensi.

Kompetensi yang harus juga dimiliki oleh peserta didik adalah penguasaan teknologi.
Saat inipemanfaatan teknologi dalam dunia pendidikan seperti dalam kegiatan belajar
mengajar sampai administrasi pendidikan, menjadi sebuah momok dalam dunia pendidikan di
Indonesia, bagaimana tidak?. Indonesia beramai-ramai saat ini mengadaptasi pendidikan dari
luar negeri yang sistem pendidikannya dinggap bagus seperti Singapura, Jepang, Amerika
sampai dengan Australia sebagai upaya proses modernisasi. Mulai kurikulumnya, kegiatan
belajar mengajarnya, Manajerialnya sampai dengan metode pengevaluasian peserta didik,
namun pengadaptasian itu tidak diimbangi dengan pemanfaatan teknologi berbasis budaya
lokal sehingga ketimpangan dan ketidakberdayaan Indonesia dalam menyeimbangkan proses
adapatasinya menjadikan tujuan pendidikan menjadi bias dan terkendala mulai dari jarak,
ruang dan waktu dalam pemanfaatan teknologi ini. Selain itu masalah peningkatan
kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan dianggap lepas dari pengawasan dan kontrol
pemerintah, kompetensi pendidik tidak merata keseluruh pelosok negeri ini, penggelontoran
dana bermilyar-milyar habis tanpa ada output yang diharapkan.

Atas dasar pemikiran diatas maka proses “westernisasi” ke arah modernisasi terhadap
seluruh lapisan dunia pendidikan nasional menjadikan sebuah tuntutan pendidikan sekarang
dan masa depan negara ini, mau tidak mau pemerintah harus cepat meresponnya.
Ketidakmerataan informasi dan akses pendidikan di seluruh Indonesia juga akan menggangu
proses modernisasi pendidikan di masa yang akan datang.Banyk sekali para pendidik dengan
alasan kemanusiaan membantu para anak didik mereka di ujjian nasional. Padahal mereka tau
dan mengerti betul tentang hal tersebbut tidak bisa. Padahal mereka tau dan mengerti betul
tentang hal tersebbut tidak bisa dilakukan. mereka menganggap anak didik mereka tdk
diperlakukan secara adil karena mereka mengenyam di bangku sekolah dengan fasilitas yang
sangat minim dan kurangnya informasi.

Anda mungkin juga menyukai